W (Two World)
Byun Baekhyun . Park Chanyeol
Oh Sehun . Kang Seulgi . Park Jinyoung (JR GOT7) . Byun Sun Moo (OC) . Zhang Yixing . Kim Junmyeon
And Other
Romance . Drama
Remake Drama Korea W
GS
T
.
.
.
Prolog
"Haruskah Kita menuju cabang olahraga lain di Olimpiade Athena 2004?"
"Ada kabar baik di cabang menembak" sahut rekan perempuannya di samping kiri.
"Betul"
"Sekarang di area menembak, pertandingan final untuk Pria Pistol 50m sedang berlangsung. Tanpa di duga aksi Park Chanyeol dari Korea sangat baik. Dia masih muda, tapi sangat bagus, padahal dia baru duduk di kelas 11. Semoga dia memenangkan medali emas saat dia bias mengatasi tekanannya"
"Betul"
"Dengan harapan bisa membawa medali emas, kami akan melaporkan langsung dari area menembak"
Sebuah siaran berita olahraga sore itu menyiarkan berita tentang pertandingan tembak dalam event Olimpiade Athena 2004. Layar-layar besar di pinggir jalan, layar tv di stasiun kereta hingga bandara seolah berlomba untuk menayangkan event olahraga yang sedang ramai di perbincangkan.
Siaran yang awalnya menampilkan dua orang pembawa berita—seorang laki-lai berbadan gempal dan perempuan cantik dengan rambut di kepang satu dalam ruang siaran, kini beralih pada gedung olahraga cukup luas yang tidak begitu di padati penonton.
Markopuolo Olimpiade.
Korea Selatan di wakili oleh Park Chanyeol. Atlet tembak muda yang berasal dari distrik Daejun. Usianya baru menginjak 17 tahun saat ia terpilih sebagai tim nasional, mewakili Korea Selatan di ajang Internasional Olimpiade Athena 2004. Dan pertandingan ini merupakan pertandingan debut internasional pertamanya.
Table skor yang terpampang di layar seolah dapat mengejutkan penduduk Korea Selatan yang saat ini menyaksikan pertandingan. Meskipun berharap banyak, namun tidak ada yang menyangka sebelumnya bahwa atlet muda dan tampan itu mampu bersaing ketat melawan atlet-atlet kelas dunia dari berbagai Negara dengan mengambil peringkat pertama dengan total skor sejauh 635.1 poin, di susul oleh Ivan Asimov dari Ukraina dengan total skor 633.7 poin.
Ini adalah ronde ke delapan, para atlet siap menembak. Park Chanyeol dengan kacamata khususnya terlihat focus pada papan sasaran. Sebuah pistol yang juga di siapkan khusus untuk pertandingan telah berada di genggamannya dan mengarah tepat ke papan sasaran.
Dor! Dor!
Suara desingan peluru bergantian terdengar dari para peserta. Park Chanyeol dan Ivan Asimov bergantian menembakkan peluru mereka. Para penonton dan pelatih menunggu dengan was-was, sampai akhirnya papan skor milik masing-masing pemain berdenting.
10.2 poin untuk Park Chanyeol. Penonton bersorak, komentator semakin bersemangat memeberikan komentar-komentarnya. Dan tentu saja sang pelatih sekaligus ayah kandungnya, Park Chanho terlihat sangat puas. Park Chanyeol masih bertahan di posisi pertama.
"Bagus Chan! Tetap tenang dan focus"
Meskipun tidak berbalik, tapi Chanyeol dapat mendengar dengan jelas suara sang ayah. Menarik nafas satu kali, ia kembali mengisi peluru pada pistolnya.
"Bersiap. 3, 2, 1.. mulai"
Dor! Dor!
Kembali, suara peluru bersahutan dalam gedung olahraga yang cukup hening. Park Chanho menoleh kea rah papan skor bahkan sebelum benda tersebut berdenting. Chanyeol harus puas dengan 7.9 poin yang membuatnya turun ke posisi kedua, menggantikan Ivan Asimov yang kini berada di posisi pertama.
Chanyeol terlihat cukup kecewa. Beberapa kali ia meregangkan otot tangannya. Tembakan terakhir di mulai beberapa saat lagi. Chanyeol terlihat memejamkan matanya sejenak untuk mengembalikan fokus. Peluru terakhir telah ia sematkan ke dalam pistol. Tangannya terangkat, matanya tidak sedikitpun beralih dari papan sasaran. Fokusnya hanya pada pistol, peluru, papan sasaran dan skor memuaskan.
