Chapter 1 : Prologue
Senja telah datang. Para siswa akademi ninja bergerombolan keluar dari ruang kelas mereka masing-masing. Ya, bel pulang sekolah telah berbunyi. Para orang tua 'calon ninja' ini segera menjemput anak-anak mereka dengan senyuman. Pertanyaan basi seperti 'belajar apa hari ini', 'bagaimana sekolahnya', atau 'dapat nilai berapa tadi' dilontarkan mereka. Sang anak-anakpun menjawabnya dengan berbagai macam jawaban dan ekspresi.
Tak terkecuali dengan bocah berambut kuning satu ini. Bocah laki-laki ini pulang tanpa dijemput oleh kedua orang tuanya. Ya, tanpa orang tua. Ia ditinggal mati oleh kedua orang tuanya. Jangankan pernah melihat, merasakan kasih sayang orang tuanyapun belum pernah dirasakannya. Jika mengingat hal ini, hatinya terasa pedih.
Tak terasa, kini ia sudah sampai di depan pintu apartemennya. Segera ia mengambil kunci dari saku dan membuka pintu apartemennya. Dalam hati, ia berharap ada seseorang di dalam yang akan mengatakan 'Okaeri' saat dia masuk, ada makanan hangat yang telah tersedia dan tinggal dimakannya, ocehan seseorang yang menanyakan bagaimana di sekolahnya.
Mustahil.
Sebesar apapun keinginannya, semua itu takkan pernah terjadi. Ia hanya bisa tersenyum miris. Ia segera melangkah masuk ke apartemennya dan menangis dalam diam. Ya, untuk kesekian kalinya, Uzumaki Naruto, bocah yang kita ceritakan tadi, harus menerima kenyataan pahit di dunia fana' ini.
.
.
.
A DARK LOVE
A NARUTO FANFICT
DISCLAIMER : KISHIMOTO MASASHI
FICT BY : SASSHI KEN
PAIR : NARUHINA
GENRE : HURT/COMFORT, ROMANCE
WARNING : ALTERNATIVE REALITY, CANON, OUT OF CHARACTER, GAJE, ABAL, TYPO EVERYWHERE, AMATIRAN, DE EL EL
LIKE? PLEASE REVIEW...DON'T LIKE? DON'T JUDGE ME :D
.
.
.
Gadis bermata lavender ini terjatuh lagi. Latihan yang diberikan dari ayahnya, tak bisa dilakukan olehnya. Beberapa kali ia terjatuh, dan banyak memar dan luka di tubuhnya. Hyuuga Hinata-nama gadis ini-, hanya bisa merintih pelan.
"Kau terlalu lemah Hinata," ucap ayahnya, yang memiliki warna mata yang sama dengannya dengan nada kekecewaan. Hyuuga Hiashi, sudah tak memiliki harapan lagi kepada putri sulungnya untuk menjadi pewaris ketua klan selanjutnya. Sudah berapa kali latihan demi latihan diberikan,
"Maaf, chichi-ue..." ucapnya parau. Air mata mulai keluar dari mata cantiknya. Ia merasa bersalah, tak bisa membuat ayahnya bangga kepadanya.
Hiashi sudah bosan mendengar permintaan maaf putri sulungnya. Putri sulungnya ini terlalu lembut.
"Bahkan, kau lebih lemah dari adikmu sendiri. Kurasa kau memang tidak pantas untuk menjadi penerus ayah. Lebih baik aku lebih fokus melatih Hanabi,"
JLEB.
Hatinya menjadi pedih dan sakit mendengar ucapan ayahnya tadi. Apa sebegitu lemahnya kah dia di depan ayahnya? Padahal ia selalu berusaha keras, namun Hinata tetaplah Hinata. Ia takkan pernah bisa seperti adiknya yang lebih kuat darinya. Mati-matian ia menahan air matanya yang akan segera keluar.
"Ayah ingin mencari adikmu," sebelum melangkah pergi, Hiashi mengatakan sesuatu. "Pikirkanlah kelemahan dirimu sendiri, aku tak mau repot-repot mengurusimu lagi,"
Setelah kalimat terakhir itu, Hiashi segera meninggalkan Hinata di dojo Hyuuga. Keheningan segera menyelimuti suasan dojo ini. Sampai sang gadis mengeluarkan suaranya.
