Naruto © Masashi Kishimoto

Warnings: OOC, AU, gaje, typo, dll.

Genre: Romance and Friendship

Pairings: SasuHina, NaruSaku, dan mungkin seiring berjalannya waktu akan bertambah pairing(s) lagi.. #eeaaa

LIFE IN RUIN

Chapter 1 : The Mess Life is Start from Now On

Haruno Sakura dan Hyuuga Hinata. Berteman dari TK hingga sekarang, di mana mereka sudah mengenakan seragam SMA dengan kedudukan sebagai kakak kelas untuk kelas X dan XI. Selalu bersama membuat mereka menjadi sahabat. Bahkan mereka sudah merasa seperti kakak adik. Orang tua mereka juga sama, bersahabat baik.

Uzumaki Naruto dan Uchiha Sasuke. Sekelas dengan Sakura dan Hinata. Dua orang yang bertolak belakang namun berteman baik. Naruto ceria, Sasuke... eng, pemurung? No, Sasuke itu pendiam or stay cool. Sasuke populer, Naruto nggak. Sasuke pintar, Naruto rada-rada. Sasuke tampan, Naruto... err, lumayanlah.

Well, keempat orang itu punya satu kesamaan, sama-sama anak orang terkaya di kota itu. Dan karena hal itu, Sakura dan Hinata jadi harus rela patah hati dan cuma bisa nangis. Beda sama Naruto dan Sasuke yang malah senang setengah mati dan mesam-mesem —khusus untuk Sasuke, dalam hati doang.

Tapi, bukannya jadi orang kaya itu enak?

Entahlah, mungkin itu hanya opini.

Well, good luck for life in ruin, guys!

.:Life In Ruin:.

"Sakura-chan, Hinata-chan!" teriak Naruto dari kejauhan seraya mendatangi Sakura dan Hinata yang baru datang sambil menyeret Sasuke, tak lupa ia sertakan lambaian tangan yang mengiringi kedatangannya. Atau lebih tepatnya kedatangannya dan Sasuke.

Setelah merasa jarak yang diperlukan cukup untuk berbicara dengan suara normal, Naruto berhenti dan menampilkan cengirannya. "Hei, hei, kalian sudah tahu belum?"

"Hah?" sahut Sakura dan Hinata hampir bersamaan.

"Kalian belum tahu, ya? Nggak jadi deh, tunggu kalian tahu saja." kata Naruto.

"Tahu tentang apa, baka?" tanya Sakura.

"Pokoknya kalian bakal tahu nanti, hehe.. Iya kan, Sasuke?" jawab Naruto yang masih nyengir.

Sasuke tak menjawab, ia melirik ke arah Hinata, lalu tampak sedikit rona merah di wajahnya.

"Wah, wah, kau sudah membayangkan bagaimana nanti jadinya, ya? Kita masih SMA, teme," goda Naruto. Rona merah juga menjalari wajahnya yang dihiasai masing-masing tiga goresan di pipi kanan dan kiri. Ngakunya sih itu tanda lahir.

"Diam kau, dobe," kata Sasuke. Rona merah di wajahnya makin menjadi-jadi.

Sakura dan Hinata yang melihat itu hanya bisa mengerutkan dahi mereka.

"Apaan sih? Kenapa wajah kalian memerah begitu, hah?" tanya Sakura yang mulai penasaran.

"Iya, Naruto -kun dan Sasuke-kun kenapa?" tanya Hinata yang ahirnya ikut angkat bicara.

"Tidak ada apa-apa kok, hehe. Sudah ya, bye.." kata Naruto sebelum meninggalkan tempat itu —dengan menyeret Sasuke lagi.

"Bye," jawab mereka berdua pelan. Sasuke dan Naruto kenapa sih? Aneh.

"Tapi, Sasuke-kun benar-benar terlihat manis saat merona. Kyaaa," jerit Sakura.

"Tapi kalau buat Hinata-chan, lebih manis Naruto ya?" goda Sakura sambil mengerlingkan sebelah matanya.

"H-hah? Eh, t-tidak k-kok," balas Hinata tergagap. Nampak rona merah di kedua pipi chubby-nya.

"Kau tidak pandai berbohong, Hinata-chan," kata Sakura sambil mencubit kedua pipi Hinata pelan.

