Note: siapkan headset atau earphone, lalu setel lagu-lagu. Apa saja, yang penting lagu galau. Kalau perlu, siapin Tissue *Ditimpuk*

Happy Reading.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre: Romance, Hurt

Warning : Abal,Typo (s), OCC

Pairing : SasuHina

Don't Like-Don't Read

Missing You

.

.

.

Kau membuka matanya perlahan. Pelukan ringan kau rasakan di pinggangmu. Suara kicauan burung belum terdengar. Langit masih terlalu gelap untuk kau membuka matamu.

Kau melepaskan tangan yang merengkuh pinggangmu dengan hati-hati, berusaha untuk tidak membangunkan pemilik tangan tersebut, lelaki berambut dongker.

Kau turun dari kasur milikmu dan suamimu itu dan berjalan menuju meja rias. Kau dudukan dirimu di kursi yang terletak didepan meja rias. Kau buka lemari kecil disana dan mengeluarkan selembar foto.

Kau tatap foto tersebut dengan cermat. Kau sentuh dengan hati-hati seakan kau sedang benar-benar menyentuh obyek foto tersebut.

Ini baru 100 hari. Tetapi kenapa kau merasa seperti sudah lewat 100 tahun? Ini baru 100 hari, tetapi kenapa kau sudah merasa tidak sanggup untuk hidup?

Kau biarkan air matamu mengalir dari sudut iris lavendermu, mencurahkan rasa pedih yang menggorogoti tulangmu.

Obyek foto tersebut adalah lelaki berambut pirang yang sedang menyengir sambil merangkulmu. Kau tersenyum miris melihatnya. Kau rasakan betapa kau merindukan sosok tersebut. Sosok lelaki yang masih memenuhi hatimu, walau kau sudah memiliki lelaki lain.

Sosok yang selalu berada disisimu dulu. Sosok yang selalu membuatmu tenang.

Kau membuka kotak perhiasanmu. Disana terisi beratus emas atau perak pemberian suamimu. Tetapi hanya satu yang menjadi perhatianmu. Kalung alumunium yang tidak mahal. Kalung yang tidak terlihat special dimata orang lain, tetapi sangat special untukmu.

"Angkat rambutmu keatas sebentar, Hinata." Ucap lelaki tersebut. Kau mengerutkan kening. "Untuk apa?" tanyamu heran. Ia mengeluarkan cengir jahilnya.

"Sudah lakukan saja." Ucapnya kini lebih tegas. Kau menggeleng kuat. "Tidak mau. Nanti Naruto-kun memasukkan plastic sampah lagi ke balik bajuku." Ucapmu sambil mengerucutkan bibirmu.

Ia tertawa kecil. "Tidak akan." Ucapnya meyakinkan. Akhirnya kaupun menurutinya. Kau angkat rambutmu sambil terus menatap lelaki didepanmu penuh tanda tanya.

Ia mendekatkan dirinya padamu sambil mengeluarkan benda kecil. Kau membelakkan matamu kaget saat ia memakaikannya di lehermu. "Naruto-kun…" ucapmu lirih.

Ia tersenyum kecil. "Untuk sementara kalungnya ini dulu, ya. Suatu saat aku akan membelikan yang lebih indah. Walaupun apapun yang kubelikan, pasti kalah Indahnya dengan dirimu."

Kau tersenyum pedih mengingat kenangan tersebut. Kau pakai kalung yang berbandul NaruHina tersebut di leher jenjangmu.

Kau bangkit berdiri dari kursi dan berjalan ringan menuju lemari besar milikmu. Kau buka perlahan pintu lemari tersebut, takut suara decitannya mengganggu tidur suamimu. Kau mendudukkan dirimu dilantai lalu mengambil sebuah kotak berwarna putih dari rak paling bawah.

Kotak putih tersebut sudah terlihat kusam akibat tidak pernah dibuka terlalu lama. Kau terbatuk kecil karena debu yang dikeluarkan kotak tersebut. Kau buka perlahan tutupnya.

Disana terdapat semua barang kenangmu dan dirinya. Barang pemberiannya.

Kau kembali tersenyum miris. Kau rasakan debar jantungmu yang mulai tidak karuan. Kau bertanya didalam hati, apakah ia akan marah melihatmu masih menangisinya disini?

Airmatamu kembali keluar. Sesak dan menyakitkan. Kau selalu merasakannya, tetapi kenapa kau tidak pernah terbiasa? Kenapa kau tidak pernah bisa mengatasinya?

