Di dunia ini, ada 4 orang raja yang telah hidup lama. Tubuh mereka abadi, tetapi bukan jiwa. Masing-masing dari mereka pun punya anugerah yang berbeda-beda.

Diantaranya :

Raja keempat, yang biasa dikenal dengan sebutan "Elements Earth". Dia mengendalikan keempat element di bumi sebagai kekuatannya, yaitu air, tanah, api, dan udara. Dia adalah raja terlemah.

Raja ketiga yang biasa dikenal dengan sebutan "Colorbearer". Dia menggunakan segala sesuatu yang berhubungan dengan unsur semua warna sebagai bertarung atau bertahan melawan musuh.

Raja kedua yang biasa dikenal dengan sebutan "Eye Illusion". Kekuatannya selalu berhubungan dengan ilusi yang ada dipikirannya, kemudian menjadikan seperti musuhnya berada dalam ilusi itu meski resikonya bisa membuat tubuh sang musuh meledak bagai sebuah balon yang meletus.

Raja pertama, raja terkuat. Dia adalah raja yang tidak punya wilayah kekuasaan ataupun sebuah kerajaan, dia tidak punya rakyat untuk dipimpin, dia tidak punya sesuatu yang mendukungnya jadi seorang raja kecuali kedua jendral yang selalu setia bersamanya yaitu Lucifer dan Charlotte. Dia hanya orang yang terkuat, orang yang menakutkan, kekuatannya sangat mengerikan, bahkan banyak orang sempat mengiranya sebagai seorang 'dewa'. Kekuatannya adalah imajinasi, apapun yang dipikirkannya akan menjadi nyata. Badai, gempa bumi, tsunami, bahkan sesuatu yang sulit dipercaya pun dapat dilakukannya. Dikabarkan, 800 tahun yang lalu dia tiba-tiba menghilang entah kemana. Tidak seorang pun tahu tentang keberadaannya, bahkan raja-raja lainnya. Orang-orang biasa menyebutnya dengan sebutan "Bright Imagination", dan nama asli raja pertama itu kebanyakan dari mereka tidak mengetahuinya. Biarkan aku beritahu siapa nama raja pertama itu. Namanya adalah... Uzumaki Naruto

.

.

Eternal Reality

Chapter 1 : Obvious

Story by. Ichido Subarashi

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

Pair : Naruto x Hinata

Rate : M

Genre : Drama, Romance, Action, Fantasy.

Warning (!) OOC, OC, AU, (miss) typo, Crime, Gunakan tempo lambat saat membaca, dll.

.

.

°Hinata POV°

Kehidupan dunia nyata itu selalu saja merepotkan. Mengenal, berteman, bersahabat, dikhianati. Inilah realita dalam dunia nyata. Dihajar atau menghajar. Selalu saja putus asa. Dijatuhkan atau menjatuhkan. Selalu saja egois. Memilih jalan terang atau lari dari masalah. Selalu saja ada keraguan.

Aku... ingin pergi ke tempat dimana aku bisa melihat air terjun dengan taman bunga disekitarnya. Pergi ke tempat yang indah, dimana matahari bersinar begitu cerah disana. Dimana aku bisa berdua saja dengan seseorang.

Seseorang...

Seseorang...

Seseorang yang kuanggap berarti bagiku.

Seseorang...

Siapa? Aku tidak punya. Aku selalu sendiri. Tak ada orang yang berarti bagiku.

Seseorang... tolong aku.

Aku... tidak punya orang yang berarti. Aku ingin... punya seseorang yang berarti bagiku. Seseorang yang selalu bersamaku, seseorang yang selalu menungguku di rumah, seseorang yang selalu menggenggam tanganku.

Seseorang... tolong aku.

"Ho, rupanya ada gadis cantik lewat sini."

Aku tersentak ketika tiba-tiba 3 orang pria yang tak kukenal mengepungku.

"Sepertinya dia punya ukuran dada yang besar, ini pasti menyenangkan!"

"Bodoh, aku akan menjadi yang pertama menghisap dan menjilat puting payudaranya."

"Hey nona muda, kalah kau tidak ingin terluka sebaiknya kau tidak melakukan hal yang merepotkan kepada kami."

Benar juga, aku sendirilah yang sangat ceroboh. Melamun sepanjang berjalan pulang, dan tak sadar melewati sebuah gang sepi dimana aku bisa menemukan banyak pria pecandu alkohol disana. Tapi untuk saat ini, sepertinya mereka masih belum mabuk, terasa dari bau mulut mereka yang masih tak berbau. Apa mungkin karena sekarang masih siang hari ya? Aku hanya bisa mendesah pelan. Padahal, kukira aku bisa tidur tenang dikamarku setelah lelah kuliah tadi.

"Baiklah, aku mengerti, lakukan apa sajalah yang ingin kalian lakukan. Lagipula aku tidak begitu peduli lagi dengan semua yang ada di dunia ini."

