Disclaimer

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Goatee (c) Me

Warning: Yaoi/ Bxb/ Rate: semi T semi M. Niatnya nanti rating-nya jadi M di chapter entahalah mungkin masih lama. *wink*.

You've been warned~~ Read on your own risk.


Chapter 1

.

Tangannya berhenti di dagu, di mana sejumput rambut mulai tumbuh. Onyxnya menyipit sedangkan jemarinya mengusap dagunya beberapa kali.

Ah. Sasuke Uchiha delapan belas tahun itu lupa bercukur seminggu ini. Jadilah wajah pucatnya yang selalu bebas bulu ini kini terlihat agak liar. Ia tersenyum beberapa jenak, menghayati pantulan bayangannya di cermin. Terlihat manly, walaupun hanya sedikit. Lalu kenyataan menghantamnya bagai truk yang remnya blong. Ketika ia ingat mengapa dirinya sama sekali tidak memerhatikan penampilannya akhir-akhir ini.

Ia menghela napas seraya mengelap wajahnya dengan air dari wastafel lalu memasang kacamatanya.

Sudah satu bulan ia putus dengan Hinata. Dan sejak saat itu pulalah ia mulai tidak memerhatikan penampilannya lagi.

Oh god!

Mendadak Sasuke ingat kalau hari ini ia punya tugas kelompok dengan Hinata. Damn! Begini nih kalau pacaran dengan rekan satu juruasan. Setelah putus jadi sulit komunikasi dan kikuk.

Hah... sudahlah.

Well... bubarnya mereka sebagian besar salahnya Sasuke. Terlalu fokus dengan dirinya sendiri, juga selalu menyibukkan diri di kampus disetiap kesempatan, dan sanggup untuk tidak bertemu pacarnya selama seminggu. Hubungan mereka seperti tidak ada 'muse' nya.

Walaupun sebenarnya Sasuke benar-benar suka dengan Hinata. Tapi apa mau dikata? Nasi sudah menjadi bubur. Merasa bersalah sekarang juga sudah terlambat. Ia tak bisa memutar ulang waktu, ia pun tak bisa mengubah takdir. Dan setelah kehilangan, barulah ia sadar kalau dirinya benar-benar menyesal telah melalaikan pasangannya selama satu semester ini.

Kalau boleh dibilang, Hinata termasuk tipe wanita yang setia. Butuh enam bulan bagi Hinata untuk merasa cukup telah dilalaikan oleh pacarnya sendiri.

Hah... Sasuke menghela napas lagi.

Hinata sekarang bersama Gaara. Seminggu setelah mereka putus, pasangan baru muncul.

Haks, mungkin kalau orang-orang tidak mengenal Sasuke atau Hinata, gadis itu bakalan dilabeli cewek gampangan yang mudah pindah hati.

Tapi semua orang tahu (setidaknya di jurusannya Sasuke) kalau pemuda Uchiha ini sama sekali tidak pantas untuk Hinata. Selain tampangnya yang di atas rata-rata, Sasuke tidak punya hal yang bisa diberikan pada Hinata selain rasa kesepian. Di lain pihak, Gaara sama stoic-nya dengan Sasuke, tapi pemuda berambut sewarna api itu masih punya tendensi untuk memberikan afeksi selayaknya seorang kekasih.

Kalau kata orang sih, Gaara itu tipe suami idaman. Tak sedikit dari rekan sejurusannya mengompori Hinata untuk putus Sasuke dan menerima pernyataan cinta Gaara.

Oh, Gaara menyatakan cintanya saat Sasuke dan Hinata masih pacaran. Well... damn! Gaara punya nyali besar untuk seseorang yang pendiam.

Sasuke benar-benar pantas menerima semua itu. Toh ialah yang menggali kuburannya sendiri.

Menghela napas panjang, Sasuke segera mengemasi keperluan kuliah lalu beranjak ke luar apartemennya. Hari Senin yang panjang baru saja dimulai.

.


.

"ANJIRT! KIBA KENAPA GAK BANGUNIN AKU SIH?! AKU TELAT NIH!"