Kau kembali bertanya dalam hati. Apakah ia tahu kalau kau disini selalu mengingatnya? Apakah ia tahu kalau kau disini menyakiti orang lain demi melupakannya?

Kau menggigit bibirmu. Bagian dari hatimu sangat merindukan sosoknya. Sangat merindukan sentuhannya. Merindukan segala sesuatu tentangnya.

Kau mengambil baju kemeja putih yang tersimpan didalam kotak tersebut. Baju miliknya ini selalu kau simpan. Kau mendekatkan kemeja tersebut ke indra penciumanmu. Kau menghirup wangi baju tersebut. Sudah sangat lama baju ini tak dikenakannya. Tetapi aromanya masih sama seperti saat lelaki tersebut pergi. Aroma musim semi.

Kau menghapus airmatamu perlahan dengan kemeja tersebut lalu memasukkan lagi kedalam kotak tersebut dengan rapi. Setelah itu kau mulai bangkit berdiri dan berjalan menuju jendela besar yang berada dikamarmu.

Langit sudah telihat agak terang dengan munculnya mentari dari balik gunung sana. Kau menghela nafas berat sembari menyentuh kaca jendelamu. Irismu menatap lurus keluar sana. Entah kenapa kau melihat bayanganmu dan dirinya dahulu. Kenangan indah yang tidak bisa terlepas dalam benakmu.

Kau merasakan tanganmu menghangat. Kau tersenyum kecil saat tahu tanganmu digenggam erat oleh dirinya. "Kau tahu Hinata?" tanyanya tiba-tiba.

Kau mendongkakkan wajahmu, menatap langsung iris Sapphire miliknya. "Hm?"

Ia kembali memamerkan cengirnya. "Kau akan berstatus sebagai mantan pacarku, sebulan lagi." Ucapnya polos. Kau membelakkan matamu, kaget.

"Ke-kenapa, Naruto-kun?" tanyamu terbata.

Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku jaketnya dan menyodorkannya didepanmu.
"Karena aku akan mengganti statusmu menjadi 'Namikaze' bulan depan." Ucapnya sambil membuka tutup kecil dari kotak tersebut. "Would you marry me?"

Tangan besar memelukmu dari belakang, membuyarkan lamunanmu. Tamgan kekar tersebut mengingatkanmu kepada dirinya yang selalu merengkuhmu dari belakang.

"Kamu sudah bangun dari tadi?" tanya suara berat yang kau ketahui sebagai suara suamimu.

Kau mengangguk kecil. "Ya. Sasuke-kun? Sejak kapan bangun?" tanyamu balik. Berbasa-basi kepada lelaki yang mencintaimu tulus itu.

"Baru saja." Ucapnya dengan suara kecil sambil mencium singkat lehermu. Kau menggigit bibir bawahmu, merasakan tegang diseluruh badanmu. Kau merutuki diri sendiri. Kenapa kau masih mengingatnya disetiap suamimu ini mendekapmu?

Kalian berdua terdiam. Bukannya tidak ingin berbicara, kau tahu itu. Tetapi kalian berdua merasa berdiam seperti ini merupakan hal yang tepat.

Kau menarik nafas perlahan. Kau kembali mencium aroma musim semi yang mentramkan hatimu dari lelaki yang berada dibelakangmu. Kau bertanya dalam hati, kenapa kau masih tetap bisa mencium wanginya dari tubuh Sasuke?

Tangan mungilmu bergerak, menggenggam tangan lelaki yang memelukmu tersebut. Kau rasakan hangat yang menjalar melalui tangan tersebut. Tetapi tidak hanya hangat, tetapi kau juga merasakan sakit yang tak tertahankan. Rasa sakit yang tak bisa kau hindari.

Apakah ia akan kecewa bila tahu kalau kau menyakiti sahabatnya seperti ini?

Kau rasakan tangan Sasake bergerak sedikit, membuatmu melepaskan genggamanmu. Tangan Sasuke berpindah kepundakmu. Perlahan tetapi pasti, ia memutar tubuhmu. Membuatmu menatap mata Onix indahnya.

Kau menggeleng perlahan sambil mengerjapkan matamu. Kenapa kau memikirkan sapphire Naruto disaat seperti ini? Kenapa kau memikirkan genggaman hangat Naruto disaat seperti ini?

