Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto

Genre: Romance, humor, drama, hurt/comfort, etc

Pairing: NaruSaku dan SasuHina


Warning: AU, Ooc, typo(s), rush, dan kesalahan lainnya

Story is mine

.

Don't Like Don't Read

Happy Reading :)

.

A Foolish Married

Chapter 1 "The First Meeting"

.

.

.

Rembulan malam dengan indah memancarkan sinarnya ditemani bintang yang berkelap-kelip membuat langit semakin berwarna. Terlihat dua orang pemuda berambut jabrik pirang dan satu lagi pemuda berambut raven dengan rambut yang sedikit mencuat ke atas sedang duduk di bangku taman kota, maklum saja ini adalah malam minggu, malam panjang bagi remaja. Tapi berhubung mereka ini adalah jomblo-jomblo bahagia, jadi, mereka berkencan dengan sesama jenisnya.

Pemuda berambut pirang mengerang pasrah dan menarik-narik rambutnya frustasi. Seperti seorang perempuan yang hamil dan tak ada yang bertanggung jawab. Satu lagi pemuda berambut raven itu malah memilih merebahkan diri di bangku taman, tanpa mau memikirkan kefrustasian sahabatnya itu.

"Teme, kenapa kau tenang sekali seperti itu? kau lupa pesan tou-chan dan Fugaku-jiisan setahun yang lalu agar kita cepat mencari calon istri, dan batas waktunya itu besok, apa mereka tak berpikir usia kita belum cukup memadai, kita baru berumur sembilan belas tahun. Pikiran orang tua tak pernah bisa kumengerti," erang Naruto dan langsung menghempaskan tubuhnya ke bangku taman.

"Hn aku tahu dobe. Tapi, daripada memikirkan hal itu lebih baik kita pulang dulu saja, ini sudah pukul setengah sebelas malam. Aku ngantuk, mau tidur," jawab Sasuke sambil melirikan matanya pada jam arloji hitam yang tertempel dengan menawan di pergelangan tangan kirinya itu.

"Tapi, Sasuke, lalu besok bagaimana? Aku harap dewa keberuntungan akan memihak kita."

"Besok, ya, besok. Sekarang aku butuh tidur."

Dengan berat hati dua pemuda itu yang ternyata bernama Naruto dan Sasuke pun melangkahkan kaki menuju apartemen mereka. Maklum mereka sudah tidak satu rumah lagi dengan ayah juga ibunya sejak satu tahun yang lalu. Karena setelah mereka lulus dari Tokyo Senior High School, mereka disuruh untuk cepat menikah, jadi, dengan sangat terpaksa mereka pergi dari rumah tercinta dan memilih tinggal berdua.

Tapi, tetap saja ayah dan ibu mereka mengajukan syarat agar mereka mencari calon istri dalam jangka satu tahun dan jatuh temponya tepat hari minggu besok. Kalau tidak, mobil dan apartemen ini akan disita dan juga tak akan dikirim uang kembali. Maka dari itu Naruto benar-benar bingung menghadapi hari esok yang begitu suram menurutnya.

oOoOoOoOoOoOo

Cahaya mentari pagi menerobos kamar apartemen Sasuke dan Naruto, dua orang pemuda ini masih setia bergulat dengan kasurnya. Mereka terlalu enggan untuk sekedar membuka mata dan menghadapi hari ini yang begitu menyebalkan. Orang tua mereka meminta mereka untuk membawa perempuan yang telah mereka janjikan setahun yang lalu, sebenarnya itu perjanjian secara sepihak dari orang tua mereka saja.

Sasuke membuka selimut yang masih menutupi tubuhnya, dan berjalan mendekati balkon untuk membuka jendela agar sinar mentari bisa sedikit menerangi apartemennya ini. Dia menguap kecil, lalu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, hari ini tugasnya untuk menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Selesai membersihkan diri di kamar mandi, Sasuke mengganti pakaiannya dan berjalan ke tepi kasur.

Sasuke berusaha membangunkan Naruto-sahabatnya-, pemuda ini benar-benar seperti kerbau kalau sudah tidur, susah untuk dibangunkan. Dia bersusah payah membangunkan Naruto, Sasuke hanya tak mau dimarahi oleh orang tuanya juga orang tua Naruto karena terlambat datang ke acara keluarga siang ini. Walaupun sebenarnya ia malas bahkan sangat malas mendatangi acara yang mungkin akan membunuhnya juga Naruto.

"Ck, Naruto cepat bangun, jangan sampai terlambat ke acara keluarga itu, aku tak mau dimarahi," gerutu Sasuke sambil membangunkan Naruto. Naruto hanya menggeliat kecil dan meneruskan tidurnya kembali.

"Narutooo…." teriak Sasuke kecil di telinga Naruto, dia harap semoga Naruto bisa cepat bangun dengan ini.

"Apa-apaan sih kau Sasuke, sakit telingaku. Buat apa kau bangunkan aku di hari sial begini, rasanya aku ingin menghilang." Naruto memasang muka sedihnya, dia benar-benar merasa dunia akan kiamat sekarang juga. Kenapa pikiran orang tua mereka tak bisa mengikuti perkembangan zaman. Kenapa harus mereka menikah di usia yang masih muda begini, orang tua mereka benar-benar kuno.

