Lee Jihoon menyesap coklat cairnya pelan. Matanya terpejam meresapi bagaimana manisnya cairan itu ketika mengenai indera pengecapnya. Seketika matanya terbuka dan langsung menatap luar cafe yang diguguri kelopak sakura.
Tiba-tiba senyumnya hilang digantikan helaan napas putus asa.
"... jadi,—Ji, apa kau mendengarku?" itu suara Jeon Wonwoo, sahabatnya. Saat ini, mereka berdua tengah menghabiskan malam disebuah cafe coklat.
"Aku mendengarmu, Jeon," jawab Jihoon dengan senyum yang dipaksakan.
Wonwoo menyamankan duduknya di depan Jihoon. Ia berdehem kecil, "jadi, apa kau sudah ada hasrat ingin punya pacar?"
Jihoon merotasi kedua bola matanya. "Apa kau tahu berapa kadar kebosananku ketika mendengar pertanyaanmu?"
"Ayolah, Ji~! Apa salahnya punya pacar baru, huh?!" tanya Wonwoo dengan meninggikan suaranya. Untung baginya karena cafe sudah mulai sepi pengunjung.
Jihoon mengubah fokus ke cangkir di depannya. Ia menghela napas untuk kesekian kalinya.
"Aku tahu kau peduli denganku. Tapi, aku belum bisa."
"Apa kau sebegitu cintanya pada Kwon Soonyoung?"
Jihoon menyungging senyum samar. Kemudian ia mengangguk tiga kali. "Kau dan Mingyu—selain aku yang paling tahu bagaimana sifat Soonyoung yang cemburu aku. Masih jelas dalam ingatanku saat ia mendiamkanku selama dua hari hanya karena aku bermain ponsel pada jadwal kencan kita. Bahkan, ia cemburu dengan mati, Wonwoo-ya!" Jihoon menggeleng diakhir kalimatnya. Lalu, ia menyambung, "maka dari itu, aku takut dia marah dan mendiamkanku selama berhari-hari—lebih parah dari sebelumnya jika aku mencari pacar baru."
Wonwoo tersenyum lebar. Ia kagum pada sahabatnya yang satu—dan hanya satu-satunya ini.
"Kau tahu, kan, Wonwoo-ya? Soonyoung selalu mengawasiku. Dia ada disana," kata Jihoon dengan mata yang memandang jauh langit malam yang berhias taburan bintang.
Dan, Jeon Wonwoo merasa sangat iri dengan ketegaran yang dimiliki sahabatnya.
.
.
.
FIN
