Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

Warn: BL. Shounen,Typo ,Masih Author baru

SasuNaru,ShikaNaru

Dont Like, Dont Read^^

.

This Is

I FOR YOU

Sebuah Audi A6 putih mengilap berbelok anggun ke pelataran parkir Konoha High School dan berhenti tepat di samping pohon besar yang dapat memayungi sang super car dari terik matahari pagi konoha. Seorang anak laki-laki berusia 17 tahun berbadan tegap dan berwajah tampan dengan rambut nanas keluar dari pintu pengemudi. Ia bergegas membukakan pintu untuk anak laki-laki yang berwajah manis cenderung cantik bermata shapphire yang tadi duduk di sampingnya.

Nara Shikamaru, laki-laki itu, baru menekan kunci remote mobil ketika Uzumaki Naruto melambaikan tangan.

"Tunggu, sweaterku."

Shikamaru mengangguk, kembali menekan kunci supaya Naruto bisa mengambil sweater dari punggung jok.

"Sudah?" tanyanya. Naruto mengangguk sembari mengenakan sweater kashmir hangat berwarna biru lembut. Shikamaru mengunci mobil, lalu mulai melangkah masuk ke halaman sekolah, yang diikuti oleh Naruto.

Beberapa anak yang berjalan di koridor menatap mereka dengan kagum. Naruto dan Shikamaru merupakan pasangan paling fenomenal di sekolah ini. Naruto adalah anak seorang direktur perusahaan transportasi ternama yang memiliki beberapa cabang di luar negeri. Darah Amerika yang mengaliri tubuhnya membuat ia seperti boneka: matanya berwarna biru, rambutnya pirang keemasan yang menurun dari sang ayah, tubuhnya ramping, kulitnya pun tan mulus walaupun tampak sedikit pucat jika dilihat lebih teliti.

Sementara itu, Shikamaru adalah anak pemilik perusahaan komunikasi, sahabat ayah Naruto. Ayahnya yang berkebangsaan Amerika membuatnya memiliki fitur mirip dengan Naruto, hanya saja matanya hitam dengan bentuk mirip kuaci, mengikuti mata ibunya yang orang jepang asli.

Naruto dan Shikamaru sudah dinobatkan menjadi pasangan sejak masuk sekolah ini. Mereka selalu datang bersama, pulang bersama, dan selalu ada di kelas yang sama selama dua tahun termasuk tahun ini, saat mereka naik ke kelas 12. Mereka adalah pasangan yang 'terlalu indah untuk menjadi kenyataan', tetapi mereka benar-benar nyata. Hanya dengan melihat mereka, orang-orang bisa terpukau, lalu bermimpi bisa memiliki pasangan sesempurna itu juga.

"Shika, ada yang aneh di mukaku?"

Shikamaru hanya tersenyum saat mendengar pertanyaan Naruto. Seumur hidup, mereka mengenyam pendidikan dari guru-guru berkualitas yang dipanggil oleh para orangtua mereka ke rumah. Tak sekalipun mereka pernah menginjakkan kaki ke tempat bernama sekolah. Hingga 2 tahun lalu, setelah menonton film High School Musical, Naruto mendadak minta untuk masuk sekolah formal. Shikamaru— kurang lebih—sudah terbiasa dengan segala perhatian dari warga sekolah, tetapi Naruto tampaknya belum.

Kecuali kenyataan kalau mereka menjadi pusat perhatian, Shikamaru cukup menyukai sekolah ini. Selain memiliki cukup banyak prestasi, bangunan sekolah ini sangat nyaman. Alih-alih bertingkat dan megah, gedung sekolah mereka terdiri dari beberapa bangunan utama yang tertata rapi dan dikelilingi pohon-pohon menghijau. Sangat nyaman dan tentunya, aman.

Shikamaru berhenti untuk mengikat tali sepatunya yang lepas dan membiarkan Naruto berjalan duluan. Ia sedang memperhatikan langkah kecil-kecil Naruto saat melihat seorang anak laki-laki sedang berlari dengan kecepatan penuh ke arah mereka, tampak dikejar oleh temannya. Dalam waktu sepersekian detik, Shikamaru bergerak pindah ke samping Naruto, membiarkan dirinya sendiri tertabrak anak laki-laki tadi.