Pemuda berambut pirang spike mendadak melompat dari ranjang, setengah telanjang dengan hanya mengenakan boxer ketat. Memperlihatkan lekukan sensual yang pastinya menantang buat di-grope, kalau saja pemuda bernama Kiba itu tidak sedang dalam keadaan setengah tewas dengan hangover yang membuat kepalanya seperti ditikam sepuluh kepalan tangan secara bersamaan.

Beranjak setengah belari tergesa ke kamar mandi, Naruto dengan cepat memulai ritual paginya. Sepuluh detik saja, ia sudah selesai.

"Berisik kau Naruto," Kiba menjawab dengan suara berat, ditarikanya selimut yang setengah terlempar dari ranjang saat Naruto melompat panik, berusaha menutupi tubuhnya yang sama sekali tidak terutup apapun. Ia tak seperti Naruto yang sempat memasang boxernya kembali setelah pertarungan satu rondenya semalam, Kiba tak sempat pakai apapun gara-gara kepalanya yang pening. "Cepat pergi sana, kau ada kelas pagi kan? Kelas pertamaku nanti siang jam satu, aku masih bisa tidur."

"Sial! Tahu begini aku tak akan menerima ajakanmu main malam tadi!" Siapapun mahasiswa yang waras dan punya akal sehat tak akan party di malam Senin-terlebih lagi sampai main-main di ranjang setelahnya.

"Ah tapi kau menikmatinya juga kan?" Di sela denyutan kepalanya yang menjadi-jadi, Kiba masih bisa menyelipkan nada jahil di suaranya, "Rintihanmu sensual banget, sampai bikin aku pening."

"Dasar!" Naruto melempar kaleng bir kosong dari lantai ke arah Kiba, "Kiba, kau sama sekali gak bakat jadi seme! Huh, Cuma sekali saja sudah K.O!"

"Alah kau juga sama saja," Kiba nyeletuk, merasa tersinggung, "salahkan keberuntunganmu yang menyedihkan. Kita kan sudah sepakat yang menang jankenpon-suit-bakalan jadi seme tadi malam?"

"Urghhh! Sialan kau Kiba!" Naruto sama sekali tidak dapat membalas ucapan kawannya itu. Toh memang benar. Mereka berdua ini 'Neko' alias uke. Yang keahliannya adalah menerima tikaman dari belakang. Tusuk-menusuk bukan forte mereka.

"Hah! Sudahlah aku duluan ya!"

"Jangan lupa kunci pintu aparemenku dari luar, terus lemparkan kuncinya ke dalam lewat ventilasi!"

"Iya! Iya! Ih bawel banget sih!"

Pintu berdebum terbuka dan tertutup dengan sangat cepat. Dalam sekejap, Naruto sudah menghilang dari kamar apartemen Kiba yang kini dipenuhi rintihan pemuda Inuzuka yang memegang kepalanya yang berdenyut tiada ampun.

.


.

Pertemuannya dengan Hinata di cafe ternyata tidak kikuk. Hinata yang terkenal pemalu, harusnya merasa risih bertemu dengan mantan pacarnya berdua untuk di cafe walaupun alasannya untuk menyelesaikan tugas kelompok.

Di luar perkiraannya, Hinata sama sekali tidak kesulitan untuk bicara dengan Sasuke, walaupun kadang ada jeda yang tidak alami dalam kalimatnya. Tapi Hinata sama sekali tidak diam membisu selama mengerjakan tugas mereka. Wajahnya bahkan tersenyum cerah sesekali ketika melirik smartphone-nya di atas meja ketika melihat pop up pesan dari Gaara.

Entah kenapa Sasuke merasa kalau Hinata sengaja meletakkan ponselnya di dekatnya dengan volume yang cukup kencang. Sampai Sasuke sadar kalau notifikasi pesan masuk dan display id name- Panda-kun - muncul secara terus menerus. Sedikit risih juga sih, tapi ia tidak marah pada Hinata. Sasuke merasa lega, setidaknya ia bisa bicara normal dengan gadis itu.