"Chichi-ue...Kenapa?" Tangis Hinatapun pecah. Air mata mengalir deras melewati pipi chubbynya. Gadis ini menangis pilu. Meskipun dilahirkan dari klan terhormat di Konoha, tak menjamin ia mendapat kasih sayang. Ayahnya pilih kasih, lebih memperhatikan adiknya ketimbang dia. Bersikap dingin kepadanya. Seolah-olah ia merasa, ia hidup tanpa orang tua.
.
.
.
"Ayah, aku mau es krim itu,"
"Baiklah, tapi pakai uangmu ya!"
"Apaa? Kalau begitu aku tak jadi beli!"
"Hei, ayah Cuma bercanda. Jangan cemberut gitu dong!"
"Hehe, jadi, es krimnya dibelikan ayah kan?"
"Beli 10 es krim untukmu, tak masalah kok buat ayah,"
Pemandangan itu, pemandangan antara seorang ayah dan anak. Membuat Naruto iri. Tak hanya pemandangan itu, tapi pemandangan semua keluarga yang sedang bersenang-senang di taman Konoha ini. Ia sangat ingin merasakan hangatnya sebuah keluarga.
"Ibu, lihat dia deh. Kok dia gak pergi sama orang tuanya?"
"Jangan lihat dia nak. Dan jangan berteman dengannya. Dia itu tak baik. Karena itu orang tuanya pergi meninggalkannya,"
"Berarti dia nakal? Ryu gak mau main sama anak nakal!"
"Memang seharusnya begitu nak!"
Sindiran dan ejekan datang bertubi-tubi kepadanya. Meskipun ia sudah memilih ayunan yang jauh dari keramaian, tetap saja pandangan sinis dari orang lain mengarah padanya.
Perlahan ia mulai membenci dunia ini, mengapa dunia begitu tak adil padanya? Kenapa orang lain masih bisa tersenyum, sementara ia harus menangis. Ia ingin membalas perbuatan orang-orang kepadanya.
Namun pemikiran tersebut ditepis jauh oleh Naruto. Ia tak ingin menjadi jahat. Ia ingin menjadi Hokage dan diakui oleh penduduk desa. Dan seorang Hokage tidak boleh punya sifat yang jahat. Itulah yang dikatakan Sandaime Hokage kepadanya.
.
.
.
Dalam rangka mempererat hubungan desa dengan klan Hyuuga, malam ini diadakan pertemuan klan Hyuuga dengan petinggi desa dan klan lain. Pertemuan dilangsungkan di kediaman Klan Hyuuga. Beberapa bunke Hyuuga sibuk mengurus perlengkapan acara. Sedangkan para souke sibuk menerima tamu undangan yang datang.
Begitu pula dengan gadis berambut ungu ini. Hinata kini tengah merapikan yukatanya. Senyum manis kini terpasang di bibirnya untuk menyambut tamu yang datang di depan gerbang. Acara memang belum dimulai, tetapi para tamu sudah banyak yang datang.
"Jadi kamu anaknya Hiashi-san ya?" tanya seseorang pada Hinata.
"Ya. Saya Hyuuga Hinata. Salam kenal," jawab Hinata sambil membungkukkan kepala.
Orang yang bertanya tadi hanya ber'oh' ria dan segera masuk ke dalam bersama rekan-rekannya di belakang. Beberapa rekannya memandang Hinata sejenak yang berada di belakang mereka. Hinata yang merasa ada yang memandanginya segera memalingkan wajah ke arah orang yang melihatnya. Merasa ketahuan, orang-orang yang memandang Hinata segera mengalihkan mukanya.
"Jadi dia ya, si sulung Hyuuga," ujar seorang wanita yang berada di gerombolan tadi. Hinata dapat menangkap suara tersebut samar-samar.
"Aku dengar dia pewaris klan Hyuuga," tambah seorang pria.
"Tapi, katanya dia terlalu lemah. Hiashi saja sampai menyerah mendidiknya dan fokus pada adiknya,"
"Dia itu terlalu lembut. Makanya jadi lemah,"
"Dari wajahnya saja sudah kelihatan,"
"Aku merasa dia bukan anggota klan Hyuuga,"
Sakit.
Ya, Hinata terlalu sakit mendengarnya. Ia tak mendengar lagi apa yang mereka katakan. Ujung pakaian yukatanya diremasnya dengan kuat. Namun, ia mencoba untuk tegar. Ia tak ingin terlihat lemah lagi. Ia harus memasang topeng senyuman manisnya itu lagi.
.
.
