NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
.
Story Of a Badgirl © Lady UchiHaruno
.
.
WARNING!
REMAKE
.
AU/OOC/OC/typo/rateM/dll
.
.
DON'T LIKE DON'T READ
Enjoy Reading^^
.
.
.
.
.
Seorang pria bersurai orange tengah berlari tergesa-gesa. Mengedarkan pandangan ke penjuru taman, iris hazelnya menangkap sosok gadis yang tengah duduk membelakanginya. Pria itu menghembuskan nafas pelan menetralkan detak jantung yang berpacu dan melangkah menghampiri gadis itu.
"Maaf menunggu lama."
Gadis itu melirik lewat ekor matanya, "Hn, tak apa." Ucapnya singkat dan datar.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" Pria itu duduk di sebelah sang gadis.
"Kita sudahi saja Pein." Ujar sang gadis tanpa melihat lawan bicaranya.
Pria itu –Yahiko Pein mengerutkan alis bingung, "Apa maksudmu?"
Gadis itu menoleh, "Kita putus!"
Pein merasa dunianya berhenti, dan terhempas ke dasar jurang yang paling dalam. Mendengar ucapan kekasihnya, membuatnya merasa sesak dan sakit sampai ke ulu hati. Mati-matian ia menahan emosinya. Pein menatap nanar pada emerald kekasihnya, "Tapi aku masih mencintaimu!" Lirihnya.
"Maaf Pein, ini sudah keputusan ku," Gadis itu berdiri, "Aku harus pergi."
Pein tau jika ia tak akan pernah bisa memilikinya. Demi bersama kekasihnya ia rela mengorbankan perasaan Konan –sahabat sekaligus mantan kekasihnya dulu– yang telah ia campakan. Ia merasa bersalah kepada Konan, tapi ia juga tak dapat membohongi hatinya.
Pein menatap sendu punggung mungil yang kian menjauh seraya bergumam...
"Sakura..."
.
.
oo00oo
.
.
LONDON, Miniscule of sound
Alunan musik DJ meramaikan kegelapan sang malam. Menari-nari di bawah sorotan lampu yang berwarna mengikuti dentuman musik yang kian membahana. Bau alkohol dan asap rokok menyeruak dalam indra penciuman. Deretan sofa berjajar rapi menjadi saksi bisu manusia berbeda gender tengah bercumbu mesra.
Terlihat seorang gadis bersurai softpink tengah duduk bertopang dagu di depan meja bar. Sesekali iris emerald-nya mengerling pada jam tangan merk Rollex yang melingkar dipergelangan tangannya. Meneguk kasar segelas margarita hingga tandas, –entah sudah ke berapa gelas yang ia habiskan. Menyesap batang rokok dan menghembuskannya perlahan.
"Sakura?"
Sakura tersentak, suara bariton yang sangat ia kenal terdengar digendang telinganya. Sakura berbalik, menatap sayu sahabatnya yang kini berdiri di belakangnya. Wajahnya sudah dihiasi semburat kemerahan, ia mabuk.
"Kau!" desis Sakura seraya mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah sahabat merahnya, "Kau darimana saja! Aku sudah menunggu mu disini selama dua jam Gaara!"
Rei Gaara memutar matanya bosan melihat tingkah sahabat merah mudanya tengah diambang batas kesadaran, "Sudah berapa gelas yang kau habiskan?" Tanya Gaara menepis pelan tangan Sakura dan duduk disamping Sakura.
"Hn? Aku tak ingat," ucap Sakura acuh, menghendikan bahu dan–
Fiiuuuhh
"Uhuk uhuk! Hey matikan itu Saki!" Gaara merebut rokok yang digenggam Sakura.
Perempatan siku muncul dijidat Sakura, "Hey! Apa yang kau lakukan Panda?" Sakura melototi Gaara yang tengah mematikan rokok dengan cara menginjaknya.
"Itu tidak baik untuk kesehatanmu," tegur Gaara secara halus dengan raut wajah innocent.
