Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto dan Harry Potter milik J.K. Rowling

Warning : OOC, Gaje, Humor Garing (if not strange), Typo(s), dll


"Aaargh, dasar dokumen sialan. Kapan mereka semua akan lenyaaap?! Hiks...hiks... Aku tidak menyangka menjadi Hokage ternyata seberat ini. Kertas-kertas ini bahkan lebih jahat dari Zetsu hitam dan Madara digabungkan sekaligus. Bagaimana iniii! Huee... Hinata-chan, tolong aku, huee..."

Rintihan pilu itu terdengar ketika ia baru saja memasuki ruangan. Mata hitamnya menatap kearah sumber suara, yang berasal meja besar yang terletak didepan jendela kaca lebar. Namun tak seorangpun terlihat olehnya. Ia kemudian mendekati meja besar yang dipenuhi kertas-kertas yang ditumpuk di setiap inchi meja tersebut.

Dibalik tumpukan kertas-kertas yang menggunung, tampak seseorang tengah duduk dengan posisi menelungkup dimeja. Tangannya ia letakkan sebagai bantalan, menyembunyikan wajahnya. Surai pirang cerahnya terlihat acak-acakan. Entah karena stress atau memang alami seperti itu. Mungkin juga karena keduanya.

"Kau sendiri yang menginginkan jabatan ini Bos. Bukankah ini adalah mimpimu yang akhirnya bisa terwujud?" ia berkata dengan nada sedikit jengkel kepada orang yang tampaknya sedang depresi didepannya.

"Konohamaru!" pemuda yang tampaknya tengah depresi didepannya kini langsung mengangkat wajahnya begitu ia menoleh ke sumber suara. Cengiran lebar terkembang di wajah tannya. Kedua pipinya dihiasi oleh masing-masing tiga garis yang menyerupai kumis kucing. Namun yang paling menarik perhatian adalah sepasang permata biru cerah yang terlihat di kedua matanya. Pemuda itu terlihat begitu senang ketika mendengar suara orang didepannya. Namun senyumnya segera hilang begitu ia melihat apa yang ada ditangan Konohamaru. Ia mengerang, "Jangan bilang kau kemari untuk menambah penderitaanku." Wajahnya semakin mengerut ketika melihat seringaian di wajah Konohamaru.

"Kau bacakan saja laporanmu Ko," katanya lelah. Konohamaru hanya tertawa kecil mendengarnya.

"Pembangunan desa sudah mencapai 40 persen. Kita memfokuskan pembangunan untuk rumah penduduk dan fasilitas pelayanan umum seperti yang kau katakan. Keamanan dan keselamatan penduduk sipil, wanita, anak-anak dan lansia adalah prioritas utama. Sawah, kebun dan peternakan yang kita buat di selatan sudah memperlihatkan hasil. Mulai saat ini kita tidak perlu lagi khawatir masalah pangan. Perekonomian belum dapat kita jalankan karena sektor industri dan pasar belum kita bangun. Kita juga tidak bisa mengandalkan penyewaan shinobi Konoha karena kondisi desa-desa lain juga tidak lebih baik dari kita. Untuk saat ini, 70 persen shinobi kita yang tersedia dikerahkan untuk pemulihan desa. Sisanya melakukan diplomasi dengan negara lain, termasuk dengan para Daimyo, Kage dan pemimpin desa lain dan juga melakukan sterilisasi daerah-daerah peperangan. Untuk lebih jelasnya kau dapat melihatnya di laporan ini."

"Bagaimana dengan penduduk dan shinobi yang terluka?" tanya pemuda itu sambil membolak-balik laporan yang baru saja diterimanya dengan malas.

"Sebagian besar sudah tidak perlu mendapatkan perawatan lagi. Namun medis masih bekerja di tenda-tenda perawatan yang ada."

"Nenek Tsunade?" ia mengangkat kepalanya.

Ada jeda sejenak sebelum jawaban terlontar dari mulut Konohamaru, ia terlihat seperti menahan tawa. "Semakin membaik. Kau tidak perlu khawatir. Tadi pagi ia melempar Kiba karena 'tidak sengaja' memegang asetnya."

Naruto tertawa kecil mendengarnya."Sepertinya dia sudah pulih." Naruto meletakkan laporan yang dipegangnya di secuil ruang kosong di atas meja. Naruto memutar kursinya hingga ia bisa melihat pemandangan Konoha dari jendela besar di belakang meja kerjanya. Melihat Konoha dibawahnya, ia mendesah pelan.

Pasca perang dunia shinobi ke-empat, sebagian besar desa di Negeri Elemental mengalami kerusakan yang yang tidak sedikit. Lima desa tersembunyi adalah wilayah yang mengalami kerusakan yang paling parah. Sekarang ini Konoha, seperti halnya desa lain, juga sedang berusaha untuk pulih kembali. Sedikit demi sedikit desa dibangun secara gotong royong oleh warga Konoha, baik itu penduduk sipil maupun shinobi, mereka saling bahu membahu memulihkan Konoha yang mereka cintai.