Oh dia juga dapat pesan cinta dari Gaara sebelum Sasuke dan Hinata bertemu. Pesan cinta yang isinya ancaman maut kalau Sasuke berani macam-macam dengan Hinata. Terlebih lagi Sasuke bisa melihat Gaara yang duduk beberapa meja dari tempatnya dan Hinata mengerjakan tugas. Tatapannya mengancam.

Benar-benar overprotektif. Beda sekali dengan dirinya.

Ah... tentu saja. Bahkan Hinata yang sabar sekalipun akan memilih seseorang yang lebih perhatian padanya daripada seseorang yang lebih fokus diri sendiri seperti Sasuke.

"Oke, semuanya sudah selesai, sisanya tinggal Simpulan dan Daftar Pustaka," Hinata merapikan bahan-bahan paper dari atas meja seraya melipat laptop kecilnya, "sisanya biar saya yang selesaikan, Sasuke-san tidak perlu khawatir."

Telinganya berdenyut pelan. Sekarang panggilannya sudah berubah dari Sasuke-kun jadi Sasuke-san ditambah lagi nada bicara Hinata yang terkesan formal. Tak disangka, perubahan kecil ini membuatnya agak kecewa.

"Hm... baiklah," ucap Sasuke singkat, "kalau begitu..." Sasuke melirik ke arah Gaara yang duduk agak jauh, dari tatapan menantangnya sudah jelas kalau Gaara tidak ingin Sasuke untuk mengantar Hinata pulang.

"Aku duluan," ucapnya seraya tersenyum tipis. Sebelum keluar pintu cafe ia berbalik, "oh iya, bodyguard-mu dari tadi terlihat seperti tengah menahan sembelit. Coba kau periksa," imbuh Sasuke seraya menunjukkan posisi Gaara yang tersembunyi dari pandangan Hinata. Lalu pergi dari tempat itu sebelum menerima seruan marah dari pemuda berambut merah itu.

Onyxnya menyipit. Intensitas sinar senja hari ini cukup kuat. Sasuke menatap langit dengan aksen merah kebiruan. Bulan mulai naik, walaupun matahari belum sepenuhnya tenggelam. Dilirik jam tangannya, masih awal untuk pulang, masih ada sedikit waktu untuk mengerjakan tugas klub jurnalis di Uni. Tapi Sasuke yang workaholic sekali pun bisa down dan merasa malas.

"Hah... pulang sajalah."

.


.

"HOAAAAHHH... HOAAAAAM!"

Kuap kencang dengan mulut terbuka lebar membuat Naruto terlihat sangat konyol. Tak ayal beberapa gadis SMA yang melintas di depannya terkekeh geli bersama serombongan kawannya yang bergegas masuk ke gerbong kereta.

Naruto mengusap matanya yang sedikit berair. Ia mengumpat dalam hati pada Kiba yang membuatnya ngantuk seharian ini. Karena itu di kelas Prof. Kakashi tadi ia mendapat hukuman membawa berkas pelajaran ke ruang dosen. Kalau dekat sih tidak masalah, tapi ini agak kelewatan. Bayangkan saja, kelas kuliah ada di lantai satu sedangkan ruang dosen ada di lantai lima.

Dan Naruto harus mendaki tangga darurat karena lift-nya sedang diperbaiki. Dengan beban hampir lima belas kilo. Bangke emang.

Pop up notifikasi di ponselnya sama sekali tidak ia hiraukan. Ajakan minum-minum yang biasanya langsung ia tanggapi dengan cepat sama sekali tidak membuatnya tergiur kali ini. Walaupun hari ini Sai yang mentraktir untuk pajak jadiannya dengan Ino beberapa hari lalu.

Huft... Naruto capai bukan main, ia ingin cepat-cepat pulang ke apartemennya dan langsung tewas di futonnya yang empuk. Langkahnya gontai ketika masuk ke gerbong kereta dengan cepat ia meng-klaim tempat duduk di dekat pintu gerbong, paling pinggir dekat pembatas tempat duduk agar ia bisa bersandar dan bisa tidur-tidur ayam beberapa menit.