Sasuke memajukan wajahnya, menempelkan bibirnya ke bibirmu. Kau semakin mengeratkan pejaman matamu. Kenapa kau memikirkan rasa bibir Naruto di setiap Sasuke menciummu?

Kau rasakan kelembutan dari ciuman bibir Sasuke, membuatmu semakin mengingat Naruto. Membuatmu semakin merindukannya. Membuatmu semakin merasa bersalah. Membuatmu semakin terpuruk.

Kau menjerit frustasi dalam hatimu. Kenapa kau selalu mengingatnya?

Kau rasakan rasa asin di sela ciumanmu dan suamimu itu. Kau menyadarinya. Ini airmatamu. Air mata keputus asaanmu.

Kau membulatkan matamu saat menyadari Sasuke menghentikan ciuman tersebut dengan mendorongmu menjauh.

Kau menggigit bbibirmu yang sedikit bengkak akibat ciuman tadi. Kau menyadarinya saat melihat iris Sasuke. Bukan hanya air matamu yang tertumpah, tetapi air mata Sasuke juga ikut mengalir.

Kau mengutuk dirimu. Iblis macam apa kau ini sampai membuat seorang Uchiha menangis?

"Hari ini hari ke-100. Pergilah dan temui dirinya. Aku tahu kau sangat merindukannya." Ucap Sasuke dengan suara yang membuatmu merasa semakin bersalah. Perempuan macam apa kau ini?

Kau tak melepaskan pandanganmu ke arah suamimu yang sudah mulai menaiki ranjang kalian lagi. "Aku tidak apa-apa. Pergilah, Hinata. Kau tak perlu melupakkannya hanya karenaku. Karena, sekarang ia hanya bisa hidup di dalam kenanganmu. Kalau kau juga melupakkannya, ia akan-"

Sasuke melanjutkan kata-katanya didalam selimut yang ia kenakan lagi sampai menutupi kepalanya. Kau meremas tangan mungilmu, mengerti maksud Sasuke.

Dengan cepat kaupun mempersiapkan dirimu dan pergi ke tempat lelaki yang kau rindukan itu berada.

.

.

.

Tempat ini masih sama seperti terakhir kali kau datang. Masih dipenuhi dengan pohon-pohon hijau yang menyejukkan hati dan batu-batu besar yang tertapa rapi.

Kau melangkahkan kakimu perlahan ke sebuah batu yang lumayan tinggi dengan ukiran nama 'Namikaze Naruto' ditengahnya.

Kau membenahi letak topi kecilmu dan meletakkan dua gelas kaca berukuran kecil beserta sebotol anggur di atas nisan tersebut.

Kau tahu, bila ada seseorang yang melihatmu pasti mereka akan berpikir kau gila. Ke pemakaman tanpa membawa bunga. Tetapi malah membawa sebotol anggur.

Kau membuka tutup botol tersebut dan menuangkannya kedalam dua gelas tersebut.

Kau meminum anggur dari salah satu gelasmu sampai habis. "Naruto…" panggilmu lirih sambil menatap gelas yang masih berisi. Berharap ia mendengarmu, berharap ia disini.

"Apa aku salah kalau aku merindukanmu? Apa aku salah kalau aku masih mencintaimu? Apa aku salah kalau aku masih mengharapkan kedatanganmu?"

Airmata kembali menghiasi pipi mulusmu. "Ini semua karenamu, Naruto-kun. Meninggalkanku seenaknya. Meninggalkanku disaat aku masih menyayangimu."

Kau merasakan tenagamu habis. Kau duduk disisi nisan tersebut dan menyandarinya. Rasa sesak dan pedih kembali kau rasakan. Membuatmu semakin teriksa dengan semua kenyataan ini. Membuatmu semakin terjebak dengan semua cobaan ini.

"Aku membutuhkanmu, Naruto-kun! Bukankah kau yang mengatakan kita tidak akan berpisah?" teriakmu histeris. Tidak peduli kalau kau sedang berda di lingkungan yang sangat sepi.

"Apa yang harus kulakukan? Aku tidak mau seperti ini, Naruto-kun. Aku tidak mau mengecewakan Sasuke-kun. Tetapi perasaanku ini selalu membuatku semakin menyayangimu." Ucapmu semakin lirih.

Airmata semakin mengalir deras. Kau berharap mati-matian agar ia mendengar setiap keluh kesahmu. Berahap mati-matian agar ia merasakan perih yang kau rasakan. "Aku merindukanmu Naruto." Ucapmu dengan miris.