Selama acara, banyak tamu yang memuji bungsu Hyuuga. Yang membuat Hiashi bangga terhadap Hanabi. Lalu bagaimana dengan si sulung? Hiashi tak tahu apa pendapat orang terhadap Hinata. Namun, hanya Hinatalah yang tahu pandangan orang-orang terhadapnya. Pandangan tak suka, meremehkannya, dan lain-lain.
Perlahan ia mulai membenci dunia ini, mengapa dunia begitu tak adil padanya? Kenapa orang lain masih bisa tersenyum bangga, sementara ia harus menutup diri dengan senyuman palsu. Ia ingin membalas perbuatan orang-orang kepadanya.
Tapi, dia bukanlah siapa-siapa. Bahkan ayahnya sendiri tak menganggapnya. Ia hanya bisa menangis, menangis dalam diam.
.
Dua kisah manusia, yang baru berusia sembilan tahun. Harus merasakan, apa itu sakit hati...
.
.
"Maaf...Aku tidak sengaja," ucap gadis itu yang sedang menunduk dari ketiga anak laki-laki yang marah padanya. Hinata berlari-lari kecil hingga menabrak ketiga laki-laki yang lebih tua beberapa tahun darinya di depannya dan menumpahkan ramen cup yang dimakan ketiga laki-laki ini. Membuat yang tertabrak marah.
"Maaf saja? Itu tak cukup!" ucap salah satu dari mereka yang diketahui bernama Ruki.
"Ya, kau harus menggantinya!" teriak seseorang yang lebih gendut dari temannya.
"Hei, kau dari Klan Hyuuga itu kan? Klan yang dihormati itu?" tanya seseorang yang tinggi.
"I...iya" jawab Hinata takut-takut.
PLAAAKKKK
Suara nyaring tamparan itu terdengar kuat. Ya, anak yang tinggi tadi, menampar pipi kiri Hinata dengan kuat. Membuat si pemilik pipi kesakitan dan memegang pipi yang ditampar tadi.
"Sa...sakiitt. Aku mi..minta ma..af..." ucap Hinata menahan rasa sakit di pipinya yang memerah karena tamparan tadi.
"Shu, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu menamparnya? Kita kan hanya minta uang ganti rugi saja," ucap laki-laki gendut itu pada temannya.
"Aku hanya memastikan seberapa kuat klan Hyuuga itu, Yunda. Apa dia juga salah satu dari mereka yang kuat," jawab Shu-nama anak tersebut-.
"Ya, aku setuju dengan idemu," ucap Ruki. Ia mulai memukul perut Hinata, menjambak rambutnya, menampar, mencekik, dan lain-lain yang membuat Hinata kesakitan.
"To...tolong..Hiks...Jangan sa...sakiti akkkuu..." permintaan Hinata tak dihiraukan oleh mereka.
"Dia lemah sekali," komentar Shu.
Hinata tak bisa melawan. Seluruh tubuhnya merasa sakit. Ia hanya berharap ada seseorang yang datang menolongnya.
"BERHENTI!JANGAN SAKITI DIA!"
Teriakan seseorang itu sukses membuat aktivitas ketiga berandalan kecil itu terhenti. Hinata dan ketiga laki-laki itu melihat ke arah asal suara itu. Suara cempreng anak laki-laki di belakang mereka.
"Heh, rupanya kau si monster," ucap Yunda-anak yang bertubuh gemuk itu- pada bocah tadi.
"Namaku Naruto! Bukan monster!" teriaknya dengan amarah. Ya, dia muak dengan panggilan monster oleh orang-orang kepadanya. Ia tak mengerti, semengerikankah dirinya bagi orang lain sehingga dipanggil monster?
"Naruto atau monster, itu sama saja, SAMPAH!" hina Shu padanya.
"Apa maumu ke sini hah?" tanya Ruki meremehkan. "Kau ingin menjadi pahlawan yang menolong gadis ini?"
Naruto sudah tak dapat menahan amarahnya lagi. Tangannya yang terkepal seolah tak sabar untuk memukul wajah brengsek mereka.
"Jangan hanya berani pada perempuan. Kalau kalian berani, lawan aku!" tantangnya pada mereka. Meskipun dalam hati, ia tak yakin bisa melawan mereka, namun semangatnya yang berlebih membuatnya yakin bisa melawan mereka.
HIIAAAAAHHH!
Tinjuannya meleset. Tangannya yang terkepal dengan mudah ditangkap Shu. Shu dengan segera memelintir pergelangan tangan Naruto yang ditangkapnya.
"Auuuwww!"