Sebuah notifikasi di ponselnya berhasil menarik perhatian si pemuda Uzumaki. Melihat nama pengirimnya membuat matanya melebar beberapa saat sebelum kembali kuyu.

.

Killer _Bee

Kuhubungi lagi nanti. (09.00)

Tadi malam benar-benar fantastis! (09.01)

Rabu, 3 Mei

Hey Babe. Ada waktu kosong malam ini? (12.55)

Sorry! Ada acara! (15.07)

Oke lain kali, kalau gitu ;) (15.07)

Jumat, 5 Mei

Yo! Di apartemenku dingin nih. Butuh kehangatan~ I'm waiting for ya! (19.08)

-Pesan yang belum dibaca-

Hari ini

Hei yo! Naru-chi ada acara malam ini? (20.11)

Netflix and chill? (20.11)

.

Arghhh!

Naruto langsung memblokir id tersebut karena (walaupun tidak setiap hari) pesan-pesan itu datang terus. Padahal sudah ia bilang kalau waktu itu cuma one night stand. Naruto juga harusnya pilih-pilih partner buat main-main. Tapi sayang sekali, nether region nya benar-benar sulit diatur. Hari itu libidonya lagi tinggi-tingginya dan Kiba sedang bersama partner yang lain sampai Naruto bingung mau melampiaskan di mana.

Saat itu pula ia tak pikir panjang dan langsung pergi ke Nii-chome (gay district), cari pelampiasan. Sayangnya, ia sedang tidak beruntung. Di salah satu gay bar yang sering ia kunjungi, tidak ada pemuda sebayanya yang sedang nongkorng. Yang ada hanya beberapa om-om kepala 3-4. Dan... si Killer Bee ini dapat jackpot gara-gara Naruto sudah tidak kuat menahan nafsu.

Jadilah mereka ber-action ria di Love Hotel terdekat.

Hah... sesal pun tak ada gunanya. Naruto merasa dirinya harus bisa mengendalikan libidonya yang selalu tinggi hampir tiap hari.

Ia menarik napas panjang. Untungnya hari ini Naruto sedang lemas, ia tak ada tenaga buat memompa benda tumpul Killer Bee yang besarnya minta ampun. Yah, tipikal bule, black pula.

"Ihh... jangan ah sekarang masih di kereta! Keita-kyun jangan genit!"

"Habis, Nana-chan bikin gemes deh!"

"Udah-udah, dilatin orang malu!"

"Gerbongnya sepi begini kok, Nana-cwan~~"

"Tunggu sampai apartemen ya~~ ih jangan pegang-pegang ih gelii~~"

Kyaa kyaaa! Kyaa kyaaaa~!

Naruto memutar bola matanya pada sepasang kekasih yang sedang 'panas' di sudut gerbong cukup jauh dari tempat duduknya. Untung saja gerbong di sini hampir kosong, kalau tidak tatapan merendahkan bakalan ditujukan pada mereka. Hah... Naruto tak punya kerjaan lain, sampai-sampai ia harus melihat aksi lovey-dovey yang bikin mual.

Tapi...

Tapi dalam hatinya ada sedikit merasa iri. Sedikit loh, ya.

Selalu begitu ketika ia melihat pasangan yang mesra-mesraan di depannya, baik itu anak SMA, mahasiswa, bahkan pasangan yang sudah tua. Walaupun sering ia mencibir pasangan yang over lebay, dalam hatinya ia ingin merasakan jatuh cinta.

Well, Naruto sudah sering main dengan bermacam-macam partner, yang lebih muda, semuran, bahkan om-om. Namun itu hanya untuk memuaskan hasratn saja. Tak ada rasa cinta. Bahkan dengan Kiba yang sudah menjadi sefu (sex friend) dari semenjak mereka SMA, pun tidak ada rasa.