Tiba-tiba kau rasakan tanganmu yang menopang tubuhmu itu menghangat. Kau tolehkan dirimu kearah tanganmu dan akhirnya menemukan sebuah tangan besar yang menggenggam tangamu.

"Aku juga merindukanmu, Hinata"

Kau belakkan matamu saat mendengar suara lelaki tersebut. Kau mendongkak ke arah pemilik tangan tersebut. Seorang lelaki berambut pirang yang sedang tersenyum teduh sedang bersandar di nisannya.

Tanpa menunggu beberapa detik, kau langsung memeluk erat sosok tersebut. Sosok yang sangat kau rindukan. Sosok yang sangat kau inginkan.

Sosok yang kau cintai.

Kau terus memeluknya erat. Tak membiarkannya lepas sedetikpun, seakan ia merupakan satu-satunya oksigen yang kau miliki.

Kau rasakan aroma yang keluar dari lelaki tersebut. Aroma musim semi. Kau juga merasakan hangat yang menetramkan dari lelaki tersebut yang memenuhimu.

Kau merasa pelukan ini benar. Lekukan tubuhnya terasa sangat cocok dengan tubuhmu. Bentuk tubuhnya terasa pas ditubuhmu, seakan mengatakan kalau kalian berdua memang diciptakan untuk saling melengkapi.

Kau menggigit bibirmu, kecewa, saat tidak merasakan detak jantung yang biasanya kau rasakan disaat kau memeluknya. Kau kecewa saat rasa hangat tersebut hanya sementara dan langsung digantikan dengan sensasi dingin yang mematikan. Kau kecewa saat mengetahui lelaki tersebut tidak akan lama disini.

"Aku senang kau masih mengingatku, Hinata." Ucap Naruto lembut didekat telingamu. Kau mengeratkan pelukannmu, menghiraukan rasa sesak nafas yang kau rasakan. "Aku memang selalu mengingatmu." Ucapmu lirih.

Kau dengar tawa kecil dari mulut Naruto, membuatmu melemaskan pelukanmu sedikit. "Terima kasih sudah mau mengingatku, Hinata." Ucapnya. Kau tahu kalau ia sedang tersenyum sekarang, walau kau tidak melihatnya.

"Hinata…" panggilan dari Naruto membuatmu benar-benar melepas pelukanmu. Kau tatap mata sapphire miliknya yang selalu terlihat indah itu dalam diam. Seakan mencermati wajah tersebut. Semua masih sama. Lekukan wajahnya, tiga guratan di pipinya, senyuman indahnya, mata intexnya, semuanya.

Yang berbeda hanya satu. Semua itu akan menghilang sebentar lagi.

"Aku meminta tolong padamu. Aku tahu kau mencintaiku. Akupun sama seperti itu. Hanya saja, kita tak bisa bersama. Kau tahu itu. Aku tidak memintamu untuk melupakanku. Aku tahu itu sangat sulit. Tetapi, berhentilah menangisku. Kau tahu? Aku selalu dihantui perasaan bersalah disaat melihatmu menangis seperti ini."

Kau menggeleng kuat, menentang perkataan lelaki tersebut. "Bagaimana mungkin aku tidak menangisimu kalau setiap apapun yang kulakukan selalu mengingatkanku padamu?" bentakmu histeris. Kau kembali menangis sejadi-jadinya. Kau mengumpat. Kenapa Naruto tidak mengerti? Kenapa ia tidak tahu kalau melupakannya sama saja melakukan tindakan bunuh diri?

"Kau tahu kenapa aku memintamu menikahi Sasuke?" pertanyaan yang keluar dari mulut Naruto sukses membuatmu menghentikan tangisanmu sejenak. Membuatmu merasakan rasa yang aneh yang memenuhi tubuh.

"Karena aku tahu ia bisa mencintaimu dengan tulus. Bisa membantumu membangun hubungan yang lebih baik daripada diriku. Itulah sebabnya aku memintanya untuk menikahimu, Hinata."

Kau kembali memeluk sosok tersebut. Kau merasakan kebahagian yang menjalar di tubuhmu. Kau merasa Naruto tetap memperhatikan masa depanmu disaat ambang kematiannya. Kau merasakan jantungmu yang sedari tadi berdebar cepat semakin tak terkendalikan.

