Naruto © Masashi Kishimoto

This Story is Mine, Asterella Roxanne.

Warning : Rated M for any reason. | Bahasan yang berat. |Little bit gore. | OOC. OC (coming soon). |Typo's maybe. | Dan segala kekurangan lainnya.

.

.

Enjoy!

.

Shimura Sai terlihat sibuk membuka satu persatu email yang dikirim oleh rekan-rekan kerjanya. Kedua netra hitam tajam itu terus bergerak, membaca sejumlah deret kalimat yang kemudian disaring oleh otak berkapasitas tinggi miliknya, mencari informasi yang benar-benar relevan dan menyingkirkan informasi yang tidak penting. Kedua tangannya seketika terhenti kala ia menangkap suatu bait kalimat yang membuatnya benar-benar terkejut.

Dengan tergesa, ia mendorong kursi yang di dudukinya mundur ke belakang dan bergegas mengambil gagang telepon tak jauh dari mejanya. Ditekannya angka-angka yang telah ia hapal di luar kepala, menunggu hingga nada sambung terdengar yang kemudian diikuti dengan sahutan suara bariton di seberang telepon.

"Halo, ini Nara Shikamaru."

"Shikamaru! Ini aku, Sai. Aku baru saja mendapatkan informasi yang cukup mengejutkan dari bagian penyelidik, tepatnya dikirim oleh Hyuuga Neji. Kau tahu, orang yang di bunuh oleh Mr. Inuzuka bukanlah Hozuki Suigetsu. Menurut autopsi singkat dan tes DNA, yang di bunuh Mr. Inuzuka adalah …," Sai menelan ludahnya dengan susah payah sebelum melanjutkan. "Hoshigaki Kisame. Kau tahu dia, kan?"

"Tentu saja. Seorang buronan yang paling dicari oleh kepolisian pusat. Lanjutkan laporanmu," ujar Shikamaru dengan nada tenang. Walau begitu, pria berkuncir satu itu merasakan ketegangan luar biasa dalam dirinya. Menantikan kabar terburuk yang akan disampaikan oleh rekannya di seberang telepon.

"Suatu kebanggaan bagi kepolisian pusat, karena Uchiha Agency telah membantu mereka meringkus buronan keji itu. Tapi, itu tidak penting. Hozuki Suigetsu … ia, ia diperkirakan sedang berkeliaran di Yokohama saat ini."

"Apa?!" Shikamaru terkejut, kedua matanya melotot. Raut wajah yang biasanya datar itu berubah cemas dan sebisa mungkin mengendalikan emosi yang bergejolak dalam dirinya. "Apakah informasi itu sudah akurat?"

"Yang mengirimkan informasi ini adalah Rei Gaara. Kau bisa mengukur sendiri bagaimana keakuratan informasi yang disampaikan oleh bungsu Rei, kan?"

Genggaman pada gagang telepon yang dipegang Shikamaru mengerat, menahan diri untuk tidak melempar dengan brutal alat komunikasi itu. "Uchiha Sakura ada di Yokohama, dan Temari pun sekarang dalam perjalanan menuju kesana. Apa Sasuke tahu ini?"

"Mr. Uchiha Sasuke belum mengetahui masalah ini."

"Bagus. Untuk saat ini, jangan bertindak bodoh dengan memberitahukan sekecil apapun informasi pada Uchiha Sasuke. Dan sekarang, bawalah anak buahmu segera pergi menuju vila, tempat dimana Uchiha Sakura berada. Pastikan keadaan di sana baik-baik saja, jika ada informasi terbaru segera hubungi aku."

"Baik."

Rei Temari memarkirkan Cadillac Escalade hitam miliknya dengan mulus, membuka pintu di sampingnya dan bergegas keluar, menapaki jalan berbatu yang mengarah langsung ke beranda sebuah vila megah yang berdiri kokoh di atas salah satu bukit di Yokohama.