Tapi, lari dari masalah akan terlihat sangat pengecut, mereka harus tetap pergi ke acara keluarga yang mematikan itu, walaupun, sejujurnya mereka benar-benar tak mau datang. Naruto mengucek sebentar matanya dan mebuka selimut tidurnya, lalu, pergi ke arah kamar mandi untuk mebersihkan diri.

Sementara Naruto sedang bersenang-senang mandi, Sasuke sibuk memikirkan menu apa yang enak untuk menjadi makan pagi mereka. Dia melangkahkan kakinya menuju kulkas mencari bahan apa saja yang ada di dalam kulkas. Sasuke menghela napas pasrah tatkala melihat isi kulkas hanya ada beberapa cup ramen instant, sepertinya sarapan kali ini menguntungkan Naruto.

Detik demi detik berlalu, jarum jam berputar dengan cepatnya, tak terasa jam sudah menunjukan pukul sebelas siang, mereka harus segera bersiap-siap pergi ke acara keluarga yang membunuh itu, karena orang tua mereka akan datang tepat pada pukul dua belas siang ini. Peduli amat dengan perempuan yang sudah mereka janjikan, mencari perempuan tidak sulit, hanya membawa wanita yang bertemu di jalan dan meminta bantuannya dengan diiming-imingi uang pasti mau.

Naruto dan Sasuke mencoba bajunya satu per satu, mencari baju yang mana yang kira-kira cocok untuk mereka dan yang paling penting harus menarik agar ada perempuan yang kecantol pada mereka nanti.

Sasuke pun memutuskan untuk memakai kaos lengan panjang polos berwarna biru dongker dan jeans panjang. Sedangkan Naruto memakai kaos lengan pendek berwarna biru muda cerah dan di bagian belakangnya bertuliskan 'Will You Marry Me?', sepertinya Naruto memang berniat menarik perhatian perempuan.

Dengan berjalan sedikit sempoyongan karena saking tidak bersemangat mereka pergi menuju depan rumah. Naruto mengeluarkan Honda jazz pemberian orang tuanya, sedangkan, Sasuke menunggu di luar apartemen. Sasuke pun akhirnya masuk ke dalam mobil Naruto, mereka pergi dengan sangat tidak senang. Semoga saja mereka mempunyai cukup alasan untuk menundanya lagi.

oOoOoOoOoOoOo

Dua orang gadis sedang duduk di tepi pantai. Dari wajah mereka terlihat begitu memprihatinkan. Seorang gadis berambut soft pink sedang menerawang jauh melihat ombak yang menggulung-gulung dengan sangat indah. Mungkin karena saking indahnya ombak itu bisa menyita perhatian perempuan ini sepenuhnya.

Seorang lagi gadis berambut lurus tergerai berwarna biru sedang menghela napas berkali-kali seperti kekurangan pasokan oksigen. Padahal di sini tidak terlalu banyak orang terlihat, lalu, dengan siapa gadis ini berlomba dalam mangais setiap oksigen yang ada di sini.

Mereka sibuk dengan pemikirannya masing-masing, gadis pinkish ini memikirkan mantan kekasihnya yang baru saja ia putuskan. Seorang laki-laki berambut seperti nanas yang memiliki tampang yang tak bisa dibilang biasa juga otaknya yang encer. Rasanya Sakura mengutuk dirinya sendiri karena telah memutuskan laki-laki itu begitu saja.

Seharusnya ia mendengarkan sedikit saja apa yang akan dikatakan pemuda yang masih ia cintai itu. Tapi, memang perempuan mana yang tak marah saat melihat sang kekasih sedang makan berdua di sebuah restaurant bersama seorang gadis.

Padahal ia sengaja datang jauh-jauh ke Tokyo untuk menemui sang kekasih yang sudah menjalin hubungan kurang lebih satu setengah tahun dengannya itu. Ia ingin melihat sendiri bagaimana kabarnya mumpung ia sedang liburan setelah UAS semester duanya. Namun, sampai di sini ia malah melihat pemandangan yang membakar hatinya.

Sebenarnya ia tahu apa yang dilihat itu belum tentu seperti apa yang kita pikirkan. Tapi, tetap saja saat itu ia terbawa oleh emosi. Maka dari itu ia mengutuk kebodohannya karena harus terbawa oleh emosinya yang laknat.

Hampir sama dengan sahabat pinkishnya, gadis manis berambut lurus tergerai ini jadi kepikiran dengan kekasihnya yang sudah putus sekitar dua bulan yang lalu itu. Sungguh melihat kejadian yang menimpa sahabatnya ini, ia sedikit bersyukur karena nyatanya ia tak pernah dikhianati oleh kekasihnya. Tapi, itu juga membuatnya menyesal karena telah menyia-nyiakan pemuda berambut merah dan memiliki tato di dahinya.

Mereka berdua terlalu terhanyut oleh pikiran masing-masing dan penyesalan yang mereka rasakan. Sampai mereka tak sadar bahwa mereka telah menyia-nyiakan waktu yang begitu berharga hanya untuk termenung.

Terlalu lama termenung ternyata dapat membuat kerongkongan mereka haus juga. Sinar mentari yang kelewat dari kata cerah ini membuat mereka merasakan kering di kerongkongannya.

"Hinata, apa kau haus?" tanya gadis berambut soft pink itu pada sahabatnya-Hinata- sambil memegang kerongkonggannya dari luar. Gadis yang disebut Hinata itu menganggukan kepalanya menyetujui apa yang dikatakan sahabatnya.