"Eh gomen!" seru anak itu sekenanya, lalu segera menghilang ke koridor lain."Naru.. Kau baik-baik saja?" tanya Shikamaru kepada Naruto yang segera mengangguk. Sementara itu, semua anak perempuan yang menyaksikan adegan tadi memekik tertahan, terpesona pada perlakuan manis Shikamaru dan kenyataan bahwa ia melakukannya dengan sangat natural hingga nyaris terasa wajar. Shikamaru sendiri menganggapnya refleks: kakinya sudah bergerak, bahkan sebelum otaknya memerintahkan.

Melindungi Uzumaki Naruto... Harus..

Tak berapa lama, Naruto dan Shikamaru sampai di kelas baru mereka karena ini hari petama mereka masuk sebagai murid kelas 12. Shikamaru membuka pintu kelas dan membiarkan Naruto masuk terlebih dahulu. Tindakannya itu kembali membuat semua anak perempuan menahan pekikan. Menyadarinya, Shikamaru tetap menahan pintu. Anak-anak perempuan itu pun segera masuk sambil bersemu-semu, beberapa murid kelas lain malah terhipnotis ikut masuk.

Naruto tak melihat itu semua dan mulai memandang sekeliling. Hampir semua teman sekelasnya sudah datang dan duduk di bangku masing-masing. Sambil menghela napas, Naruto menatap sehelai kertas di tangannya. Kertas pembagian tempat duduk.

Sebenarnya, Naruto tak menyukai ide pembagian tempat duduk oleh sekolah ini. Ia ingin bisa bebas memilih tempat duduknya sendiri. Ia ingin duduk di samping jendela, supaya bisa menatap awan saat pelajaran Matematika membuatnya pusing atau Sejarah, membuatnya mengantuk. Namun, ketentuan sekolah harus membuyarkan rencana indahnya.

Suasana kelas yang tadinya riuh rendah khas situasi awal masuk sekolah, segera senyap saat Naruto melangkah lebih jauh ke dalam kelas. Semua orang sibuk berbisik, menentukan apakah sekelas dengan Naruto merupakan anugerah atau malah bencana. Anugerah karena ia begitu manis dan memiliki pangeran yang super tampan bernama Shikamaru, atau bencana karena ia begitu sombong hingga tak pernah repot-repot untuk bicara selain kepada pangerannya itu.

Langkah Naruto terhenti di samping sebuah bangku yang terletak persis di tengah kelas. Bangku di tengah-tengah berarti pusat dari kelas tersebut. Naruto tak pernah suka jadi pusat perhatian.

Naruto melirik Shikamaru yang sudah berjalan tenang ke bangku yang terletak di samping jendela. Naruto segera menatapnya penuh rasa iri sementara Shikamaru hanya tersenyum jahil kearahnya. Walaupun sama-sama tak mengerti mengapa tahun ini bangku mereka tak berdekatan, masalah penentuan bangku adalah peraturan sekolah yang tidak bisa diganggu gugat.

Sambil mendesah, Naruto meletakkan tas di bangku bermaksud duduk. Namun, ia mendadak mengurungkan niatnya saat melihat seorang anak laki-laki yang duduk di bangku belakangnya. Anak itu sedang asyik membaca buku. Bel penanda tahun ajaran baru bahkan belum berbunyi. Selama beberapa saat, Naruto termangu menatap pemandangan tak biasa itu. Si anak laki-laki akhirnya menyadari kehadiran Naruto. Ia mendongak, lalu menatap Naruto seolah bertanya 'apa yang sedang kau lihat'.

Naruto mengerjap saat pandangannya bertemu dengan anak itu. Walaupun sekolah ini tidak terbilang elite, Naruto tak pernah melihat anak sesederhana itu. Atau mungkin tidak pernah memberi perhatian lebih pada siapa pun, terutama dengan penampilan seperti anak laki-laki itu.