Hinata tak tega melihat seseorang melindunginya sampai harus menjadi korban. Sekuat tenaga ia meneriakkan 'berhenti' namun tak digubris oleh mereka.
"Hanya segitu saja kemampuanmu, bocah?!"
Naruto tak menyerah, sesegera mungkin ia menarik tangannya dari cengkraman Shu. Kakinya ia gunakan untuk menendang perut mereka. Namun, hasilnya nihil. Tendangan itu tak mempan bagi mereka. Sekuat tenaga ia gunakan untuk melawan mereka, namun dengan mudah mereka menangkap serangan itu.
"Sudah capek bocah?!" tanya Ruki padanya. Naruto kini terengah-engah. "Kalau begitu, giliran kami yang menghajarmu!"
BUAAGGHHH
Tinjuan mereka di pipi Naruto sangat kuat. Naruto sampai memuntahkan darah dari mulutnya. Tak hanya sampai itu, mereka menyanyat kulit tangan kiri Naruto dengan kunai dari kantong belakangnya. Walaupun tipis, itu tetap terasa sakit. Bahkan author sudah tak sanggup lagi mendeskripsikan apa yang mereka lakukan :P
"Ber...Berhenti!" teriakkan lemah Hinata menggema di dalam hutan ini. Yang sekarang Hinata lihat, adalah pemuda berambut kuning yang jatuh tersungkur dengan banyak darah yang keluar, namun pemuda itu tak menyerah. Mati-matian ia bangkit menahan rasa sakitnya.
"Hinata-sama!" panggilan seseorang kepada Hinata. "Hinata-sama tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa Ko-san," jawab Hinata kepada Hyuuga Ko, bunke yang menjadi pengawal Hinata. Ya, sore ini ia sibuk mencari majikannya yang entah kemana pergi. Suara teriakan Hinata tadi seolah menjadi petunjuk untuk menemukan Hinata.
"Ko-san, tolong anak laki-laki itu," pinta Hinata kepada pelayannya sambil menunjuk ke arah laki-laki bermata biru safir yang sudah lelah. Ketiga anak lelaki yang lebih tua darinya tadi telah pergi meninggalkan mereka berdua.
Ko segera melihat orang yang diminta Hinata untuk ditolong. Ko seperti mengenal ciri-ciri anak itu.
Bocah Kyuubi?Apa maunya dia ke sini? Tanya Ko dalam hati.
"Maaf Hinata-sama. Tujuanku ke sini adalah mencarimu, bukan menolong anak itu," balas Ko pada Hinata. Mengapa Ko tidak mau menolong Naruto? Karena beberapa tahun yang lalu, ia masih ingat pesan Hiashi kepadanya.
Jangan pernah dekatkan anakku untuk bergaul dengan Bocah Kyuubi itu!
Itulah pesan yang disampaikan Hiashi kepadanya. Ko segera menggendong Hinata di punggungnya, membiarkan pertarungan itu tetap terjadi.
"Ta...tapi Ko, dia..." Hinata memandang sekilas anak laki-laki itu dengan iba.
"Maaf Hinata-sama," setelah ucapan terakhir itu, Ko segera berlari meninggalakan keempat anak laki-laki itu.
.
.
.
Pagi yang cerah di Konohagakure. Para penduduk mengawali hari mereka. Begitupula dengan calon-calon ninja di masa depan. Para murid akademi ini datang dengan cepat ke akademi. Mereka sudah tak sabar untuk belajar. Apa gerangan yang membuat mereka semangat? Tentu, hari ini mereka akan berada di kelas baru. Seperti kenaikan kelas, siswa-siswi dalam satu kelas akan diacak. Sepertinya mereka sudah tak sabaran bertemu teman-teman baru.
Hinata, juga tak mau ketinggalan. Setelah ia menemui namanya di dalam daftar nama yang dipasang di tiap pintu kelas, ia segera masuk ke kelas barunya. Di dalam, ia melihat banyak murid-murid yang berkenalan, mengoceh, dan diam. Hinata memilih untuk diam dan segera duduk, karena pada dasarnya sifat gadis ini pemalu dan pendiam.
Bel pelajaranpun dimulai. Para siswa segera duduk di bangkunya dan menunggu sensei yang akan mengajar mereka. Pintupun terbuka. Tampak seorang laki-laki berbadan tegap dengan bekas luka yang melintang di hidungnya. Guru inipun memperkenalkan dirinya lagi, meskipun seluruh anak-anak akademi sudah tahu nama pria itu. Pria yang mengikat rambutnyapun mengucapkan selamat dan mengatakan kalimat pengantar kepada mereka yang sudah naik tingkat. Setelah itu, Iruka-nama pria ini- mulai mengabsen murid satu per satu.