.:Life In Ruin:.

Tak ada yang spesial di kelas XII IPA 2 saat pelajaran terakhir berlangsung, semuanya berjalan lancar. Yaahh.. Itu kalau dilihat sekilas. Kalau diperhatikan secara seksama, ada beberapa orang yang tak memperhatikan pelajaran.

Shikamaru yang duduk di pojok kelas, sudah dalam mode ngantuk berat. Karin —ketua Sasuke FC— yang sibuk memperhatikan Sasuke. Chouji yang diam-diam mengunyah permen karet. Serta Naruto yang mengoceh terus walau dengan suara kecil.

"Aku senang sekali, teme. Aahhh.. Aku benar-benar tak menyangka akan hal ini, aku sayang orang tuaku. Semoga Sakura-chan juga senang."

Itu salah satu contoh hal yang diucapkan Naruto. Dan hal lainnya yang ia ucapkan? Oh, jangan tanya, yang ia ucapkan memang beragam, tapi jangan berharap kalau inti dari pembicaraannya berbeda. Dan untuk Sasuke yang diajak mengobrol atau lebih tepatnya dipaksa disuruh mendengarkan hanya menggumamkan kata 'hn'.

"Kau menyebalkan, teme."

"So, just shut up, dobe."

"Khhh," protes Naruto, "kau benar-benar sahabat yang menyenangkan sekaligus menyebalkan."

"Hn."

Naruto menghela nafas.

AHA!

"Hei, kau tahu? Kau juga sahabat yang menggemaskan dan lucu saat jatuh cinta, teme. Look at your face when you're blushing," goda Naruto, mencoba dapatkan reaksi dari pemuda berwajah datar yang duduk disebelahnya.

"Huh? Whatever."

Yes! A little reaction.

"Lihat! Hinata menatapmu," pekik Naruto pelan.

"Hah?" Sasuke refleks menoleh ke belakang, ke tempat duduk Hinata dan Sakura.

"Gotcha! Kena kau, teme. Kau langsung bereaksi! Betapa imutnya dirimu yang sekarang, teme."

"Khh.. Sial kau, dobe, shut up already!"

"Kau tak asyik, teme." Naruto menggembungkan pipinya.

"Hey, hey, Sakura memanggilmu tuh."

"Ekk? Ada apa, Sakura-chan?" tanya Naruto bersemangat sambil menengok ke belakang.

"Hah? Apaan sih?" Sakura bertanya balik.

Hening.

Semua tahu kalau ribut pada saat pelajaran matematika sama saja dengan... emm, mencari mati, mungkin?

"NARUTO! SAKURA! Kalian tak memperhatikanku ya?" teriak Anko-sensei memecah keheningan.

Naruto dan Sakura tak mengucapkan satu kata pun. Masih shock atas kelakuan mereka sendiri tadi. So, mereka cuma diam mematung.

Dan 'diam' itu berarti 'iya'.

"KELUAR! Jangan lupa ke ruanganku sepulang sekolah nanti!"

"A-apa? Ini gara-gara kau, teme!" pekik Naruto frustasi.

Sasuke hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum —senyum kemenangan.

"Diam dan KELUAR!" bentak Anko-sensei.

"Tapi, sensei.. Saya t-tidak salah," kata Sakura mencoba membela diri.

"NOW!" teriak Anko-sensei lagi.

"Siapa suruh kau bereaksi berlebihan?" tanya Sasuke santai pada Naruto.

Naruto hanya bisa menggerutu sambil berjalan keluar kelas, menyusul Sakura yang sudah berjalan lebih dulu. Shit! Ini dia hukumannya kalau berani macam-macam dengan seorang Uchiha Sasuke.

.:Life In Ruin:.

BUGH!

"Ini semua gara-gara kau, baka!" pekik Sakura sambil memukul kepala Naruto.

"I-ittai. Jangan salahkan aku, Sakura-chan. Salahkan saja si teme yang bilang padaku kalau kau memanggilku tadi," gerutu Naruto.

"Eh? Sasuke-kun tadi menyebut-nyebut namaku? Kyaaa!" jerit Sakura.

"Dia cuma mau mengerjaiku kok, makanya tadi teme menyebut namamu."

BUGH!

