Ya halo, lagi-lagi saya menebarkan 'sampah' di fandom ini, jangan pada marah ya :v
Yah, ini adalah cerita ke... entah keberapa. Yang pasti ini harusnya requestan seseorang yang ripiunya ga bisa di balas. Ya, dia sih requestnya AkaKuro, tapi saya ga tau yang dia maksud itu AkashixFem!Kuroko, ato tanpa genderbend ._. Yah saya hanya bisa berharap beliau segera melihat fanfic ini dan segera meripiu. Amin.


Title :

星空のミステイ[Hoshizora no misuteiku]

(Kesalahan Bintang)

Disclaimer :

Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki

Story :
©Rall Freecss

Cast :

Fem!Kuroko, GoM, etc

Pair :

AkaKuro,

Warning :

GaJe, Typo Everywhere, Fem!Kuroko,OOC, etc :v


Akashi memandang malas gadis yang berdiri di depannya. Gadis itu membalas tatapan Akashi dengan wajah super datar, tanpa ekspresi sedikitpun.

Akashi menghela nafas, berat dan panjang.

"Kau, kenapa tidak bisa sekali saja mendengarkan perintah ku." Akashi memijat pelipisnya,

"Aku hanya melakukan hal yang aku mau, Akashi-kun." Akashi kembali menghela nafas,

" Tapi tindakan mu itu menyusahkanku, tidakkah kau mengerti!?" Gadis itu menggeleng, ia terus menatap wajah marah Akashi dengan tatapan datarnya.

"Kau..!" Akashi lagi-lagi menghela nafas, ia harus menahan emosinya. Ia tak boleh berteriak pada gadis yang ada di depannya. Atau begitulah pesan yang ditinggalkan oleh sang Ayah.

"Bukankah sudah ku bilang, kau harus duduk manis di bench selama aku latihan. Kenapa tidak bisa menurut sedikit saja huh!?"

"Tapi aku..." "Oh, cukup dengan segala alasanmu itu, nona Kuroko."

Akashi benar-benar tak memberikan kesempatan bagi gadis itu untuk membela diri.

"Tapi aku bosan jika hanya duduk Akashi-kun. Aku juga ingin bermain."

Iris Heterokrom itu menatap tajam wajah gadis itu, yah, wajahnya tetap datar seperti biasa,

"Arrr, tidakkah kau mengerti betapa sulitnya menjaga gadis kecil seperti mu ini." Gadis itu hanya diam, ia menghela nafas.

"Tapi Akashi-kun.." "Berapa kali harus ku bilang, Kuroko Tetsura!? Semua perintah ku itu absolut! Jadi kau harus menuruti semua perintah ku. Mengerti!?"

Akashi melayangkan aura mengintimidasi yang luar biasa pada gadis yang ia panggil Kuroko Tetsura itu. Sang lawan bicara hanya mengangguk pelan tanda mengerti.

"Baiklah, segera ambil tas mu di dalam. Kita pulang sekarang."

"Aku mengerti." Kuroko berlari kecil menuju gedung besar yang berdiri kokoh di utara. Akashi memperhatikan setiap langkah gadis itu dari tempatnya.

Tuan muda itu kembali menghela nafas, ia tak habis pikir kenapa ia harus menjaga putri tunggal dari keluarga Kuroko yang merupakan rekan bisnis Ayahnya itu.

Merepotkan saja! Pikir Akashi. Namun ia harus menurutinya karena secara tak sengaja ia melakukan kesalahan yang hampir membuat Akashi Group mengalami kebangkrutan.

Tap! Tap! Tap!

"Akashi-kun, aku sudah selesai." "Bagus, ayo pulang sekarang."

Keduanya berjalan menuju mobil hitam yang sudah menunggu di depan gerbang.


Akashi Seijuro, putra tunggal sekaligus pewaris tunggal dari Akashi Group. Perusahaan paling terkenal seantero jagad raya. Tak ada satu orangpun yang tak tau Akashi Group. Bahkan, para pedagang kaki lima yang sering dikatakan Kudetpun tau tentangnya.

Tuan muda Akashi ini mendapatkan masalah yang disebabkan oleh kelalaiannya sendiri. Dan masalah itu adalah ia diharuskan menjaga putri tunggal dari keluarga Kuroko yang mana merupakan rekan bisnis sang Ayah.