"Nara Shikamaru!"
"Hadir sensei," jawab anak itu sambil menguap lebar. Kemudian melanjutkan tidurnya.
"Uchiha Sasuke!"
"Hn," anak itu menjawab dengan singkat dengan aura gelap di sekelilingnya. Yang anehnya, satu kata itu membuat beberapa murid perempuan di sana menjerit dan histeris.
"Uzumaki Naruto!"
"..."
"Apa ada disini yang bernama Uzumaki Naruto?" tanya Iruka kepada murid-murid. Namun tak ada yang menjawab sampai...
"Akhirnya sampai juga!" teriak seorang anak laki-laki yang baru saja menggeser pintu dengan kuat. Anak itu segera berjalan tanpa merasa bersalah dan...mengupil ._.
"Nak, apa kau tida..." tanya Iruka yang terputus oleh Naruto
"Perkenalkan! Aku, Uzumaki Naruto. Aku akan menjadi hokage! Hokage yang lebih kuat dari hokage sebelumnya! Jika kalian ingin meminta bantuanku, temui saja aku di Ichiraku Ramen. Karena ramen adalah sesuatu yang saaaangggaaat enak dan ichiraku adalah tempatnya!" teriak bocah itu tanpa mengetahui seseorang di belakangnya sudah menggeram kesal.
"Jadi, kau Naruto? Apa kau tidak tahu jam berapa masuk akademi?" tanya Iruka.
"Ya, aku tahu. Jam delapan," kata anak itu santai sambil membuang upilnya sembarangan.
"Lalu, kenapa kau datang jam 08.15?" tanya guru itu dengan kesal.
"Yahh, aku...kesiangan. Hehe," jawab anak itu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sengaja.
Ya, bocah berambut pirang ini sengaja bangun kesiangan agar ia bisa terlambat. Alasannya simpel. Ia ingin diperhatikan orang lain. Dengan dihukum, orang-orang akan melihatnya dan menjadi pusat perhatian. Walaupun ia harus menanggung malu.
"Baiklah, sebenarnya aku tak ingin menghukummu. Tapi, mengingat untuk menjadi shinobi, kau melanggar aturan kedisiplinan shinobi. Karena itu, silahkan keluar sampai jam istirahat!" teriak Iruka. Alasannya yang tidak ingin menghukum anak itu, adalah karena ia mengetahui latar belakang Naruto dari cerita Sandaime Hokage. Tentu saja ia tak ingin membuatnya menderita. Namun ia memilih tetap menghukumnya agar Naruto bisa berubah menjadi lebih baik.
"Haahh...Sensei payah!" kata Naruto sebelum pergi meninggalkan kelas itu.
"Huuuuu!" seluruh muridpun berteriak mengejek Naruto. Dan dibalas dengan ekspresi "wekk!" sambil menjulurkan lidah.
Tanpa disadari oleh orang lain, Hinata menatap Naruto intens dari kejauhan. Bukan karena masalah terlambatnya. Melainkan karena wajah anak itu, sama dengan wajah anak yang menolongnya kemarin-kemarin. Apalagi tangan sebelah kiri Naruto diperban, sama dengan tangan anak yang menolongnya kemarin. Dimana tangan sebelah kiri anak itu disayat.
Pelajaranpun dilanjutkan oleh Iruka. Dan semua murid dengan seksama memperhatikan sensei di depannya.
.
.
.
Bel istirahatpun berbunyi. Seluruh murid segera berhamburan keluar dan bermain. Tak terkecuali dengan Hinata. Ia berusaha mencari Naruto untuk berterima kasih. Setelah berusaha mencari, akhirnya ia menemukan anak itu. Naruto sedang bersandar pada sebuah pohon di lapangan sambil menatap langit. Hinata segera menghampiri anak itu.
"Emm... Na...Naruto-kun," panggil gadis lavender itu pelan.
Naruto segera mengalihkan pandangannya kepada gadis di depannya. "Eh, rupanya kamu. Kamu yang kemarin itu kan?" tanyanya. Gadis Hyuuga itu segera duduk di samping Naruto.
"Etto...Aku mau berterima kasih. Terima kasih atas pertolongnya," kata gadis itu. "Ma...maaf sudah me..repotkanmu," Gadis itu menundukkan kepalanya. Ia merasa bersalah kepada laki-laki di depannya.