"Jangan merusak kebahagianku."

"Ah.. Ittai, Sakura-chan."

"Just shut up, baka."

"Kau persis sekali dengan si teme kalau berbicara denganku, Sakura-chan."

"Waahh.. Apakah ini jodoh?"

Naruto hanya bisa menggaruk kepalanya tidak gatal. Sepertinya perkiraannya kalau Sakura akan senang dengan berita 'itu' salah besar. Ya, dia sudah tahu dari awal sih. Tapi... berharap sedikit nggak ada salahnya, kan?

.:Life In Ruin:.

"Berhubung Naruto dan Sakura keluar, kau, Hinata pindah dan duduk di sebelah Sasuke. Lalu, Shikamaru dan Chouji maju ke tempat duduk Sakura dan Hinata."

"Eh?" sahut Hinata kaget.

"Khhh, mendokusei."

"No comment and hurry up!"

Tak ingin cari masalah, Hinata buru-buru membereskan buku-bukunya dan pindah ke tempat duduk di sebelah Sasuke. Begitu pula dengan Chouji dan Shikamaru.

"Hah.. Kenapa aku harus duduk di belakang cewek mendokusei ini sih?" gumam Shikamaru.

Yang merasa, langsung menoleh ke belakang dan memberikan deathglare pada Shikamaru.

"Jangan menatapku seperti itu, nona. Kau bisa jatuh cinta padaku nanti. Dan itu akan sangat merepotkan."

Wow! Entah setan apa yang merasuki Shikamaru sampai-sampai ia berkata begitu.

"J-jangan bicara yang aneh-aneh!" bentak Temari pelan. Lalu, ia memalingkan wajahnya ke arah depan lagi, mencoba menyembunyikan rona merah tipis di wajahnya.

Tanpa ada yang sadar, Shikamaru menyeringai. Acara tidurnya batal deh untuk kali ini.

.:Life In Ruin:.

"A-ano.. Permisi, Sasuke-kun."

"Hn. Duduk saja," jawab Sasuke datar.

Hei, jangan lupakan kalau si Uchiha satu ini selalu stay cool, jadi, dari luar ia tetap stay cool sedangkan... well, dalam hatinya siapa yang tahu tentang bagaimana senangnya ia begitu tahu yang duduk di sebelahnya Hinata.

"Mohon bantuannya, Sasuke-kun."

"Hn."

Hinata tersenyum gugup, lalu mengalihkan pandangannya lagi ke Anko-sensei yang sudah melanjutkan acara mengajarnya.

Hell yeah, sepertinya pangeran kita yang satu ini tidak akan menyimak pelajaran matematika yang diberikan guru killer-nya untuk kali ini.

Dan untuk masalah ini, ia tidak bisa menyalahkan Hinata yang membuat hatinya cenat cenut. Ini semua kan berawal dari dirinya sendiri yang tadi menggoda Naruto.

Tapi... Sasuke sepatutnya berterima kasih pada reaksi Naruto —yang berlebihan— yang membuatnya dan Hinata duduk bersebelahan. Hal sepele yang selalu diinginkan si bungsu Uchiha yang dijuluki sebagai 'ice prince' di sekolahnya.

.:Life In Ruin:.

"Belum pulang?"

"Hmm," Hinata menganggukkan kepalanya, "ano, lagi menunggu Sakura-chan."

"Oh."

"Sasuke-kun sendiri sedang menunggu Naruto-kun ya?" tanya Hinata berbasa-basi.

"Menurutmu?" Sasuke balik bertanya.

Hinata hanya mengangkat bahunya. Hening lagi.

"Jadi, kau selalu pulang bersama Sakura?"

Sasuke menepuk dahinya. Maunya mencoba melepaskan suasana canggung yang ada, eh malah mempermalukan diri. Siapa pun di kelas tahu kalau Hinata dan Sakura selalu pulang sekolah bersama.

"Iya, sebenarnya hari ini kami mau pergi ke toko buku dulu. Tapi, sepertinya Sakura-chan akan lama, mungkin besok saja perginya."

"Mau beli buku?"

Masa mau beli tempe? Kenapa Sasuke jadi 'dodol' gini sih di depan Hinata?

