Hari Buruk Daun

Sebuah Boboiboy Fanfic karya LightDP AKA LightDP2.

Author note:

-Boboiboy dan seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta, saya hanya pinjam saja koq karakter-karakternya.

-Warning: Elemental sibblings. tanpa super power, OOC (mungkin ?), typo.

-Dalam fanfic ini umur karakter adalah sebagai berikut dari yang tertua:

Boboiboy Halilintar: 18 tahun

Boboiboy Taufan: 18 tahun.

Boboiboy Gempa: 18 tahun.

Boboiboy Api: 16 tahun.

Boboiboy Daun: 16 tahun.

.

Selamat Membaca.

.

Hari itu adalah hari sabtu pagi yang suram. Hujan lebat mengguyur seluruh daerah Pulau Rintis sejak dua hari lalu tanpa berhenti. Deras, gerimis, deras, gerimis, deras. Begitu saja yang terjadi sejak pagi dari dua hari yang lalu

Di sebuah kamar di rumah milik lima Boboiboy bersaudara kembar nampaklah dua kembaran mereka yang termuda masih tertidur dengan lelap di sebuah kasur yang sebetulnya tidak cukup untuk dua orang. BoBoiBoy Api dan BoBoiBoy Daun tertidur saling berangkulan di ranjang yang sebetulnya milik BoBoiBoy Api. Perlu dipertanyakan kenapa Daun tidak tidur di ranjangnya sendiri.

Tidak, mereka tidak berpacaran atau sejenis itu.

Di atas kasur milik Daun sudah terdapat sebuah ember besar yang menampung tetesan air dari plafon kamar mereka. Menggeser kasur juga bukan jalan keluar karena kamar mereka saat ini disulap oleh Taufan menjadi tempat untuk menjemur baju karena tidak mungkin menjemur baju diluar saat hujan begitu. Jangan lupa tiga buah kipas angin besar yang sengaja dihidupkan dengan kekuatan maksimal untuk mempercepat keringnya baju-baju yang tengah dijemur oleh Taufan itu… Yang juga membuat suhu di kamar itu turun drastis.

Sudah hujan, pagi-pagi buta, udara lembab karena cucian basah ditambah tiga buah kipas angin. Lengkap sudah penderitaan penghuni kamar yang nista itu. Api nampak meringkuk seperti bayi dalam kandungan dalam pelukan Daun. Yang satu ini memang tidak tahan dingin, apalagi dingin yang berangin. Bau minyak angin yang sangat kuat dan garis-garis merah di badannya menunjukkan sudah berapa kali ia menjalani terapi kerik dari kakaknya.

Sementara Daun ?. Yang satu ini memang terkenal polos, baik hati dan suka menolong dan kali ini ia menolong Api dengan cara pasang badan menutupi Api dari hembusan angin dingin lembab yang berasal dari jemuran dan tiga buah kipas angin itu. Dan pagi itu seluruh badannya gemetaran menggigil .

"Hujan… berhentilah… Jangan nistakan kami…" Gerutu Daun yang mulai tersadar dari tidurnya.

Jam dinding menunjukkan pukul lima pagi.

"Huft… Mungkin enak minum susu hangat pagi-pagi begini" Gumam Daun sembari membayangkan segelas susu manis yang hangat mengepul-ngepul.

Dengan hati-hati dan perlahan-lahan, Daun mendorong tubuh Api yang hangat dan berbau minyak angin sangat kuat itu. Kemudian Daun meregangkan badannya. Diangkatnya kedua tangannya keatas , dan diluruskan badan dan kakinya selurus-lurusnya, sampai…

-GYUUT!-

Otot pada kakinya mendadak keram karena diluruskan terlalu cepat setelah semalaman diterpa angin kencang yang dingin.

"ALAMAAAAAK ! SAKIIIT !" Jerit Daun yang langsung bergulingan dan memijit-mijit kakinya yang keram. Dia lupa kalau sekarang dia berada di sebuah ranjang kecil dan berduaan dengan saudaranya.

"DAUN ?!" Api yang kaget mendengar jeritan Daun langsung terbangun dan tidak sengaja menyenggol adik kembarnya.

"ADAW !" Wajah Daun mendarat dengan menyakitkan di lantai kamar.

"Daun ? Kamu kenapa ?" Api langsung bangkit dari tempat tidurnya dan menolong Daun untuk berdiri.

"Aduh… Kaki… Kakiku keram !" . Daun merintih kesakitan ketika kakinya yang keram dicoba untuk dijejakkan ke lantai.

"Memang kamu mau kemana pagi-pagi buta begini ?" Tanya Api sambil memapah Daun.

"Aku mau bikin susu... Kayaknya enak susu hangat kalau lagi dingin begini… Api mau juga ?".

"Yah.. Karena toh aku jadi bangun juga… Ayolah kita ke dapur, sini kubantu". Api mengangguk dan memapah Daun yang terpincang-pincang keluar kamar mereka.

"Awas, hati-hati, tangga…" Bisik Api ketika ia dan Daun sampai di tangga rumah.