Kuroko Tetsura, gadis paling minim ekspresi yang pernah ditemui Akashi. Sekaligus, orang paling keras kepala yang pernah dikenal Akashi.

Ia adalah orang pertama yang berani membangkang perintah Akashi dengan sikap keras kepalanya yang sudah tidak ketulungan. Selain sikapnya yang keras kepala ini, hal lain yang membuat Akashi tak tahan berlama-lama bersama gadis ini adalah perbendaharaan ekspresinya yang super minim.

Akashi rasanya ingin loncat dari lantai ke-7 gedung perusahaan karena tidak tahan dengan ekspresinya yang tidak pernah berubah. Sekalipun berubah, tidak akan bertahan lama.

Seperti saat ini, sekalipun sudah dimarahi habis-habisan, gadis itu tetap konsisten dengan wajah datar andalannya. Akashi yang tak ingin merasa stress karena gadis yang kini duduk di sebelahnya itu, menyibukkan diri dengan berkas-berkas penting di tangannya.

Sesekali ia memijat pelipisnya yang terasa sedikit berdenyut.

"Akashi-kun, Akashi-kun.." Kuroko menarik lengan kemeja Akashi pelan, Akashi menoleh dengan malasnya,

"Aku ingin vanilla shake." Akashi menghela nafas, kemudian menggeleng.

"Tidak untuk hari ini, kau mengerti!?" Kuroko tampak kecewa, namun ia akhrinya mengangguk. Ia sudah puas diceramahi oleh Akashi hari ini. Ia tak ingin mendengarkan celotehan Akashi untuk yang kesekian kalinya.

Mobil hitam itu berhenti di depan sebuah rumah mewah kepunyaan keluarga utama Kuroko. Kuroko membuka pintu mobil dan melangkahkan kaki kanannya.

"Jangan lupa kerjakan semua tugas mu. Jangan tidur terlalu malam mengerti?"

Kuroko hanya mengangguk pelan, kemudian menutup pintu mobil itu. Akashi membuka kaca jendela dari mobil itu.

"Jangan lupa, semua perintahku itu..?" "Absolut. Aku selalu ingat Akashi-kun."

Akashi tersenyum puas mendengarnya. Ia menutup kembali kaca mobil itu. Dan mobil hitam kepunyaan Akashi Seijuro itupun meninggalkan kediaman Kuroko.

Kuroko berjalan santai memasuk pekaragan rumahnya. Begitu memasuki pintu masuk, ia disambut oleh para Butler dan Maid.

"Aku ingin main basket." Ujar Kuroko, "Ya, tepat setelah nona berganti pakaian."

Kuroko langsung berlari menuju kamarnya, ia benar-benar tak sabar untuk segera memegang si kulit bundar berwarna orangnye itu.

Kuroko kini sudah mengenakan celana coklat selutut dan T-shirt putih polos. Ia buru-buru berlari menuju lapangan basket di belakang rumah.

"Nona muda, sebaiknya anda makan siang terlebih dahulu." Kuroko menghentikan langkahnya, menghela nafas, dan akhirnya menuruti perkataan sang Butler. Ia tau, jika ia membangkang, maka Butlernya ini akan melaporkan hal itu pada Akashi Seijuro.

Akashi merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang empuk, ia melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya.

Hari-hari yang harus di isi dengan mengawasi gadis minim ekspresi yang keras kepala itu memang sangat melelahkan. Setidaknya, itulah yang dipikirkan oleh pemilik surai merah yang kini terbaring lemas di tempat tidurnya.

Ia benar-benar dibuat repot oleh setiap tingkah laku Kuroko yang tak teduga. Akashi sampai harus mengurangi menu latihan bagi timnya agar ia dapat mengawasi Kuroko dengan seksama. Ah, ia benar-benar lelah. Ia ingin istirahat sekarang.


Keesokan harinya, pagi hari...

Akashi melongo ketika mendapat panggilang dari rumah keluarga utama Kuroko.

"APA!? Dia sudah berangkat ke sekolah!?"

Akashi membanting ganggang telpon yang beberapa saat lalu ia genggam itu. Ia menggeram, dahinya berkerut seribu.

"TETSURAA!"

Akashi bersama sang supir langsung saja melesat menuju SMA Teiko. Begitu sampai di gerbang, Akashi langsung berlari menuju kelas 1-2 untuk menemui sumber dari segala macam stres yang ia alami.