"Ne, kau benar S-Sakura-chan. Aku ingin es," tuturnya dengan menambahkan bahwa ia ingin meminum sesuatu yang dingin untuk menyegarkan kerongkongannya kembali.

"Aku setuju, sepertinya es cocok untuk kekeringan yang melanda kerongkongan juga hatiku," sahut Sakura berlebihan. Beginilah bila seorang remaja sedang dilanda rasa galau. Kata-kata yang diucapkan akan berhubungan dengan apa yang hati mereka rasakan.

"K-kau berlebihan Sakura-chan. Baiklah, aku yang akan membelikannya untuk kita berdua. Sakura-chan tunggu di sini, ya. J-jangan kemana-mana," ujar Hinata pada Sakura sambil memberikan sebuah senyum simpul kepadanya. Sakura ikut tersenyum melihat kelakuan Hinata. Sahabatnya ini benar-benar baik.

Menunggu memang sesuatu yang sangat menyebalkan di dunia. Meskipun tak lari ke sana ke mari, namun, yang namanya menunggu itu terasa lelah. Lelah hati dan batin tepatnya. Bosan sedari tadi duduk-duduk tak jelas di tepi pantai seperti ini. Sakura mendirikan tubuhnya dan merenggangkan tangannya ke atas, seperti saat dia sehabis bangun dari tidur.

Bingung dengan apa yang akan dia lakukan, Sakura hanya jalan-jalan ke sana ke mari tak tentu arah. Yang penting jenuh dan jengahnya hilang. Kembali, dia memikirkan kekasihnya mungkin sekarang lebih tepat dikatakan mantan kekasihnya. Rasa kesal kembali mendera batinnya, kesal kepada dirinya juga kesal kepada mantan kekasihnya itu.

Dia sengaja datang ke Tokyo agar bisa berlibur dan menghabiskan waktu berlibur dengan sang kekasih. Semuanya malah menjadi laknat seperti ini, dewi fortuna sepertinya memang tak memihak Sakura selama di Tokyo. Setiba di Tokyo, Hinata dan Sakura hampir saja kehilangan semua hartanya karena dicopet. Untung saja copet itu tertangkap.

Setelah sampai di penginapan, dia harus membereskan penginapan itu. Karena katanya itu sudah cukup lama tak dihuni. Dan yang lebih menyebalkan sekaligus menakutkan, setiap pengunjung di penginapan ini tak mau menghuni kamar yang sekarang ia dan Hinata huni karena penghuni terakhir meninggal karena kecelakaan.

Memang kita sebagai manusia hanya bisa berencana dan yang menentukan segalanya hanya Kami-sama. Karena begitu kesal dengan hal-hal yang terjadi padanya semenjak menginjak tanah Tokyo, Sakura menendang kaleng soft drink yang ada di hadapan kakinya. Kaleng itu pun melambung ke atas dan…PLETAK, yap tendangan Sakura sukses mengenai kepala orang.

"Mati aku," gumam Sakura pelan. Dengan pura-pura tak tahu apa-apa Sakura berbalik agar tak jadi tersangka utama. Bagaimana kalau orang itu amnesia dan meminta pertanggungjawaban darinya. Mungkin keluarganya akan menuntut dan menjebloskannya ke penjara. Dia ke sini kan untuk berlibur bukan untuk di tahan di penjara.

"Hei, kau pink," teriak seseorang dari belakang. Sakura diam membatu, sepertinya dia ketahuan kalau dia yang menendang kaleng soft drink itu. Wajah Sakura pucat seketika, bagaimana kalau pikirannya benar, bagaimana kalau dia amnesia.

"Hei, kau tuli ya, pink!" teriak orang tersebut untuk kedua kalinya. Tuing, muncul sudut siku-siku di jidat Sakura. Aura Sakura menjadi hitam, dia marah pada sosok yang memanggilnya itu. Enak saja orang itu, sudah bilang pink bilang tuli lagi. Sepertinya dia tidak sayang pada nyawanya.

"APA HAH? AKU MENDENGARMU!" teriak Sakura sambil membalik sepenuhnya ke hadapan orang menyebalkan itu. Pemuda berambut pirang jabrik yang diteriaki Sakura itu cengo melihat Sakura yang tiba-tiba marah seperti ini.

"Kau kenapa? dan yang lebih penting… aww~" Ucapan pemuda itu terhenti dan langsung memegang kepalanya yang masih terasa cenat-cenut akibat kaleng soft drink yang menghantam kepalanya itu.

"Kau kenapa? kau tidak apa-apa, kan? kau tidak amnesia, kan? gomen aku menendang kaleng tadi sembarangan. Jangan penjarakan aku ya, please…" ucap Sakura tiba-tiba sambil memegang kepala pemuda pirang itu. Dia memohon-mohon agar dirinya tidak di penjara akibat tindakan cerobohnya.

Lagi-lagi Naruto-pemuda pirang itu- cengo dengan apa yang dikatakan Sakura. "kau gadis unik," ucap Naruto tanpa ia sadari. Bahkan sel motoriknya tak memerintahkan itu.

"Hei, Naru-chan. Wahh~ ini pacarmu ya. Dia benar-benar cantik, kaa-chan tak menyangka kau bisa mendapatkan gadis semanis ini." Suara seorang perempuan paruh baya bersurai merah marun dan masih terlihat cantik juga muda itu membuat sepasang muda-mudi itu menoleh. Rasa kagum Naruto pada Sakura yang begitu aneh lenyap seketika.