Kadang ia merasa kosong. Seperti selongsong peluru tanpa mesiu yang tak akan meledak walaupun ditembakkan dengan kecepatan tinggi. Tak ada rasa berbunga-bunga, merasakan seribu kepak kupu-kupu dalam perut ketika bertemu pasangan, merona dan malu-malu saat kulit mereka bersentuhan.

Tak ada.

Ia sering sekali dicintai.

Namun ia tak pernah mencintai.

What's Love?

Pertanyaan klise yang agak corny. Namun pemuda ini tak bisa menjawabnya karena ia tak pernah merasakannya.

Naruto menghela napas dalam dan perlahan gerbong kereta bergerak, lalu kelopak matanya perlahan menutup.

.


.

Ooops!

Hampir saja. Telat selangkah, Sasuke bakalan ketinggalan kereta.

Ia tak pernah pulang seawal ini. Dan lagi ia lebih sering menginap di ruang klub jurnalistik, saking malasnya pulang ke apartemen.

Sasuke memeriksa ponselnya. Ia mengernyit.

Tumben, biasanya ponselnya penuh dengan notifikasi teman satu ia ingat kalau klub jurnalistik baru saja menerbitkan majalah bulanan kampus. Jadi beberapa hari ini mereka tidak lembur semalaman sampai menginap meng-edit majalah. Hah... untuk Sasuke yang jam biologisnya selalu berpusat pada jurnalistik dan kuliah. Pulang awal benar-benar membuatnya merasa janggal.

"Sudahlah...," tak mau ambil pusing. Sasuke mencari tempat duduk kosong (yang mana banyak sekali, karena gerbong ini sepi).

"Kyaa~~ Keita-kyun, nakal ya!"

"Nana-chan imut sih~!"

Urgh...

Sasuke seperti ditonjok aura lovey dovey yang kuat, refleks kakinya mundur beberapa langkah. Ugh, Sasuke menjauh dari pasangan tersebut sambil mengernyit. Ia baru saja putus, rasanya enggan duduk dekat-dekat dengan pasangan yang lagi 'panas'. Bisa-bisa Sasuke meledak.

Ia mendudukkan dirinya di bangku dekat pintu gerbong. Cukup jauh agar ia tak perlu melihat aksi mesra lebay yang membuat mual. Namun ia tidak sendirian di barisan bangku ini. Ada seorang pemuda berambut pirang yang kepalanya tertekuk ke depan, tengah tertidur.

Sasuke kembali mengernyitkan keningnya.

"Hati...," maunya ia bilang 'Hati-hati, nanti jatuh ke depan' pada pemuda anonim di sampingnya. Tapi ia urungkan. Bukan urusannya juga.

Sasuke menyandarkan punggungnya. Tatapannya lurus menembus jendela gerbong yang memperlihatkan warna-warna malam kota. Hingar bingar kendaraan yang tengah macet di jalan raya, kerlipt lampu gedung tinggi, langit yang biru pucat dengan bulan purnama bersinar terang. Mendadak ia teringat malam itu.

Saat itu purnama. Sinar rembulan cemerlang dengan brilian. Dan seorang gadis berambut sewarna malam memberanikan diri menyatakan perasaannya. Sasuke terdiam, menatap lurus pada iris lavender gadis Hyuuga yang merupakan diva di jurusannya. Saat itu Sasuke tidak merasakan apa-apa terhadap Hinata. Namun, paras cantiknya menarik perhatian Sasuke.

Saat itu ia pikir; Kenapa tidak?

Lalu dengan pelan ia menjawab; baiklah.

Singkat. Kalau dipikir-pikir, Sasuke dingin sekali dan kesannya tak berperasaan. Namun sejalan dengan berjalannya waktu Sasuke mulai merasakan ada rasa yang mulai tumbuh. Rasa suka? Mungkin. Namun Sasuke sama sekali tidak memerhatikan Hinata. Melalaikan gadis itu sampai membuatnya sedih.

Seperti kata orang. 'Kau baru merasakan kehilangan setelah ditinggalkan'.