Perang dunia ke-empat memang telah menyisakan duka bagi Negeri Elemental. Banyak sekali keluarga dan teman yang menjadi korban akibat keegoisan Uchiha Madara. Namun perang tersebut telah menumbuhkan sesuatu yang lain dalam hati setiap orang. Dengan putusnya rantai kebencian, kini setiap orang dapat saling merangkul satu sama lain. Semua orang tidak membawa dendam atau rasa tidak percaya pada orang lain. Semuanya kini bersatu untuk membuat masa depan yang lebih baik.

Dalam kurun waktu empat bulan pasca perang, banyak sekali kejadian di desa berlambang daun ini. Setelah perang berakhir, banyak shinobi yang terluka parah, salah satunya adalah Tsunade. Akibat menggunakan senjutsu dalam jangka waktu yang lama, ia tumbang karena menghabiskan terlalu banyak chakra. Kehabisan chakra adalah hal yang sangat fatal bagi shinobi, karena dapat menyebabkan kematian. Namun ia dapat ditolong berkat Karin yang memberikan pertolongan pertama padanya.

Selama beberapa minggu Tsunade tidak sadarkan diri, akibatnya posisi Hokage menjadi kosong. Dewan Konoha memutuskan untuk menunjuk Hokage sementara untuk menggantikan posisi Tsunade sampai ia sadar. Kakashi menjadi kandidat pertama, namun kondisi Kakashi juga sama parahnya seperti Tsunade. Akhirnya Shikamaru, sebagai Kepala Klan Nara yang baru, mengusulkan Naruto untuk menjadi Hokage sementara. Ia beranggapan karena Naruto dapat menyatukan hati orang-orang Konoha. Selain itu, dengan sifat kepemimpinan yang dimilikinya, Shikamaru yakin Naruto dapat membangun kembali Konoha.

Naruto menjalankan tugasnya dengan baik. Semangat penduduk Konoha yang sempat surut kembali bangkit dengan 'kata-kata ajaib Naruto' (sebutan Kiba untuk kemampuan Naruto yang dapat menggugah hati orang lain). Ia memerintahkan para shinobi yang masih aktif untuk membantu penduduk membangun rumah-rumah mereka yang hancur. Dan jangan lupakan teknik andalan Naruto, Kage Bunshin no Jutsu (Shadow Clone Technique) yang sangat berguna di masa-masa sekarang ini. Yah, lumayan karena Kage Bunshin (Shadow Clone) ibarat pasukan suka rela yang tidak perlu dibayar. Dan yang lebih menguntungkan lagi, mereka dapat berkerja tanpa perlu diberi makanan, jadi bisa menghemat persediaan bahan makanan desa.

Dengan semangat semuanya, Konoha secara pelan tapi pasti dapat pulih kembali. Selama pembangunan, beberapa perubahan dilakukan dalam penataan desa. Seperti pembagian desa menjadi beberapa distrik, menghapuskan keberadaan distrik lampu merah yang masih ada di Konoha, serta pemisahan antara kompleks perumahan penduduk sipil dan shinobi.

Beberapa minggu kemudian Tsunade akhirnya sadar dari komanya. Namun ia masih belum bisa berbuat banyak. Ia senang ketika mendengar Naruto memimpin desa, dan ia memutuskan untuk menunjuk Naruto sebagai Rokudaime Hokage secara resmi. Keputusan ini disambut baik oleh semua orang, termasuk orang-orang diluar desa. Meskipun pesta pelantikan Naruto dilakukan dengan sangat sederhana, semua penduduk datang dan ikut merayakannya.

Naruto tersenyum mengingatnya, impiannya menjadi kenyataan. Namun ia sepenuhnya menyadari beban tanggung jawab yang harus dipikulnya. Desa ini harus menjadi tempat yang lebih baik, tekadnya.

Naruto kembali memutar kursinya menghadap anak, bukan, pemuda didepannya. Konohamaru telah tumbuh dewasa selama masa perang. Memang masih terlihat sifat manja dan keras kepalanya, namun ia telah tumbuh menjadi pemuda yang bertanggung jawab dan tanggap. Naruto yakin, itu semua berkat didikan dari kakeknya.

"Kau terlihat lelah Bos. Jangan terlalu memaksakan diri begitu. Setiap hari kau menggunakan ratusan Kage Bunshin untuk membantu pembangunan. Dan kau selalu saja telat makan." Konohamaru memandang Naruto dengan tidak setuju. Tangannya ia silangkan didepan dada.

"Heh, tahu apa kau, bocah? Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dulu. Aku bisa membuat ribuan Kage Bushin kalau akau mau, dan aku masih baik-baik saja," ujar Naruto enteng.