Raut wajah Naruto berubah drastis menjadi pucat pasi. Kenapa ia harus bertemu kaa-channya di saat yang tidak tepat seperti ini. Naruto benar-benar merutuk dalam hati. Kaa-channya malah menyangka perempuan aneh berambut pink ini adalah pacarnya. Sebentar, Naruto tiba-tiba menyeringai mendapat sebuah ide cemerlang.

"Ne, dia pacarku, kaa-chan," ucap Naruto tiba-tiba. Sakura melongo hebat mendengar penuturan Naruto. Ketemu saja baru beberapa menit yang lalu masa dia sudah mengaku-aku dirinya sebagai pacarnya. Apa jangan-jangan pemuda di hadapannya ini benar-benar amnesia sampai-sampai dia mengira dirinya adalah pacarnya.

"Eh, gomen baa-san. Watashi wa Sakura desu. Demo, saya bukan pa…aww~" Ucapan Sakura berhenti tergantikan oleh jeritan kecil yang keluar dari mulutnya. Pemuda ini benar-benar sialan, berani-beraninya dia menginjak kaki seorang Haruno Sakura.

"Namanya Sakura ya, ah nama yang indah seperti orangnya," timpal kaa-chan Naruto dengan mata berbinar-binar.

"Ne, Sakura-chan dia kaa-chanku." Naruto malah semakin memperlebar kebohongan yang tercipta membuat Sakura tambah bingung. Naruto benar-benar keterlaluan membawa seseorang ke dalam masalah pribadinya.

"Hai, Saku-chan. Saya kaa-chan dari Naruto sekaligus calon mertuamu, yoroshiku," ucap Kushina-kaa-chan Naruto- sambil mengedipkan sebelah matanya ke Sakura. Sakura benar-benar semakin linglung, dia mengedipkan matanya berkali-kali.

Apa dia sedang bermimpi sekarang? Kenapa wanita itu bilang dia calon mertuanya? Rasanya Sakura mengutuk keinginannya untuk pergi ke Tokyo.

"Sudahlah kaa-chan, nanti aku menyusul bersama Sakura-chan. Kaa-chan duluan saja, mungkin tou-chan sudah menunggu," ucap Naruto mengusir kaa-channya secara halus.

"Baiklah Naru-chan, kaa-chan mengerti kalian masih ingin berdua, sedikit terlambat juga tidak apa-apa," ujar Kushina dengan mengedipkan sebelah matanya lagi mencoba menggoda anak sulungnya itu. Yang digoda sedikit memerah pipinya dan cemberut dengan tindakan sang kaa-chan.

Setelah Naruto rasa kaa-channya sudah hilang dari jangkauan netranya dia berbalik ke arah Sakura. Melihat Sakura yang masih sedikit shock dan tidak mengerti dengan semua yang terjadi ini, membuat Naruto menghela napas panjang. Sepertinya membutuhkan banyak waktu untuk mejelaskan ini semua pada si pinkish.

"Hei, Sakura…Sakura…apa kau mendengarku?" tanya Naruto sambil melambai-lambaikan tangannya di hadapan Sakura. Sedetik, dua detik, tiga detik, akhirnya Sakura kembali sadar dengan apa yang terjadi dengannya tadi.

"Ya Naruto aku mendengarmu…" Sakura masih linglung atas ucapan wanita berambut merah marun tadi.

"Oh ya, jelaskan semuanya! Jangan seenak-enaknya mengaku sebagai pacarku gitu dong! Apalagi wanita tadi bilang calon mertua!" lanjut Sakura setelah kesadarannya benar-benar kembali sepenuhnya. Naruto menghela napas sebal, gadis di hadapannya ini benar-benar unik. Cepat sekali moodnya berubah-ubah seperti ini.

"Iya…iya santai sedikit kali," timpal Naruto dengan malas dan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Melihat Naruto seperti tak peduli seperti ini membuat Sakura semakin sebal dengan pemuda yang baru ia temui beberapa menit yang lalu itu.

Hening seketika meliputi atmosfer Sakura dan Naruto. Hanya semilir angin yang menemani keheningan di antara mereka. Sepoi angin begitu sejuk terasa, menerbangkan beberapa helai rambut pink Sakura. Sakura tampak bingung dengan tindak tanduk Naruto yang tiba-tiba menjadi pendiam seperti ini. Bukankah si pirang ini bilang akan menjelaskan semuanya, lalu kenapa sedari tadi diam seribu bahasa seperti ini?

"Hah…" desah Sakura jengah berharap Naruto mengerti bahwa dia sudah malas menunggunya untuk menjelaskan semua yang terjadi tadi. Naruto yang kini otaknya tiba-tiba menjadi pintar mengerti desahan Sakura, ia pun memutar manik matanya bosan. Otaknya yang pas-pasan itu mencoba diputar ke sana ke mari mencari kata-kata yang tepat.

"Kau harus pura-pura menjadi kekasihku." Ucapan telak keluar dari mulut Naruto membuat Sakura semakin melongo hebat. Kenapa dia harus melakukan itu? Apa hubungannya ia dengan semua ini?

"Enak saja kau bicara! Siapa anda menitah saya seperti itu!" protes Sakura tak terima dengan keputusan aneh yang keluar dari mulut Naruto secara tiba-tiba seperti itu.