"Hehe, gak apa-apa kok. Lagipula aku tak suka kalau ada orang lain yang seenaknya menganggu seseorang," jawab Naruto dengan senyum manisnya. "Hei, kamu belum berkenalan. Namamu siapa?"
Hinatapun menjawab dengan malu-malu. "A...aku Hyuuga Hi...Hinata. Sa...salam kenal,"
Laki-laki itupun ber'oh' ria. Suasana kembali hening, sampai Naruto mengangkat pembicaraan lagi. "Hei, Hinata. Kamu tidak main bersama temanmu?" tanya Naruto.
"Etto, aku malu untuk ber...berkenalan," gadis itu menundukkan kembali wajahnya. 'Gadis ini memang pemalu'. Itulah yang dipikirkan uzumaki kecil ini. Tetu saja, berbicara dengan teman sebaya saja sampai menunduk serendah itu.
"Naruto-kun sendiri, ti..tidak main?" tanya gadis itu balik. Setelah ditanya seperti itu, giliran Naruto yang kembali menunduk dalam. Apa ia harus menceritakannya? Ia takut, kehilangan teman barunya.
"Hei, Lihat! Si Hyuuga itu bermain dengan bocah brengsek itu!" teriak seseorang pada temannya. Beberapa temannya memandang sebentar ke arah Naruto dan Hinata berada.
"Apa? Kupikir bocah aneh itu tak akan mempunyai teman,"
"Hyuuga itu hanya kasihan padanya. HAHAHA!"
Setelah itu, beberapa anak tadi segera pergi meninggalakan mereka berdua dengan tawa meremehkan.
"Itulah alasannya, aku...tak memiliki teman,"
Setelah itu, laki-laki beriris biru safir ini menunduk diam. Hinata yang melihat hal ini merasa tidak enak karena sudah menyinggung perasaan Naruto. Ia ingin memperbaiki suasana lagi seperti sedia kala.
"Ma..maaf. A..aku tak bermaksud begitu. A...aku hanya..."
"Tidak apa-apa," jawab Naruto singkat yang makin membuat Hinata semakin tidak enak.
"A..aku ingin menjadi te..temanmu!" ucap Hinata dengan lantang yang membuat Naruto bangkit dari menunduknya. Apa? Tidak mungkin ada anak perempuan yang mau berteman dengannya. Selama ini, Naruto hanya memiliki satu teman, yaitu Sasuke. Itupun Sasuke bersikap dingin dan cuek terhadapnya.
"Apa maksudmu? Kamu tidak bercanda kan?" tanya Naruto memastikan. Dalam hati, Naruto merasa sangat senang karena ada seseorang yang mau menjadi temannya. Dan di sisi lain, ia merasa tak ingin membuat susah dan mempersulit Hinata karena berteman dengannya.
"Tentu saja," ucap Hinata dengan pasti sambil menganggukkan kepala. Naruto tersenyum mendengar itu.
"Arigatou,"
.
Ini bukanlah akhir cerita yang indah
Tetapi, awal cerita tentang kehidupan
Yang tak diketahui,
Akan berakhir indah atau menyedihkan,
.
.
TO BE CONTINUE
Bacotan Author
Oalah, fic macam apa ini? Mungkin masih gaje karena baru prolog. Ken juga gak tau, dilanjutin atau enggak. Soalnya Ken sibuk di dunia permuridan-_-. Mohon review dan keluarin uneg-unegnya ^^ Masalah canonnya, Gomen lagi karena Ken gak terlalu ngikutin animenya yang awal-awal.(waktu itu belum NaVers Sejathe :P) Masalah genrenya, Ken gak taujuga. Oh ya, beda hurt/comfort ama angst apa?
Ken ngambil latar canon yang alternative reality. Jadi ceritanya nanti, Naru ama Hina bakal berada dalam kegelapan. Muahahaha -_- (Ken suka kalau tentang kegelapannya :v)Gimana gimananya, tunggu aja...
Oh ya, buat fict Ken sebelumnya (Flying Get) Ken minta maaf sama readers. Padahal di kompi udah Ken cek, tapi pas mindahin ke tab(cause Ken ol di tab) kalimatnya pada hilang entah kemana. Pencuri sial! *mojokditepikasur
Oke, kayaknya segitu aja bacotan Ken ama fict ini. Arigatou and Jaa Ne! *sfx:Poff!