"Iya…". Satu persatu anak tangga dilewati dengan perlahan dan penuh konsentrasi.

-GUBRAK !- Suara sebuah pintu terbuka di belakang Api dan Daun disertai sahutan panik dari Gempa yang terbangun mendengar jeritan adiknya. "DAUN ?! ADA APA ?!"

"HUAA !" Terkejut mendengan suara pintu dan sahutan sang kakak, Daun melepaskan pegangannya dari Api. "Eh ? Api ?... TOLONG !". Yang membuatnya terjatuh menuruni beberapa anak tangga terakhir.

Api menoleh ke arah Gempa yang terbengong-bengong dan kemudian ke arah Daun yang tergeletak di anak tangga terakhir. "Alamak…".

"Api ? Kenapa Daun ?".

"Kakinya keram, makanya dia kupapah. Kita baru saja mau ke dapur, mau bikin susu, eh Kak Gempa malah bikin Daun kaget".

"Eh ? Iya kah ?" Gempa langsung menghampiri Daun dan membantunya berdiri. "Maaf Daun… Kak Gempa kira kamu diapa-apain sama Api".

"Ish kakak ini… Emangnya mau Api apakan Daun itu ?".

"Entah, kamu kan terkenal biang rusuh dirumah ini".

"Huh… Mentang-mentang aku bakar petasan dalam kamar buat ngebangunin Kak Hali…"

Gempa menggeram. "Bukan Kak Hali saja yang bangun".

"Tujuan tercapai kan, Kak Hali bangun ?" Tanya Api dengan pura-pura lugu.

"Ya dan langsung melemparmu dari jendela dan kakimu patah… Akhirnya Kak Gempa yang repot kan, membawamu ke rumah sakit".

Api langsung menunduk. "Jangan bahas kaki patah ah kak…" Sahutnya ketus.

"Makanya, bandel itu standar-standar aja… Bandel koq korekan…".

"Sudah, jangan berantem pagi-pagi begini" Timpal Daun yang masih terpincang-pincang, ditambah bokongnya yang ngilu karena jatuh dari tangga tadi. Ia tidak mau telinganya ikutan sakit mendengar adu argumen tidak jelas antara Gempa dan Api.

Sesampainya di dapur, Daun dan Api langsung meracik susu mereka. Untuk Daun, lima sendok susu dan tiga sendok gula. Untuk Api, tiga sendok susu, dan satu sendok gula.

-Sruuuuut-

"Ah… Nikmat" Gumam Daun setelah menyeruput susu hangatnya.

"Ngga heran kamu bolak-balik ke dokter gigi…" Gumam Api yang melihat cara Daun meracik susu. "Nih coba buatanku".

Daun mencicipi susu racikan Api dan langsung memeletkan lidahnya. "Apa ini ? rasanya tawar !".

Gantian Api mencicipi susu racikan Daun. "Punyamu terasa seperti air gula".

"Selera masing-masing…" Daun mengedikkan bahunya dan membawa gelas susunya mendekati bibir mungilnya, ketika…

-Byur-

Seekor cicak agak besar terjatuh tepat di gelas susu Daun.

"HUAA !" Pekik Daun yang terkejut dan dengan latahnya melempar gelas susunya.

Untung saja gelas susu itu bukan terbuat dari kaca, melainkan bahan plastik. Paling tidak segelas susu yang 'terbang' itu tidak akan membuat ranjau beling di lantai dapur itu. Namun isi dari gelas itu kini berada di sekujur badan Api dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Eheheheheh… Api…" Daun cengengesan saja melihat Api yang gemetaran dan bermuka sangat masam. "Mandi susu… ?".

"Sudah !... Kau bersihkan sendiri sana !" Sahut Api dengan ketus dan meninggalkan Daun sendirian di dapur untuk pergi ke kamar mandi sembari ngomel-ngomel seorang diri.

"Yah… Api… Tolongin" Rengek Daun yang kini sendirian dengan kaki yang masih belum berfungsi karena keram, ditambah bokong yang linu-nyeri karena jatuh dari tangga dan kini didakwa membersihkan dapur sendirian karena tsunami susu buatannya.

"Kak Gem-"

"Sibuk !". Gempa tahu apa yang terjadi, tapi pura-pura sibuk saja karena membersihkan tumpahan susu itu bukan hal yang mudah. Kalau kurang bersih sedikit saja pasti semut akan menyerbu. Apalagi susu racikan Daun yang ekstra gula.

Daun meratapi genangan susu di lantai dapur dan bercak-bercak susu berbentuk telapak kaki Api dari dapur itu sampai ke tangga. Bibirnya bergetar, kedua matanya berkaca-kaca dan akhirnya sesegukan. "Hik… Hik… Daun bikin salah sama siapa sih sampai jadi begini…".