"Kuroko Tetsura!" "Ah, Akashi-kun Ohayou.."

Akashi menggebrak meja Kuroko, membuat semua perhatian kelas tertuju pada keduanya,

"Ohayou, ndasmu! Sudah berapa kali ku bilang, jangan berangkat duluan huh!?"

Kuroko stay cool dengan wajah datar andalannya, dan wajahnya itu membuat Akashi semakin naik darah.

"Astaga, kenapa aku harus mengawasi anak menyebalkan seperti mu?" Akashi meratapi nasibnya, yah, semua ini terjadi karena kelalaiannya sendiri jugakan.

"Maa, maa, Akasicchi, jangan kaku begitu dong ssu." Kise menepuk-nepuk bahu Akashi, aura-aura hitam nan mengerikanpun mengelilingi pemilik iris heterokrom itu.

"Kau tidak perlu memarahinya setiap waktu kan?" sahut Aomine,

"Daiki, apakah itu merupakan perintah untukku?" Akashi menodong Aomine dengan gunting kesayangannya. Midorima yang muncul entah dari mana menghela nafas.

"Akashi, apakah kau tidak lelah memarahi Kuroko setiap harinya?" Akashi mengacak-acak rambutnya.

"Argh, tentu saja aku lelah. Tapi bagaimana aku tidak naik pitam jika orang yang kuhadapi seperti dia?" Akashi menunjuk Kuroko yang masih berwajah datar, seperti sebelum-sebelumnya.

Lagi-lagi Akashi di kejutkan oleh kelakukan Kuroko yang tak terduga. Kali ini, tatapannya tertuju pada lutut Kuroko yang dibalur perban.

"Tetsura, apa yang terjadi pada lutut mu?" tanya Akashi, Kuroko melihat ke arah lututnya yang terluka itu.

"Kemarin aku bermain basket, dan.." Sungguh, tidak bisakah gadis ini duduk diam untuk beberapa saat saja?

Akashi memijat pelipisnya, ia berusaha mengatur nafasnya, mencoba tetap tenang menghadapi gadis didepannya ini.

"Tetsura, semua perintah ku adalah...?" "Absolut."

"Kau tau absolut itu apa?" "Absolut itu Akashi-kun."

"Jadi..?" "Ya sudah," Arrgghh, ingin rasanya Akashi terjun bebas dari pesawat yang sedang terbang di udara sana. Bisa-bisa kena darah tinggi ia jika terus-terusan berada di dekat gadis ini.

Aomin, Kise, Midorima, dan bahkan Murasakibara yang tiba-tiba muncul secara gaib sibuk menahan tawa mendengar pembicaraan antara keduanya. Memang, itu artinya membangkak Akashi, tapi mau bagaimana lagi, percakapan mereka benar-benar konyol.

"Gomen.. pffttt, Akashi... kami pffttt!" wajah Midorima mendadak menampilkan semburat merah, ia benar-benar berusaha menahan agar tawanya tak meledak. Berbeda dengan Aomine dan Kise yang tak lagi menahannya dan membiarkan tawa mereka memenuhi kelas.

"Apa yang kalian tertawakan huh!?" Aomine dan Kise langsung bungkam.

"Akashi-kun, aku minta maaf." Kuroko menarik lengan kemeja Akashi pelan. Akashi kembali menghela nafas.

Akashi mencoba tersenyum pada Kuroko, yah, walaupun akhirnya itu bukanlah senyuman namun nyengir.

"Akashicchi! Akashicchi! Kenapa kau tidak pacaran saja sama Kuroko?" ceplos Kise, suasana langsung sunyi senyap, pria bersurai pirang ini memang tidak pernah mengucapkan hal-hal yang tak berguna -_-

"Hah? Pacaran? Dengan gadis minim ekspresi ini? Jangan bercanda." Akashi melipat tangannya di depan dada.

"Kenapa? Kalian tampak sangat serasi. Sama-sama dari keluarga terpandang lagi." Pernyataan Aomine itu disambut anggukan Midorima, Murasakibara, dan Kise.

"Aku tidak keberatan, lagi pula, aku suka Akashi-kun. Dia selalu melindungiku." Tukas Kuroko dengan tatapan datar ke arah Akashi.

Akashi bergidik, bisa-bisanya ia mengatakan hal seperti itu dengan wajah datar begitu.