Pandangan Naruto lantas beralih pada ransel yang terbuka dan terisi buku-buku tebal lainnya. Ujung-ujung ransel itu sobek mungkin karena terlalu sering Naruto terbang pada kenangan yang tak ingin diingatnya. Naruto bahkan bergeming saat bel tanda masuk sekolah berdering nyaring.

"Selamat pagi, Anak-anak!"

Suara Orochimaru Sensei, guru Biologi, menggema di kelas. Alih-alih duduk, Naruto bersikeras menatap anak laki-laki berkulit pucat tadi.

Oro Sensei mengernyit saat melihat pemandangan itu. "Uzumaki Naruto? Kenapa tidak duduk?"

Tanpa menoleh, Naruto berkata, "Sensei, saya mau tukeran bangku."

"Lho, kenapa?" Oro Sensei bertanya lagi, lalu melirik anak laki-laki yang sedang ditatap Naruto. "Memangnya ada apa dengan Sasuke?"

Naruto menoleh kepada Oro Sensei, lalu kembali menatap anak yang ternyata bernama Sasuke itu. "Saya tidak mau duduk dekat orang miskin sensei" Ucap Naruto dengan ekspresi datar

Semua orang yang mendengar kata-kata Naruto sekarang menganga, kecuali subjek yang bersangkutan. Sasuke sekarang menatap Naruto setajam yang ia bisa, tetapi sang tersangka tampak tidak menyadari kesalahan dari perkataannya sendiri.

"Naruto.. Kenapa kau berkata seperti itu?" Oro Sensei berusaha mencairkan suasana saat semua anak mulai berkasak-kusuk hebat. "Sasuke ini kan, teman kamu, Naruto."

"Teman?" Naruto menelengkan kepala. "Tapi, saya Tidak punya teman, apalagi seperti dia Sensei."

Oro Sensei terpaku mendengar jawaban Naruto. Ia menoleh menatap Sasuke yang tampak kesal dan dari tadi belum bereaksi sama sekali. "Sasuke ini penerima beasiswa, Naruto..."

"Oh. Jadi, Kamu pintar?" Naruto kembali menatap Sasuke dengan kedua mata bulatnya. "Jadi kamu bermafaat juga untuk sekolah ini nee Sasuke?"

"Mungkin"

Suara Sasuke yang berat dan sedingin es membuat semua orang bergidik ngeri. Naruto bahkan terdiam selama beberapa detik."Orang miskin tidak pantas untuk sombong"Ucap Naruto pelan tanpa mengurangi nada sinisya.

Sasuke merasakan dahinya berkedut. Ia memang sudah lama mendengar tentang Uzumaki Naruto dan segala sifat-sifatnya. Namun, baru kali ini ia berkonfrontasi langsung. Sekarang, ia jadi percaya pada semua kabar burung itu.

"Sudah, sudah." Oro Sensei kembali mencoba menengahi. "Mau kaya mau miskin, semua sama saja. Semua sekolah disini untuk satu tujuan, mencapai cita-cita kalian. Sekarang, ayo semua duduk. Kita mulai pelajarannya."

Naruto menatap Sasuke selama beberapa saat sebelum akhirnya duduk, lalu melempar pandangan kepada Shikamaru yang hanya mengedikkan bahu. Selama tujuh belas tahun hidupnya, hanya satu kenyataan yang Naruto ketahui soal orang miskin.

Mereka tak berguna

.

.

.

Mansion Besar Uzumaki

"Oh, Nara Shikamaru. Sudah sarapan?"

Shikamaru mengangkat kepala dan mendapati Naruto Namikaze, ayah Naruto, sedang menuruni tangga. Pria berusia pertengahan empat puluh itu tampak gagah seperti biasanya. Kepandaian dan keuletan membuatnya tampak sepuluh tahun lebih tua, tetapi Shikamaru sangat mengidolakannya.

"Belum" Shikamaru menyunggingkan senyum malu-malu. Kedua orangtuanya sedang melakukan perjalanan bisnis ke Kanada, dan ia tak suka sarapan sendirian.

Minato balas tersenyum, kerutan dalam menghiasi pinggir bibirnya. "Ayo, sarapan sama-sama."