Sakura berkacak pinggang, "Kau menceramahi ku?" tunjuk Sakura mengarah pada dirinya sendiri.
"Menurutmu?" sahut Gaara di sertai seringai jahil.
"Ck!" decih Sakura kembali memesan minuman pada bartender yang tengah sibuk dengan atraksi-nya.
Sementara Gaara menggeleng pelan melihatnya. Tangan Gaara terangkat dan mengacak pelan rambut merah muda milik Sakura, membuat sang empu mengerutu kesal, "Apa yang membuatmu seperti ini Saki? Kau tampak kacau,"
"Tak ada," sahut Sakura seraya menyesap margarita yang baru saja diterimanya. Tak lupa memberikan senyuman manis pada sang bartender hingga membuat pria itu merona.
Gaara memutar bola mata bosan, ia memutar kursi Sakura berhadapan dengannya. Manik jade Gaara menatap tajam Sakura yang memilih membuang muka ke samping, "Aku tau kau sedang berbohong,"
Sakura menoleh, ia memang payah jika sedang berbohong, "Baiklah kau menang," ucapnya seraya mengangkat kedua tangan ke atas. "Jadi..."
Flashback
"Ada apa kau memanggilku Mom?" tanya Sakura mengucek matanya. Tak biasanya Tsunade –ibunya membangunkannya pagi ini. Padahal hari ini sekolah libur dan Tsunade tak pernah menginterupsi kegiatan Sakura di kamar.
Tsunade menoleh, kemudian tersenyum misterius. Ia meletakan majalah fashion yang baru saja dibacanya, "Duduklah honey,"
Sakura mengerutkan alis bingung menatap Tsunade, namun tetap menuruti perintah Tsunade, "Jadi ada apa?"
Tsunade menghela napas pelan, "Aku dan Ayahmu yang di Konoha sepakat..emm," jeda Tsunade sejenak, "kau akan dijodohkan, dan besok lusa, kau harus kembali ke Konoha dan menetap di sana."
Sakura speechless. Butuh beberapa detik Sakura mencerna penuturan Tsunade, "Apa aku tidak salah dengar? Perjodohan? Aku? Yang benar saja!" bantahnya dengan suara tercekat. 'Hell apa ibunya sudah gila? Memberikan putri tersayangnya pada serigala hidung belang yang biasa disebut lelaki? –oke itu berlebihan, tapi aku masih muda dan masih banyak yang ingin aku lakukan!' jerit inner Sakura frustasi.
Sedangkan Tsunade tahu, jika pada akhirnya putrinya akan menolaknya. Tapi Tsunade tidak pernah putus asa, ini demi semuanya dan masa depan Sakura, "Aku tidak terima penolakan." tegas Tsunade naik satu oktaf.
"Tapi bagaimana dengan sekolah ku di sini Mom? Beberapa bulan lagi aku akan ujian," rajuk Sakura mencari alasan, tapi itu tak berpengaruh pada Tsunade yang sudah kebal dengan segala bujuk rayu Sakura.
"Kau tenang saja, ibu sudah menerima surat ke pindahan mu, fufufu.." sahut Tsunade dengan evil laugh mode on seraya memperlihatkan selembar kertas permasalahannya.
Sakura memandang horor ibunya tengah tertawa jahat, ia punya firasat buruk! Ya, sangat buruk. Dan ia harus mencari cara agar bisa membatalkan perjodohan bodoh ini! 'Ya, harus!' pekik inner Sakura histeris.
Flashback End
Gaara sedari tadi terdiam mendengar cerita Sakura tanpa menyelanya. Jadi hal itu yang dipikirkan oleh sahabat merah mudanya pikirannya bermonoton. "Jadi apa kau akan menerimanya?"
Sakura mengadah dan mengecurutkan bibir. "Apa maksudmu? Tentu saja tidak!"
"Lalu apa yang akan kau lakukan hm?" ucap Gaara terkekeh.
