Disclaimer: Sebastian Michaelis belongs to Ciel Phantomhive, and they both owned by Yana Taboso.
I made this for my personal enjoyment.
And, of course for you!
Strength From Shortages
Pertandingan criket di public school Weston. Pertandingan yang diadakan tiap 4 Juni ini penuh dengan sorak-sorai penonton. Pertandingan penentuan antara Blue House dan Green House -setelah menyingkirkan Red House & Purple House- dijadikan Ciel sebagai kesempatan untuk mengikuti Midnight Tea Party dan bertemu kepala sekolah. Salah satu bagian dari rencana meng-observasi Derek Arden.
Dilemparan sebelumnya, Greenhill berhasil memukul bola Bluer yang penuh perhitungan tanpa ragu-ragu. Boundary 6 sebagai pembuktian bahwa titel 'Tidak ada bola yang tidak dapat ia pukul' memang pantas disandangnya.
Tekanan terlihat dari air muka pemain Blue House. Ketidakpercayaan, rasa kaget dan kekalutan melebur menjadi satu kesatuan. 105:103, Blue House vs Green House, otak atau otot. Mana yang akan berjaya? Terlebih, apa yang akan Blue House lakukan dengan keadaan sesempit dan segenting ini?
"Kak, lakukan sekali lagi." Oh, sang Phantomhive muda rupanya. Kelicikan dan kenaifan apalagi yang akan ia tunjukkan?
"Lemparan itu tidak bekerja padanya! Kau ingin melihat nya mengalahkan kita begitu saja?" Meski begitu, Bluer masih menjunjung harga dirinya, tidak ingin berbuat sesuatu yang sia-sia meskipun mereka kalah pada akhirnya. Setidaknya itulah hal yang berkecimpung di dalam otak jeniusnya.
"Kak, aku bersyukur, karena kak Bluer menanggapi pertandingan ini dengan serius, seluruh anak di Blue House pun jadi bersatu dan berusaha sekuat tenaga."
Ahh sadarkah kau bahwa kata-kata yang keluar dari bibir manis itu merupakan hal yang absolut?
"Makanya aku ingin kak Bluer melakukan lemparan terakhir tanpa penyesalan,"Sadarkah kallan, para pemain Blue House, ketika kalian membicarakan rencana ini dan-itu, ia sudah menyempurnakan hingga me-revisi segalanya, mencakup segala aspek dari awal hingga akhir.
Betapa luar biasa kapasitas dan cara pikirnya.
Kelicikan yang ia sembunyikan semena-mena adalah untuk mendapatkan kemenangan dan pencapaian terhadap dirinya sendiri. Sudah kujelaskan, jika ia mengatakan akan memang, maka itulah yang akan terjadi.
"Meskipun kalah, aku yakin semuanya berpikir seperti itu." Yaa, meski se-sekali ia dapat menjadi lebih manusiawi. Entah itu tulus atau hanya topeng.
"Tolong lakukan lemparan tertinggi." Sadarkah Bluer akan suatu perbedaan dalam bola itu? Kelicikan memang kata yang tidak dapat dicerai-berai dipikiran sang Phantomhive muda. Hmm...atau itu memang sifat permanen seorang Queen Watch Dog, eh?
"Uwooo!" Greenhill dan Bluer berteriak. Mempertaruhkan nama asrama masing-masing. Dengan adanya kejanggalan dalam bola, tentu beberapa hal dapat terjadi tanpa sempat diperkirakan.
DUAAAK
Perbedaan berat dari bola yang sebelumnya menyebabkan bola melambung lebih ke belakang dari sebelumnya. Sehingga Greenhill secara refleks mundur beberapa langkah lebih kebelakang. Sontak ujung bat yang ia ayunkan dengan semangat mengenai Ciel yang menjadi wicket keeper di belakangnya.
Teriakan histeris dari beberapa penonton, juga gema "no ball" mempericuh suasana.
"UAAAAGH." Dengan dihitungnya bola sebagai no ball juga Ciel yang tak dapat menangkapnya, membuat non-striker berlari untuk mengincar nilai seri.
Ahh, tetapi Greenhill yang mengutamakan sikap 'English Nobleman'-lah yang menjadi cikal-bakal perputaran nasib.
Ia mencegah dan menghentikan non-striker agar tidak berlari lebih jauh.
Dan Ciel...
Dia bukan orang yang mudah menyerah di tengah ketidakberdayaan. Jika dirunut bagaimana hidupnya, ia hanya sesosok manusia yang tubuhnya lebih ringkih dan rapuh dari kebanyakan orang. Bahkan dari tunangan perempuannya sendiri.