"Waktuku tidak banyak." Kau kembali mempererat pelukanmu. Tidak, ia tidak boleh pergi! Teriakmu dalam hati. Kau keluarkan lagi airmata kerinduanmu dan kepedihanmu, berharap dengan itu membuatmu bisa merasakan kehangatan ini lebih lama.

Kau rasakan tangan Naruto melepas rangkulanmu dengan lembut. Tangannya yang kekar itu membingkai wajah mungilmu. Kau kembali menatap iris Sapphire tersebut dalam. Berusaha memasuki pikirannya.

Kau membelakkan matamu kaget saat merasakan bibirnya menempel di bibirmu. Kau tersenyum tipis didalam ciuamanmu dan akhirnya membalas ciuman tersebut.

Ciuman yang sangat kau rindukan. Kehangatan yang selalu kau rindukan. Aroma yang sangat kau rindukan. Kini sudah berada didalam dekapanmu.

Kau memejamkan matamu erat-erat saat merasakan asin di celah ciumanmu lagi. Kau yakin kau sedang tidak menangis. Lalu airmata siapa ini? Tanyamu dalam hati.

Kau membukamata perlahan dan melihat sosok Naruto yang sangat dekat denganmu masih dengan mulutnya yang melumat bibirmu. Mata shappirenya yang menutup mengeluarkan air mata. Air mata kerinduan.

Kau kembali menutup matamu dan memperdalam ciuman kalian seakan kalian berdua saling membutuhkan. Seakan kalian berdua memang tidak bisa dipisahkan.

Naruto menghentikan ciuman itu saat merasa kau sudah mulai kehabisan nafas. Kau menatapnya lagi. Kalian berdua terus berdiam diri. Tidak mengatakan apapun dengan tangan kalian yang saling menggenggam.

Kau membulatkan matamu saat melihat sosok Naruto yang semakin tipis. "Naruto…" panggilmu dengan panic. Kau takut sekali kehilangannya, untuk kedua kalinya.

"Kembalilah ke pelukan Sasuke. Dia membutuhkanmu." Ucap Naruto sembari tersenyum lembut menggenggam tanganmu.

Kau rasakan tangannya yang sudah menembus. Kau berusaha meraih wajahnya. Nihil. Ia sudah mulai berubah kembali menjadi angin sejuk.

"Naruto…" Panggilmu lagi masih tetap berusaha meraih tubuh Naruto kedalam pelukanmu. Berusaha mempertahankan Naruto di sini.

"Aku mencintaimu."

Kau menggigit bibirmu saat mendengar ucapan terakhir dari Naruto sebelum akhirnya menghilang terbawa angin.

Air mata kembali keluar. Tidak, bukan lagi air mata kepedihan dan sesak. Melainkan tangisan bahagia yang melegakan hatimu. Seakan bertemu dengannya tadi telah melepaskan semua bebanmu.

"Aku juga mencintaimu, Naruto-kun"

Kau membangkitkan dirimu dari hamparan rumput hijau tersebut. Kau tatap gelas anggur yang tadi kau bawa kesana. Dua-duanya sudah kosong. Kau tersenyum kecil, bahagia.

Tiba-tiba kau teringat akan perkataan Sasuke padamu dulu.

"Jangan lupakan dirinya. Karena kini ia hanya bisa hidup di dalam kenanganmu saja. Kalau kau melupakannya, ia akan benar-benar mati."

"Selamat tinggal, Naruto-kun. Tetapi aku tidak akan melupakanmu."

.

.

.

AUTHOR'S NOTE

Ini baru chapter pertama.

Di chapter kedua nanti kita akan membaca kelanjutan fic ini. Bedanya Cuma satu, dichapter dua semuanya all about Uchiha Sasuke.

Di chapter kedua nanti juga menjelaskan bagaimana Sasuke dan Hinata bisa menikah. Dan bagaimana Naruto bisa tiada.

Terus kata-kata Sasuke itu ehm… nyontek dari DConan. Maap Conaners! *Nangismeraung* abisnya udah mentok ide.

Fic ini kurang memuaskan? Fic kebanyakan sampah? Fic ini membosankan? Silahkan curahkan kritik dan saran di review. Tapi ingat, jangan pakai kata-kata yang mengiris hati *plak* takut menyakitkan hati dan akhirnya membuat author sarap ini ngambek dan tidak mau menulis.*alaah*

Maafkan atas ke-abalan author yang sudah stadium 6 ini.

So…

Review, please?