"Benar.. Ayo sarapan bersama Shikamaru..." Ajak Kushina yang baru datang dengan membawa senampan roti panggang

Shikamaru mengangguk, lalu mengambil tempat duduk di samping Minato. Shikamaru selalu suka sarapan bersama keluarga Namikaze karena keluarganya sendiri jarang berkumpul. Sedari kecil, Shikamaru memang biasa dititipkan di sini. Minato sudah seperti ayahnya sendiri.

"Bagaimana tahun ajaran baru?" Minato memulai pembicaraan sementara Kushina dibantu dengan para pelayan menyiapkan sandwich untuk sarapan mereka. "Tidak terjadi apa-apa dengan Naruto di kelas baru?" Tanya Minato tegas

"Tidak ada apa-apa,Jii-san. Semua aman terkendali." Shikamaru menggeser gelas dan para maid dengan tangkas mengisi gelas itu dengan susu murni. Shikamaru teringat sesuatu. "Tapi...,"

Minato menghentikan suapan sandwich-nya sejenak. "Tapi?"

"Ah,Tidak Jii-san. Di kelas kami ada satu anak namanya Sasuke. Dia... dari keluarga yang kurang mampu."

"Minato mengangguk-angguk mendengar laporan Shikamaru. Shikamaru sudah sangat terbiasa melaporkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Naruto. Bahkan, hal itu seperti sudah menjadi kewajiban bagi Shikamaru selama tujuh belas tahun hidupnya.

"Oh ya? Kalian sekelas?" Minato tampak berpikir, sandwich-nya dikembalikan ke atas piring. Ia ingat sekolah itu memang memiliki beberapa anak kurang mampu. "Tsunade tidak bilang apa-apa."

Tsunade adalah kepala sekolah Konoha High School sekaligus teman baik Minato. Saat Naruto merengek ingin masuk sekolah formal, Minato setengah mati menolak, tetapi akhirnya ia menyanggupi dengan syarat mereka harus masuk Konoha High School. Selain ia bisa menitipkan Naruto, sekolah itu pun dekat dari rumah.

"Ohayou"

Suara Naruto menyadarkan Minato,Kushina dan Shikamaru. Anak tunggal kesayangan Minato dan Kushina itu menghampiri mereka dengan wajah cerah, tasnya dipegang oleh salah satu maid yang berjalan dibelakangnya.

Naruto mencium pipi kanan Minato,kemudian dilanjutkan dengan memeluk sang kaa-san, lalu segera duduk di depan Shikamaru. "Ohayou,Shika."

"Ohayou Mo," balas Shikamaru, senang melihat Naruto memulai hari dengan ceria.

"Sedang membicarakan apa?" tanya Naruto. Seorang pelayan berpakaian maid menyendok bubur bayi rasa kacang hijau—sarapan favorit Naruto—ke mangkuknya. Karena tak langsung menjawab, Naruto memicing Kedua orangtuanyanya serta Shikamaru. "Sedang membicarakan aku kan?"

Kushina tersenyum. "Tentu saja. Anak semanis ini, sayang jika tidak dibicarakan.. Benarkan Anata..?" Goda Kushina yang ditanggapi dengan anggukan oleh Minato

Bibir Naruto mengerucut sementara Shikamaru hanya terkekeh mendengar gurauan Kushina.

"Aku tampan Kaa-san... Bukan Manis..."Setelah menyuarakan protesnya Naruto kemudian menyendok buburnya dengan semangat.

"Shika, hari ini ada olahraga, ya?" tanya Naruto, membuat Shikamaru mengangguk. "Hm... berarti harus bawa iPad ke kelas. Sudah tidak ada senior jadi tidak ada yang akan memarahi Naru lagi"

Sudut bibir Naruto terangkat, teringat kejadian beberapa bulan lalu saat seniornya menyita iPad yang ia mainkan di jam olahraga. Sekarang, setelah para seniornya lulus, Naruto tak perlu khawatir lagi.

Shikamaru sendiri tersenyum dengan alasan berbeda. Ia tahu kalau senior mereka itu menyita iPad Naruto supaya bisa berkenalan dengannya, bukan karena benda itu dilarang di sekolah. Namun, senior itu harus gigit jari saat Naruto tak memintanya balik, malah membeli yang baru. Senior itu pun mengembalikan iPad-nya melalui Shikamaru, yang sekarang tersimpan manis di laci meja belajarnya.