"..."
Gaara menghela nafas pelan, tak mendengar jawaban dari Sakura, "Aku harap kau bisa merubah sikapmu yang barbar ini," gumam Gaara namun masih tertangkap oleh telinga Sakura.
"AH!" Sakura menjentikan jari, "Kau memang pintar Panda-kun." Sakura mencubit pipi tirus Gaara
"Hei!" protes Gaara lalu menepis tangan Sakura pelan, "Apa maksudmu? Aku tidak mengatakan apa-apa." Gaara menaikan sebelah alis transparan.
Dan sebuah lampu yang entah dari mana menyala diatas kepala pink-nya, "Aku punya ide." sahut Sakura disertai evil laugh.
Entah, Gaara merasa bergidik ngeri melihat Sakura seperti itu, mungkin karena beban pikirannya, Sakura berubah menjadi psikopat? Gaara menggelengkan kepala mengenyahkan pikiran anehnya.
"Bagaimana kalau kau mencintai 'calonmu' itu?" goda Gaara menyeringai. "Apa kau tetap menolaknya?"
Sakura berhenti tertawa dan menatap tajam Gaara, "Itu tidak mungkin, aku bahkan tak mengenalnya!"
"Oh ya? Mungkin saja bukan?" seringai Gaara semakin lebar. Gaara memang senang sekali menggoda Sakura.
Sakura berdecak, "Jangan mengodaku!" bentaknya seraya memberikan deathglare mematikan.
Gaara mengangkat kedua tangan, "Baiklah,"
Hiruk pikuk musik DJ dan teriakan memekakan telinga tak membuat Sakura dan Gaara merasa terganggu akan pembicaraan mereka. Bahkan banyak pria dan wanita dengan sengaja menatap mengoda ke arah mereka.
Sakura mendengus keras. Ia melihat Gaara tengah tersenyum tipis pada wanita yang baru saja duduk di samping Gaara. Ia akui Gaara memang tampan, ditambah lagi dengan tato AI didahinya. Apalagi Gaara tengah memakai kaos merah ketat menampakan tubuh atletisnya, dipadu dengan jaket hitam dan celana jeans denim, sederhana namun menawan. Oh sungguh, Sakura merasa panas sekarang, apa ini efek dari kebanyakan minum? Gaara sekarang terlihat mengoda dan sialan sangat sexy! Apalagi dengan bibirnya yang –oke lupakan pikiran mesum ini.
Sedangkan Gaara menyeringai tipis melihat Sakura tengah mencuri pandang ke arahnya. Ia sebenarnya juga tidak rela jika sahabatnya akan dijodohkan, tapi mau bagaimana lagi? pikirnya.
"Sakura, apa kau sudah memberi tahu Ino tentang ke pulanganmu?" tanya Gaara membuyarkan lamunan Sakura.
Tentu Sakura masih ingat dengan sahabat blondenya, Yamanaka Ino. Sakura, Gaara dan Ino memang sahabat dari kecil. Tapi karena insiden perceraian kedua orang tua Sakura tujuh tahun lalu, akhirnya Sakura pindah ke London bersama ibunya. Tak pernah bertemu dengan Ino namun selalu bertukar kabar dan mengirim foto lewat internet.
Sakura menepuk jidat–ehem–lebarnya, "Aku lupa, hehehe," jawabnya dengan cengiran.
Gaara hanya bisa memutar kedua bola mata bosan, "Selalu seperti itu. Apa kau juga mau titip salam pada Temari-nee?"
Sakura mengangguk cepat, "Tentu saja."
Rei Temari adalah kakak sulung Gaara dan kakak kedua Gaara bernama Rei Kankurou yang tinggal di Suna. Temari pindah ke London lima tahun lalu untuk melanjutkan kuliahnya dan Gaara, entah apa alasannya ia ikut Temari.
"Baiklah," Gaara melirik jam tangannya, "Ini sudah malam, ayo pulang!" sambung Gaara seraya mengajak ralat– menyeret tangan Sakura.
