Yoshimori POV

"Tokine!" seruku sambil menahan dua ayakashi berkaki empat di depanku ini dengan dua buah kekai raksasa.

"Tunggu, yoshimori! Tahan sebentar lagi!" jawabnya sambil melompati kekainya ke arah dua ayakashi yang sedang kusegel.

"Tok..kine! Sampai kapan aku terus menahan seperti ini!" teriakku sambil tetap menahan walau sebenarnya kekaiku sudah hampir pecah akibat dorongan kuat dari kedua ayakashi di dalamnya.

Tokine tetap tak memedulikanku, tetap sibuk melompati kekai-kekai itu. Sampai ahirnya, ia menghentakkan tangannya sambil menyerukan sebuah kata. Lebih tepatnya hampir, sampai-sampai aku tak kuat lagi menahan kekaiku, dan seperti dugaanku, kekaiku lepas begitu saja. Tokine yang terkejut setengah mati langsung berhenti melompati kekainya, dan berhenti disebuah kekai tepat disebelah salah satu ayakashi yang terbebas dari kekaiku tadi.

Ayakashi itu lagsung menoleh pada tokine, mengeluarkan seringai jahatnya. Belum sempat Tokine merespon, (apalagi dengan otak lemotku) ayakashi itu mengeluarkan cakar tajamnya dari balik ekornya, dan langsung mencakar kekai Tokine. Kekai Tokine pun pecah, sehingga ia lantas terjatuh.

Kemudian, aku baru menyadari sebuah hal. Aku sedang berdiri diatas sebuah kekai dengan ketinggian 10 meter dari bawah. Sedangkan, tadi Tokine melompati kekainya jauh lebih tinggi lagi. Artinya... Tokine pasti terjatuh dan terluka parah bila tak ada yang menolongnya saat itu juga.

Tak akan kejadian itu terulang untuk kedua kali. Melukai Tokine dengan kebodohanku. Aku sontak menoleh dan masih sempat-sempatnya memikirkan bahwa aku akan menerima pujian dari Tokine Jika aku menolongnya. Yah, sebuah kesempatan bagiku untuk menunjukkan sisi baik diriku.

Namun, impianku jatuh begitu saja setelah menolehkan kepalaku pada Tokine. Bahkan, lebih buruk dari sekedar 'terjatuh'. Hampir hancur bahkan. Masih hampir.

Keadaan di bawah sana cukup membuatku membelalakkan mata. Tokine. Ya, Tokine sedang berada dalam gendongan seseorang. Seseorang yang selama ini kuanggap sebagai seorang rival. Rival bebuyutanku. Namun, bukan dalam hal memperebutkan Tokine, namun dalam mengusir semua ayakashi di Karasumori

Siapa lagi kalau bukan si tukang perusak ; Shishio. Ia menggendong Tokine, dengan kedua tangannya, namun, dimataku, hal itu hampir seperti 'memeluk'nya. Apa lagi, ia memeluknya dengan bridal style, yang tambah membuatku panas, dan hampir terserang amnesia akan pertarunganku dengan kedua ayakashi di depanku ini.

"Terimakasih, Gen-san" ucap Tokine beberapa detik setelah ia menyadari keberadaannya. Walau dari kejauhan, aku dapat melihat wajahnya mulai memerah. Sial. Aku sangat membenci wajah itu ketika ia tidak sedang bersamaku.

"..." si perusak suasana itu tak menjawab sama sekali, malah menurunkannya dengan cepat, merubah tangannya menjadi tangan monster dengan cepat, melompat ke arah salah satu ayakashi, mencakarnya sampai terbelah dua, menerjang ayakashi lainnya, dan menuntaskan semuanya dengan satu cakaran besar yang sampai merubuhkan lima pohon yang ukurannya tergolong sangat besar. Cepat. Sangat cepat. Bahkan sebelum aku menyadarinya.

Sayangnya, dia benar-benar tak tahu bagaimana aku berusaha keras membersihkan kerusakan yang ia akibatkan. Ingin rasanya aku menendang kepalanya, namun, di lain sisi, aku sedikit mengagumi kecepatannya dalam melawan ayakashi. Hanya sedikit lho.

Aku turun menggunakan kekai yang kubentuk menurun. Kupasang raut berkerut dalam-dalam. Berharap Tokine dapat menyadari perasaanku yang kemungkinannya hanya 0,001%. Sangat dan sangat tak mungkin terjadi.

'tap'. Kuinjak tanah di bawahku. Aku terdiam sejenak. Aku bingung, mau menghampiri Tokine atau shishio, yang jaraknya kurang lebih 20 meter. Ingin sekali rasanya aku menghampiri Tokine dan menanyakan keadaannya, namun rasa kekanak-kanakanku lebih menguasai benakku, sehingga aku telah berjalan menghampiri Shishio.