Wajahnya memancarkan raut bahagia namun juga merasakan percikan rasa khawatir dalam benaknya kala jemari lentik itu memutar knop pintu berbahan kayu jati di depannya. Keadaan sekitar memang seharusnya sepi, karena yang tinggal di dalam vila ini hanya Sakura, sahabatnya, dan seorang pengawal. Tapi keadaan ini terlampau sepi. Keheningan yang menyelimuti membuat Temari tanpa sadar menggigil. Tidak ingin menunda waktu lebih lama, wanita bersurai pirang itu melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju lantai dua.

Temari tahu apa alasan yang menjadikan sahabatnya memilih untuk meninggalkan kediaman mereka di Uchiha's Residence yang keamanannya sangat terjaga. Ini semua sepenuhnya salah Uchiha Sasuke yang tidak ingin jujur kepada Sakura, membuat wanita itu merasa terkhianati dan hancur. Namun, meninggalkan Uchiha's Residence pun bukan pilihan yang tepat. Meskipun tahu akan bahaya yang menantinya, Sakura sama sekali tidak mengacuhkan hal itu dan tetap berpegang teguh pada keputusannya untuk menyendiri di vila, yang merupakan hadiah pertunangannya dengan Sasuke tiga tahun yang lalu, sambil menyortir perasaannya dan memutuskan apa yang harus ia lakukan terhadap pernikahannya yang hancur.

Kalau Temari punya hak, ia dengan senang hati akan menghajar pria Uchiha yang menjadi suami sahabatnya itu. Meskipun Shikamaru berulang kali mengatakan padanya bahwa masalah yang terjadi antara Sasuke dan Sakura bukanlah sepenuhnya salah Sasuke, namun seakan menutup mata dan telinganya, Temari tetap menyalahkan kepergian Sakura adalah mutlak salah Sasuke.

"Sakura! dimana kau?"

Temari berseru memanggil nama sahabatnya saat ia tidak menemukan wanita berambut merah muda di seluruh kamar yang terdapat di lantai dua tersebut. Menuruni tangga, Temari segera berlari ke ruang tengah yang memiliki banyak perabotan antik. Saking tergesanya wanita itu, ia tidak menyadari, dalam jarak satu meter di depannya, ada sebuah guci besar yang terletak menghimpit jalan untuk masuk ke ruang santai. Tabrakan pun terjadi, kaki Temari yang tersandung guci seberat dua kilogram yang bermaterialkan kramik dan kaca itu berdenyut membuat tubuhnya limbung dan menghantam lantai bersamaan dengan pecahnya guci tersebut.

Temari mengerang kesakitan kala pecahan guci tak sengaja menusuk kulit kakinya. Meringis menahan sakit, ia tetap mencoba untuk berdiri. Sebelum ia melanjutkan pencarian, terlebih dahulu wanita itu melepaskan pecahan kaca yang menusuk kaki kirinya. Berjalan tertatih masuk ke ruang santai , Temari berseru lebih keras memanggil nama Sakura.

"Sakuraaa!"

Masih tidak ada sahutan, Temari menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri, menganalisa ruangan tersebut apakah ada keanehan. Dan, ia menemukannya. Pintu kaca di ruang santai yang menghubungkan ke kolam renang terbuka, terbuka lebar. Seakan seseorang yang terakhir kali memasukinya tidak memiliki kesempatan untuk menutupnya kembali.

Dengan dahi berkerut dan disertai lontaran doa dalam hatinya, Temari berjalan perlahan ke pintu kaca itu. Tidak ada orang. Tapi ada keanehan. Air kolam yang biasanya berwarna biru laut keseluruhan, kini berubah warna menjadi kemerahan, meskipun yang berubah hanya di sudut kolam dan tidak terlalu jelas dari tempat Temari berdiri. Memutuskan untuk mendekat, Temari berjalan tertatih dengan tangan kanan yang meremas blus biru bagian dada yang dikenakannya, mencoba meredam detakan jantung miliknya yang seketika bekerja sepuluh kali lebih cepat dari biasanya.

