Hari-hari di awal bulan selalu menjadi hari yang melelahkan bagi Sasuke Uchiha. Demi Jashin, Sasuke tidak pernah berharap untuk mendapat atensi yang berlebihan terutama dari kaum hawa di sekitarnya. Tatapan kagum, bisikan memuja, dan ungkapan cinta dari Barbie-barbie pengunjung setia mall serta salon dengan tarif setara harga smartphone-nya. Hei, Sasuke tidak butuh cinta dari manusia yang hanya bisa membuang uang dengan sia-sia.
Dibesarkan di lingkungan borjuis rasanya tidak membuat Sasuke memiliki pemikiran dangkal untuk melakukan hal-hal seperti yang dilakukan sebagian besar teman-teman kuliahnya. Balapan liar, berpesta, dan membayar sekian puluh juta untuk bisa one night stand dengan penari stripper yang menurut Sasuke belum tentu terjaga kebersihannya. Dan apakah itu berarti putra tunggal keluarga Uchiha ternyata masih perjaka? Well, apakah kau percaya dengan fakta bahwa Sasuke masih perjaka? Tidak? Atau mungkin ya? Silahkan berasumsi ria.
Oke, mari lupakan sejenak pembahasan tentang masalah perjaka yang rasanya kurang nyaman didengar telinga.
Omong-omong masalah kurang nyaman, Sasuke sepertinya juga sedang mengalaminya. Laki-laki yang saat ini menempuh semester akhir di fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Konoha merasa kurang nyaman dengan pandangan menyipit sang bunda yang jelas-jelas tidak percaya pada alasan sibuk yang sengaja dikarangnya.
"Bilang saja kau tidak mau mengantar ibu untuk pergi arisan," Mikoto Uchiha masih memberikan pandangan menyipit pada putranya yang saat ini sedang membaca diktat kuliah di ruang tengah.
"Hn," mendengar jawaban Sasuke membuat Mikoto melangkah mendekati sofa. Wanita yang masih tampak cantik di awal usia lima puluhan itu duduk di sofa kemudian mengambil diktat yang sedang dibaca oleh putranya.
"Kau pasti menyesal kalau tidak mengantarkan ibu kali ini," Mikoto berkata sambil menatap sepasang mata gelap yang menyerupai warna matanya.
"Dan faktanya aku selalu menyesal," Sasuke mengambil kembali diktatnya kemudian melangkah menuju anak tangga. Ck, siapa yang tidak trauma jika setiap Sasuke mengantarkan sang bunda ke acara arisan ujung-ujungnya dia akan jadi bulan-bulanan para bunda kaya raya.
"Meskipun di sana kau akan bertemu Hinata?" Mikoto tersenyum lebar saat melihat langkah kaki Sasuke berhenti di anak tangga ketiga. "Ibu dengar dia baru lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah di Konoha―"
"Kunci mobil dimana?"
.
.
.
Fluffy Love
Oleh Kecebong
Naruto milik Masashi Kishimoto
.
.
.
Terkadang Sasuke gagal paham dengan pola pikir sang bunda yang terkadang seolah mengetahui segala hal yang terlintas dikepalanya. Mungkin karena kemampuan yang dimiliki ibunya itu, sang ayah tidak pernah berani untuk berselingkuh atau bahkan sekadar main mata dengan karyawan perempuan di perusahaannya. Satu hal yang dapat Sasuke petik untuk kelangsungan hidupnya: hindari sejauh mungkin tipe perempuan seperti Mikoto Uchiha. Dan Sasuke yakin Hinata Hyuuga bukanlah tipe perempuan seperti ibunya.
Hinata akan segera menjadi mahasiswi tingkat pertama. Perempuan itu terlihat lebih dewasa jika dibandingkan dengan kali terakhir Sasuke melihatnya saat berlibur di Suna. Rambut gelap panjangnya dikuncir kuda sehingga Sasuke dapat melihat jelas leher putihnya. Damn, sudah berapa lama Sasuke tidak mendaratkan kecupan di sana.
Untuk beberapa menit ke depan Sasuke tidak akan protes dengan Hinata yang meninggalkannya sendiri di ruang makan kediaman Hyuuga. Perempuan itu masih sibuk membantu helper dan menyajikan kudapan dan minuman untuk peserta arisan di ruang keluarga. Terdengar beberapa suara yang mengajukan pertanyaan kepada Hinata. Sebagian besar bertanya mengenai universitas yang nanti akan menjadi tempat belajarnya. Ketika mendengar Universitas Konoha sebagai jawaban, rasanya Sasuke ingin segera menyeret Hinata ke ruang makan untuk menghujaninya dengan ciuman yang tak terhitung jumlahnya.
.
.
.
Tatanan kamar Hinata masih sama. Lemari putih besar masih pada posisi dekat jendela. Ranjang putih berukuran sedang dengan diapit dua meja nakas yang menjadi tempat favorit Hinata meletakkan ponselnya. Meja belajar dan rak buku yang sebagian besar diisi dengan novel dan manga. Meja rias yang di atasnya hanya terdapat seperangkat make-up yang jarang digunakan, kotak jepit rambut, sisir, dan boneka panda.