"Shishio!"panggilku dari kejauhan. Namun, ia sama sekali tak menoleh. Ia malah berusaha menghindariku. Aku mempercapat langkahku padanya.

Setelah jarakku kurang lebih satu meter darinya, aku menendangnya, namun, meleset. Ia melangkah lebih cepat dari dugaanku, dan...

BRUGH!

Aku terjatuh karena ketidakseimbanganku. Sungguh hal yang sangat-sangat bodoh. Lebihnya lagi, Tokine melihat seluruh adegan tadi. Bodoh sekaligus memalukan.

"Yoshimori!" teriaknya sambil berlari menghampiriku.

Aku sontak berdiri, berusaha untuk stay cool. Namun tetap saja, hal itu tak berpengaruh.

Setelah Tokine berjarak sekita tiga meteran dariku, ia menatapku dengan tatapan yang sangat tidak kumengerti. Aku berusaha memecahkan maksud dari tatapnnya itu, namun gagal. Tatapan yang sangat aneh.

"Apa maksud tatapanmu itu, hah? Mencoba menghinaku!" ujarku setengah membentaknya. Sebenarnya, dalam hatiku, aku sama sekali tak ingin membantaknya seperti itu. Bagaimana kalau maksud tatapannya bukan seperti yang aku bayangkan? Betapa bodohnya aku, aku baru menyadarinya.

"Maafkan aku, Yoshimori. Aku terlalu memerintahkanmu." ucapnya tanpa menatapku. Menghadappun tidak.

Aku begitu kaget akan ucapannya. Firasatku benar. Aku bingung harus berkata apa lagi. Intonasi suara yang dapat meluluhkan hatiku.

Aku berusaha untuk sok 'tak peduli'. Sebenarnya, rasa kasihanku lebih besar padanya, namun doronganku untuk tetap stay cool jauh lebih besar.

Aku memalingkan muka , berusaha menyembunyikan mukaku yang sudah panas, namun tetap saja tak berhasil. Malah, Tokine mendekatiku, menghadapkan mujkaku tepat di depan mukanya. Ya ampun, aku gahkan bisa mendengar suara napasnya. Sangat dekat.

Ia menatapku dengan tatapan agak aneh. Aku sudah tak kuat menahan tatapannya, ahirnya kutepis tangannya. Aku melangkah menjauhinya.

"Y..Yoshimori!" panggilnya padaku.

Aku sama sekali tidak menoleh. Tetap berjalan menjauhinya.

"Yoshimori!" panggilnya yang kedua kalinya. Ahirnya, kuputuskan untuk menoleh sesaat kepadanya.

"Apa-apaan sih! aku kan mau jaga dari atas!" teriakku sambil memunculkan sedikit deathglare di belakangku. Ia tersentak kaget. Mungkin sedikit marah.

Namun, rasanya aku teringat sesuatu. Hm... biar kupikir lagi. Aku meninggalkan Tokine sendirian... bukan...

Aku segera berlari dari balik gedung sekolah. Ku intip Tokine yang sedang berbincang-bincang dengan seseorang. Ah, bodohnya aku, orang itu adalah Shishio. Ya, kesalahanku adalah meninggalkan mereka. berduaan disana, tanpa aku.

Kulihat Tokine sedang membicarakan sesuatu pada Shishio. Kusipitkan mataku untuk dapat melihat lebih jelas lagi. Namun, tampaknya sama saja.

Tiba-tiba, Shishio mengucapkan sebuah kata yang tak kudengar. Dan aku sedikit kaget melihat Tokine terkejut atas perkataan Shishio. Aku benar benar khawatir setengah mati. Apa yang mereka bicarakan! Mengapa hanya berdua saja! Dan yang lebih parahnya lagi, jangan-janga selama ini Shishio ... menyukai Tokine!

Akh! Hal ini membuatku muak. Kutendang sebuah kaleng yang terletak disampiungku. Kurasa, Tokine mendengarnya, dan ia sekarang mulai mengendap-ngendap kearahku. Memastikan semuanya.

"Y..Yoshimori!" teriaknya setengah kaget mengetahui aku sedang menguping mereka. aku terlonjak dan langsung berlari. Menjauhi Tokine lagi. Namun, ia dengan sigap menarik kedua lenganku. Aku hampir terjatuh, namun tarikannya jauh lebih kuat dari pada gravitasi yang menarikku. Aku berdiri seimbang sekarang. Berdiri membelakangi Tokine.

Tokine masih menggenggam tanganku erat. Erat namun tetap lembut. Bahkan lebih lembut dari biasanya. Jantungku berdebar keras. Bila kuhitung-hitung, mungkin sudah setengah menit kami dalam keadaan begini. Aku berdiri, dan tanganku dipegangi oleh Tokine. Jarang sekali ada kesempatan seperti ini.