"Kalau tidak aku akan menuntutmu karena sudah membuat kepalaku sakit. Dan mungkin saja sarafku kena." Sakura sedikit gugup mendengar apa yang Naruto katakan. Kali ini ucapan Naruto sukses membuat Sakura diam. Oh ayolah Sakura, hanya pura-pura menjadi kekasih si pemuda pirang ini apa ruginya daripada harus masuk penjara yang akan merenggut semua impianmu, pikir Sakura.

"Hah, baiklah. Hanya kekasih, ya! Dan berapa lama memang waktunya?"

"Entahlah, ikuti saja permainannya nanti," tantang Naruto sambil menyeringai penuh kemenangan. Ah, sepertinya kali ini Naruto merasa dewi fortuna benar-benar berada di pihaknya.

Berbeda dengan Naruto. Sakura malah kembali mengutuk keinginannya untuk pergi ke Tokyo. Ya, semua kesialan yang terjadi gara-gara keinginannya ke Tokyo. Andai saja dia tak pernah ingin pergi ke tempat menyebalkan ini.

Sudah banyak hal konyol yang terjadi di dalam hidupnya. Tapi, sungguh ini yang paling konyol. Baru putus beberapa jam yang lalu dengan kekasihnya dan sekarang malah menjadi pacar pura-pura orang lain hanya karena menendang kaleng soft drink. Konyol.

"Kau terlihat kusut, Sakura-chan. Benahi dulu pakaianmu, setelah itu kita temui orang tuaku," ajak Naruto sambil menggandeng tangan Sakura dan menggiringnya entah kemana. Sakura hanya bisa menurut dengan perlakuan Naruto. Pemuda pirang di sebelahnya ini sudah berani menggandeng tangannya padahal baru kenal beberapa menit yang lalu.

Tiba-tiba Sakura merasa hal buruk akan terjadi padanya. Apa hal buruk itu Sakura tak tahu. Namun, intuisinya mengatakan bahwa dia akan mengalami hal yang lebih konyol dari ini.

Di sisi lain Hinata sedang membeli dua buah es kelapa muda di sebuah kedai yang berada di pantai ini. Dengan sedikit sumringah dia berjalan menuju tempat Sakura tadi. Tanpa Hinata sadari dari arah sebelah kanannya pemuda berambut raven sedang berjalan terburu-buru sampai tak melihat ada orang di hadapannya.

"Ck, si dobe dimana! Bukankah tadi aku bilang tunggu aku di daerah sini," gerutu Sasuke sambil sibuk mengetik-ngetik handphonenya dan berusaha menghubungi Naruto-sahabatnya-. Mereka memang terpisah karena Sasuke ingin ke kamar mandi sebentar. Baru ditinggal sebentar saja, Naruto sudah hilang.

Sasuke pun dibuat sibuk olehnya karena harus mencarinya kemana-mana. 'Maaf nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi' Kurang lebih seperti itulah suara di seberang sana berseru sesaat setelah Sasuke mencoba menghubungi Naruto.

Sasuke kembali menggerutu dan berdecak sebal. Kenapa di saat seperti ini. Bahkan dia belum mendapat wanita untuk diperkenalkan dengan orang tuanya. Sebenarnya memang sedari tadi banyak yang memerhatikannya sih. Tapi, masa iya ia harus mendatangi tiba-tiba wanita itu dan mengajaknya menikah. Bisa disangka orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa dirinya.

Sasuke kembali mendemgus dan berjalan tanpa melihat ke sekitar. Pandangannya masih ia tunjukan pada smartphonenya yang cukup mahal itu. Brukk…Tanpa sengaja Sasuke menabrak seseorang di hadapannya.

Seorang gadis berambut biru panjang tergerai dengan indah dan matanya yang berwarna lavender. Dengan sangat tidak sengaja dua buah es kelapa muda yang gadis itu bawa mengguyur smartphone milik Sasuke dan membuatnya mati seketika.

"Ck, kau punya mata tidak, sih?! liat handphoneku rusak!" bentak Sasuke melihat smartphonenya yang tiba-tiba mati itu. Sebenarnya mudah saja baginya untuk membeli smartphone yang baru. Hanya saja dia tak berani meminta pada orang tuanya. Bahkan apartemen dan mobilnya yang ada di apartemennya itu akan disita bila hari ini tidak membawa seorang wanita pun.

"Gomen ne. Tapi, anda yang tidak l-lihat-lihat. S-seharusnya a-anda melihat jalan di depan anda," timpal gadis itu dengan wajahnya yang sudah memerah. Bukan karena tersipu oleh pemuda yang menabraknya tadi. Hinata akui pemuda itu memang tampan, namun, sungguh benar-benar menyebalkan.

Mendengar jawaban dari sang gadis, Sasuke pun mendongakan kepalanya. Melihat seperti apa wajah gadis yang berani-beraninya menyalahkan seorang Uchiha Sasuke. Hinata membuang pandangannya dari pemuda yang menabraknya. Apa-apaan itu, kenapa pemuda itu memandangnya dengan begitu intens.

"Aku tak mau tahu! Kau harus menggantinya! Harganya satu setengah juta yen," tukas Sasuke tak mau kalah. Hilang sudah sebutan stoic untuknya. Dia yang terkenal bisa menahan nafsunya kini dengan mudah terpancing amarah gara-gara hal sepele.