"Hey! Lepaskan, aku masih ingin disini!"
"Tidak!"
"Cih."
.
.
oo00oo
.
.
Suara cicit burung menandakan pagi telah tiba. Cahaya hangat mentari menembus celah korden yang terbuka tak urung membuat sepasang kelopak mata yang terutup merasa terganggu. Menarik selimut sampai ke pucuk kepalanya dan meringkuk di bawah selimut.
Kriinggg kriinnggg.
Suara jam weker mengusik indra pendengaran. Sebuah tangan terulur keluar dari dalam selimut. Tangannya meraba benda yang mengeluarkan suara nyaring menganggu yang tidurnya. Mematikannya dengan kasar lalu kembali tidur sebelum suara lain menginterupsi.
"Sakura apa kau sudah bangun?" Teriak Tsunade di luar pintu kamar Sakura.
Sakura menyibakan selimut kesal, "Yes, mom," balas Sakura setengah terpejam dan merenggangkan otot tubuhnya.
"Cepatlah mandi, setengah jam lagi kita berangkat."
Mendengus pelan, "Baiklah," Sakura berdiri dan berjalan gontai menuju kamar mandi.
.
.
.
Sakura turun membawa sebuah koper hitam ditangannya. Melangkah menuruni tangga menuju pintu keluar. Gadis musim semi itu mengedarkan pandangan, kemudian mengernyitkan alis binggung.
"Ada apa honey?" tanya Tsunade melihat Sakura tengah mencari sesuatu.
Sakura menengok kearah Tsunade, "Dimana Saso-nii?"
"Oh, Sasori sedang sibuk. Mungkin lusa ia akan menyusul."
Sakura mengangguk paham, "Aa."
"Apa semua sudah siap?" tanya Akashi menginterupsi.
"Ya/Hn." jawab Tsunade dan Sakura bersamaan.
Ya, Akasuna Akashi adalah ayah tiri Sakura, Senju Tsunade menikah lagi dengan Akashi setelah dua tahun perceraiannya dengan Haruno Jiraya. Akashi juga sudah mempunyai anak laki-laki bernama Akasuna Sasori. Dan ibu Sasori sudah meninggal karena kecelakaan. Sakura dan Sasori terpaut lima tahun lebih tua dari Sakura.
Akashi seorang arsitek ternama, sedangkan Tsunade seorang desainer terkenal. Well mereka cocok bukan? Walaupun Tsunade sudah berusia kepala empat, ia masih terlihat cantik bahkan postur tubuhnya masih bisa dibilang menarik.
Selama di perjalanan, tak pernah luntur sebuah evil smrik yang tertera pada wajah mulus seorang Haruno Sakura.
'Mari kita bermain sedikit wahai calon suamiku.'
.
.
oo00oo
.
.
Mansion Uchiha 10.15 am
Seorang pelayan wanita muda tengah membawa nampan berisi secangkir kopi yang mengepul. Pelayan itu berjalan pelan menyusuri lorong menuju sebuah pintu bercat putih. Ia berhenti dan mengetuk pintu dengan gugup.
"Masuk."
Membuka pintu dengan perlahan cahaya masuk dan menyilaukan indra penglihatan. Nampaklah sosok tegap seorang pria memakai kemeja putih ketat yang menonjolkan lekuk tubuh atletisnya. Pria itu tengah menghadap arah jendela luar. Pelayan itu melangkah maju mendekati meja dan meletakan nampan dengan tangan gemetar.
"M-maaf Tu-tuan Itachi, ada y-yang ingin ber-bertemu de-dengan Anda." Ucap Pelayan itu gugup.
Seolah gerakan slow-motion, Itachi berbalik seraya mengendurkan dasi dan menampakan leher jenjang yang mengoda. Pelayan itu menahan nafas, suasana menjadi panas, apalagi disuguhi pemandangan erotis tuannya.
BRUK!