Kumohon. Itu bukan Sakura. Itu bukan Sakura. Darah itu bukan Sakura.

Temari jatuh terduduk di pinggir kolam saat kedua matanya menangkap potongan tangan manusia, mengambang di air kolam dan diselimuti cairan berwarna merah kental yang sontak membuat Temari merasa mual. Refleks, tangan kanannya menutup mulut, menahan agar isi perutnya yang beberapa jam lalu baru ia isi keluar begitu saja. Kedua matanya melotot ngeri, ditambah dengan tubuhnya yang mulai bergetar.

Temari beringsut menjauhi kolam, tangan yang bebas ia gunakan untuk mengobrak-abrik isi tasnya, mengambil sebuah benda flat persegi panjang berwarna hitam. Dengan tangan bergetar, Rei Temari mencoba menghubungi seseorang yang nomor ponselnya telah ia hapal di luar kepala.

"Halo, Temari. Kebetulan sekali―"

"Shika!" potong Temari dengan nada tinggi yang bergetar. "Sa-Sakura tidak ada dimanapun. Apa yang terjadi?!" Napas Temari memburu, rasa takut mulai menyergapnya.

"Blondie, kumohon tenangkanlah dirimu dulu. Baru jelaskan apa yang terjadi."

"Seseorang menculik Sakura! Ya tuhan, dan kau harus tahu jika ada potongan tangan manusia di kolam renang vila ini!" teriak Temari putus asa. Tidak bisa menahan rasa takut dan cemasnya akan bahaya yang mungkin menimpa sahabat merah mudanya saat ini.

"A-Apa?!" Shikamaru tercekat, datang lagi kabar buruk yang seakan menghantui mereka. "Shimura Sai dan beberapa anak buahnya sebentar lagi akan tiba di sana. Jika kau tidak sanggup mengemudi sendirian, suruh salah satu diantara mereka untuk mengantarmu ke Uchiha's Residence."

Tidak ada tanggapan dari Temari. Wanita itu berusaha menghapus air mata yang jatuh mengalir di pipinya dan menghentikan pendarahan yang terjadi pada kaki kirinya, luka yang baru ia sadari sudah mengeluarkan banyak darah.

"Serahkan semuanya padaku, dan berjanjilah untuk kembali dengan selamat dari sana."

Namikaze Naruto menyadari jika sedari tadi wanita berambut gelap yang duduk di ujung ruangan itu selalu mencuri pandang ke arahnya. Dapat ia rasakan tatapan khawatir dan cemas seakan menusuk punggungnya.

"Saya minta maaf yang sebesar-besarnya karena hasilnya tidak sesuai keinginan Anda," ujar Inuzuka Kiba di seberang telepon. "Ia berhasil mengelabuiku dan bertukar posisi dengan Hoshigaki Kisame. Ia benar-benar penjahat cerdik nan licik."

"Tidak apa-apa. Yang penting kita sudah tahu kebenaran akan mayat yang kau bunuh. Lagi pula,usaha yang kau lakukan tidak kesemuanya sia-sia karena Hoshigaki Kisame juga merupakan salah satu pion yang sangat berpotensi menjadi penjahat internasional."

"Ya, aku tahu. Tapi, Hozuki Suigetsu lebih berbahaya dari singa terbuas manapun. Yang kutakutkan, setelah lepas dari pembunuhan yang telah aku rencanakan, ia akan semakin gencar membunuh orang-orang yang bersangkutan dengan Uchiha Agency."

Naruto mengembuskan napasnya keras, merasa lucu. "Dia sudah menjadi ancaman kami sejak dulu, Mr. Inuzuka Kiba. Baiklah, aku akan menyampaikan informasi ini kepada Sasuke. Terima kasih sudah bekerja dengan sangat baik."