Yah, benar. Aku sudah tidak peduli lagi. Hari demi hari selalu sama bagiku, tak ada yang berubah. Tidur, makan, mandi, kerja, kuliah, selalu sama. Begitu membosankan. Ingin sekali aku pergi dari dunia ini, tapi sayangnya aku tidak punya alasan kuat untuk itu. Lalu, untuk apa aku hidup? Aku ingin segera mati.

"Hey nona muda, apa kau serius mengatakan itu?"

Apakah aku selalu sendiri? Apa Tuhan tidak juga mengirimkan seseorang yang bisa memahamiku? Tidak, sepertinya itu hanya belum saja. Aku hanya perlu bersabar. Tapi... mau sampai kapan lagi? Aku sudah terlalu lelah menunggu. Kalau begini, aku akan...

"Yah, aku serius, lakukan saja apa yang kalian inginku dariku, aku akan diam saja. Tapi, setelah itu kalian harus cepat-cepat membunuhku tanpa alasan."

Yah, hari ini... aku pasti akan mati, itu pasti!

"Membunuhmu? Kau ingin kami membunuhmu? Apa kau sudah gila?"

Itu karena, jika aku terus hidup aku hanya akan menjadi sampah bagi orang-orang didekatku. Yang selalu dibuang, diabaikan, diterima jika dibutuhkan saja, lalu dibuang lagi. Aku tidak ingin merasakan semua itu lagi, lagi, lagi, lagi, dan lagi.

"Ho nona muda, rupanya kau pengertian ya? Tenang saja, setelah kau menerima kenikmatan dari kami, kau pasti akan kami bunuh sesuai permintaanmu. Kau puas?"

"Jadi, apa kami bisa mulai sekarang?"

Kekasih. Apa aku bisa mendapatkan semacam itu? Apa hanya aku yang tak mendapatkannya? Kenapa? Apa ada seseorang yang bisa menjawabnya? Apa ada orang? Apa ada orang?

"Ya, kalian bisa mulai saat aku selesai melepas semua pakaianku."

Sambil menatap datar ke arah 3 pria disekelilingku, satu per satu aku mulai melepas semua pakaianku. Telanjang, aku tidak peduli lagi. Toh aku akan mati.

"Hoh sudah kubilang, dia punya payudara yang besar dan kencang."

Seperti yang kalian kira, aku telah melepas semua pakaianku kecuali bra dan celana dalam yang sama-sama berwarna putih. Kuharap, setelah ini aku akan berada ditempat yang kuinginkan. Air terjun, taman bunga, binatang-binatang, tunggu aku.

"Baiklah kalau itu maumu, aku yang-"

"Wah terima kasih banyak sudah menjaga kakakku, kalian baik sekali. Kalau begitu, aku akan membawanya kembali, maaf sudah merepotkan."

Tiba-tiba seorang anak kecil berambut pirang datang dan menarikku. Siapa dia? Kenapa dia menganggapku sebagai kakaknya?

"Hey bocah, kakakmu itu sudah bilang kepada kami kalau kami boleh melakukan apapun padanya. Jangan ikut campur!"

Salah satu 3 pria tadi menarik tanganku.

Terdiam, anak itu terdiam sejenak sebelum kemudian menatap tajam kearah pria yang menarikku. Dan aku bisa melihat , d-dia? Kenapa bisa ada disini? Uzumaki Naruto, teman satu kelasku kuliah. Yah, tubuhnya memang seperti anak berumur 10 tahun, tapi yang kutahu dia tidak pernah berbicara apapun dengan orang lain. Dia adalah seorang pendiam, meski nilainya terbilang biasa-biasa saja malah termasuk rendah. Aku sering melihatnya di bully ketika dia akan masuk kelas, dan tak seorang pun yang mau menolongnya meski berjalan didekatnya. Pernah aku mengajaknya berbicara tapi tak ditanggapinya. Aku belum pernah mendengar bagaimana suaranya, seperti orang dewasa kah? Atau sebaliknya? Dan sekarang, aku bisa mendengar dia berkata. Suaranya kecil dan begitu... menggemaskan.

"Kau bandel juga ya? Lepaskan tangannya!"

Pria yang menarikku tampak mulai marah.

"Kaulah yang harus melepaskan tangan kotormu itu darinya, atau kau-"

"Atau apa? Kau ingin menghajar kami? Tidak mungkin seorang pendek sepertimu bisa menghajar kami, kau ingin mati ha?"

Jangan, tolong lepaskan aku. Aku tidak ingin orang lain ikut ke dalam masalah yang kubuat. Kumohon, pergilah. Aku... tidak ingin orang lain terluka karena aku. Kumohon...

"Atau tubuh kalian akan kuhancurkan berkeping-keping."

Kulihat kedua mata Uzumaki-san menyala biru, dan seketika itu pria yang menarikku tadi mendadak terangkat dengan cepat oleh sesuatu yang tak terlihat. Terangkat tinggi, lebih tinggi, lebih tinggi, lebih tinggi dari gedung pencakar langit, lebih tinggi lagi hingga tak terlihat karena terselimuti awan.

"H-Hey, apa yang barusan itu?" Kedua pria yang lain tampak tak percaya dengan kejadian tadi, aku pun juga.