Lagi-lagi Hinata menganggukkan kepalanya seraya tersenyum, "ada novel yang baru terbit, karya pengarang favoritku."

Untung si Hinata polos, jadi nggak sadar deh dengan pertanyaan-pertanyaan aneh yang dilontarkan pemuda berambut reven di depannya.

"Novel genre ap—"

"Teme.. Thank sudah menungguku," teriak Naruto mendayu-dayu dari kejauhan.

"Jangan bersuara seperti itu, Naruto-baka," protes Sakura yang berjalan di belakang Naruto.

Sampai di sana, Naruto langsung ber-oh-ria. Lalu nyengir seperti biasanya.

"Jadi teme sabar menungguku karena ad—"

BUGH!

Satu pukulan mendarat mulus di kepala Naruto.

"Ayo kita pulang!" kata Sasuke sambil menyeret Naruto yang masih meringis kesakitan.

"Tapi sakit, teme. Jangan memukulku seenaknya. Eh, kita duluan ya, Sakura-chan, Hinata-chan. Bye~"

Sakura dan Hinata hanya bisa membalas lambaian tangan Naruto sambil terbengong-bengong.

Whats wrong with them? Boys are really

"Gyaaa! Ampun, teme. Jangan memukuliku lagi~"

weird sometimes.

.:Life In Ruin:.

"Maaf ya, gara-gara hukuman tadi kita nggak jadi ke toko buku."

Sebenarnya, mereka berdua keluar dari sekolah jam setengah lima. Masih jauh memang dengan waktu malam. Namun, orang tua mereka akan makan malam bersama di rumah Hinata. Tentu saja mereka berdua harus ikut dalam acara itu. Apalagi katanya ada hal penting yang harus disampaikan ke mereka berdua. Karenanya, orang tua mereka menyuruh mereka pulang sebelum jam lima untuk bersiap-siap.

Biasa... orang kaya. Persiapannya harus benar-benar matang.

"Ah.. Tidak apa-apa kok, Sakura-chan. Besok kan masih bisa."

Sakura hanya nyengir —mengikuti aktivitas andalan Naruto—.

Hinata maunya nyengir juga, tapi dia paling nggak bisa kalau disuruh nyengir. Akhirnya ia hanya tersenyum simpul.

.:Life In Ruin:.

Hanya terdengar suara pelan dari gesekan garpu dan sendok di ruang makan itu. Tak ada yang mulai pembicaraan. Sudah kebiasaan memang kalau saat makan tidak ada yang berbicara.

Di ruang makan dengan design yang memukau ini terdapat 5 orang yang sedang melahap makanannya masing-masing. Hinata dan ayahnya, serta Sakura dengan kedua orang tuanya.

Wait, Hanabi — yang notabene adiknya Hinata— ke mana? Oh, dia menolak ikut acara makan malam karena harus mengerjakan tugas kelompok dengan teman sekelasnya.

Hinata mengenakan gaun berwarna putih sepanjang mata kaki. Terlihat ada semacam pita berwarna biru yang menghias pinggangnya dengan sempurna. Rambutnya diikat ke belakang, menyisakan poni dan beberapa helai rambutnya yang membingkai wajahnya.

Sedangkan Sakura, tubuhnya dibalut gaun berwarna pink tanpa lengan. Rambut pendeknya juga diikat, namun ke samping dengan menyisakan rambutnya —yang tanpa poni— yang ada di bagian depan.

Simple memang, tapi nggak membuat hilang kesan cantik dan manis di wajah mereka yang sudah dari sananya begitu. Wajarlah, turunan orang tua.

"Jadi, seperti yang kami bilang sebelumnya, kami akan memberi tahu kalian sesuatu," ucap Hiashi tegas setelah mereka menyelesaikan makan malamnya.

Hinata dan Sakura hanya tetap diam, menunggu kelanjutan.

"Ehm... Jadi kalian akan..." sambung seorang wanita.

Hening.

"Apa, kaa-san?" tanya Sakura tak sabaran.

"... dijodohkan." Kali ini lainnya yang berbicara, berat tapi nadanya tidak terkesan datar seperti suara sebelumnya. So pasti ini bukan suara Hiashi, apalagi wanita yang dipanggil kaa-san oleh Sakura.

JEDUAR! W-what the..