Tak kuat menahan berat tubuhnya, ia ambruk dengan dengan suara bedebum keras. Sedangkan Itachi tengah menatap datar pelayannya yang pingsan seolah kejadian itu sudah suatu kebiasaan para kaum hawa melihat adanya makhluk adonis seperti dirinya.
Itachi melangkah melewati pelayan dan tetap stay cool dengan tangan dimasukan ke dalam saku celananya.
"Hn."
.
.
.
Uchiha Itachi menuruni tangga dengan santainya. Para pelayan wanita terkesima saat melihat tuannya menghampiri mereka.
"Tolong kalian urus pelayan yang ada di ruang kerja."
"Ha'i Tuan muda." Para pelayan serempak membungkuk hormat. Semua pelayan sudah mengerti akan maksud Itachi, karena kejadian itu seperti 'aktifitas' setiap harinya.
"Hn."
Itachi berbalik dan berlalu menuju ruang tamu yang berada di depannya.
.
.
.
Manik onyx milik Itachi menangkap seorang wanita bersurai violet tengah duduk sembari menyesap pelan teh yang ada digenggaman tangannya. Tanpa sadar senyum tipis terpatri dibibir pria yang berusia 24 tahun itu. Kemudian Itachi melangkah menghampiri wanita itu.
"Ada apa Konan?"
Konan mendongkak menatap Itachi dan tersenyum, "Bagaimana kabarmu?"
Itachi mendudukan pantatnya, "Baik." Jawabnya singkat.
"Aa, syukurlah." Ucap Konan mengangguk. Tangannya merogoh isi tas kemudian menyodorkan sebuah undangan ke hadapan Itachi.
Itachi melirik sejenak dan ia sudah tahu apa isinya. Jangan salahkan Itachi, jika ia cepat mengerti dan paham akan undangan berwarna merah milik Konan untuknya. Itu semua berkat kejeniusan keluarga Uchiha secara turun temurun.
"Apa kau sudah memaafkannya?" tanya Itachi dengan tatapan mengintimidasi.
Konan balas menatap Itachi dan tersenyum tipis, "Aku sudah memaafkannya dari dulu," Menghela napas sejenak, "aku tak akan bisa membohongi hatiku bahwa aku masih mencintainya." sambungnya pelan.
Itachi mengepalkan tangannya sampai kuku jari memutih dibalik saku celananya, "Setelah apa yang pernah dia lakukan kepadamu dan kau dengan begitu mudahnya memaafkannya?"
"Ya, kau tahu? setiap orang pernah berbuat kesalahan," Konan menundukan kepalanya, "apalagi jika orang itu yang kita cintai. Suatu saat kau akan mengerti bila kau ada di posisi ku Itachi." Lanjut Konan memamerkan lengkungan kurva dibibir tipisnya.
Seperkian detik terdapat sebuah emosi dikedua iris jelaga milik Itachi, "Aku mengerti, selamat atas pernikahanmu dengan Pein."
.
.
oo00oo
.
.
Konoha Airport 11.26 am
Suasana bandara siang ini ramai orang berlalu lalang. Sepasang kaki jenjang yang berbalut wedges melangkah pelan menyusuri koridor. Surai softpink sepunggungnya bergoyang sesuai irama langkahnya. Mata jernih emerald-nya menatap lurus ke depan. Tak akhyal pesonanya membuat beberapa pasang mata meliriknya.
Sakura berjalan mengekori langkah kedua makhluk berbeda gender di depannya. Ia memutar kedua bola mata bosan melihat kemesraan kedua orang tuanya.
"Tunggu sebentar," ujar Akashi menghentikan langkahnya. Tangannya merogoh ponsel disaku celana, jemari kekarnya memencet tombol yang menghubungkannya dengan seseorang.
Tsunade menatap binggung Akashi tengah berbicara ditelepon, "Ada apa sayang?"
Akashi kembali memasukan handphone, "Jemputan kita terlambat, sebaiknya kita memakai taksi."