"Baik-baik saja gundulmu! Memangnya siapa yang mewek tadi?" Naruto manyun mendengarnya. Namun Konohamaru tidak berhenti sampai disitu, "Dasar, kau sudah ngaca nggak sih? Lihat saja matamu yang makin mirip sama Kazekage itu. Dan juga rambutmu yang sudah kayak duren kena mesin pemotong rumput itu. Dan bau apa ini, sedah berapa hari kau nggak mandi, Bos? Pasti lebih dari seminggu yang lalu. Aku heran kenapa Hinata-san masih mau dekat-dekat denganmu Bos," omelnya sambil berkacak pinggang.

Naruto sweatdrop. Ini anak khawatir atau ngehina sih? "Ya sudah, nanti aku sempetin mandi deh. Ngomong-ngomong Ko, lain kali nggak usah muncrat-muncrat gitu kali. Liat tuh, dokumennya basah semua, tahu."

"Berisik, nggak usah komen!" tukas Konohamaru sambil memalingkan wajahnya, pipinya memerah malu.

Naruto tersenyum simpul. "Eh, Ko. Ini sudah siang, bagaimana kalau kita makan ramen?" ajak Naruto.

Yah, berhubung ramen adalah surga dunia-nya Naruto, maka hal yang menjadi prioritas utama dalam misi 'Pembangunan Kembali Konoha' adalah warung Ichiraku. Bahkan Naruto rela uji nyali berhadapan dengan wajah angkernya Kapten Yamato ketika ia merengek meminta bantuan mokuton jutsu (wood release) miliknya untuk membangun warung Ichiraku.

"Kau yang bayar," ujar pemuda pemakai syal itu ketus.

"Baiklah, hitung-hitung sebagai permintaan maaf soal tadi," ucap Naruto sambil tersenyum.

'Akhirnya aku bisa keluar juga dari neraka ini. . .'

"Ngomong-ngomong Bos, kalau kau ingin kertas-kertas itu cepat hilang," Konohamaru mengisyaratkan gunungan kertas di atas meja Naruto dan kemudian berbalik menuju pintu, "kenapa kau tidak membuat satu atau dua kage bunshin untuk meringankan pekerjaanmu?" kata Konohamaru ringan. Di belakangnya, Naruto hanya mangap, merutuki kebodohannya.


Beberapa menit kemudian mereka sudah berada di jalanan Konoha. Saat ini jalan-jalan di Konoha tidak seramai dulu. Hanya beberapa orang saja yang mereka temui selama perjalanan. Sebagian besar penduduk yang laki-laki bekerja membangun rumah-rumah penduduk dan fasilitas desa. Sedangkan yang perempuan bekerja di ladang dan di dapur umum untuk menyediakan makanan bagi penduduk yang masih belum memiliki rumah.

Selama perjalanan, setiap warga yang mereka temui selalu menyapa dan tersenyum pada Naruto dan Konohamaru yang selalu dibalas oleh mereka berdua. Konohamaru memperhatikan Naruto ketika ia bercakap-cakap dengan penduduk desa. Wajahnya terlihat senang dan senyum selalu terpasang di bibirnya. Konohamaru tahu bahwa inilah yang diinginkan Naruto sejak dulu; pengakuan dari penduduk desa. Menjadi Hokage adalah bonus sekaligus amanat besar. Karena itulah, ia bertekad untuk membantu pemuda yang menjadi panutannya itu dalam menjalankan tanggung jawabnya. Lagipula ini adalah kesempatan emas baginya untuk mencapai mimpinya, yaitu menjadi Hokage. Dengan bekerja sebagai sekretaris Naruto, ia bisa belajar satu atau dua hal penting mengenai bagaimana agar bisa menjadi Hokage yang hebat.

"Hei, Ko. Kau tidak keberatan kan, kalau kita ajak satu teman lagi ke Ichiraku?" tanya Naruto membuyarkan lamunan Konohamaru.

Pemuda yang ditanya hanya mengangkat bahu. "Terserah kau saja."

"Baiklah." Naruto kemudian mengarahkan matanya ke sudut gang di samping yang gelap. "Hoi, Teme. Mau ikut ke Ichiraku nggak?"

Dari bayang-bayang kegelapan, muncullah siluet manusia. Ia berjalan tanpa suara mendekati Naruto dan Konohamaru. Tak lama kemudian dihadapan mereka kini terlihat sesosok pemuda dengan kulit pucat dengan mata dan rambut yang kontras dengan kulitnya. Helaian rambut hitamnya sengaja ia geraikan ke sebagian wajahnya, membuat mata kirinya tertutupi.

"Hn," wajah pucat Sasuke tak memberikan ekspresi apapun. Ia memandang Konohamaru dan memberikan anggukan kecil.

"Selamat siang, Uchiha-san." Konohamaru membalasnya dengan kaku.

Uchiha Sasuke memang sudah kembali ke Konoha dan menjadi pahlawan perang yang berperan besar dalam kemenangan atas Uchiha Madara, namun pengkhianatannya dulu membuat penduduk Konoha, khususnya para shinobi, tidak mudah menerima kedatangannya. Terlebih ketika mereka menganggap klan Uchiha adalah klan terkutuk yang hanya membawa bencana. Mereka lebih memilih untuk tidak mengakui keberadaan sang Uchiha terakhir. Mereka hanya berinteraksi dan berkomunikasi dengannya jika keadaan mengharuskan. Dan itu pun mereka lakukan semata-mata karena Naruto.