Dengan berat hati dan susah payah, Daun membersihkan lantai dapur itu seorang diri bersenjatakan tongkat pel yang usianya sepertinya hampir sama dengan dirinya sendiri. Sejam lamanya ia mengepel lantai dengan tongkat pel yang sumbu nya sudah jarang-jarang itu

"Yah… Mungkin sekarang segelas susu hangat bisa sedikit menghibur…" Gumam Daun setelah selesai membersihkan bekas tumpahan susu di lantai dapur itu. Kembali ia meracik susu hangatnya. Memang sedikit kehangatan dari minuman ekstra manis itu terasa nyaman. "Sekalian bikin deh buat Api… Biar gampang aku minta maaf ke dia".

Dua gelas susu hangat kini berada di kedua tangan Daun yang dengan hati-hati melangkah keluar dari dapur.

"AKU TELAAAT !" Terdengar teriakan Taufan yang sedang berlari dari kamarnya menuju ke dapur hendak membuat sarapan seadanya.

"Kak Taufan !" Daun membelalak ketika melihat kakaknya, Taufan berlari tanpa melihat ke arahnya.

-Bruk !-

"Ah, maaf, Daun, Kak Taufan buru-buru !" Ujar Taufan yang terus berlari ke dalam dapur untuk mengambil sepotong roti tawar dan berlari keluar rumah…

Meninggalkan Daun yang terbengong-bengong…

Bersama dua gelas susu yang tumpah semuanya.

"Hik… Hik…" Daun sesegukan lagi. "Hik…. HUAAA!" Dan sesegukannya pecah menjadi raungan yang lebih mirip jeritan hati seorang yang ternista. Kalau tidak ingat umur, ingin sekali rasanya Daun berguling-gulingan di lantai.

Sebuah tangan mendarat lembut di pundak Daun. "Sudah, sini kakak bantu bersihkan…".

Sepasang mata beriris merah menatap lembut pada si adik yang tengah ternista.

"Kak… Kak Hali…" Gumam Daun di tengah sesegukannya. Dari sekian banyak kakak dan adiknya, Halilintar adalah orang terakhir dalam pikiran Daun yang akan menolongnya. Biasanya Halilintar tidak pernah peduli dengan hal-hal macam ini yang dianggapnya tidak penting.

Halilintar yang turun tangan sangat membantu Daun membersihkan lantai yang lengket-lengket karena tumpahan susu yang dibawanya. Tak sampai setengah jam, lantai itu sudah bebas dari genangan susu yang lengket.

"Kak Hali ?" Daun memandangi kakaknya yang baru saja menolongnya

"Ya ?"

"Tumben kakak baik ?" Tanya Daun seusai membersihkan lantai rumahnya. "Kakak kesambet apa ? Ini bukan Kak Gempa yang nyamar jadi Kak Hali kan ?". Masih belum yakin, dicolek-coleknya pipi Halilintar

Sebuah senyuman tipis mengulas pada bibir sang kakak tertua ketika dibelainya kepala si adik. "Daun... Bukan cuma kamu yang pernah mengalami hari dimana semuanya tidak ada yang beres… Semua serba salah".

"Kak Hali…" Daun memandangi kakak tertuanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Iya, Kak Hali juga pernah ngalamin koq... lagipula jeritanmu itu membuatku pusing...".

"Daun sayang Kak Hali" Dipeluknya sang kakak erat-erat dengan senyuman ekstra lebar menghiasi wajah si adik.

"Sudah, sudah… Kak Gempa kemana ? biasanya dia yang paling getol kalau urusan kamu"

"Sibuk, katanya…"

"Oooh… Begitu ya… ?" Tanya Halilintar dengan nada melagu. "Biar nanti Kak Hali bicara dengan Kak Gempa ya… Sekarang kamu mandi dulu deh sana" Saran Halilintar dengan senyuman pada Daun. "Baju dan badanmu juga lengket-lengket kena susu tuh".

"Oke, Kak Hali" Jawab Daun dengan riang dan melenggang ke kamarnya. "Kak Hali terbaik !".

Senyum Halilintar lenyap begitu Daun menghilang dari pandangannya. "Gempa !. Dimana kau !?" Dan aura gelap menguar darinya.

"Eheheheh… Hali…Selamat pagi…" Tegur Gempa dari balik ambang pintu dapur. "Tumben kamu ke dapur ?".

"Kita harus bicara…" Geram Halilintar sembari menarik Gempa masuk ke dalam dapur.

"Eh ? Hali, buat apa panci itu ?... Hali ?... HALI, JANGAN !".

-Klontang !-

"ADUH !".

"Lain kali pengertian sedikit sama adik yang lagi mengalami hari yang buruk, mengerti ?!".

"Iya !... Ngga perlu sampai mukul kepalaku pakai panci, kan ?!".

"Itu peringatan… Sampai terjadi lagi, silahkan tidur di kamar mandi, faham ?".

"Ampun….".

.

.

.

Tamat.

-Pernahkah kamu mengalami hari dimana segala sesuatunya ngga ada yang beres ?. Author sendiri... Baru selesai kualifikasi lomba drift dan baru mau mulai babak tandem battle, mendadak dapet telpon dari kantor. Kabarnya MCB listrik kantor terbakar, yang berakibat anjloknya listrik, yang membuat bad sector di hard disk ditambah kompresor di kantor meledak karena arus listriknya tidak sesuai... Hari yang indah.