Hembusan angin malam menyapa menyengat setiap insan yang datang. Suara ranting pohon yang menari-nari membentuk irama nan indah dan kian merdu. Suasana yang mencekam dengan warna pekat malam itu kian pudar dengan aroma bunga lavender. Tampak seseorang dengan rambut raven yang tersamarkan oleh pekatnya malam, dan hanya sebagian yang tertampak oleh sinar rembulan. Ia tampak duduk dengan menatap langit yang penuh dengan bintang. Mata hitamnya menyambar-nyambar memberi isyarat bahwa ia sedang ingin sendiri menikmati apa yang terjadi dalam hidupnya.

"Oh, Tuhan. Bisakah engkau mengabulkan satu dari sekian banyak permintaanku. Buatlah ia yang ku pilih menjadi apa yang ku inginkan..." katanya dengan suara parau. Seakan-akan ia sangat ingin tuhan mengabulkan permintaannya. Mata hitamnya yang indah kini telah berkaca-kaca, dan akhirnya mengeluarkan setetes air jernih.

"Apa yang akan akan ku lakukan sekarang Tuhan?"

"Apa, Tuhan?"

"Apa?"

Depresi, kehilangan, sendirian, itulah yang sekarang ia rasakan. Kepedihan akan kehilangan sosok yang sangat ia kasihi membuatnya menjadi sosok yang kejam, tanpa ada belas kasihan.

"TUUHAAAAANNNNNNNNNN..."

"Dapatkah kau mendengar jeritanku? Dapatkah kau mendengar apa yang ku inginkan sekarang? Tuhan! Tuhan!" jeritnya kembali meneteskan air dari kedua kelopak matanya. Malam yang indah kini telah tebasahi oleh tetes air, baik itu dari nya maupun dari yang kuasa. Air hujan yang turun membasahi rambut ravennya. Tubuhnya kini telah basah kuyup. Tapi sapuan air segar yang turun tak dapat meluluhkan rasa perih yang sedang dialaminya. Sakit hati yang menusuk hingga ke urat nadinya seakan semakin menancap kuat dan tak mau lepas.

"Oh, Tuhan..."

.

.

Jadilah Bunga Masa Depan-Ku

Disclamer: Mashasi Kisimoto

Pairing: SasuHina

Au, OOC tingkat akut, Typo (S) bertebaran layaknya kupu-kupu, Gaje, Alur cepat (mungkin), dkk

Don't like Don't read

.

.

Konohagakure, kota dengan segala fasilitasnya. Matahari pagi menyapa Konoha, sayangnya hanya sedikit yang merasakan kesegaran dan kelembutannya. Semuanya pergi untuk melajutkan hidup, tak terkecuali dengan nya, wanita berambut hitam pekat dengan mata putih seputih salju. Ia terlihat lebih terburu-buru dari biasanya.

"Aku harus cepat!" katanya sambil membawa tas serempang yang ia sampirkan di tangan kirinya. Ia berlari menghampiri bis dengan warna hijau tang telah menunggunya dari tadi.

"Maaf, Pak! Apa menunggu lama?" tanyanya kepada supir bis yang ia masuki. Supir itu hanya menghela nafas singkat lalu menggelengkan kepalanya. Tanpa basa-basi lagi, Hinata langsung mengambil tempat di urutan kedua dengan posisi mengarah ke jendela. Ia merapikan kemeja putih dan rok hitam yang ia pakai. "Huh, semoga hari ini adalah hari yang terbaik," katanya, memberikan semangat pada dirinya sendiri. Ya, hari ini adalah hari yang sangat ia tunggu-tunggu, dimana ia akan melakukan interview untuk pekerjaan barunya.

"Hei, anak muda ini kan kantornya?" kata sang supir seraya menunjuk pada sebuah gedung dengan lantai sepuluh, dan bendera yang terpampang di atas nya.

"Oh, ya benar! Dari mana bapak tahu kalau saya ingin pergi ke kantor ini?" tanya Hinata keheranan, alisnya mengkerut menampakan kejelasan betapa ingin tahunya ia.

"Apa, kau tidak sadar dari tadi?" tanya sang supir berbalik.

"Ha..."

"Kau telah menjatuhkan amplop besar ini sewaktu kau memasuki bis ini. Di amplop ini tertulis alamat dan nama dari perusahaan ini. Sebenarnya dari tadi aku ingin memanggilmu dan memberikannya. Tapi ku lihat kau begitu sibuk merapikan pakaian yang kau kenakan, ya terpaksa aku memberikannya sekarang," terang sang supir. Hinata hanya membalas semua perkataan sang supir dengan senyum. Ia berlalu dari bis itu dan segera menghampiri gedung dengan tingkat sepuluh itu. Pohon-pohon yang menghiasi halaman kantor itu terasa memberi semangat kepada Hinata, bahwa ia dapat melewati hari ini dengan sebaik-baiknya.

Kantor dengan nama Uchiha Corporation itu memberikan nuansa damai di hati Hinata. Ia segera menuju pintu masuk. Terlihat di hadapan Hinata orang yang sedang berlalu lalang, lebih dari satu orang, puluhan orang sedang berlalu lalang. Hinata mengalihkan pandangan nya ke sebuah benda yang terpampang di tengah-tengah lantai satu itu. Sebuah kerajinan guci keramik yang indah dan juga bersar. Terlihat sebuah berlian segenggaman tangan yang menghiasinya. "Siapa yang membuat guci sebesar dan secantik ini?" tanyanya dalam batin.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu Nona?" tanya seorang wanita dengan tinggi semampai.