Mereka tahu betapa pentingnya Sasuke bagi Naruto. Ketika Sasuke mengatakan kalau ia akan kembali ke Konoha, Naruto sangat senang. Meskipun setiap hari mereka selalu bertengkar, mereka bisa melihat betapa hidupnya mata mereka berdua sejak saat itu.

Seperti halnya yang lain, Konohamaru juga belum bisa menerima keberadaan Sasuke. Ia masih teringat kematian kakeknya di tangan Orochimaru, yang notabene adalah Shishou-nya Sasuke. Sisa perjalanan mereka lalui dalam keheningan. Konohamaru terlihat mengambil jarak dengan Sasuke.

Naruto berniat membuka percakapan untuk mencairkan suasana ketika sebuah suara tiba-tiba muncul di kepalanya. "Jangan lakukan itu, Naruto. Saat ini kau tidak bisa berbuat apa-apa, yang ada kau hanya akan memperburuk suasana." Kurama berbicara dalam mindscape-nya.

'Tapi Kurama, bagaimana aku bisa tahan melihat Sasuke selalu diperlakukan begitu oleh semuanya?!'

"Itu bukan urusanmu Naruto. Biarkan si bocah Uchiha itu menyelesaikan sendiri masalahnya."

'Tidak bisa begitu! Aku harus membantu Sasuke mendapatkan kepercayaan orang-orang. Sasuke adalah temanku.'

"Bagaimana caranya?"

'Aku. . .Aku tidak tahu. Tapi pasti akan kutemukan caranya. Pasti akan ada caranya!'

"Dengar Naruto, kau mendapatkan kepercayaan dari semuanya karena kerja keras dan usahamu sendiri. Kau membuktikan pada mereka bahwa kau tidak seperti apa yang mereka pikirkan. Kau membuktikan bahwa kau pantas untuk dihormati dan menjadi pemimpin mereka. Seperti halnya bocah Uchiha. Mereka akan mempercayainya jika dia bisa membuktikan kalau dia pantas mendapatkannya, bukan karena kau mengatakan pada orang-orang bahwa dia dapat dipercaya. Memang orang-orang akan mendengarkanmu, tapi tidak berarti mereka harus percaya dengan perkataanmu."

Naruto menunduk, Kurama benar. Saat ini tidak ada yang bisa ia lakukan.

"Kau paham sekarang, Naruto?"

'...Ya.'

Menarik kesadarannya kembali ke kenyataan, Naruto memandang Sasuke melalui sudut matanya. Naruto tahu, dibalik topeng stoic-nya, Sasuke merasa tidak nyaman. Sasuke ingin meneruskan apa yang Itachi dulu lakukan, melindungi Konoha. Namun dengan statusnya sebagai mantan ninja pelarian, ia tidak akan dapat dengan mudah melakukan hal tersebut. Ia beruntung karena Naruto mati-matian membela Sasuke hingga akhirnya ia cukup dipercaya untuk kembali menjadi bagian dari shinobi Konoha.

Setiba di Ichiraku, Teuchi dan Ayame langsung menyambut mereka. "Hoi, Naruto. Kau terlihat berantakan sekali," ujar Teuchi.

"Kau tidak perlu memaksakan diri begitu, Naruto," tegur Ayame.

"Heh, aku baik-baik saja kok, Paman. Tidak usah khawatir begitu. Yang kuperlukan saat ini hanyalah miso ramen jumbo superlezat buatanmu yang merupakan titisan dari Yang Maha Agung Dewa Ramen," ucap Naruto bersemangat dengan mata berbinar-binar. Sedangkan yang lain hanya sweatdrop melihat tingkah bodoh Naruto.

"Aku baru dengar kalau ada Dewa Ramen," celetuk Konohamaru.

"APA?!" Naruto memandang Konohamaru dengan tidak percaya "Konohamaru, tarik kembali perkataanmu! Dewa Ramen akan marah jika ia mendengarmu mengatakan hal itu. Dan kemarahan seorang dewa pasti akan membuat malapetaka di dunia ini!" teriak Naruto histeris.

"Memangnya kenapa kalau dia marah?"

"Bagaimana kalau ia menghilangkan semua ramen di dunia ini, ttebayo!" teriak Naruto dengan wajah horor.

Konohamaru memutar bola matanya bosan. "Kau akan tetap hidup meskipun tidak ada ramen, bodoh."

"TIDAK! Aku… aku tidak akan bisa hidup tanpa ramen, Ko," mata Naruto mulai berkaca-kaca.