"Kalau ada apa-apa di sekolah, beri tahu Tousan serta Kaasan mu ya, Sayang," kata Minato sambil memperhatikan putra kesayangannya sibuk menyuap bubur ke mulut.

Naruto mengangguk. "Tousan tidak perlu khawatir. Lagipula, walaupun Naruto tidak bilang, Shikamaru pasti laporan, kan?"

Shikamaru meringis menaggapi kata-kata Naruto, lalu ikut menggigit sandwich-nya.

.

.

.

.

Saat ini, semua anak XII - A sudah berada di luar kelas untuk mengikuti pelajaran olahraga. Semuanya sedang asyik mengobrol di tengah lapangan basket sambil menunggu guy Sensei, kecuali Naruto dan Shikamaru. Mereka duduk di bangku taman pinggir lapangan, asyik menatap layar iPad yang Naruto pegang. Bahkan, Naruto tak tampak repot-repot mengenakan seragam olahraga seperti yang dipakai teman-temannya.

Sasuke yang sedang melemaskan otot kaki tanpa sengaja melihat pemandangan itu dan menggeleng tak habis pikir. Orang kaya seperti mereka benar-benar angkuh dan menyebalkan. Ingatan tentang kejadian kemarin segera membuat Sasuke sakit kepala. Seumur hidupnya, baru kali itu ia merasa sangat terhina.

"Si Namikaze mulai dari kelas sepuluh tidak pernah sekalipun ikut olahraga," Bisik salah satu teman sekelasnya yang masih dapat didengarnya

Walaupun tak berniat mendengarkan, Sasuke bisa mendengar suara Ino, teman sekelasnya, yang rupanya sedang dalam mode menggosip dengan Shion.

"Seperti seorang Hime saja?" lanjut Ino dengan nada penuh rasa iri.

"Tapi... dia memang seorang 'hime', kan?" Shion menimpali, membuat Ino mendeliknya. Shion segera mengedik. "Namanya aja Uzumaki Namikaze Naruto. Jika tingkahnya tidak seperti itu baru dipertanyakan"

"Benar, sih." Ino kembali menatap Naruto. "Nasibnya beruntung sekali yaa. Lahir di keluarga kaya, Manis bahkan bisa dikategorikan cantik, punya 'pangeran' setampan itu..."

"Oleh karena itu,jika saja yang berada diposisi itu adalah aku, aku pasti juga akan sombong." Shion menyudahi obrolan itu dengan kesimpulan yang menurut Sasuke mengada-ada.

Gay Sensei, guru olahraga mereka, sudah berjalan menuju lapangan basket. Tubuhnya yang dibalut baju olahraga yang berwarna serba hijau itu membuatnya sangat kentara di antara para murid. Shikamaru segera bergabung dengan anak-anak lain di tengah lapangan.

"Baik anak-anak." Guy Sensei membuka mulut begitu sampai di depan anak-anak muridnya. "Baris yang rapi."

Anak-anak segera melakukan perintah Guy Sensei, termasuk Shikamaru yang berada di barisan paling belakang. Laki-laki pertengahan tiga puluh itu bisa jadi sangat galak kalau mood-nya tidak baik. Shikamaru ingat Guy Sensei pernah menyuruh para senior mereka lari keliling lapangan tiga puluh kali setelah cintanya ditolak oleh Miss Anko guru bahasa Inggris mereka yang seksi.

"Hari ini, kita akan melakukan lari maraton. Tapi, sebelumnya, ayo pemanasan dulu, berpasangan."

Perkataan Guy Sensei segera membuat anak-anak sibuk mencari pasangan. Shikamaru sendiri tidak punya ide harus berpasangan dengan siapa—pasangan potensialnya tidak ikut olahraga—jadi ia menoleh ke kiri dan mendapati Sasuke sedang menatap ke sekeliling. Detik berikutnya, pandangan mereka bertemu. Entah mengapa Shikamaru merasakan aura yang tidak biasa dari anak laki-laki itu.