"Yoshimori..." Panggilnya lirih.

Aku ingin sekali menoleh dan menatap wajahnya. Namun, kadang kala aku selalu tak bisa menahan emosi bila berada di dekat perempuan yang satu ini. Ya, Yukimura tokine.

Ahirnya, kuputuskan juga untuk menoleh kepadanya. Dan...

BLETAK!

Sebuah pukulan sukses mendarat di kepalaku sampai menyisakan sedikit bekas merah. Aku langsung tertunduk, memegangi kepalaku yang sudah benjol. Ku usap-usap untuk mengurangi rasa sakit.

"Maksudmu apa hah!" teriakku eras-keras sambil memegangi kepalaku.

"Kau pikir kau bisa kabur begitu saja setelah membersihkan semua ini HAH!" jawabnya keras-keras sambil mengeluarkan deathglare-nya. Nyaliku langsung menciut menerima semua perkataannya mentah-mentah.

Dengan langkah malas, aku berjalan menuju hutan yang pohonnya telah tumbang itu. Kulemparkan beberapa kertas di pepohonan itu, dan kertas-kertas itu berubah menjadi makhluk putih yang akan membersihkan semua kekacauan yang telah Shishio lakukan.

Diam-diam, aku menoleh pelan pada Tokine yang juga sedang menunggui shikigaminya membersihkan pepohonan itu. Kulihat sepintas wajahnya. Cantik.

Tiba-tiba, perasaan tak enakku muncul lagi. Wajahku mulai memerah, dan tingkahku tak karuan.

"Jangan terlalu salah tingkah, Yoshimori!"

Seekor anjing siluman, siapa lagi kalau buka Madarao? diam-diam berada di sampingku dan membisikkan kata-kata itu. Aku sontak kaget, dan wajahku bertambah memerah. Rasa malu dan kesalku menjadi satu. Kacau.

"D..dasar sialan kau!" Teriakku padanya sambil menghantamkan tenketsuku padanya. Namun, ia langsung menjauh sedikit saja, dan lolos dari hantamanku. Malah, tenketsuku terjatuh.

NORMAL POV

Sesosok gadis berambut panjang terikat itu diam termenung memikirkan sesuatu. Sesuatu yang sangat tidak disadarinya. Tiba-tiba, jantunganya berdetak lebih cepat. Ia langsung mendongakkan kepalanya. 'Kami-sama, apa yang harus kulakukan?' pikirnya dalam hati.

KLONTANG!

Tiba-tiba saja, ia mendengar sesuatu terjatuh. Ia langsung mengalihkan pandangannya menuju sumber suara.

'Ternyata si bocah bodoh itu'

"Yoshimori! Berhentilah bermain-main!" teriaknya sambil meletakkan tangannya dikedua pinggangnya.

Yoshimoripun menoleh.

"Bukan urusanmu!" balasnya keras-keras.

'Dasar bocah sialan' pikirnya. Ia langsung kembali memusatkan perhatiannya pada shikigami-shikigaminya.

Setelah semua beres, seperti biasa, Tokine menduduki rantinga sebuah pohon besar. tak seperti biasanya, ia tertunduk lesu. Bingung akan pembicaraannya dengan Shishio tadi. Pembicaraan yang membuatnya pusing setengah mati.

"Kau baik-baik saja, honey?" tanya Hakubi dengan intonasi manjanya sambil berputar-putar mengelilingi Tokine.

"Yah... bisa dibilang tidak..." Jawabnya lirih. Kemudian menghela nafas panjang. Hakubi yang sembari tadi berputar-putar langsung terdiam disamping Tokine.

Hakubi mengamati ekspresi Tokine. Memang, tak seperti biasanya ekspresinya begitu tertekan. Walaupun begitu, wajah cantiknya sama sekali tak tertutupi.

"Apa yang kau bicarakan dengan Shishio, honey?"

Pertanyaan Hakubi membuat Tokine cukup kaget. Tiba-tiba, semburat merah di wajahnya. Ia berusaha memalingkan pandangannya dari Hakubi. Lebih tepatnya menyembunyikan.

"Bukan masalah penting.." jawabnya.

Pagi ini, seperti biasanya, Yoshimori berangkat ke sekolahnya dengan malas. Empat kotak kopisusu ia minum sekaligus. Semua orang yang melewatinya sudah tak heran lagi akan perilaku Yoshimori. Hal ini memang kebiasaan rutinnya.

Belum sampai lima menit, Ia melihat sesosok gadis yang lebih tinggi darinya berjalan membelakanginya. Raut wajahnya langsung berubah. Ia menghampiri gadis itu dengan wajah yang berseri-seri.

"Tokine!" sapanya semangat sambil memegangi semua kotak kopi susu di tangannya. Anehnya, Tokine sama sekali tidak membalasnya. Menolehpun tidak. Yoshimori pun terheran-heran.

