Warning: Modifikasi Canon, Drabble, OOC [maybe], 2nd POV, typo(s), weird, abal, LokiLucy, Don't Like Don't Read.

First fic in Fairy Tail Fandom. Sorry for the abalness :)


'Semudah itukah kata 'tidak' terlontar?'

Menyangkal

Menyangkal © Mika™

Fairy Tail © Hiro Mashima

"Tidak."

"Bohong! Kau menyukainya, bukan?"

"Ti-Tidak, Happy!"

Berapa kali harus kau menyangkalnya, Lucy Heartfilia? Dua kali tidak—kata yang telah kau ucapkan mentah-mentah. Tidakkah berat mengatakan lima huruf itu? Kupikir kamu pasti berpikir seratus kali terlebih dahulu untuk mengatakannya.

Namun, apakah nuranimu menjawab hal yang sama?

Tidak. Kamu tidak mengikuti kata yang telah dipersiapkan hatimu.

Kamu menyangkalnya.


"Tidak!"

"Benarkah? Kalian terlihat begitu dekat."

"Ti-Tidak! Kau salah paham, Mira!"

Lagi. Kamu mengatakannya dengan tegas. Seolah tanpa beban. Kamu menyangkal fakta dalam kata hatimu. Mengapa?

Apa kamu harus terus berbohong terhadap perasaanmu? Mengapa? Atau mungkin... kamu tidak menyadari perasaanmu?

Seharusnya, kamu peka terhadap perasaanmu, Lucy.


"Tidak!"

"Ne? Apa itu benar, Lucy?"

"Y-Ya! A-Aku memang tidak menyukainya, kok!"

Kamu bertindak seolah mengatakan fakta. Kamu memodifikasi pita suaramu untuk berteriak lantang.

Sekali lagi. Sekali lagi kamu berani mengatakan kebohongan.

Tidakkah kau rasakan sebuah perasaan asing yang menggeluti hatimu?

Gengsi. Apakah itu faktor yang membuatmu malu tuk mengakuinya?

Atau mungkin... takut? Mungkinkah kamu takut akan kenyataan? Kenyataan yang berbicara—bahwa kamu adalah seorang manusia, sedangkan dia—Loki—hanyalah seorang roh selestial?

Ketika kamu menyadari itu, kamu tertegun. Ketika kamu mendapati dirimu mengatakan dusta, kamu takut untuk menatap sorot tajam teman-temanmu yang terdiam di sana—menanti kepastian darimu.

Termasuk Loki—salah satu di antara mereka.

Kamu semakin gugup. Semakin takut menghadapi apa yang ada di depanmu. Semakin terhantui kebimbangan—apalagi ketika kamu memandang siratan kekecewaan pada wajahnya.

Kamu ingin berteriak, bukan?

Kemudian kamu lari, kabur dari segala perbuatanmu. Meninggalkan segala uratan cemas dan khawatir dari teman-temanmu, apalagi dia—roh Leomu.

Kamu terduduk sendiri dalam hamparan rerumputan segar. Menghabisi tangis di sana. Kamu berlinang air mata, menjadi pusat kekhawatiran segala mahluk yang ada di sana.

"Seharusnya tak kusangkal...,"

Benar. Kamu terlambat menyadarinya. Sesal itu datang.

"Seharusnya kukatakan segala kebenaran dalam hati nuraniku...,"

Ya. Hatimu terdesak untuk mengatakannya. Namun seringkali kau sangkal perasaan itu.

"... Bagaimana—ini?"

Tetesan itu kian mengalir. Memperburuk penampilanmu. Kamu tak dapat menghentikannya—entah kenapa. Kristal-kristal itu tak berhenti.

"Apa masih ada kesempatan? Apa mungkin ia tak menyukaiku lagi? Apa aku terlambat?"

Kemudian kamu utarakan spekulasi harapanmu. Berharap agar dapat jawaban pasti. Berharap agar kesempatan datang untuk kedua kalinya.

Mungkinkah?

"Selalu ada. Aku tidak pernah tidak memberimu kesempatan, Lucy,"

Dekapan itu menghentikan waktu. Tangisnya membeku. Khalayak sihir dalam sebuah pelukan instan.

Terjawab sudah. Ia selalu ada untukmu, Lucy.

"Karena aku senantiasa mencintaimu."

Dengan senyum syukur, kamu membalas. "Terima kasih, Loki. Aku mencintaimu."

.

End

.

Total Words: 400 words in Ms. Word. -pas-


.

Akhirnya fic singkat ini selesai :D Ini fic pertama saia di Fairy Tail. Ini juga fic drabble pertama saia.

Saia mengetik ini dengan kepala sangat pusing, pilek dan batuk. Jadi, maaf saja kalo ficnya rada cacat. Kondisi saia aja udah cacat =w=

So, review, please? :3