"Shikamaru! Pasangan sama aku, ya!"

Suara Ino menyadarkan Shikamaru. Anak perempuan itu sekarang sudah berada di antaranya dan Sasuke, menatapnya penuh harap. Di belakang Ino, beberapa anak perempuan lain berbaris, seperti mengantri kalau-kalau Shikamaru menolaknya. Beberapa terang-terangan menyikut Sasuke hingga anak laki-laki itu harus menyingkir dengan wajah masam.

"Aku..." Shikamaru melirik Sasuke yang sedang menatap antrean dengan pandangan tak habis pikir. "Sudah sama Sasuke."

Anak-anak perempuan itu serentak menoleh kepada Sasuke yang bengong. Tanpa sepengetahuan Shikamaru, mereka kompak memberikan semacam kode melalui ekspresi wajah kepada Sasuke, seolah menyuruhnya untuk menolak Shikamaru. Sasuke sendiri hanya mengangkat bahu.

"Ayo! Semua pemanasan!" seru Guy Sensei, membuat anak-anak perempuan itu segera membubarkan diri dan pasrah berpegangan dengan temannya masing-masing.

Sasuke menatap Shikamaru tak suka, tetapi tak berkomentar apa-apa dan mulai menggelar matras yang dibagikan oleh Shino,sang ketua kelas. Dalam diam, Sasuke dan Shikamaru mulai meregangkan otot masing-masing.

"Siapa yang terlebih dahulu?" tanya Sasuke setelah beres dengan otot tangan dan kaki. Ia menunjuk matras.

"Kau saja" Shikamaru mempersilakan Sasuke untuk duluan meregangkan punggung.

Tanpa basa-basi, Sasuke segera duduk dan meluruskan kaki. Ia membungkuk ke depan, dan Shikamaru membantu menekan punggungnya. Setelah selesai, Sasuke giliran yang membantu Shikamaru. Pemanasan seperti ini adalah hal wajib di Konoha High School setiap hendak melakukan olahraga macam apa pun, termasuk sekadar melakukan senam santai

Usai melakukan pemanasan, Shikamaru dan Sasuke duduk di atas matras, menunggu teman-temannya yang lain. Shikamaru melirik Sasuke yang seperti ingin semua cepat berlalu. Olahraga pasti bukan pelajaran favoritnya.

"Soal kemaren...," Shikamaru akhirnya membuka mulut, membuat Sasuke menoleh, "maafkan Naruto. Dia tidak bermaksud jahat."

Sasuke memicingkan mata kepada Shikamaru, lalu melirik Naruto yang masih terpaku pada iPad-nya di kejauhan. Sasuke kembali menatap Shikamaru. "Kenapa kau yang minta maaf?"

"Itu..." Shikamaru mendadak bingung. "Karena dia Tidak akan minta maaf. Dia Tidak tahu di mana letak kesalahannya."

Sasuke mendengus. "Terus, apa gunanya kau minta maaf ?"

Perkataan Sasuke membuat Shikamaru terkesiap. Anak laki-laki itu benar. Walaupun Shikamaru minta maaf atas nama Naruto, tetap saja Naruto tidak menyesal.

Akhirnya, Shikamaru mengedikkan bahu. "Aku juga Tidak tahu, tapi Aku harap kata-kata dia kemarin Tidak kau masukan ke hati. Dia orangnya cuma... terus terang."Sasuke mengangguk-angguk skeptis. "Oke, kalo begitu sampaikan rasa terima kasih Aku karena dia sudah berbaik hati berterus terang mengingatkan kalau aku orang miskin."

Sasuke bangkit saat Guy Sensei berseru untuk menyuruh para siswa kembali berbaris. Shikamaru menatap punggung Sasuke, lalu menghela napas.

Tidak semua permintaan maaf harus diterima bukan.

Tara Note

Fanfic permintaan maaf atas keterlambatan update... Tara kena WB, dan ide untuk dua fanfic itu lagi gak jalan.. Gomen..ne

Fanfic ini Remake kok... Jadi kalau responsenya bagus Tara akan update chap 2 nya sesegera mungkin...^^