Tubuhnya dapat dengan mudah terkena asma, menunjukkan bagaimana ia harus dirawat secara telaten Ia, dirinya sendiri menganggap bahwa titel nya sebagai 'Earl Phantomhive'-lah yang membuatnya dihormati. Dihargai.
Dan bagaimana kenyataan menampar kehidupannya dengan kejam, sehingga membuatny berlarut-larut dalam dendam dan amarah. Mengoyak kepribadiannya yang hangat, ceria dan menggemaskan.
Melangkahkan kakinya yang ramping menuju kegelapan dengan langkah yang bermartabat.
Seperti koin, terdapat satu sisi dirinya membuat nya berbeda dari khalayak luas. Berjalan dilingkaran minoritas. Sekalipun dihimpit ketidak sanggupan Ciel tidak akan menyerah, terlebih jika kemenangan tepat di depan iris biru nya.
Merangkak dengan luka didahinya, menahan rasa sakit untuk kemenangan yang nyata.
Greenhill yang masih mempertahankan sikap Pria Sejati Inggris bersimpati terhadap Ciel. Menanyakan pertanyaan yang seharusnya menjadi retoris ketika melihat kondisi Ciel.
Dan saat itu, Ciel mendapatkan dan melempar bolanya tepat kearah wicket untuk mendapatkan out. Sontak, non-striker berlari untuk mencegah bola melewati wicket. Tetapi...
Bola berhasil melewati wicket. Teriakan "out" dari wasit menjadi penanda kemenangan untuk Blue House.
105:104. Sekarang kita sadar betapa takdir terkadang begitu memihak.
"BLUE HOUSE MENANG! " Sorak-sorai, gegap sempita menghujani arena pertandingan. Sebagian berbahagia, sebagian terharu, dan sebagian lagi menangis.
Tak terkecuali pemain dan murid-murid dari asrama Blue House.
Para pemain dari asrama Blue House segera mengangkat Ciel. Merayakannya hingga lupa bagaimana keadaan Ciel dan resiko nya.
"Tunggu sebentar!" Sesosok bayangan hitam datang. Memproteksi dengan cara mendekap sang anak di antara naungan lengannya. Iblis itu...
"Gegabah sekali, yang pertama kali harus dilakukan adalah mengobati lukamu."
Mengatakan itu dengan wajah sedikit kesal. Mungkinkah perasaan khawatir saat melihat luka yang cukup menyakitkan ditubuh rapuh Ciel-nya? Hmm...
Ada banyak pertanyaan yang bersarang dalam pikiran Ciel saat ini. Termasuk, 'Mengapa iblis itu yang paling memahami seluk-beluk keadaanku?' Atau terkadang 'Mengapa ada perasaan nyaman saat berada dalam dekapannya?' Tidak mungkin.
"Pak Michaelis," Pada akhirnya hanya itu yang mampu ia ucapkan.
"Tapi aku senang bisa memang bersama teman-teman. Sampai lupa sama rasa sakitnya,"
Oh, sepertinya perlu kuralat apa yang kujelaskan sebelumnya.
"Karena kami telah membuktikan bahwa Blue House pun bisa menang." Ciel Phantomhive tetaplah seorang manusia biasa yang tergolong anak-anak. Ada saat dimana ia benar-benar tulus melakukan sesuatu untuk orang lain, entah ia sadar atau tidak.
Ia melakukan ini bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, dia melakukan ini juga untuk mengangkat citra Blue House dikhalayak luas.
Dan Sebastian menyadari nya. Lebih tepatnya, ia lebih dulu menyadarinya. Lebih dulu dari semua orang yang mempunyai relasi dengan Ciel. Lebih dulu sebelum mereka melakukan latihan.
Lebih dulu daripada Ciel sendiri.
Dan dimata iblis itu, Ciel menjadi sesosok yang lebih manusiawi dari sebelumnya.
Fuh
"Kau benar-benar..." Iblis itu berbisik, menyamankan kepala berhelai biru keabu-abuan tersebut diantara ceruk lehernya.
"Anak yang nakal." Sang 'guru' tersenyum, mendekap anak itu lebih erat.
Berjalan melewati tataran haru, bangga juga tepuk tangan yang ditunjukkan untuk 'murid' dalam dekapannya.
Anak itu telah jatuh. Jatuh ke dalam dunia sang iblis 一yang ber-manifestasi dalam raga manusia一 berjubah hitam.
Fin
A.N:Halo semuanya! Perkenalkan saya Sakurai Shimimitou, ingin meramaikan fandom ini! Tentu saya seorang author baru yang banyak kesalahan. Jadi, bolehkah saya mengharapkan review agar saya bisa memperbaiki diri?
Sincerely Yours
Sakurai Shimimitou
