FanFiction Ensemble Stars!

Ensemble Stars © Happy Elements

.

.

.

Simple

.

.

Leo pun mengingatnya, kala gadis itu menangis tanpa suara di depan air mancur yang tak jauh dari sekolah mereka. Semburat jingga di langit menjadi latar belakangnya, membuatnya terlihat lebih pilu. Sebenarnya ia tadi menguping percakapan sang gadis dengan Izumi. Dimana ternyata dengan bodohnya teman satu unitnya itu menolak perasaan gadis berambut cokelat sebahu itu. Leo sangat yakin bahwa Izumi akan menyesal di kemudian hari.

Ia masih menatap gadis itu tanpa berani menghampirinya. Ia bahkan bingung dengan apa yang akan ia ucapkan pada seorang gadis yang baru saja ditolak. Tapi hanya melihatnya seperti ini rasanya dadanya amat sesak. Seseorang pernah berkata bahwa tawa juga menular, begitu juga tangisan. Tapi ini amat berbeda, rasanya bukan iba. Entahlah, ia sendiri tak yakin. Kenyataan bahwa gadis yang kau sukai tengah menangis itu membuatmu sangat ingin merengkuhnya. Gadis yang kau sukai? Apakah Leo menyukai gadis itu? Ia sendiri tidak tahu. Tapi ia selalu merasa senang jika di dekatnya, jantungnya selalu berdebar saat gadis itu bicara padanya, ia tidak mau gadis itu terluka, rasanya apapun akan ia lakukan demi dirinya.

Sederhana, Leo ternyata memang menyukainya.

Ketika menyadari itu ia mulai melangkah dengan segala perasaan aneh di dalam dirinya. Gadis itu memang berharga baginya, bagai sebuah permata yang harus ia jaga kapan pun. Dan ketika ia menepuk lembut pundak gadis itu dari belakang, gadis itu menolehkan kepala padanya. Terasa seperti slow motion, air mata berkilauan itu masih menetes, namun bibirnya masih memaksakan diri untuk tersenyum.

"Air mancurnya ada di depan sana, tapi kenapa basahnya di pipi, ya?"

Leo menariknya ke dalam pelukan, mendekapnya erat seolah jika dilepaskan gadis itu akan menghilang kapan saja. Ia nampak terkejut karena pelukan tiba-tiba, namun anehnya ini amat hangat dan menenangkan. Siapa yang tahu bahwa Leo memiliki sisi seperti ini, bukan?

"Kau tidak seperti biasanya," ia tertawa getir, "Apakah aku terlihat sangat menyedihkan?"

"Kau akan baik-baik saja, Anzu."

Gadis itu menenggelamkan wajahnya di dada Leo untuk kemudian kembali menangis sepuasnya.

.

.

.

"Anzu, ucchu~" Leo menyapa gadis berambut cokelat yang berjalan pulang sendirian lalu menyamakan langkahnya.

"Ucchu Leo-san," gadis itu membalas sapaannya sambil tersenyum, "Langitnya amat indah, bukan?"

Leo mendongkakan wajah untuk menatap langit malam yang menaungi mereka. Gadis itu benar. Langit begitu cerah tanpa awan yang menutupi bintang yang bertaburan bagai meses di atas kue. Ah, ini membuatnya ingin menulis lagu.

"Langit begitu indah karena ada dirimu, hahaha~"

"Kau pandai berkata-kata," ia terkekeh pelan.

"Kau tahu Anzu," Leo memberi jeda pada kalimatnya untuk mendapatkan perhatian, "Kurasa, aku menyukaimu."

Langkah Anzu terhenti, ia tidak siap untuk pernyataan mendadak ini, dan lagipula bukankah Leo sudah tahu masalahnya dengan Izumi, 'kan? Leo memang selalu bersikap baik padanya, terutama akhir-akhir ini. Tapi, ia belum siap dengan semua ini.

"M-maaf, aku—"

"Tidak usah di jawab," Leo tersenyum lalu mengacak rambut cokelatnya, "Aku hanya ingin kau tahu."

Gadis itu ikut tersenyum mendapatinya.

"Lagipula, kau akan jatuh cinta padaku nantinya Anzu!" Leo mengambil langkah untuk kembali berjalan,

Anzu tertawa kemudian menyusul langkahnya agar mereka berjalan berdampingan, "Aku tidak sabar untuk menanti hari itu."

.

.

.

Fin