Sambungan telepon itu pun terputus. Pria berambut pirang terang itu menyimpan kembali telepon genggamnya di balik rompi berwarna hijau miliknya. Kemudian memutar kursi beroda yang ia duduki, mengarah langsung ke wanita berambut gelap di ujung ruangan.

"Aku baik-baik saja. Bahkan tanpa menoleh pun, aku bisa merasakan tatapanmu menusuk punggungku, Hinata," ucapnya pelan.

Baru saja akan membuka mulutnya hendak membalas ucapan pria itu, Hinata terpaksa harus bungkam kembali kala bel di pintu utama berdering nyaring. Naruto menoleh ke arah pintu keluar di ruang kerjanya itu seraya menyernyitkan dahi. Menerka-nerka siapa yang membunyikan bel tersebut.

Uchiha's Residence, untuk memasuki kawasan ini tentu tidak semua orang bisa. Hanya orang-orang yang merupakan pegawai di Uchiha Agency dan juga orang-orang penting yang memiliki identitas resmi-lah yang bisa dengan leluasa masuk ataupun keluar dari daerah Uchiha's Residence. Dapat dipastikan orang yang berkunjung ini pasti sudah melewati inspeksi dan diizinkan untuk masuk.

Dilihat dari gelagat Hinata yang akan beranjak dari duduknya, Naruto segera menghentikan wanita itu dengan lebih dulu bangkit dari kursi berodanya. "Biar aku saja yang membukakan pintu. Oh, ya, bisa kau buatkan aku kopi? Kekurangan asupan kafein membuatku mudah sekali mengantuk."

Memberikan senyum terakhirnya, Naruto langsung bergegas keluar dari ruang kerjanya dan menyusuri koridor untuk membuka pintu utama. Setelah sampai di depan pintu berbahan kayu jati berkualitas unggul dengan ukiran-ukiran rumit namun mengagumkan tersebut, Naruto dapat merasakan, siapapun yang ada di balik pintu tersebut, pasti membawa kabar buruk bagi Uchiha Agency.

Menyiapkan dirinya dari kemungkinan terburuk, Naruto langsung meraih handle pintu dan membukanya. Tampak seorang petugas berseragam hitam dengan lencana bulat berlambang bintang di dadanya berdiri tegap. Membuka dompetnya, petugas yang berumur kisaran tiga puluh tahunan itu menunjukkan kartu pengenalnya.

"Saya Aburame Shino. Ketua badan penyelidik dari Departemen Kepolisian Pusat. Saya ingin bicara dengan Mr. Uchiha Sasuke," ujar Pria itu seraya mengulurkan tangan kangannya, berjabat tangan.

Naruto menyambut uluran tangan pria dari Departemen Kepolisian itu. "Maaf, tapi Mr. Uchiha saat ini sedang tidak bisa ditemui. Nama saya Naruto."

"Saya harus bicara dengan orang yang memiliki posisi di Uchiha Agency."

"Saya adalah wakil pimpinan agensi ini."

"Baiklah." Pria itu menaikkan kacamata hitam kecilnya sebelum melanjutkan, "Depertemen Kepolisian Yokohama, beberapa saat lalu memberitahukan pada kami jika mereka menemukan sebuah mobil yang mengalami kecelakaan di jalur perbatasan Yokohama-Tokyo. Identitasnya menunjukkan jika ia bekerja pada Uchiha Agency. Bernama lengkap Rock Lee."

Rock Lee? Bukankah…?

"Mobil yang dikendarai Mr. Rock Lee mengalami benturan hebat pada pembatas jalan yang ada di jalur bebas hambatan. Diduga, sebelumnya Mr. Rock telah dilukai, dibuktikan dengan lengan sebelah kanannya buntung. Beruntungnya, korban langsung dapat diamankan sebelum mobil meledak."

Naruto tercekat, perutnya terasa diaduk-aduk. "Apakah Rock Lee…?"