"Kau yakin, Neji membiarkanmu kuliah di Konoha?" Sasuke nerebahkan tubuhnya di atas tempat tidur Hinata. Sweater putih sudah dilepasnya sehingga dia bisa dengan nyaman tiduran dengan menggunakan kaus abu-abu. Mata gelapnya mengikuti pergerakan Hinata yang sedang mengganti dress peach dengan kaus hijau toska.
"Jangan lihat!" Hinata melirik ke arah Sasuke. Setelah memastikan posisi tidur laki-laki itu membelakanginya, Hinata segera mlepaskan dress-nya.
"Padahal jarang melihatmu memakai pakaian feminim," Sasuke kembali pada posisinya semula dan sempat melihat bra Hinata yang belum tertutup kaus. Hm, daripada kaus mungkin seharusnya Hinata tidak memakai baju apapun.
"Hentikan tatapan mesum itu," Hinata meletakkan dress-nya di keranjang dekat lemari kemudian melangkah ke arah ranjang. Mata pucatnya memandang mata gelap Sasuke sejenak sebelum sebuah tangan menariknya ke dalam dekapan hangat yang selalu dirindukannya.
"Seharusnya kau minta aku menjemputmu," Sasuke berbisik pelan sambil menghirup dalam-dalam udara di sekitar leher Hinata. Laki-laki itu merasakan kecupan ringan di hidung dan tanpa sadar semakin mengeratkan pelukannya.
"Kau merindukanku?" Hinata bertanya dengan memberikan kecupan singkat pada bibir laki-laki yang jelas terlihat gemas atas apa yang dilakukannya. "Kau tahu, aku sengaja merahasiakan kepulanganku karena―" Dan seharusnya Hinata jelas mengetahui jawaban Sasuke hanya dengan merasakan ciuman yang kini mereka lakukan disertai dengan sentuhan-sentuhan ringan.
.
.
.
Sasuke dan Hinata menjalin hubungan pacaran sejak tiga tahun yang lalu. Sasuke ingat pada saat ia menegaskan status hubungan, Hinata kala itu baru saja mengikuti ujian masuk SMA di Suna. Kedekatan orang tua mereka membuat Sasuke, Neji, dan Hinata juga menjadi teman dekat. Sasuke dan Neji selalu menjadi kawan sekaligus lawan pada saat mengenyam pembelajaran di SMA. Keputusan Neji untuk melanjutkan kuliah di Suna beserta membawa Hinata untuk melanjutkan SMA di sana adalah ide paling buruk bagi Sasuke. Meskipun ia tahu, di Suna Hinata akan tinggal bersama keluarga besar dari ayahnya.
Perasaan suka pada Hinata sudah ada di benak Sasuke sejak bertahun-tahun yang lalu. Namun membayangkan Neji akan memberinya label sebagai lolicon rasanya sedikit mengganggunya. Silahkan pikirkan bagaimana respon yang akan kauberikan apabila melihat seorang mahasiswa yang memiliki kesempatan untuk memilih perempuan mana saja justru lebih menyukai gadis kecil yang baru saja lulus SMP.
Inginnya Sasuke menunggu Hinata sedikit dewasa ketika ia menyatakan perasaannya. Namun, semua rencana Sasuke gagal dengan keputusan Hinata yang setuju melanjutkan SMA di Suna. Hinata akan meninggalkannya. Dia tidak akan bisa melihat bagaimana pergaulan Hinata, siapa saja teman-teman dekatnya, kemudian siapa saja yang berusaha mendekatinya.
Dan yang lebih mengerikan, Sasuke tidak akan bisa melihat perkembangan yang dialami oleh tubuh Hinata. Perkembangan tinggi badannya, perkembangan rambutnya, perkembangan lingkar pinggulnya, serta perkembangan lingkar dadanya. Silahkan, anggap saja Sasuke pervert. Demi Jashin dan ajaran sesatnya Sasuke tidak pernah bisa mengenyahkan pikiran anehnya apabila sudah berkaitan dengan Hinata.
Jadi sebelum semua kemungkinan terburuk terjadi, Sasuke akhirnya memutuskan untuk mengajak Hinata menjalin hubungan. Ya, meskipun itu hubungan jarak jauh Sasuke tidak peduli. Karena yang terpenting adalah Hinata sudah menjadi kekasihnya, miliknya. Selain itu, Sasuke juga bisa lebih bebas meluapkan segala afeksi rasa sayangnya terhadap Hinata. Ah, dan juga afeksi seksualnya.
.
.
.
Pukul empat sore acara arisan sudah benar-benar selesai. Sasuke dan Hinata ikut membantu merapihkan ruang keluarga. Setengah jam kemudian Sasuke mengemudikan mobil untuk kembali ke kediaman Uchiha. Dari kaca spion, mata gelapnya dapat melihat ekspresi semangat Hinata yang sedang menceritakan kehidupan SMA-nya pada Mikoto di jok belakang. Sesekali terdengar tawa, kemudian pembicaraan didominasi lagi oleh Hinata yang menceritakan tentang teman-teman dekatnya.