"Kau bahkan tidak tau apa itu pacaran." Akashi menyentil dahi Kuroko pelan.

"Ittai, Akashi-kun.." alis Kuroko bertautan, oh, ekspresinya berubah, namun kembali berubah seperti biasa.

"Kalau kalian pacaran, kalian akan jadi pasangan paling fenomenal loh ssu."

Akashi menepuk dahinya, kenapa semua teman satu timnya ini tak ada yang normal sih -_-

Yang satu senang ngemil, ada yang suka bawa-bawa barang aneh, ada yang pede meternya sudah meletup-letup, yang gungguropun ada. Ga ada yang normal.

"Sekalipun aku jatuh cinta padanya, itu adalah kesalahan bintang!"

"Maksudmu, zodiak, nanodayo?" Midorima memperbaiki letak kacamatanya yang sedikit melorot.

"Ah, sudahlah jangan dibahas, hanya buang-buang tenaga." Akashi meninggalkan meja Kuroko dan beralih menuju mejanya yang berada di barisan paling depan.

"Kise-kun, pacaran itu apa?" tanya Kuroko pada Kise. Kise langsung garuk-garuk kepala, pertanyaan polos Kuroko dijawab oleh bungkamnya Aomine, Kise, dan Midorima.

"Kurochin, kau masih terlalu muda untuk mengetahuinya." Jawab Murasakibara sambil membuka bungkus potato chips keempatnya pagi ini.

Kuroko mengangguk pelan, "Un, Aku mengerti."


"Akashi-kun, Akashi-kun." "Un, ada apa?"

Akashi yang masih sibuk mengikat tali sepatunya menoleh dengan malas,

"Aku ingin main basket juga." SRET! Akashi menyelesaikan pekerjaannya, ia berdiri menghadap Kuroko.

"Tidak, Tetsura. Coba lihat lututmu sekarang." Akashi menunjuk lutut Kuroko yang dibalut perban.

"Tapi aku..." "Tetsura, semua perintahku adalah...?" "Absolut, Akashi-kun"

Akashi tersenyum kecil, "Baguslah kau mengerti."

Kuroko menghentakkan kakinya, oh, ia tampak marah, namun wajahnya tetap datar seperti biasa.

"Akashi-kun baka!" Kuroko berteriak pada Akashi, kemudian berlari meninggalkan gedung olahraga.

Dahi Akashi berkerut seribu, ia mengepal tangannya, aura mengerikan mengitari tubuh pemuda bersurai merah itu.

Semua rekan satu timnya sudah menebak apa yang akan terjadi setelah ini, huh,

"Baiklah, hari ini menu latihan kita di tingkatkan dua kali lipat!"

"Ah, selalu begini -_-a" Rekan-rekan satu tim Akashipun hanya dapat ber-sweat drop ria dan meratapi nasib mereka.


"Akashi-kun,"

Akashi yang baru saja menyelesaikan latihannya, menghela nafas berat.

"Apa? Vanilla shake?" Kuroko mengangguk, Akashi kembali menghela nafas.

"Baiklah, kita akan membelinya." Kuroko tersenyum kecil, "Arigatou."

Akashi mendadak blushing ga jelas, mungkin karena ini pertama kalinya ia melihat Kuroko tersenyum padanya.

"Wah, Akashicchi mukanya merah loh ssu!" Kise menunjuk wajah Akashi yang sudah memerah.

"Urusai! Diam kau Ryouta!" Akashi menodong Kise dengan guntingnya,

"Kau seharusnya jujur pada dirimu sendiri, Akashi." Sahut Aomine,

"Daiki, apakah kau memerintahku?" Tatapan mengintimidasi plus plus melayang ke Aomine,

Aomine langsung bersembunyi dibalik tubuh besar Murasakibara.

"Eh? Midochin, apa aku boleh meminjam gunting mu?"

"Tidak ini adalah lucky item hari ini, aku tidak bisa meminjamkan mu, nanodayo."

Murasakibara memasang wajah sedih, kemudian mengalihkan pandangannya pada Akashi.

"Akachin, boleh aku...?" Akashi memandang Murasakibara dengan tatapan Medusa, yang berarti "Jangan bertanya jika sudah tau jawabannya!"

"Akashi-kun, Akashi-kun," Kuroko kembali menarik-narik lengan kemeja Akashi,

"Iya, iya." Akashi dan Kurokopun berjalan meninggalkan gedung olah raga.