Dadanya berdenyut. Getir. Namun reda dengan cepat.

Sebenarnya Sasuke sudah move on. Namun kadang getir ini datang dengan mendadak. Sering ia berpikir; 'Kalau saja aku lebih perhatian', 'Kalau saja aku tidak selalu sibuk, 'Kalau saja aku tidak membuatnya menangis'.

Kalau, kalau, dan kalau...

Tapi kata 'kalau' sama sekali tidak menolongnya. Karena waktu tak bisa diputar balik. Penyesalan tinggal penyesalan. Dan Sasuke mulai belajar dengan kesalahannya.

Menjalin hubungan itu ternyata sulit.

Ia mendesah pelan.

Lalu sekonyong-konyong ketika ia merasa sangat melankolis, pemuda pirang di sampingnya hampir saja mencium lantai gerbong kalau gerak refleks Sasuke sedikit lebih lambat.

Sepertinya posisi kepala pemuda pirang itu terlalu menjorok ke depan. Namun hal yang membuat Sasuke geleng-geleng kepala, pemuda pirang itu sama sekali tidak terbangun. Benar-benar seperti mayat.

"Hei... hei...," usahanya membangunkan korban sia-sia dan Sasuke menyerah. Ia menyandarkan pemuda itu kembali ke tempat duduk. Namun Sasuke kembali meringis ketika kepala orang itu kembali condong ke depan. Berkali-kali ia mendorong dada si tukang tidur agar sedikit lebih tegap namun kepalanya kembali condong ke depan dengan posisi yang makin riskan. Sasuke hampir menyerah dan tidak mau peduli lagi ketika kepala pirang itu bersandar di pundaknya.

"Ah..."

Sasuke melirik ke samping, pada kepala di bahunya. Samar-samar tercium aroma lemon dan sabun dengan aroma yang familiar. Merk yang sama dengan yang dipakai Sasuke? Kenapa pula ia memikirkan merk sabun mandi di keadaan seperti sekarang ini.

Setelah menimbang-nimbang cukup lama Sasuke mendesah.

"Ya sudahlah. Daripada jatuh ke lantai."

.


.

Naruto tertidur selama perjalanan, entah mengapa beberapa kali ia merasakan sesuatu yang kasar menggesek keningnya. Namun pemuda dua puluh tahun ini tetap bersikeras untuk melanjutkan tidurnya.

Hingga pada saat jiwanya masih mengawang-awang, tangannya menyentuh sesuatu yang membuatnya nyaman. Gesekan kasar yang membuat permukaan tangannya geli-geli kesemutan membuat Naruto menggerakkan tangannya berkali-kali saat ia masih berlayar di negeri mimpi.

Tapi hal tersebut harus segera disudahi ketika suara berat yang berbisik di telinganya membuat Uzumaki terjaga. Matanya berkedip. Biner biru cerahnya terlihat kebingungan. Hal pertama yang dilihatnya adalah wajah pemuda berkacamata di sampingnya yang memasang ekspresi kalut karena dagunya dipegang dan dielus-elus oleh Naruto.

Oh. My. Gay!

Naruto terkesiap. Wajahnya panas dan memerah, merasa sangat malu.

Siapapun akan malu kalau mendadak bangun dengan kepala bersandar pada pundak orang asing. Ditambah lagi, sedari tadi tangannya... tangannya mengelus janggut pemuda berambut hitam itu dengan khusyuk seperti tengah berdoa di kuil.

Sampai kini tangannya masih berada di dagu pemuda itu, masih mengelus rambut tipis yang entah mengapa jadi terlihat menggiurkan. Entahlah... mungkin pengaruh wajah tampan pemuda berkacamata ini atau mungkin Naruto baru mengetahui sesuatu yang ia sendiri tidak ketahui.

Seperti discovery channel yang memberikan informasi unik. Naruto men-discovery fetish barunya yang tak lazim.

Janggut.