Sasuke memberikan tatapan tajam pada Hinata melalui kaca spion saat tanpa sadar menceritakan salah satu teman laki-laki yang pada saat upacara kelulusan menyatakan perasaan padanya. Sasuke mendengus saat menyadari Hinata yang dengan sengaja melanjutkan cerita untuk membuatnya lebih kesal.
Kediaman Uchiha selalu menjadi rumah kedua bagi Hinata. Bisa dibilang Hinata adalah objek penyalur obsesi Mikoto yang gagal memiliki anak perempuan. Sejak kecil Mikoto selalu memanjakan Hinata, membelikan baju-baju, sepatu, aksesoris dan lain sebagainya. Saat menyadari terdapat hubungan asmara diantara putranya dan Hinata, jelas saja Mikoto adalah salah satu pihak yang sangat mendukung hubungan keduanya. Sementara di keluarga Hyuuga, Neji adalah satu-satunya yang menetang jika adiknya menjalin hubungan dengan Sasuke. Semua yang mengenal Neji Hyuuga megetahui fakta bahwa dia mengidap sister complex, sehingga Sasuke maupun Hinata tidak terlalu mempermasalahkannya.
.
.
.
Malam ini Sasuke akan menemani Hinata mempelajari materi yang kemungkinan akan keluar pada saat ujian masuk universitas. Mengajari Hinata bagi Sasuke hampir sama dengan mengajari anak SD. Hinata bukanlah tipe orang yang mudah menyerap pembelajaran, dan juga cenderung cepat melupakan apa yang telah dipelajari sebelumnya. Hal inilah yang sedikit membuat Sasuke cemas. Program Studi yang ingin Hinata masuki adalah pendidikan sekolah dasar. Memang tidak terlalu sulit, namun tetap saja kualitas mengajar guru akan berpengaruh pada kualitas pengetahuan siswa. Dan Sasuke yakin Hinata masih harus banyak belajar lagi agar mampu menjadi pendidik yang baik.
Sasuke memberikan waktu sepuluh menit untuk Hinata beristirahat setelah sekitar satu setengah jam berkutat mengerjakan soal-soal. Hinata meminum sedikit air putih kemudian merebahkan tubuhnya di tempat tidur Sasuke. Perlahan dia memejamkan kedua matanya. Hari ini cukup melelahkan baginya. Pagi hari Hinata membereskan pakaian-pakaian yang ada di dalam lemarinya. Beberapa yang sudah kekecilan atau jarang dipakai ia pisahkan agar jumlah baju-bajunya tidak terlalu banyak. Siangnya Hinata membantu sang ibu untuk menyiapkan acara arisan bulanan yang kebetulan mendapat giliran menjadi tuan rumah. Dan sorenya hingga sekarang hari sudah mulai malam Hinata belajar dengan ditemani Sasuke.
"Kau lelah?" ciuman singkat di pipi kiri membuat Hinata kembali membuka kedua matanya. Sasuke duduk di sampingnya dengan telapak tangan besarnya yang mengelus pelan puncak kepala Hinata.
"Pukul berapa sekarang?" Hinata menggeser posisi tidurnya agar lebih dekat dengan Sasuke kemudian kembali memejamkan kedua matanya .
"Delapan malam," Sasuke memberikan kecupan pada puncak kepala Hinata kemudian berbisik,"kau mau menginap atau kuantar pulang?" Hinata tidak merespon pertanyaannya. Sasuke menghela napas perlahan kemudian mengambil ponsel untuk memberitahukan kepada keluarga Hyuuga bahwa Hinata malam ini akan menginap di kediaman Uchiha.
Melihat Hinata yang memang tampak kelelahan membuat Sasuke tidak tega untuk menagih janji yang akan memberinya banyak ciuman sebagai imbalan menemaninya belajar. Baiklah, malam ini Sasuke akan merelakan Hinata tidur dengan nyaman.
"Mimpi indah," bisik Sasuke kemudian mengecup perlahan bibir Hinata.
.
.
.
FIN
.
.
.
Terimakasih sudah membaca fic absurd bong. Fic ini dibuat di sela-sela waktu nyusun bab 4 skrispsi. Entah kenapa kalau isi kepala sudah numpuk dengan banyaknya teori-teori rasanya jutru malah pengen nuangin jadi fic. Jadi, anggap aja ini fic iseng-iseng yang memang dari segi ceritanya simple dan tanpa konflik, yah sesuai judulnyalah.
Oya, mungkin ada beberapa reader yang mungkin gak asing sama tema dan plotnya. Yup, fic ini remake dari salah satu fic yang bong publish di akun piiiiiiip *himitsu. Kangen aja sama fic ginian un.
Baik, sekali lagi terimakasih dan maaf bong belum bisa update fic-fic sebelumnya.
Kalau nemu typo juga mohon maaf ^^
Jaa, na…