"Hoy! Tokine!" sapanya yang kedua kali. Namun, tetap saja gadis di depannya ini tidak menunjukkan reaksi apapun. Ahirnya, Yoshimoripun memilih untuk menyapanya lebih keras lagi.

"TOKINE!" Teriaknya tepat di depan kuping Tokine. Tokinepun langsung tersadar dari lamunannya.

"Y..yoshimori..." katanya lirih.

"Hoy, kau sedang ngelamun ya!" tanya Yoshimori sambil kembali menyeruput keempat kopi susunya secara bersamaan.

"Ehm..." Jawabnya pelan.

Tiba-tiba, yoshimori terdiam di tempat.

'T...tunggu... apa jangan-jangan Tokine sedang memikirkan Shioshio? A.. atau, jangan-jangan, Shishio telah pacaran sama Tokine!'

Tokine pun terheran-heran melihat Yoshimori berhenti tiba-tiba. Ia ingin menyadarkannya dengan sebuah pukulan di keoala, namun...

Yoshimori lebih dulu menahan tangan Tokine. Kemudian, ia menyeringai.

"A..." Tokine kehilangan kata-kata.

Tiba-tiba, Yoshimori menarik tangannya, melewati atap-atap rumah. Tokine yang tersentak kaget langsung mencoba melepaskan cengkraman tangan Yoshimori, sampai ahirnya, berhenti di sebuah atap rumah.

"Apa-apaan kau, Yoshimori!" teriak Tokine sambil menepis tangan Yoshimori. Yoshimori pun tidak menghiraukannya dan tetap sibuk pada lamunannya.

Mereka pun terdiam dalam posisinya masing-masing. Tokine yang merasa suasananya sangat canggung pun mencoba mencairkan suasana dengan melangkahkan kakinya menjauhi Yoshimori.

"Mau kemana kau?" tanya Yoshimori. Tokine pun menghentikan langkahnya.

"Seharusnya aku yang tanya begitu, bodoh!" jawab Tokine acuh tak acuh. Kemudian, tokine memulai langkahnya lagi, namun kali ini tangannya dicengkram lagi.

'sial..' batinnya. Ia menarik-narik tangannya, namun hal itu sama sekali tak membuat Yoshimori bergerak sedikitpun. Ahirnya, Tokine menyerah.

"Apa maumu!" tanyanya.

Yoshimori hanya terdiam. Aneh. Sangat aneh. Baru kali ini Tokine melihat 'sisi lain' dari Yoshimori.

"Ikutlah denganku!"

Kali ini Tokine yang bingung. 'ikut denganmu? Apa sih maksudmu itu!'

"Kemana?"

"Kemana saja." Jawabnya sembarangan. Tokine pun sweetdrop mendengar jawaban Yoshimori.

"Tidak! Aku tak sepertimu, yang malas-malasan dan hanya mementingkan perihal... UWAAAAA!"

Belum selesai Tokine mengeluarkan kata-katanya, Yoshimori telah menggendong Tokine dan berlompatan melewati atap-atap rumah. Tokine pun sontak memegang (baca : memeluk) Yoshimori dengan sangat erat, takut bahwa ia akan jatuh.

Sayang sekali, hal itu berarti sebaliknya, Detak jantung Yoshimori pun makin kencang, konsentrasinya pecah dan...

Terjatuh.

Beruntung sekali jalan tempat Yoshimori dan Tokine terjatuh tak ada orang sama sekali

Yoshimori terjatuh duluan, dan Tokine menimpa dadanya. Jarak mereka saja kurang dari 20 cm. Semburat merah langsung terlihat di kedua pipi mereka. Tokine yang segera sadar langsung berdiri membetulkan posisinya dan langsung merapikan bajunya. Kelihatan sekali salah tingkahnya.

"Dasar bodoh!" ucapnya dan langsung pergi begitu saja meninggalkan Yoshimori yang masih terduduk sendirian. Yoshimori pun menghela nafas panjang.

'Gagal...' pikirnya dalam hati.

Tiba-tiba, sesosok bayangan muncul menghalangi sinar matahari yang menerpa Yoshimori. Begitu menyadarinya, Yoshimori langsung berdiri sigap, dengan posisi tangan siap membentuk kekai. Namun, niat itu ia urungkan, bgitu tahu bahwa bayangan itu adalah bayangan Shishio.

"Oh... ternyata kau.." ucap Yoshimori prlan. Namun, tetap saja bisa didengar oleh Shishio.

Shishio pun melangkah maju mendekati Yoshimori. Setelah posisinya tepat di sebelah Yoshimori , ia berhenti sejenak.

"Kau mau cari kesempatan, Yoshimori...?" ucapnya dengan seringai di wajahnya.