"Bersiap. 3, 2, 1…mulai"
Dor! Dor!
Satu persatu para peserta melepas tembakan. Tapi berbeda dari sebelumnya, kali ini Park Chanyeol masih menargetkan tembakannya. Bahkan saat waktu tersisa 75 detik lagi, fokusnya msih bertahan. Para penonton hampir menahan nafas, menunggu bagaimana kiranya hasil akhir pertandingan hari ini.
"Chan, tembak. Tembak langsung" ayahnya berbisik dari belakang, heran dengan sang anak yang masih belum ingin menembak.
5..
Tangannya sedikit bergetar.
4..
Chanyeol kembali menguasai diri.
3..
Fokus.
2..
Jemarinya bergerak menarik pelatuk.
1..
Dor!
Peluru terakhir akhirnya menembuas papan sasaran. Hening. Penonton menunggu skor, sang ayah bahkan menggigit jari. Dari dekat, dapat terlihat jelas papan skor yang berlubang tepat di bagian tengah. Chanyeol bahkan melepas kacamatanya untuk memastikan penglihatannya.
Ding!
"10.9!"
"10.9!"
Para komentator bergantian menyerukan hasil akhir dari skor pertandingan hari ini. Suara riuh tepuk tangan penonton memenuhi seluruh gedung. Senyum lebar terlukis di wajah tampan Park Chanyeol sebelum berlari memeluk ayahnya yang melompat sengan ke dalam pelukannya. Chanyeol tertawa kecil saat melihat sang ayah menangis haru dalam pelukannya. Satu persatu blitz kamera menyorotnya. Para komentator tak hentinya member pujiandi sertai sorakan para penonton.
"Bintang besar telah terlahir hari ini!"
PARK CHANYEOL MEMENANGKAN MEDALI EMAS UNTUK KATEGORI PRIA PISTON 50M
.
.
.
Kediaman keluarga Park telihat nyaman msekipun tidak sebesar rumah para konglomerat di luar sana. Dinding sampai lantainya terbuat dari kayu. Suasana yang di dominasi warna coklat menambah hangatnya kebersamaan empat anggota keluarga yang terlihat antusias menonton pertandingan bola di televise. Di salah satu sudut tepat di belakang sofa, berjejer rapi piala-piala dengn eragam pertandingan. Sedangkan di dinding bagian tas piala, beberapa medali terpajang dengan bangga di sertai foto-foto keluarga Park.
Anak bungsu laki-laki dari keluarga Park bersorak paling nyaring untuk menyemangati pemain favoritnya, diikuti oleh sang ayah. Sang ibu dan anak perempuan satu-satunya juga tak mau kalah. Suara mereka bersahut-sahutan di ruang keluarga yang tidak terlalu luas itu.
Cklek!
"Itu kau Chan? Kenapa lama sekali?" sang ibu rumah tangga segera beranjak dari sofa saat mendengar suara pintu utama terbuka.
"Kemana saja kau, tak nonton pertandingan penting ini?" sahut sang ayah.
nyonya Park masih tersenyum untuk menyambut kedatangan anak sulungnya saat sesuatu membuatnya terhenti dengan raut wajah yang begitu terkejut.
Brak!
Suara ganjil yang terdengar oleh tuan Park tak ayal membuatnya beranjak. Melangkah beberapa kali untuk memastikan apa yang terjadi.
"Sayang?" ucapnya saat melihat tubuh sang istri yang tergelatak kaku di dekat pintu. "Sayang?" ucapnya lagi, belum memahami kondisi yang terjadi saat tiba-tiba seseorang dengan sarung tangan dan coat kulit hitam mendekat ke arahnya dengan moncong pistol yang mengarah tepat ke keningnya. Stiker bendera Korea Selatan tertempel di salah satu gagang pistol.
Dor!
.
.
.
"Ini berita utama hari ini. Dua hari yang lalu, kami mnyampaikan berita bahwa seluruh keluarga di Sangdo-dong tertembak oleh pistol. Polisi melihat Park Chanyeol, si peraih medali emas Olimpiade Athena 2004 yang juga merupakan anggota keluarga korban sebagai tersangka utama. Pelatih Tim Tembak Nasional, Park Chanho, beserta istrinya Yoon Mi Ho, dan putrid mereka Soo Yeon, putra mereka Joon Seok di temukan di tembak mati di ruang tamu rumah mereka. Pagi hari tanggal 15. Sementara menginvestigasi Park Chanyeol yang tidak berada di rumah saat itu, polisi menemukan banyak keraguan tentang keberadaannya hari itu. selain itu, pistol yang di gunakan untuk membunuh mereka di temukan di tempat sampah tak jauh dari TKP."