"Oh, ." jawab Hinata dengan keadaan salting (*para reader tau kan salting : salah tingkah)

"Oh, kalau begitu baiklah. Tapi, Nona, bisakah anda pindah dari tempat itu sekarang? Orang-orang akan masuk, anda menghalangi pintu masuk." jelas wanita dengan rambut kuning yang digulung ke atas itu. Ia terlihat memberi isyarat ke arah belakang bahwa orang –orang sudah menunggu untuk masuk.

"Oh, apa? Maaf..." kata Hinata melemahkan suaranya. Ia segera menjauh dan berpindah dari posisinya tadi (*padahal sudah pewe' nih). Wajahnya memerah tanda bahwa ia sedang dalam keadaan malu.

"Maaf, sebelumnya. Anda siapa dan mengapa datang ke sini?" tanya wanita itu dengan ramah. Wanita itu ternyata adalah salah satu karyawan, yang bekerja sebagai resepsionis di UC.

"Ya, saya Hyuga Hinata. Saya akan melakukan interview di perusahaan ini." terang Hinata dengan senyum manisnya.

"Oh, penerimaan calon pegawai baru. Anda silahkan jalan lurus ke arah kanan, setelah itu anda akan menemukan lift, dan Nona silahkan ke lantai delapan." jelas petugas resepsionis yang diketahui bernama Yamanaka Ino.

Hinata membalasnya dengan senyum, "Oh, baiklah terima kasih."

Hinata segera berlalu, ia mengikuti petunjuk dan arahan dari petugas resepsionis itu. "Huh, mengapa ada kejadian seperti tadi sih?" dengus Hinata dari dalam lift, ia memanjukan bibir dan menggembungkan pipinya. Hinata melakukan kegiatan ini berulang-ulang kali hingga ia merasakan mulutnya sudah lelah untuk di gembungkan ataupun dimajukan. "Hm.." hinata menghela nafas panjang seraya mengelus-eluskan tangannya pada rambut hitamnya.

Ting...

Suara lift yang terdengar tidak peka ditelinga Hinata terdengar menggaungi ruang lift itu. Pintu lift terbuka lebar, hingga manampakan seorang manusia di dalamnya. Hinata yang menyadarinya lekas keluar dari dalam lift itu. Ia melangkahkan kakinya, entah apa yang dipikirkannya sekarang. Ia melihat segerombolan manusia yang sedang mengantri menunggu giliran.

"Maaf, apa anda tahu dimana ruang interview?" tanyanya kepada salah seorang yang sedang berada di antara kerumunan itu.

Wanita dengan rambut pinknya menjawab, "Di sini, di ruangan ini."

"Hah, apa anda tidak salah?" tanya Hinata berbalik, ia menyeringaikan kedua alisnya.

"Tidak."

Hinata hanya terdiam mendengar jawaban dari wanita berambut pink itu, tapi ada yang masih mengusik batinnya, "Mengapa orang-orang berkerumun mengelilingi ruangan ini? Kalau pun benar ini adalah ruang interview dan ditujukan untuk interview, seharusnya kan mereka lebih sopan dan tertib."

"Apa, kau ingin bertanya mengapa kami mengerumuni ruangan ini?" tanya wanita itu membuka pembicaraannya dengan Hinata.

" Oh, memang mengapa?"

"Itu karena dia, pemimpin dari perusahaan ini... Dia..." katanya yang terputus oleh seorang pria dengan segitiga terbalik di kedua pipinya. "Hei, Sakura. Cukup."

"Ada, apa sebenarnya denganmu? Apa kau sudah gila?" tanyanya dengan memegang pundak Sakura.

"Hah, hei Kiba Inuzuka! Mengapa kau sebodoh ini? Apa kau mau diperlakukan seperti ini terus?" tanya Sakura kepada Kiba. Ia menatap Kiba dengan tatapan yang sungguh mencekam.

"Hei, maaf! Apa yang sebenarnya kalian bicarakan?" tanya Hinata mengalihkan tatapan tajam Sakura kepada Kiba.

"Ini, ini bukan urusanmu..." cetus Kiba

"Kiba, tolong. Apa kau ingin dia juga menjadi seperti kita? Apa kau ingin ada seseorang lagi yang menjadi korban?" tanya Sakura dengan nada tinggi.

"Apa, korban? Apa sebenarnya maksud semua ini?" tanya Hinata bingung tentang apa yang dibicarakan oleh kedua orang yang baru dikenalnya itu.

"Nona, apa kau melihat guci keramik besar yang berhiasi berlian di lantai satu sebelum kau menaiki lift dan sampai di sini?" tanya Sakura mencoba mengulangi kejadian 3 tahun lalu.

"Hah? Ya, tentu aku melihatnya. Memang ada hubungan apa?" jawab Hinata.

"Guci itulah. Guci itulah penyebabnya, penyebab mengapa Presiden Uchiha, pemilik dari UC ini berubah. Pria dengan senyum yang memukau kini telah berubah menjadi seorang penyihir muda yang akan mencekam dan mengubah setiap orang yang ia lihat."

.

.

TBC

*gimana reader Fict nya ?

*HoshiHina harap dapat review yang lebih nih

(sambil sujud-sujud di hadapan reader)

(muka memelas)

(tampang gaje nan kuno)