"Hoi! Kalian jangan seenaknya bicara. Ramen adalah satu-satunya penghasilan kami. Enak saja kalian bilang kalau ada seorang dewa tidak jelas yang akan menghilangkan ramen! Jika seperti itu, bagaimana kami bisa melanjutkan hidup di tengah-tenagh dunia yang kejam ini, huh?!"

Konohamaru sweatdrop mendengar pernyataan asal Teuchi. Dia kemudian menghela nafas kesal. "Teuchi-san, tidak mungkin juga ramen akan menghilang. Bukankah selama ini kau sendiri yang membuat ramen? Selama masih ada bahan-bahan untuk resepmu, peluang ramen akan punah adalah nol," kata Konohamaru dengan nada bosan. Ia kemudian melirik satu-satunya gadis yang ada disana. "Ayame-neesan, kenapa kau menangis?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alis.

"Kono-kun, itu tadi sedih sekali. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir. Hiks . . .Hiks. . . Crooot."

"Apanya yang sedih?!"

Alis Sasuke berkedut melihat pemandangan abnormal didepannya.

'Kami-sama, apa ini hukuman karena aku begitu ganteng sehingga Orochimaru menculikku selama tiga tahun dan begitu memikat sehingga Obito mengajakku untuk bergabung ke organisasinya yang super keren? Ini sungguh tidak adil. Aku hanya seorang korban, Kami-sama. Kenapa kau lakukan ini padaku? Kenapaaa?' jerit hati Sasuke merana.

Sakura yang baru datang ke kedai Ichiraku hanya bisa melongo melihat tingkah aneh mereka. "Hei, sedang apa kalian? Lagi pada latihan drama, ya?" Ia kemudian mengambil tempat disamping Naruto sepertinya sedang duel dengan Ayame dalam lomba menangis lebay. Mata hijaunya kemudian beralih ke satu-satunya orang yang berdiri diam ditengah keramaian kedai ramen Ichiraku. "Kamu kenapa, Sasuke? Kebelet boker?" Sakura yang melihat ekspresi abnormal Sasuke langsung berkomentar sinis. Sasuke hanya ber-hn dengan kerennya menanggapi pertanyaan Sakura.

Naruto yang baru tersadar dari histerianya memandang ke arah Sakura."Lho, Sakura-chan? Sejak kapan kamu disini? Kamu mau ikut makan ramen juga?"

"Sebenarnya aku disuruh Tsunade-shishou untuk membawamu ke tempatnya. Tapi dia bilang tidak usah buru-buru. Jadi mumpung masih disini, sekalian saja aku ikut makan bersama kalian."

"Yosh, ayo kita pesta ramen bersama-sama. Konohamaru, Sakura-chan, kalian boleh makan sepuasnya. Kali ini kita akan ditraktir Sasuke-teme!" kata Naruto bersemangat.

"Tunggu, kenapa aku?" Diluar, Sasuke hanya mengernyitkan dahi dan sedikit meninggikan volume suaranya. Didalam, ia sudah teriak-teriak kayak orang kebakaran jenggot. Ya iyalah, gimana nggak panik? Mentraktir seorang Uzumaki Naruto dan teman-temannya pesta ramen adalah keputusan terbodoh dalam sejarah. Bahkan orang terkaya se-negara Api pun pasti akan bangkrut ketika memutuskan membayari ramen Naruto.

"Hehe, karena kau berhutang padaku, Teme. Kau harus membayar penderitaan kami ketika kau pergi bersama si Ular Banci itu, hehe. Kalau kau menolak . . ." Naruto memasang wajah angkernya.

Sasuke menelan ludah. "Apa?"

"Kalau kau menolak, aku akan memberimu misi kelas D seumur hidupmu! Gyahahahahaha (uhuk) hahahahaha (hack). . .uhuk. . .Jadi, bagaimana? Deal or no deal?" Naruto memandang sangar didepan Sasuke. Sasuke melotot mendengarnya.

Pada akhirnya Sasuke hanya bisa menghela nafas pasrah. "Yeah, baiklah. Deal." Sasuke benar-benar skak mat. Mana mau shinobi setingkat sennin seperti dirinya menghabiskan sisa hidup dengan melakukan misi kelas D. Apalagi gengsi Uchiha masih menempel pada dirinya. Huh, yang benar saja!

'Habislah sudah sisa uang warisan Uchiha yang sudah susah payah kudapatkan.'

Sakura yang melihat kejadian itu tersenyum geli. Ia melihat wajah penuh kekalahan Sasuke. Ia teringat saat-saat ia bersama mereka di tim tujuh. Saat itu Naruto lah yang selalu kalah dari Sasuke. Namun saat ini sebaliknya, Sasuke yang kalah dari Naruto. Pikirannya terus menerawang di masa-masa itu. Saat itu, ia begitu tergila-gila pada Sasuke. Namun saat ini ia bingung dengan perasaannya. Di satu sisi ia masih mencintainya, di sisi lain ia marah padanya. Marah karena ia meninggalkannya begitu saja. Itulah mengapa, setiap kali ia berhadapan dengan Sasuke, ia akan bersikap sinis padanya. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana jika berhadapan dengan sang Uchiha terakhir itu.