.
.
.
"Ada dua orang yang melihatmu saat itu di pintu belakang" suara serak dari pria berumur 40 akhir itu masih terdengar begitu mengintimidasi bagi Park Chanyeol. Ruangan kecil dan pengap itu menjadi sebuah ketakutan baginya. Pria tinggi itu tidak pernah takut pada tempat sempit sebelumnya. Tapi untuk sekarang, ia meragukannya.
"Bagaimana kau menjelaskannya?" ujar pria yang lebih tua, membuat tubuh Chanyeol bergetar tanpa diinginkan. Matanya menjelajah setiap sudut ruang interogasi seolah ada ratusan pasang mata yang memperhatikannya.
Ia takut, dan bingung.
"Kau bertengkar dengan ayahmu seminggu sebelum kejadian" tatapan intens itu masih terarah padanya. "Kemudian kau cerita pada temanmu, kalau ayahmu itu menjengkelkan dan kau ingin ayahmu mati. Apa benar begitu?"
Chanyeol mengambil nafas dengan berat. Dia ingin menjelaskan semuanya dan berkata bahwa semua bukan ulahnya. "Ti..ti-tidak" tapi dia tidak bisa.
"Benarkah?"kedua tangan yang tadinya menumpu dagu pria yang lebih tua di turunkan, sehingga kini tubuhnya bersandar di kursi. "Aku mengerti kau ingin hidup sendiri" suara sedikit berbisik itu semakin memojokkan Chanyeol.
Pria dengan kemeja gading serta dasi garis-garis hitam dan putih itu bangkit dari kursinya. Membuat suara decitan kaki kursi dengan lantai yang cukup berisik. Di bawah meja, kedua tangan Chanyeol saling meremas, tidak hentinya berkeringat sejak pertama kali ia memasuki ruangan—bukan, bahkan sejak pertama kali ia di bawa paksa ke kantor polisi.
Pria itu menghampirinya, berjalan dengan kedua tangan di saku. Chanyeol merasa sesutau yang buruk akan terjadi saat pria itu berdiri di belakang, meletakkan kedua tangannya di bahu si pemilik marga Park dengan pijitan yang sama sekali tidak bisa membuat Chanyeol rileks.
Bahkan Chanyeol hampir menahan nafas saat pria itu berbisik di belakang kepalanya.
"Tetap saja, kau tidak bisa menembak ayahmu." Ujarnya. Tangannya yang tadi berada di bahu kanan Chanyeol beralih ke surai pekat lelaki 18 tahun itu. Menggenggamnya. Menghentak. Kemudian mendorong hingga kepala Chanyeol membentur meja cukup keras. "Kau menembak ibu yang berusaha melarangmu"
Seharusnya Chanyeol mengelak dan balik mendorong pria di belakangnya. Bukannya mengatupkan rahangnya sambil menahan desakan pria di belakangnya.
"Kau hilang kendali dan menembak mati semua keluargamu"
Tidak!
"Apa? Kau terlalu takut mati setelah membunuh mereka?"
Bukan aku!
"Kau kabur, lalu kembali dan menangis di depan foto orang tuamu?!"
Ayah…Ibu…
"Kau tahu orang memanggilmu apa?" ujar pria tua dengan suara yang lebih rendah dari sebelumnya. "Sampah masyarakat" serta penekanan di setiap kalimatnya. "Kau harusnya terisolasi dari masyarakat selamanya. Itulah tugasku. Kau mengerti?"
Kepala Chanyeol masih menempel di meja bahkan setelah pria dengan aroma menyengat itu meninggalkan ruangan. Urat-urat di pelipisnya terlihat menonjol, entah kemarahan seperti apa yang di rasakannya. Atau rasa bersalah yang tidak masuk akal. Air mata mengalir melewati hidung mancung nya.
Ia hanya berharap akan segera terbangun dari mimpi buruk ini.
.
.
.
Park Chanyeol tersenyum tipis saat kaca pembatas di tekan dengan cukup keras oleh pamannya, seolah bisa menyingkirkan penghalang itu dari sana.
"Chanyeol" panggil paman. "Jaksa yang bertanggung jawab, Han Cheol Ho orang yang berambisi besar. Dia berharap menjadi seorang politikus. Dia berusaha memecahkan kasusmu karena kau semata-mata terkenal"
Chanyeol tidak tahu bahwa jabatan bisa membuat seseorang sekejam ini padanya. Demi Tuhan, dia juga korban dalam kasus ini.