Hinata yang mendengar hal itu tertegun sejenak. Satu setengah juta yen katanya. Setengah juta yen saja dia tak punya. Dia tak mungkin minta kepada tou-sannya untuk dikirim uang sebanyak itu. Ke Tokyo saja dia harus berbohong demi sahabat tercintanya itu. Hinata yakin tou-sannya akan memanggangnya hidup-hidup bila tahu dia di Tokyo dan terlibat hutang seperti ini.

Sungguh Hinata tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini. Dia mencoba mencari handphonenya untuk menghubungi Sakura dan meminta bantuannya. Namun, naas dia lupa membawa handphonenya yang ia tinggalkan di penginapannya bersama Sakura.

Oh, Kami-sama haruskah dia mengalami hal sial lagi. Sudah cukup, semenjak mengikuti tour bodoh sahabatnya ini dia menjadi terkena kesialan yang bertubi-tubi dan ini yang paling parah dari semuanya.

Sasuke dengan santai menunggu gadis di hadapannya ini untuk mengatakan sesuatu. Entah kenapa dia rasa sedikit banyak dia melihat sosok ibunya di dalam gadis yang sedang melamun di hadapannya ini. Beberapa detik terbuang dengan sia-sia, Sasuke tahu dia tak bisa menunggu lebih banyak lagi, bila tidak ia akan terlambat. Peduli amat dengan sahabat dobenya, lebih baik dia ke sana duluan.

"Kau tak punya uang untuk menggantinya?" tanya Sasuke dengan nada mengejek membuat Hinata malu. Rona merah mulai menjalar di pipinya yang sedikit chubby, membuatnya terlihat tambah manis.

"Hah, baiklah ikut denganku," titah Sasuke sambil mengintrupsi Hinata untuk melangkah di sampingnya dan mengikuti langkah si pemuda menyebalkan ini.

"K-kau mau membawaku kemana?" tanya Hinata sedikit gugup. Dia takut Sasuke akan membawanya ke tempat yang aneh-aneh. Mungkin dia berniat menjual Hinata ke sebuah tempat penghibur. Hinata bergidik ngeri membayangkan hal itu. Kali ini tou-sannya akan memannggangnya hidup-hidup sekaligus memotong-motong setiap bagian tubuhnya. Tidak, dia tidak mau menjadi wanita penghibur.

Sasuke yang menyadari kegugupan juga ketakutan dari nada ucapan Hinata hanya bisa mendengus. Apa perempuan itu berpikir dia seorang hidung belang. Wah, tepat Sasuke, kau benar-benar jenius.

"Tenang saja, aku bukan orang jahat." Sasuke menoleh ke arah Hinata dan mengukir seulas senyum tipis. Sangat tipis. Sampai-sampai Hinata tak menyadari itu. Meskipun Sasuke berucap demikian itu tak mengurangi ketakutan Hinata. Mana ada orang jahat yang mau mengakui bahwa dirinya jahat. Tapi, Hinata mencoba menepis pikirannya itu.

Dia yakin Sasuke memang baik. Ya, dia harus yakin dengan hal itu walaupun hanya sedikit. Dengan santai Hinata mengikuti setiap langkah Sasuke. Selang beberapa puluh menit kemudian, akhirnya mereka sampai di sebuah distro kecil di daerah pantai ini. Hinata menatap bingung Sasuke, kenap laki-laki itu membawanya kemari.

Melihat Sasuke yang masih belum mau memberitahu, Hinata hanya bisa pasrah. Dia kembali mengikuti langkah Sasuke yang memasuki distro kecil tersebut. Dia semakin aneh dengan setiap tindakan yang dilakukan Sasuke. Bukankah Sasuke seorang pria, kenapa dia malah memilah-milih pakaian untuk wanita.

"Ini, coba pakaian ini," titah Sasuke-lagi- sembari memberikan sebuah gaun pendek selutut berwarna putih dengan pita yang melingkar di pinggangnya. Gaun itu memang simple, tapi tetap tak menghilangkan kesan elegan dan indahnya. Hinata yang masih tidak mengerti hanya mengerutkan kening heran.

"Kau coba pakaian ini di kamar ganti, cepat." Sasuke kembali mengulang kalimat perintahnya. Dengan sigap, Hinata langsung meraih gaun tersebut dari tangan Sasuke dan ngacir ke kamar ganti. Hinata tak mau mencari masalah yang semakin rumit dengan bertanya untuk apa, kenapa dan lain sebagainya.

Dia cukup tahu bahwa pemuda itu sedikit psycho menurutnya atau mungkin lebih tepat temperamental. Cepat sekali marah, jadi, dia memilih untuk menurutinya saja tanpa mencerugainya sedikitpun.

Ya, Hinata tak tahu apa yang akan dilakukan pemuda itu terhadapnya. Tapi, Hinata tak mau ambil pusing dengan semua itu. Dia hanya berharap Kami-sama akan menjauhkannya dari hal-hal yang berbahaya dan merepotkan nantinya. Semoga saja. Berdo'alah lebih banyak Hinata.

Setelah gaun itu tertempel dengan indahnya di tubuh ramping Hinata. Ia mencoba melihat bagaimana penampilannya lewat pantulan cermin di hadapannya. Cantik. Hinata sedikit bersemu merah melihat dirinya terlihat lebih manis mengenakan gaun tersebut. Sisi femininnya lebih terlihat lagi.

Dengan sangat gugup Hinata membukan tirai ruang ganti tersebut dan memperlihatkan penampilannya terhadap Sasuke. Melihat sebuah kaki mendekatinya, Sasuke mendongak melihat gadis yang ia bawa tadi. Terpesona sejenak melihat Hinata begitu terlihat manis dengan gaun yang ia pilihkan tadi.