Semenjak kepergian Sasuke, Sakura telah berlatih keras untuk dapat melupakan Sasuke. Setelah beberapa tahun, perasaannya mulai berubah. Ia sempat berpikir untuk menjadikan Naruto sebagai pengganti Sasuke, namun ia tahu itu tidak adil bagi Naruto. Saat ini, perasaannya pada Naruto layaknya perasaaan seorang kakak kepada adiknya.

Selama beberapa tahun ini, Sakura berlatih keras dibawah bimbingan Tsunade, bertekad untuk menjadi lebih kuat, seperti halnya Naruto dan Sasuke. Ia bertekad untuk dapat melindungi teman-temannya. Ia telah tumbuh menjadi wanita yang percaya diri, bukan lagi gadis kecil yang lemah. Kini ia tidak lagi harus memandang punggung Naruto dan Sasuke, karena ia telah berdiri sejajar dengan mereka. Melihat kedepan bersama-sama mereka.

"Jadi, kalian mau pesan apa?" tanya Teuchi setelah Naruto dan yang lain sudah mengambil tempat duduk di kedainya.

"Aku pesan sepuluh miso ramen jumbo!"

"Ramen asin untukku."

"Aku pesan ramen ayam, ya."

"Hn. Ramen miso dengan tomat."

"Baiklah Ayame, segera siapkan pesanan pelanggan kita ini."

"Baik, Ayah. Tolong tunggu sebentar, ya," kata Ayame dengan senyum ramah kepada para pelanggannya.

"Oke, Ayame," kata Naruto semangat. Ia kemudian teringat dengan janjinya pada Tsunade nanti. "Sakura-chan, apa kau tahu kenapa Nenek Tsunade memintaku untuk menemuinya?" tanya Naruto sembari menunggu pesanan mereka. Sasuke ikut memiringkan kepalanya untuk mendengarkan jawaban Sakura.

"Entahlah. Tadi pagi ketika aku datang mengunjunginya untuk pemeriksaan rutin dengan ditemani Kiba, tiba-tiba seekor burung hantu masuk dan membawakan surat untuk Shishou. Setelah membacanya, ekspresinya langsung berubah serius. Padahal sebelumnya ia marah-marah karena ulah Kiba. Kemudian dia memintaku dan Kiba untuk keluar, dia bilang dia perlu waktu untuk berpikir.

"Kemudian satu jam yang lalu, Shishou menyuruhku untuk membawa Kakashi-sensei, Shikamaru dan kau untuk menemuinya. Ia tidak berbicara mengenai detilnya, tapi kurasa itu ada hubungannya dengan surat burung hantu itu" jelas Sakura.

"Mungkin masalah diplomasi," Konohamaru ikut menyumbangkan pendapatnya.

Sakura mengangguk, "Yah, itu mungkin saja. Tapi, aku baru lihat burung hantu mengantarkan surat. Untuk komunikasi bukankah kita biasanya menggunakan elang?"

Konohamaru mengangkat bahu, "Entahlah, mungkin mereka kehabisan stok elang untuk mengantar surat. Yah, gara-gara perang bukankah banyak hewan yang mati, jadi mereka mungkin menggantinya dengan burung hantu." Konohamaru menjawab asal.

Yang lain manggut-manggut setuju.

Beberapa menit kemudian, empat mangkuk ramen terhidang dihadapan mereka dengan uap panas yang mengepul. Aroma khas ramen membuat air liur Naruto menetes (benar-benar menetes lho). Dengan kecepatan menyaingi Hiraishin, Naruto menyambar ramen miso jumbo-nya dan melahapnya.

Sakura yang melihat kelakuan Naruto menggeleng tidak setuju. "Hati-hati Naruto, kau bisa tersedak nanti."

"Haaffi Haaura-han, ahhu lafar ehalli (Tapi Sakura-chan, aku lapar sekali)." Naruto sama sekali tidak melambatkan kecepatannya.

"Hah, kau ini. Mana bisa kau menikmati ramen kalau kau makan secepat itu," omel Sakura lagi.

Sasuke hanya memandang interaksi antara Naruto dan Sakura melalui sudut matanya. Gurat kesedihan terlihat di wajahnya. Hatinya terasa sempit, menyakitkan. Ia iri melihat kedekatan mereka. Ia rindu dengan kejahilan Naruto, ia rindu dengan Sakura yang selalu mengajaknya bicara, ia rindu dengan Kakashi yang selalu membuatnya kesal dengan keterlambatannya. Ia benar-benar merindukannya. Setidaknya, waktu itu hatinya masih terisi dengan kehangatan, ia masih menjadi bagian dari mereka, menjadi bagian dari keluarga.

Sekarang ia tidak bisa lagi merasakannya. Memang Naruto tetap tidak berubah padanya, namun tidak dengan yang lain. Meskipun ia tidak mengakuinya, ia merasa sedikit kesepian juga. Naruto saja tidak cukup, karena hidupnya tidak bergantung pada Naruto saja. Ia butuh Sakura, Kakashi, rookie dua belas dan yang lain juga.