"Sayang sekali, Mr. Rock tidak terselamatkan. Untuk saat ini, kami hanya bisa menyimpulkan dua hal, terlepas dari korban yang belum diautopsi secara seksama, Mr. Rock Lee tewas karena serangan jantung dan tewas karena kehabisan darah akibat lengannya yang buntung tersebut."

Kedua mata Naruto membelalak lebar. Jantungnya berdegup kencang. Informasi yang dibawakan oleh pria bernama Aburame Shino yang merupakan anggota dari Departemen Kepolisian Pusat membawakan dampak yang hebat pada Naruto.

Rock Lee merupakan pengawal dan salah satu pegawai Uchiha Agency yang bekerja di bagian pertahanan dan keamanan. Ia ditugaskan langsung oleh Uchiha Sasuke untuk melindungi istrinya yang kemarin pagi meninggalkan Uchiha's Residence. Jika Rock Lee saat ini ditemukan tewas, dan tempat terjadinya kecelakaan tersebut adalah di perbatasan Yokohama-Tokyo, bagaimana dengan keadaan Uchiha Sakura? Apa maksudnya saat terjadi kecelakaan itu, Rock Lee berniat untuk ke Tokyo? Begitu banyak pertanyaan yang terajukan dalam benak Namikaze Naruto.

Sadar dengan pikiran-pikirannya, pria bermanik sebiru langit diluar sana mencoba menampilkan senyum ramahnya, meskipun gagal. "Terima kasih sudah menyampaikan kasus ini, Sir Aburame. Dan memang benar, Mr. Rock merupakan bagian dari Uchiha Agency. Kami akan mengirim agen untuk ikut dalam proses autopsi."

Kembali kedua pria itu berjabat tangan. "Kami turut berduka sedalam-dalamnya, Sir. Saya permisi."

Pintu di depannya telah tertutup rapat. Naruto termenung ditempatnya berdiri. Pria yang ditugaskan untuk melindungi Sakura saat wanita itu berada di vilanya di Yokohama, kini tewas. Lalu bagaimana dengan Sakura? Bagaimana jika sesuatu terjadi pada wanita itu? Bukan tidak mungkin, jika memang benar hal itu terjadi, nama Uchiha Sasuke akan tercantum menjadi salah satu pasien rumah sakit jiwa terkenal di Tokyo.

"Naruto, apa yang kau lakukan?"

Bahu bidangnya terangkat, Naruto terbangun dari lamunan panjangnya. Berbalik untuk menatap wanita berambut gelap indah yang dikepang menjadi beberapa bagian membentuk bando di tengah-tengah atas kepalanya. Tampak secangkir kopi yang mengepulkan uap panas tergenggam oleh kedua tangannya yang mungil.

"Aku baru saja bertemu seorang ketua badan penyelidik dari Departemen Kepolisan Pusat. Membawa kabar buruk, yang lainnya, ke Uchiha Agency."

Naruto berjalan mendekati Hinata. Hinata yang tahu maksud Naruto, membalikkan badannya dan berjalan di samping pemuda itu kembali ke ruang kerja mereka. Mengucapkan terima kasih saat Hinata mengulurkan secangkir kopi panas padanya.

"Jadi, apa yang mereka sampaikan?"

"Rock Lee tewas."

"Maaf?"

"Shikamaru!"

Seorang Pria berkuncir satu menghentikan langkahnya menuruni tangga saat mendengar namanya diserukan oleh seseorang. Menoleh ke kiri, ia menemukan Naruto dan Hinata yang berjalan berdampingan. Shikamaru kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti dan mendekati mereka.

"Kutebak, kau punya kabar buruk?"

Shikamaru mendengus. "Dan kutebak, kau juga mempunyai kabar buruk."

Jika saja keadaan mereka bukan dalam situasi serius, ingin rasanya Namikaze Naruto mengeluarkan tawa sekeras mungkin, karena teman jeniusnya itu lagi-lagi mampu menebak apapun yang ada di dalam kepalanya.

"Semenjak dalam keadaan siaga, Uchiha Agency memang sangat rentan dengan kasus. Kau tahu itu."

