Kala umurnya tak lagi muda, pun wajahnya yang ikut menua.
naruto © Masashi Kishimoto
a nonprofit content, plotless, drabble(s)
Nyatanya saat Sakura mengalihkan pandangan, yang ia lihat tetap wajah yang sama. Imut, lucu, menggemaskan. Sayangnya, perlahan dan semakin perlahan, seolah takut ketahuan; ia bisa merasakan adanya perubahan. Yang dulu ketika Sasori tersenyum dengan wajah sedikit merona, sekarang yang ia lihat adalah senyuman dengan bibir yang sedikit berkedut di atas. Yang ketika tidur seperti Sleeping Beauty, sekarang wajah lelah yang menghiasi tidurnya.
Ia khawatir, cemas dan dilanda kegalauan yang berkepanjangan.
Yang jadi bahan rasa frustasinya sekarang adalah Sasori, yang katanya sore secepatnya ini akan segera pulang. Tapi bahkan hampir jam sebelas malam ia baru kembali. Mengatakan tadaima setelah dijawab okaeri, lalu merangkul Sakura, memeluknya dan menunjukkan gelagat seolah tidak ingin terpisahkan barang sedikitpun.
"Sudah sore, rupanya." Sarkasme yang kentara.
Sasori menyeringai. Ia tahu kalau wanita ini sedang ngambek. "Maafkan aku." Dalam hati ia membenarkan kesalahannya. Lalu seketika itu pula pelukannya mengendur tapi tidak sampai terlepas. Dan mendapati dirinya ditatap dengan sangat malas oleh mata hijau Sakura.
"Aku tidak suka menunggu dan membuat orang lain menunggu." Ia ingat betul siapa yang mengatakannya serta bagaimana nada yang diucapkannya. "Lalu, alasan apa yang kali ini akan kau berikan?"
Sakura hanya lelah. Ia terlampau penuh untuk menerima setiap perkataan-perkataan, janji-janji dan segala omong kosong yang Sasori sampaikan. Ia ingin ini semua berakhir. Secepatnya. Saat ini. Sekarang juga.
Sasori tersenyum, ia menggelang kecil dan menempelkan dahinya ke dahi Sakura. Deru napasnya sedingin es. "Kau sudah tau alasannya," ia mencium dahi Sakura, "dan kau selalu menanyakan hal yang sama." Dan Sasori mempererat pelukannya.
Mungkin keyakinan yang tadi ia jejalkan untuk segera pergi dari Sasori belumlah kuat.