Sasuke berdehem mencoba menguasai diri kembali yang tadi sempat terjerat oleh pesona Hinata. Tak bisa dipungkiri lagi, pipi Sasuke memperlihatkan gurat-gurat merah. Ya, seorang Uchiha Sasuke tersipu oleh seorang gadis yang baru dikenalnya sekita satu jam yang lalu.

"Kau pantas mengenakan gaun itu. Oh ya, aku belum tahu namamu. Siapa namamu?" Sasuke mencoba mengalihkan pembicaraannya.

"Terimakasih. Namaku Hinata, H-hyuuga Hinata," sahut Hinata memperkenalkan diri dan memberikan senyum simpul ke arah Sasuke.

"Baiklah Hinata. Namaku Sasuke, Uchiha Sasuke. Senang bertemu denganmu. Ayo, kita pergi dari sini sebelum itu ke kasir dulu untuk membayar gaun yang kau kenakan itu," ajak Sasuke sambil kembali menggiring Hinata ke arah kasir.

Hinata membeku sesaat, oh ayolah, apa dia harus membayar sendiri gaun yang dikenakannya itu. Kalau begitu ia lebih memilih melepaskannya sekarang juga. Hinata mengikuti langkah Sasuke dari belakang dengan gelisah. Sasuke yang menyadari kegelisahan Hinata langsung balik badan, "Tenang saja, aku yang akan membayarnya," ujar Sasuke seolah mengerti kegelisahan yang dirasakan Hinata.

Hinata kembali merona, dia benar-benar malu, apakah dia terlihat begitu gelisah sampai-sampai Sasuke menyadarinya.

Di tempat yang sama Naruto sedang memilih pakaian untuk Sakura yang kelihatan sedikit lusuh. Terang saja gadis itu baru saja mengalami patah hati, jadi, kelihatan lusuh itu memang pantas, bukan.

"Sakura-chan, pakai ini saja," usul Naruto kepada Sakura yang sedang memilah milih baju di hadapannya. Sakura mendongak sebentar melihat pakaian seperti apa yang Naruto usulkan itu. Sebuah gaun pendek selutut yang warnanya senada dengan rambut merah mudanya. Sakura mengangkat sebelah alisnya melihat gaun yang Naruto pilihkan.

"Tidak, aku tidak suka pakai gaun! Pakai ini saja, ya?" tukas Sakura sambil memperlihatkan sebuah baju panjang berwarna pink dengan corak batik ke arah Naruto. Kali ini Naruto yang sedang mengangkat sebelah alisnya melihat baju yang Sakura usulkan.

Memang cukup bagus, namun akan terlihat lebih feminin bila memakai gaun. Naruto menggeleng pelan sebagai pertanda bahwa dia tidak setuju dengan Sakura. "Oh ayolah, Naruto! Lagipula aku yang akan memakainya, kan!" bujuk Sakura yang langsung mengeluarkan jurus puppy eyesnya membuat Naruto tak bisa berkutik.

Dengan menghela napas pelan akhirnya Naruto menyetujuinya juga. Sakura tersenyum girang sambil melompat-lompat senang. Melihat kelakuan Sakura seperti itu membuat Naruto mau tak mau tertawa kecil. Benar-benar unik gadis pink ini menurutnya. Mudah sekali moodnya berubah-ubah.

Layaknya seorang kekasih Naruto memegang pergelangan Sakura dan tersenyum ke arahnya, "Sudah, kita bayar dulu, ne, Sakura-chan," ujarnya sambil menggiring Sakura ke arah kasir.

"Ah, baiklah," respon Sakura mengikuti langkah Naruto dari belakang.

Mereka berjalan beriringan ke arah kasir. Lalu, pergi meninggalkan distro kecil itu. Sakura sebenarnya masih memiliki firasat buruk atas semua ini. Namun, ia tepis itu semua dan mencoba untuk positive thinking. Ah, belum tahu saja Sakura yang akan terjadi setelah ini.

oOoOoOoOoOoOo

Hinata yang masih benar-benar bingung sebenarnya mau kemana Sasuke membawanya itu. Dia merasa menjadi gadis bodoh yang mau saja dibawa oleh pemuda yang baru saja ia kenal. Tapi, sungguh ia tak mau cari masalah apabila tidak mengikuti perintah Sasuke.

Entah kenapa Hinata merasa dia kembali merasakan firasat yang buruk nantinya. Oh ayolah apa yang diinginkan seorang Sasuke terhadap gadis sepertinya. Apa dia benar-benar pemuda baik atau hanya pura-pura baik. Hinata memang mudah percaya dengan orang, sampai akhirnya dia sering ditipu oleh orang lain.

Misal saja, Kiba, mantan kekasih pertamanya yang membohonginya dan berselingkuh di belakangnya.

"S-sebenarnya kita mau kemana U-uchiha-san?" tanya Hinata hati-hati takut Sasuke kembali tersulut amarah karenanya. Dia tak mau ambil resiko kembali kena sembur dari Uchiha di sampingnya ini.

"Sasuke, panggil saja aku Sasuke. Ikuti saja aku bawa kau kemana, Hinata." Sukses ucapan Sasuke kembali membuat Hinata diam. Dia lebih memilih untuk terus mengikuti langkah pemuda ini daripada bertanya lebih jauh lagi.