Tanpa disadarinya, sepasang mata memperhatikan Sasuke dengan intens. Konohamaru tahu bahwa Sasuke merasa iri dengan kedekatan antara Naruto dan Sakura. Sasuke juga pasti ingin menjadi bagian dari mereka lagi dan diakui oleh yang lain. Sebenarnya Konohamaru juga merasa kasihan pada Uchiha terakhir itu, tapi setiap kali ia ingin mendekati Sasuke, pikiran-pikiran mengenai kematian Kakeknya, mengenai Orochimaru dan Uchiha Madara selalu menghampirinya, membuatnya berpikir dua kali untuk melakukannya.

Naruto, yang terlihat masih sibuk dengan Sakura dapat merasakan kesedihan yang dipancarkan oleh Sasuke dan emosi yang dirasakan Konohamaru. Kemampuan mendeteksi emosi warisan dari Kurama yang dimilikinya memang semakin berkembang. Dulu ia hanya bisa merasakan emosi negatif saja, tidak bisa membedakan jenis emosi-emosi tersebut, itupun jika ia menggunakan mode sennin atau mode bijuu. Sekarang, tanpa menggunakan kedua mode itupun, ia bisa merasakan emosi orang-orang disekitarnya, bahkan bisa membedakannya. Radius deteksinya pun cukup jauh, yaitu sekitar satu kilometer.

Berkat kemampuannya inilah, Naruto juga bisa tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh Sakura. Ia ingin menyadarkan Sakura akan perasaanya yang sebenarnya, tapi ia tahu ia bukan ahli di bidang itu. Ia teringat betapa bodohnya ia yang tidak menyadari perasaan Hinata padanya selama bertahun-tahun.

"Naruto, sepertinya kau butuh bantuan Killer Bee untuk mengatasi masalah Sasuke dan Sakura," celetuk Kurama yang tiba-tiba dapat ide entah dari mana.

'Aku tidak mau mengharapkan saran dari penyanyi rap wannabe yang hobinya melihat dada besar.' Naruto menimpali dengan sarkatis.

"Setidaknya dia lebih berpengalaman soal cinta."

'Kalau begitu kau seharusnya menyarankan Kakashi-sensei saja. Dia kan sudah lama membaca referensi erotis karya si Pertapa Mesum, pasti pengalamannya lebih banyak daripada Bee.'

"Yah, kuakui dia memang mesum. Aku heran dengan tampangnya yang lumayan dia masih belum dapat pacar juga," kata Kurama sambil menggaruk moncongnya yang kebetulan gatal.

'Apa menurutmu dia gay?'

"Huh? Darimana kau dapat ide gila seperti itu?"

Naruto hanya mengangkat bahu, "Memangnya apa lagi kalau bukan itu? Sebagai orang terganteng di Konoha nomor dua versi majalah Konoha's tale!, pastinya banyak wanita yang menyukainya, bukan? Shizune, Yuugao, Anko, Hana, Ayame, dan masih banyak lagi yang kurasa masih single… Tapi dia malah menghabiskan seluruh masa mudanya hanya dengan guru Guy terus…"

"Hmmm, benar juga. Tapi bukankah dia juga dekat dengan Uchiha yang dulu itu? Yang memakai topeng orange…"

"Obito? Yaa, kau benar. Hmm… tapi ada gossip juga tentang kedekatan Kakashi-sensei dengan Iruka-sensei…"

… Kita lupakan saja percakapan ngawur mereka…


Beberapa menit kemudian di jalan Konoha

"Ah, menyenangkan sekali hari ini, bisa makan ramen sepuasnya. Teme, makasih banyak ya!" Dengan sukacita Naruto berjalan menuju tenda perawatan tempat Tsunade berada. Dibelakangnya, Sakura dan Konohamaru berjalan dengan senyum puas mengembang di wajah mereka. Sementara itu . . .

'Uang warisanku…' ratap Sasuke dalam hati ketika memandang dompetnya yang hampir kosong. Awan mendung terlihat mengambang diatasnya.

"Oi, Teme. Besok traktir lagi, ya!" teriak Naruto dari balik punggungnya.

Petir muncul diantara awan-awan diatas Sasuke. Mendadak hujan lebat turun bersamaan dengan air mata penderitaan Sasuke.

"Hehe, menyenangkan sekali, ya? Kenapa aku nggak kepikiran buat minta traktir Sasuke dari dulu-dulu ya. Kalau begini, aku kan tidak perlu ngutang ke Paman Teuchi," ujar Naruto enteng, sama sekali tidak menyadari badai yang terjadi dibelakangnya.

"Kenapa kau tidak minta Sasuke untuk membayari hutang-hutangmu saja Naruto? Dia kan baru saja mendapatkan harta warisan keluarganya, pasti dia tak akan keberatan membayar hutangmu yang tidak seberapa itu. Lagipula, dia kan belum memberimu hadiah untuk ulang tahunmu, Naruto," usul Sakura dengan senyum tak berdosa.