Tsunade mengangguk dan berbalik menatap Sakura, "Kau tak apa kan kita pulang memakai taksi?"
"Terserah!" desah Sakura malas.
"Aa baiklah ayo kita cari taksinya!" ucap Tsunade bersemangat.
.
.
Laju mobil taksi itupun kian melambat saat di depannya terdapat gerbang menjulang tinggi. Beberapa bodyguard membuka pintu gerbang. Taksi itu melaju dengan kecepatan sedang melewati pohon Sakura yang berjajar rapi disepanjang kedua sisi jalan.
Sakura mengerutkan alis binggung. Ia tidak tau akan tempat yang dikunjunginya, tapi ia merasa tidak asing akan tempat ini. Iris emerad-nya menyipit kala melihat bangunan Mansion mewah bergaya eropa modern didepannya.
Sakura menengok menatap Tsunade. "Ini dimana Mom?"
"Hmm? Ini rumah kakekmu honey," Tsunade tersenyum melihat Sakura mengangkat sebelah alis bingung, "Apa kau lupa?" sambung Tsunade.
Sakura menghendikan bahu, "Entahlah."
"Kau pernah kesini waktu kau–" Jeda Tsunade berpikir, "berusia empat tahun, mungkin."
Sakura mendesah. "Apa yang kau harapkan akan ingatan bocah berusia empat tahun Mom?"
"Mungkin kau akan ingat setelah ini. Kau tahu, keluarga Senju adalah keluarga bangsawan terkaya di Asia, bahkan namanya sampai masuk berita di luar negeri." kata Tsunade angkuh.
"Well, aku tak tahu kalau margamu Senju Mom." sahut Sakura setengah mendengus.
"Oh baiklah, tak perlu kau pikirkan."
Sakura mengalihkan pandangannya pada sebuah air mancur tepat di tengah jalan yang di desain memutari air mancur tersebut. Taksi itu 'pun berhenti, Sakura mengamati pintu ganda berwarna coklat tua di depannya. Ia segera turun dari mobil dan disusul Tsunade bersama Akashi.
Iris emerald-nya berbinar saat mengamati setiap desain bangunan itu. Terdapat menara yang menjulang tinggi dikedua sisi mansion di depannya.
.
.
Sementara itu...
Di sebuah ruangan yang luas terdapat puluhan pelayan dan bodyguard berjejer rapi menghadap sang majikan yang sedang duduk santai sembari membaca koran, sesekali mulutnya menyeruput secangkir kopi di atas meja. Dan di sampingnya terdapat seorang pria yang tengah bosan melihat kelakuan kakaknya.
Seorang bodyguard melangkah maju dan menginterupsi kegiatan majikannya, "Maaf Tuan Hashirama, Nyonya Tsunade dan yang lain telah tiba di depan."
Hashirama segera melipat koran dan berdiri, "Baiklah, semua diposisi masing-masing. Jangan sampai ada satu kesalahan pun! Mengerti?" perintah Hashirama dan diikuti anggukan seluruh pelayan dan bodyguard.
"Baiklah kalian boleh keluar!"
Dan detik berikutnya seluruh pelayan dan bodyguard itupun berjalan keluar dalam barisan rapi mengikuti perintah majikannya.
"Apa ini tidak berlebihan Nii-sama?" tanya Tobirama, sang adik.
Hashirama menoleh, "Tentu tidak. Dan kau tobi–" tunjuknya pada Tobirama, "–kau harus ikut berpastisipasi."
Tobirama mendesah. "Aa baiklah." ujarnya seraya mengangguk.
"Ah..terimakasih otouto!" Hashirama menjentikan jari, "Pertama aku harus tidur dan berpura-pura sakit." Hashirama segera melongos pergi meninggalkan sang adik tengah sweatdrop melihatnya.
"Baiklah mari kita sambut para tamu istimewa." gumam Tobirama pelan dan berjalan menuju pintu utama.
.
.
.
.
TO BE CONTINUED