Hinata kembali dibuat bingung saat memasuki sebuat resto yang cukup mewah. Dia digiring ke sebuah meja. Ada empat orang tua paruh baya. Sepertinya mereka merupakan dua pasang suami istri. Hinata melihat mereka dengan seksama.

"Ah, Sasuke kau sudah sampai, ayo duduk," titah seorang perempuan paruh baya berambut merah marun kepada Sasuke. Sasuke hanya mengulum senyum dan mengikuti perintah wanita itu, lalu Sasuke menyuruh Hinata duduk di sampingnya.

"Ini pasanganmu, Sasuke? Wah mirip Mikoto ya." Wanita berambut merah marun itu kembali bersuara. Wanita satunya yang memang mirip dengan Hinata menoleh ke arah pasangan itu membuat Hinata sedikit gugup. Apa yang diucapkan wanita paruh baya itu, pasangan katanya. Sepertinya ada yang salah, pikir Hinata.

"Kau benar Kushina, dia mirip istriku, cantik," susul seorang laki-laki paruh baya yang duduk berwibawa. Wajahnya terlihat tegas. Dipuji seperti itu membuat Hinata sedikit merona.

"Gomen, terlambat." Sebuah ucapan mengintrupsi obrolan mereka berenam. Dengan serempak mereka menolehkan kepala mereka ke arah sumber suara. Terlihat Naruto dan Sakura yang baru saja datang.

Emerald bertemu lavender. Mata mereka membulat sempurna, kaget dengan siapa yang mereka lihat. Apa dunia ini memang hanya seluas daun kelor. Dan lagi, siapa laki-laki yang bersama orang yang mereka lihat tersebut.

"Sakura…Hinata," ucap mereka bersamaan sesaat setelah membulat tak percaya dan mencoba memastikan benarkah yang mereka lihat.

"Wah, kalian saling kenal? Baguslah kalau begitu," sahut Kushina-lagi- membuat Sakura dan Hinata langsung menoleh ke arahnya. Tunggu, bukankah dia wanita yang sempat bertemu dengan Sakura tadi saat kecelakaan kaleng itu terjadi.

"Ayolah Naruto ajak Sakura-chan duduk," sambung Kushina kembali sambil tersenyum penuh arti ke arah mereka.

Sakura mendengus pelan dan langsung duduk di atas kursi yang telah tersedia dan disusul oleh Naruto yang duduk di sampingnya.

Kebetulah Hinata dan Sakura duduk berdampingan, Sakura menyikut Hinata sebentar membuat Hinata menoleh ke arahnya.

"Kenapa kau bisa ada di sini, Hinata?" tanya Sakura sambil berbisik takut terdengar oleh orang-orang di sekitar mereka.

"Ceritanya panjang. B-bagaimana denganmu, S-sakura-chan?"

"Sama. Ceritanya juga panjang," tukas Sakura sambil mendengus panjang. Otaknya kembali memikirkan kejadian tadi. Hanya gara-gara sebuah kaleng soft drink ia terdampar di dalam acara bodoh ini. Tapi, syukurlah karena sahabatnya pun mengalami hal yang sama.

"Baiklah, seperti perjanjian kami dengan kalian, Sasuke, Naruto. Kami sepakat akan menikahkan kalian besok."

"MENIKAH?" seru Hinata dan Sakura bersamaan. Mereka membeku seketika dengan apa yang diucapkan Kushina barusan. Apa-apaan ini, Sakura hanya diminta untuk menjadi kekasih pura-pura kan bukan menikah. Lagipula dia belum pernah berpikiran sedikitpun mengenai pernikahan, ia masih memiliki banyak impian yang belum terwujud.

Dengan sangat sebal, Sakura tengokan kepalanya ke arah pemuda bodoh di sampingnya, Namikaze Naruto. Yang ditatap hanya bisa mengeluarkan sebuah cengiran. Sedangkan Hinata yang masih belum mengerti hanya menoleh bingung ke arah pemuda yang membawanya ke sini, Uchiha Sasuke. Sasuke hanya menatapnya seolah berkata, "Ikuti saja permainannya."

To Be Continued


A/n : Hai minna-san, Nasa author tidak berbakat ini balik lagi dengan fic gaje seperti biasa XD Gimana? Gimana? Garing ya? jelek? Oke, Nasa tahu itu T.T

Dan lagi Nasa tahu temanya benar-benar mainstream banget T.T , tapi, beneran ini fic buatan tangan Nasa yang tidak berbakat ini T.T Menurut minna-san ini pantas dilanjut ga? Kalau ga mungkin Nasa bakal delete, tergantung dari pendapat minna-san semua :')

Makasih lho yang udah nyempetin baca fic gaje aneh ini :') . Kali ini berpairing NaruSaku dan SasuHina. Sejujurnya baru kali ini bawa fic dengan dua pairing apalagi SasuHina. Jadi, maaf ya buat para SHL kalau ficnya benar-benar aneh gini. Mohon bantuannya ^^

Oke, Nasa tahu ini terlalu panjang, tapi, chapter kedepannya diusahain ga bakal sepanjang ini ^^ itupun kalau menurut kalian ini masih pantas dilanjut ^^

Let me know what you think about this fic ;D

Segala kritikan, saran, concrit, atau mungkin flame? Nasa terima dengan senang hati^^ , so don't forget to…

\Review/

Please! ^^

.

.