"Yah. Jadi?"

"Rock Lee tewas."

"Apa?!" Hinata yang kali ini mendengar dengan jelas ucapan Naruto, sontak kaget. Begitupula Shikamaru.

"Ya, penjaga Sakura di Yokohama kini tewas. Mayatnya di temukan oleh Departemen Kepolisian Yokohama. Ia mengalami kecelakaan karena menabrak pembatas jalan di jalur bebas hambatan. Lengan sebelah kanannya buntung. Diduga tewas karena serangan jantung dan tewas karena kehabisan darah," jelas Naruto dengan wajah menunduk. Tanpa sadar kedua telapak tangan di sisi tubuhnya terkepal.

"Kau bercanda, kan, Naruto?"

Mereka bertiga sontak berbalik kala sebuah suara feminin menginterupsi percakapan mereka. Seorang wanita bersurai pirang lembut panjang dikuncir satu. Tatapan kedua bola mata sejernih airnya memancarkan ketidakpercayaan yang kentara. Shock dengan berita yang disampaikan Naruto.

"Apa wajahku terlihat sedang bercanda, Ino?"

"Sama sekali tidak." Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan.

"Ino …" Hinata mendekat, mengulurkan telapak tangannya pada punggung Ino. Sebisa mungkin menenangkan wanita itu. Ia sangat tahu, apa yang mungkin berkecamuk dalam benak wanita itu. Ino pasti merasa sangat ketakutan sekarang.

"Ini pasti perbuatan Hozuki Suigetsu. Ya, tidak salah lagi. Aku mendapat laporan dari Shimura Sai, yang mendapatkan informasi dari Rei Gaara bahwa Hozuki Suigetsu saat ini sedang berkeliaran di Yokohama."

Terasa aura di sekitar mereka berempat memberat. Ekspresi kedua pria yang saling berpandangan itu berubah keras, rahang keduanya mengatup. "Ini malapetaka."

"Aku sudah memerintahkan Sai serta anak buahnya untuk segera menuju Yokohama. Temari. Aku harus menghubungi Temari."

Shikamaru mengeluarkan ponsel dari dalam kantong celana bahan yang dikenakannya. Sebelum sempat mengutak-atik benda berbentuk persegi panjang itu, ia dikejutkan dengan ponsel yang tiba-tiba berbunyi dan menampilkan nama Temari pada layarnya.

"Halo, Temari. Kebetulan sekali―"

"Shika!" potong Temari dari seberang telepon. "Sa-Sakura tidak ada dimanapun. Apa yang terjadi?!" Napas yang memburu membuat Shikamaru kurang menangkap apa yang dimaksudkan oleh wanita itu.

"Blondie, kumohon tenangkanlah dirimu dulu. Baru jelaskan apa yang terjadi."

"Seseorang menculik Sakura! Ya tuhan, dan kau harus tahu jika ada potongan tangan manusia di kolam renang vila ini!" teriak Temari terdengar sangat putus asa.

"A-Apa?!" Belum habis rasa shock-nya saat mengetahui Rock Lee tewas, dan kini, kabar menghilangnya Uchiha Sakura benar-benar membuatnya merasa telah menyesal dilahirkan di dunia. "Shimura Sai dan beberapa anak buahnya sebentar lagi akan tiba di sana. Jika kau tidak sanggup mengemudi sendirian, suruh salah satu diantara mereka untuk mengantarmu ke Uchiha's Residence."

Tidak ada jawaban dari Temari. Shikamaru dapat mendengar, suara sesegukkan wanita itu. "Serahkan semuanya padaku, dan berjanjilah untuk kembali dengan selamat dari sana," ucapnya tegas.

Shikamaru menjatuhkan lengannya yang lemas ke samping tubuhnya. Wajahnya menunduk. Penuh kemuraman.

"Shika …"

"Sakura, ia … kata Temari, ia … diculik."

