princess ressurection (c) yasunori mitsunaga.

.

"Halo Kak,"

Si putri mengucapkan nama Kakaknya selembut madu. Terdengar manis sekali untuk hitungan tahun yang sudah terlewat tanpa pelukan atau kecupan sayang.

Mata adiknya masih seterang sapuan senja. Masih adiknya yang berkepala dingin dan bukan kakaknya yang tergesa-gesa. Masih Lilianne, adik kesayangannya.

"Lama tak berjumpa,"—ha, Emile terkekeh. Dulu, Kakak! Aku bosan bertemu denganmu!

Angin pantai bergulung kencang, dan keheningan diantara mereka tak kunjung pecah. Gaun Lilianne menyadarkan Emile bahwa ia bukan Lilianne yang selalu mengikuti punggungnya. PJarinya bisa digunakan menghitung pengikut Lilianne, malang sekali. Bahaya yang menunggu terlalu banyak, dan titik keabadian belum diraih Lilianne—Emile khawatir, namun tak pernah mengucapkan.

Mereka berdiri disini sebagai apa? Musuhkah? Atau masih saudara? Tahta kerajaan bukanlah sesuatu yang dicari oleh Emile. Lelaki itu sebebas harapannya untuk lepas dari ancaman, termasuk saudaranya sendiri dan Emile yakin Lilianne satu pemikiran dengannya.

"Ah, Lilianne." Otot wajahnya kalah oleh kekakuan yang menyelimuti wajah tanpa ekspresi Emile.

"Adikku yang manis," karena Lilianne masih cantik, sama seperti bunga lily yang tumbuh dengan ajaib di pekarangan istana. Masih cantik dengan rambut panjangnya, masih cantik dengan jari-jari lentiknya yang dulu Emile genggam, Emile jaga, kakak akan selalu melindungimu.

"Kak Emile,"

Emile membalas jawaban itu dalam otaknya. Ya, ya, sebut namaku lagi seperti kita tertidur pulas di padang rumput manusia dan kau, dan aku dimarahi oleh kakak-kakak bermuka datar.

Lilianne melesatkan pengharapan dalam sorot matanya, dia tahu kepada siapa satu-satunya tali yang akan mengeluarkannya dari kegelapan tak berujung selain Hiro.

"Tolong aku,"

Dentuman itu terasa beriringan dengan kalimat Lilianne.

Kadangkala, Emile tak habis pikir, memang, monster sepertinya punya apa di dalam sangkar dadanya?

end.