"Oh, benar juga. Ide bagus Sakura-chan! Kau benar-benar hebat!"

JLEGER! Petir datas kepala Sasuke berubah menjadi Kirin dan menyambar Sasuke. 'Kami-sama, pasti kau benar-benar membenciku…'

"Itulah balasan karena tidak bagi-bagi harta warisan denganku. Rasakan itu, adik bodoh." Samar-samar Sasuke bisa mendengar Itachi yang mengutuknya sebelum ia akhirnya kehilangan kesadaran.

Konohamaru bergantian memandang Sasuke yang tergeletak tak berdaya dan Naruto yang sedang tertawa kegirangan bersama Sakura.

'Bos, kau benar-benar menyeramkan.' batin Konohamaru. Ia mengingatkan dirinya untuk tidak sekali-kali membuat masalah dengan Naruto.

"Bos, aku rasa aku harus kembali ke menara Hokage. Masih banyak yang harus kukerjakan disana."

"Baiklah. Hati-hati Ko, jangan sampai kau tersandung syal-mu lagi ya."

"Berisik!"


Di dalam tenda perawatan Tsunade

"Hei, Nenek. Ada apa kau memanggilku?" Naruto yang baru saja datang terpaksa menunduk untuk menghindari kursi yang dilempar kearahnya.

"Sudah berapa kali kubilang untuk tidak memanggilku dengan sebutan itu, bocah," kata Tsunade jengkel. Ia dan yang lain saat ini tengah berada di ruang perawatannya yang terpisah dengan yang lain. Didalamnya, ada sebuah meja bundar dengan beberapa kursi sederhana yang sebagian telah ditempati orang-orang yang dikenal Naruto. Ia bisa melihat Kakashi dan Shikamaru duduk tak jauh dari tempatnya beridiri.

Tsunade langsung memberi isyarat Naruto untuk duduk. Ia sendiri berdiri di depan meja dan menghadap ketiga orang didepannya. "Ada hal penting yang harus kudiskusikan dengan kalian."

Shikamaru memandang bosan pada Tsunade. "Merepotkan. Kenapa aku juga harus ikut? Bukankah ini menyangkut Konoha? Mengingat kalian semua adalah Hokage, Mantan Hokage, dan Mantan Calon Hokage."

"Kau benar. Tapi dalam hal ini aku membutuhkan otakmu untuk memecahkan masalah ini. Sekarang dengarkan aku baik-baik."

Setelah semua perhatian tertuju padanya, Tsunade mengeluarkan sebuah gulungan berwarna coklat. Semua orang terlihat penasaran melihatnya, pasalnya mereka belum pernah melihat gulungan seperti itu sebelumnya.

"Aku mendapatkan ini tadi pagi. Seekor burung hantu masuk melalui 'jendela' tenda dengan gulungan dikakinya. Gulungan itu adalah surat permintaan untuk meminta bantuan Konoha." Tsunade memulai. "Pengirim surat itu meminta Konoha untuk mengikuti sebuah turnamen ditempat mereka. Yang berhasil memenangkan turnamen akan mendapatkan hadiah yang sangat besar."

"Sangat aneh kalau ada yang mengadakan turnamen setelah perang berakhir. Bukankah seharusnya prioritas utama adalah pemulihan wilayah?" Kakashi mengeluarkan pendapatnya.

"Kusarankan kalian membaca suratnya terlebih dahulu." Tsunade menyerahkan gulungan itu pada Kakashi yang duduk disampingnya.

"Ngomong-ngomong siapa pengirimnya?" tanya Naruto.

"Albus Dumbledore."


Editted : 2/15/2016

AN:

Nah, sekian dulu untuk prolog.

Sebelum ada yang bertanya, ada beberapa hal yang perlu readers sekalian ketahui, diantaranya:

1. Seperti yang sudah diceritakan, disini yang menjadi penerus Tsunade adalah Naruto, bukan Kakashi. Kakashi hanya sempat menjadi kandidat saja, tidak lebih.

2. Bijuu yang ada di tubuh Naruto saat ini hanya ada Kurama, namun Naruto masih bisa menggunakan lima elemen plus Yoton, Jiton, Fotton, Yin, Yang dan Yin-Yang.

3. Perang tidak berakhir pada tanggal 10 Oktober seperti di manga, tapi sekitar bulan Juni. Permulaan setting waktu di cerita ini yaitu sekitar minggu kedua bulan Oktober, jadi ultah Naruto sudah lewat.

4. Untuk kedepannya, mungkin akan ada hints mengenai sho-ai, tapi itu hanya untuk humor saja, tidak lebih.

5. Pairing akan sesuai dengan canon.

Lastly, I hope ya all enjoy this chapter!

X

X

Jika ada saran, kritik, atau pertanyaan, silahkan review!