Ino langsung berbalik dan memeluk Hinata dengan erat. Ia tenggelamkan wajahnya pada bahu wanita berambut gelap itu untuk menyembunyikan teriakan histeris dan tangisan yang tiba-tiba meledak dalam dirinya.

Wajah Naruto memucat. Roh di dalam tubuhnya terasa terangkat dan tercabut paksa oleh malaikat kematian. Tak jauh beda dengan Shikamaru, pria itu menyandarkan tubuhnya yang lemas ke dinding di sebelahnya. Menutup kedua matanya seraya berdoa di dalam hati untuk keselamatan Rei Temari, dan yang paling penting … Uchiha Sakura.

"Bisakah kalian membunuhku sekarang juga, daripada harus melihat Sasuke semakin gila saat mendengar kabar ini?!" teriak Ino dengan nada parau yang lemah. Wajahnya kini sudah sepenuhnya dibasahi oleh air mata.

Kelopak mata itu perlahan-lahan mengerjap, menampakkan sepasang giok seindah batu permata milik ratu Inggris. Ia renggangkan kedua tangannya, merasa kaku dan pegal pada sekujur tubuhnya. Perlahan bangkit dari berbaringnya, wanita itu menyipitkan matanya saat ia mencoba menoleh ke kiri untuk mengamati keadaan sekitar, belum terbiasa dengan cahaya matahari yang menyilaukan.

Kepalanya terasa pusing ditambah rasa mual yang tiba-tiba menghantam perutnya, sungguh bukanlah suatu kombinasi yang bagus di pagi hari. Diambilnya sebuah kantong plastik yang terletak di atas nakas tak jauh dari tempat tidurnya, ia memuntahkan apapun yang ada di dalam perutnya, meskipun sama sekali tidak ada yang keluar.

Setelah rasa mualnya sedikit menghilang, Sakura meletakkan kembali kantong plastik itu di atas nakas. Dan pada saat itulah ia menyadari, bahwa ia merasa sangat asing di ruangan ini. Kepalanya mendongak, mengamati sekali lagi ruangan seluas sepuluh kali sepuluh meter tersebut. Ini bukanlah kamarnya di Uchiha's Recidence maupun ruangan pribadinya di vila miliknya dan suaminya. Suami. Pikiran Sakura berputar pada seorang pria yang menyebabkan ia meninggalkan Uchiha's Residence. Seorang Pria yang telah tega membohonginya setelah dua tahun pernikahan mereka. Seseorang yang akan menjadi ayah dari janin yang dikandungnya saat ini, namun belum diketahui siapapun. Kecuali sahabatnya.

"Ah, ternyata istri Mr. Uchiha Sasuke telah terbangun dari tidur lelapnya." Uchiha Sakura refleks melemparkan pandangan pada seorang pria yang kini berdiri di ambang pintu dengan sebuah senyuman ramah.

"Kau …?" Sakura mengamati dengan cermat wajah pria itu. Ia merasa familier dengan wajah yang kini masih menampilkan senyuman ramah. Kedua bola matanya membelalak lebar kala ia mengingat identitas pria itu.

"Tidak mungkin! Kau … Hozuki Suigetsu?!"

"Halo, akhirnya kita bertemu. Mrs. Uchiha."

.

.

TBC

AN/:

Untuk penggunaan kata Mr. dan Mrs., sebenarnya aku udah membayangkan kalau fanfic ini kedepannya bakalan banyak setting di luar Jepang, jadi yaa, lebih enak langasung pakai Mr. dan Mrs. hoho.

Oh, ya, jika para readers ada yang tahu tentang pembagian-pembagian dalam kepolisian atau FBI (misalnya ada bagian penyelidik, bagian penanganan kasus, etc.) bisalah yah bantu aku dan menuliskannya di kolom review, atau PM aku langsung juga boleh :') Aku sangat nol besar dalam hal ini dan malah nekat bikin fanfic tema beginian.

Ditunggu tanggapannya ya!

Salam hangat,
Asterella Roxanne.