Hinata dan Sakura dipenuhi dengan rasa ketidakpercayaan tingkat akut. Dan sekarang mereka dalam mode melongo.

"A-APA? Tou-san bohong kan?" Sakura yang sudah tidak tahan untuk tidak mempertanyakan rasa penasaran akan ketidakpercayaannya kepada sosok yang dipanggilnya sebagai tou-san akhirnya menanyakan akan kepastian hal itu juga.

Bingung dengan penjelasan di atas? Intinya, Sakura mulai histeris karena nggak percaya dengan perkataan ayahnya.

"No," jawab Jiraiya singkat sambil nyengir.

Hinata langsung membatu di tempat. Bagaimana dengan cintanya dengan Naruto? Apakah ia harus patah hati? Secepat inikah? Ah, memikirkan hal-hal di atas, Hinata makin pusing dibuatnya.

Coba kalau pikiran Hinata yang 'berwarna-warni' itu juga dipikirkan oleh Sakura, pastinya Sakura akan berteriak-teriak histeris seperti pikiran 'berwarna-warni' Hinata, yah.. bedanya cuma nama Naruto diganti sama Sasuke saja.

Stop. Ada baiknya kalau jangan dibayangkan lagi. Bersyukurlah karena yang punya pemikiran 'berwarna-warni' itu Hinata yang notabene cewek kalem nan pendiam. Jadi, nggak ada acara teriak-teriak tanpa akhir di rumah megah itu.

Fiuuhh.

"Ck. Pokoknya kalian harus menerima perjodohan ini. Dari pihak Uzumaki dan Uchiha sudah menerima perjodohan ini."

"Eh. Uzumaki dan Uchiha?" tanya Sakura dan Hinata nyaris bersamaan.

"Hn. Kalian akan dijodohkan dengan putra tunggal dari Uzumaki Minato dan Uzumaki Kushina, serta putra bungsu dari pasangan Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto."

"Eh? B-berarti Naruto-kun?" tanya Hinata setengah tak percaya.

"Dan Sasuke-kun?" Sakura ikut-ikutan bertanya.

"Hn."

Satu kata tanpa makna yang jelas yang keluar dari mulut seorang Hyuuga Hiashi langsung menimbulkan kehebohan yang luar biasa dari Sakura.

"KYAAA.." jerit Sakura. Tak peduli dengan pandangan heran dari pelayan-pelayan di rumah Hinata.

Hinata sendiri menaikkan kedua ujung bibirnya, ia tersenyum manis. Nah, dia nggak perlu mikirin hal-hal aneh yang sebelumnya sudah dipikirkannya deh.

Apa spesialnya sih kata 'hn' itu? Atau suara Hiashi itu segitu merdunya sampai reaksi mereka berdua begitu?

"Jadi, kalian suka dengan perjodohan ini?" tanya Tsunade, ibu Sakura.

"Tentu saja!" jawab Sakura dan Hinata bersemangat.

"Jadi, dari pihak Uchiha menginginkan Hinata, sedangkan dari pihak Uzumaki menginginkan Sakura," jelas Hiashi singkat, jelas, padat, dan pastinya bermakna besar.

What the hell!

Setelah mendengar penuturan singkat dari ayahnya Hinata, Sakura dan Hinata sukses menganga dengan tidak elitnya.

Tuh. Benar kan bermakna besar?

Sepertinya semua perkataan dari mulut Hiashi itu bermakna dalam—

.

.

.

—dan berdampak 'wow' ya?

Ckck.

.:TBC:.

Fict multichapter pertama Fimi. Semoga nggak aneh dan lebay-lebay amat. Maaf kalau ide pasaran(?)~~ Habis otak Fimi sudah buntu, tapi pengen buat fic SasuHina dan NaruSaku (terutama SasuHina). Ngeramain gitu. Tapi cocok nggak fict ini buat dilanjutin? Kalau nggak, Fimi stop deh ngelanjutin nih cerita, bikin fict SasuHina lainnya.

Well, sebenarnya fict ini sudah lama Fimi buat, cuma kalau nggak sempet, pasti lupa buat nge-publish fict ini.

By the way, thanks for reading and reviews. Saran dan kritik ditunggu..xDD (dan dibutuhkan! #JeritJeritAlaLee)