Naruto segera bangkit dengan kalap, menyerukan kata maaf berulang-ulang, berusaha menyembunyikan rasa malunya yang berlipat-lipat. Walaupun hanya dibalas kata 'tak apa-apa' dari pemuda itu, Naruto tetap merasa malu.

Kereta memelan dengan perlahan dan tak lama kemudian pintu gerbong terbuka lebar. Naruto langsung mengambil langkah seribu. Menyerbu keluar dengan kalap meninggalkan pemuda berambut kelam yang melongo.

Naruto lari dari stasiun dengan kecepatan yang mengagumkan. Padahal beberapa menit yang lalu ia masih tertidur pulas di dunia mimpi yang penuh bulu yang membuat jemari tangannya yang tadi menggosok janggut pemuda itu seperti terkena sengatan listrik.

Cenut-cenut. Cenut-cenut.

Seperti jantungnya yang berdegup begitu kencang. Wajahnya merah padam ketika ia kembali mengingat wajah pemuda itu-ralat, ketika ia mengingat janggut tipis yang terawat di dagu pemuda anonim berkulit seputih proselen.

Arghh! Naruto merasa konyol. Biasanya yang pertama ia lihat dari seorang pria adalah tampangnya dulu. Ini malah sejumput jenggot yang imut, menggemaskan, dan menggairahkan.

Wait.

Apa barusan ia menyebut jenggot pemuda itu 'imut'?

Tidaaaaakkk!

Naruto tak mau fetish ini! NUOOOO!

Uzumaki dua puluh tahun itu berbelok ke minimarket. Mendinginkan dirinya dengan AC murahan yang hampir tidak menghembuskan kesejukan sama sekali. Berkali-kali ia mencoba menenangkan dirinya. Namun degup jantungnya tidak mau memelan. Dan semua itu disebabkan oleh janggut.

Apa kata dunia?

Ughh...

Pemuda berambut spike itu keluar minimarket dengan lemas. Pertarungan batinnya masih berlangsung dan hal itu menguras tenaganya. Namun sepertinya takdir benar-benar ingin mempermainkannya.

"Eh..."

"Eh

Ketika ia sampai di lantai dasar gedung apartemen khusus mahasiswa yang berlantai lima. Naruto kembali bertemu 'janggut imut' yang membuat wajahnya merona merah.

"Penghuni sini?" Si Janggut imut bertanya pada Naruto yang jantungnya hampir copot gara-gara syok.

"I-iya...," kenapa ia jadi gagap begini sih?! Biasanya Naruto jadi genit kalau ngobrol dengan cowok ganteng.

"Oh...," setelah berceletuk singkat. Si janggut imut langsung menaiki tangga. Dan dengan bego-nya Naruto berseru.

"Tunggu Janggut Im-maksudku," Naruto terengah-engah, "a-aku Naruto, Uzumaki Naruto. Nama... ya namamu? Kita satu apartemen dan sepertinya satu Universitas. Jadi... setidaknya... anu... namamu?" Kalimat tidak koheren keluar dari mulut Naruto. Entah kenapa ia benar-benar kalap dan tak bisa berpikir jernih. Rasanya mau nangis.

Si Janggut imut berbalik. Keningnya mengernyit, ekspresinya terlihat terganggu. Namun beberapa saat kemudia pemuda rambut gelap itu terkekeh pelan.

"Sasuke, Uchiha Sasuke."

Dan saat itu sebuah pertanyaan muncul dalam kepalanya.

What's love?

Naruto masih tidak tahu jawabannya. Tapi...

Ragu-ragu ia menjawab dalam kepalanya.

"Mungkin jawabannya... janggut?"

Aku jatuh cinta pada pandangan pertama... pada janggut Sasuke Uchiha?

Kok kesannya berbulu sekali, ya?

.

.

TBC

.

.

Hahaha... aduh kok pas dibaca lagi ceritanya absurd pisan T_T

Ya sudahlah. Semoga suka.

Ditunggu ya Riview-nya. Minna.

Oh iya cerita ini belum masuk chapter rate M. Jadi boleh di taruh dikumpulan cerita rate T kan ya?

Hm...