"Akashicchi ternyata Tsundere seperti Midorimacchi ya ssu."

"Siapa yang kau panggil Tsundere huh!?" Midorima menodong Kise dengan guntingnya, woh, Midorima mau jadi duplicate Akashi ternyata.

"Ku rasa Akashi itu Yandere," tukas Aomine, disambut anggukan Murasakibara,

"Akachin itu Yandere."


Hatchi! Hatchi! Hatchi!

"Akashi-kun apakah kau baik-baik saja?" Kuroko menyodorkan tisu pada Akashi,

"Un, sepertinya ada yang membicarakan ku," Akashi menerima tisu itu dan menyeka hidungnya.

Mobil hitam itu berhenti di pertigaan tepat di depan restoran cepat saji, Maji Burger.

"Lakukan dengan cepat, mengerti?" Kuroko mengangguk, ia melangkah keluar dari mobil dan memasuki restoran itu.

5 menit berlalu, Kuroko kembali dengan Vanilla Shake ditangannya.

"Cepat jalankan mobilnya, Pak." Perintah Akashi pada sang supir, ia menyilangkan kakinya, tangannya mengetuk-ngeruk map merah yang terlgeletak di pangkuannya.

"Akashi-kun, apakah aku boleh main basket nanti?" Akashi menggeleng.

"Tidak, sampai lututmu itu sembuh." Kuroko menatap Akashi dengan iris bulat aquamarine yang akan membuat siapa saja yang memandangnya terlalu lama akan jatuh hati.

"Apa? Itu tak akan menghasilkan apapun, nona muda." Kuroko terus memandangi Akashi,

*stare*stare*stare*stare*

"Oh, hentikan Tetsura. Itu menganggu." Kata Akashi, tak lupa ia sedikit menyelipkan nada perintah didalamnya.

Kurokopun berhenti memandangi wajah porselen Akashi dan kembali fokus pada Vanilla Shakenya.

"Akashi-kun, maksud mu kesalahan bintang itu, apa?" tanya Kuroko disela-sela aktivitasnya menyedot Vanilla Shake miliknya.

"Hah? Oh, soal yang tadi kah?" Kuroko mengangguk.

"Bintang jatuh, ada yang bilang kalau kita mengucapkan harapan ketika ada bintang jatuh harapan kita akan terkabul bukan?" Kuroko kembali mengangguk,

"Nah, kalau memang benar aku jatuh cinta padamu, maka ada orang yang berharap pada bintang. Dan terkabul, jadi itu adalah kesalahan bintang."

Kuroko membuat bibir mungilnya menjadi bentuk 'O'

"Memangnya ada apa?" tanya Akashi, Kuroko menggeleng,

"Tidak, aku hanya ingin bertanya pada Akashi." "Hmm..."

Akashi melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya, ia tampak baru saja menngingat sesuatu tepat setelah ia memperhatikan arloji itu,

"Oh, malam inikan?" "Malam ini?"

"Hujan Meteor Mnemid. Kau mungkin bisa melihatnya dari rumah mu."

"Oh, um, aku memang berencana melihatnya. Papa mengirimi ku Teleskop dari Jerman."

Akashi yang saat it baru saja meneguk minuman kalengnya langsung teredak.

"K-kau ini, benar-benar di manjakan ya." Kuroko mengangguk pelan, "Hai'"

"Tapi, Akashi-kun, kenapa kau begitu yakin kalau kau tidak akan jatuh cinta pada ku?"

Lagi-lagi Akashi dikejutkan oleh pertanyaan Kuroko yang tak terduga.

"Tentu saja, itu mustahil. Aku tidak tertarik pada orang yang perbendaharaan ekspresinya minim." Kuroko ber-oh ria, kemudian memandang keluar jendela.

"Ya, hal itu tak akan pernah terjadi." Gumam Akashi.

Aku tidak akan jatuh cinta padamu.


Ntah ini statusnya to be continued, ataupun the end -_-a

Yang pasti saya tengah menunggu konfirmasi dari orang yang merequest :3

Ryuusan, tolong bikin akun fanfiction juga dong -_- biar enak buat contactnya, kalo beginimah susah. Kalo ada akunkan, bisa request melalui PM :3

Yaudah, buat yang uda mau baca, makasih banyak yoo~

Last, Mind to review? :3