Sudah berhari-hari ia berada di sel tahanan. Sang paman juga sudah menyewa pengacara untuk membantunya. Namun seolah berada di lorong gelap yang tak berujung, tak ada titik terang dalam masalah yang saat ini ia hadapi.
Tidak ada yang mau mendengarkan penjelasannya. Orang-orang yang dulu mendukungnya kini bahkan berbalik melempar bara api ke seluruh tubuhnya.
Semua bukti entah bagaimana mengarah padanya. Ketidak adaanya di rumah saat kejadian, pistol yang di gunakannya saat pertandingan satu tahun lalu yang kemudian di temukan polisi di dekat kediamannya. Park Chanyeol seperti lampu jalanan yang di tabrak oleh mobil, namun lampu jalanan yang harus robohkan. Chanyeol menatap lengannya yang di borgol. Ada ruam merah di sekeliling pergelangan tangannya karena tidak biasa dengan besi berbentuk bulat itu. Namun bukan itu yang dia fikirkan.
Benarkah tangan ini telah membunuh kedua orang tua serta adik-adiknya?
"Tidak boleh begini" suara paman kembali membuatnya mendongak. "Juga, kami mengadakan acara pemakaman karena kita tidak bisa menundanya lagi."
Chanyeol tidak merasakan matanya memanas, namun air matanya menetes. Kesakitan itu di rasakannya lagi. Semua orang mungkin menganggapnya pembunuh, sampah masyarakat, dan segala hal buruk tentangnya. Mereka hanya menilai dari apa yang mereka lihat. Jika ada yang bertanya siapa yang paling kehilangan? Tentu saja jawabannya Chanyeol.
Setiap hari yang di lakukannya di balik sel tahanan yang sempit dan pengap hanyalah menangis. Dia tidak pernah secengeng ini dulunya. Keluarganya selalu ada untuk mendukung dan menenangkannya saat ia terpuruk. Namun kini, harta berharganya telah di ambil, meninggalkannya bersama mimpi buruk yang akan terus menghantuinya.
"Kami menguburkan semua keluargamu di bukit. Jangan khawatir" ujar paman lagi berusaha tidak membuat keponakannya semakin terpuruk. "Yang kuat ya. Kami akan berusaha yang terbaik. Tetaplah betahan." bahkan paman tidak menyembunyikan suaranya yang bergetar.
Chanyeol terisak makin keras.
.
.
.
"Mengingat waktu dan bukti kejahatannya, sulit berasumsi bahwa ini adalah kejahatan atas dorongan hati. Merencanakan membunuh keluarga sendiri adalah kejahatan yang mengerikan dan mengejutkan serta melanggar hokum moral. Selain itu, terdakwa adalah atlet terkenal. Sebagai idola remaja, insiden ini sangat mengejutkan."
Suasana hening ruang pengadilan yang di penuhi oleh saksi, serta para hakim yang siap menghakimi Park Chanyeol seolah begitu mendukung tuduhan yang dilontarkan dengan ringan oleh Han Cheol Ho. Park Chanyeol yang duduk di hadapan tiga orang hakim seolah menjadi mayat hidup. Badannya kurus dengan mata sembab serta bibir kering yang mengelupas. Kepalanya menoleh dengan kaku ke arah kiri. Menatap Jaksa Han yang terus memojokkannya. Senyum remeh dapat Chanyeol lihat di ujung bibir pria tua itu.
"Untuk mengingatkan masyarakat akan bahaya, saya minta hukuman seberat-beratnya untuk Park Chanyeol." mata mereka saling bertatapan. Chanyeol bersumpah melihat kilatan kelicikan di mata pria berjubah hitam-marun itu. "Yaitu, hukuman mati."
.
.
.
To Be Continued….
Hadir lagi dengan remake drama W :D
ChanBaek is here~~~~
Ini masih prolog. Baekhyun muncul di chapter depan. Saya mengetik ini sambil nonton dramanya. Jadi maaf kalau bahasanya amburadul /.\ banyak typo juga. Gak sesuai harapan juga *nangis di pojokan
Tapi saya masih mengharap review dari pembaca. Kritik dan saran sangat saya butuhkan T_T
Terima kasih juga untuk responnya di ff Remake Divergent *bow jangan lupa fav and follow.
Terima kasih lagi sudah mampir *lambai2