Kurasakan, tangan Uzumaki-san sudah tak menggenggam tanganku. Dan entah bagaimana bisa, aku tiba-tiba mendengar suara teriakan ketakutan seseorang yang semakin keras dari arah langit. Kemudian mendadak saja, ada banyak cipratan darah di tempat dimana pria yang menarikku tadi berdiri. Tidak hanya itu saja, disana aku juga melihat kepala seseorang yang sudah tak bertubuh. I-Itukan pria tadi, b-bagaimana bisa?

"H-Hey, itukan Renji, k-kenapa hanya kepalanya saja?" Dua pria itu tampak terkejut dan mulai ketakutan.

"Sudah kubilang, kan? Aku akan menghancurkan tubuh kalian, jangan salahkan aku, kalianlah yang memilih ini."

Kembali, aku menatap Uzumaki-san. Dia menyeringai begitu menakutkan, hingga membuatku terpaku padanya dengan rasa ingin sekali cepat-cepat pergi jauh darinya. Tapi aku tidak bisa menggerakan seluruh tubuhku. Tubuhku terasa sangat kaku. Ah bagaimana ini?!

"H-Ha... dia, dia monster!"

"Tolooong! Tolong aku!"

Kedua pria itu tampak melarikan diri. H-Hey aku juga ikut, tolong kembali!

"Kau tidak perlu takut seperti itu, teman sekelas. Aku tidak akan membunuhmu begitu saja."

Uzumaki-san terlihat mengangkat tangan kanannya, lalu tak lama dia pun menjentikan jarinya, sebelum kemudian kembali menggenggam tanganku. Entah kenapa, aku tiba-tiba merasa tenang ketika dia melakukan itu, menggenggam tanganku.

Sekarang, aku bisa melihat banyak darah tumpah di tempat kedua pria yang melarikan diri itu. T-Tunggu, mereka sudah tidak ada disana. Waktu belumlah lama berganti, tidak mungkin secepat itu mereka berdua sudah lari jauh dari tempat ini. Tunggu, apa jangan-jangan saat Uzumaki-san menjentikan jarinya tadi, mereka berdua langsung hancur? Mengingat tentang apa yang dilakukannya pada pria yang menarikku tadi, sepertinya memang dia yang melakukannya. Tapi... saat ini aku lebih tidak mengerti dengan diriku sendiri. Kenapa... kenapa sekarang aku tidak merasa ketakutan sedikit pun terhadap Uzumaki-san? Ini aneh.

"Sudah bosan dengan kenyataan? Ingin pergi ke dunia impian melalui bunuh diri? Apa Tuhan akan mengampuni dosamu begitu saja? Berterima kasihlah padaku karena menyelamatkanmu dari ketakutan neraka." Kata Uzumaki-san tanpa melihat kearahku. Apa maksud perkataannya?

"Ah lupakan sajalah apa yang kukatakan tadi. Tapi ingatlah suatu hal yang akan kukatakan, teman sekelas." Katanya lagi sambil melepas tanganku yang tadi digenggamnya.

"Apa itu?" Tanyaku.

"Ingat orang-orang disekitarmu sebelum melakukan hal seperti tadi."

Setelah mengatakan itu, dia pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun yang dikatakannya lagi. Sambil kembali memakai semua pakaian yang telah kulepaskan, aku pun kembali berjalan pulang. Tak kusangka, aku akan bertemu dengan Uzumaki-san tadi. Entah kenapa, setelah kutahu suaranya begitu kecil dan imut, aku ingin sekali mencium beberapa kali kedua pipinya itu. T-Tunggu, apa yang kupikirkan barusan? Ada apa denganku? Kenapa aku bisa berpikiran seperti itu? E-E tapi... setelah kupikir-kupikir, itu memang benar sih. Aku suka dengan anak kecil, jadi tidak heran kalau aku... he? Uzumaki-san kan bukan anak kecil, dia seumuran denganku, hanya saja tubuhnya yang seperti anak kecil. H-Ha? J-Jangan-jangan aku... ah! Kenapa aku malah begitu cepat menyimpulkan sih? Tidak mungkin hanya karena dia menyelamatkanku tadi, aku jatuh hati padanya. Yah, kurasa itu tidak mungkin.

Tak sadar, aku sudah sampai di perempatan jalan raya. Sambil menunggu lampu hijau tanda penyeberangan, aku mencoba mengingat-ingat kejadian sebelumnya. Uzumaki-san menggenggam tanganku, dan dia terlihat seperti tidak ingin melepaskannya. Dia juga tampak sangat marah besar saat ketiga pria itu menatap kearah bagian dadaku. Beginikah rasanya jika aku mempunyai seorang kekasih yang selalu melindungiku? Terasa... sangat indah. Indah sekali.

"Aku jadi ingin hidup lebih lama lagi."

Saat kutahu lampu hijau tanda penyeberangan telah menyala, aku pun mulai menyeberang.

1 langkah.

Uzumaki-san. Mungkin besok, aku harus berterima kasih padamu.

2 langkah.

Aku terdiam sejenak. Perasaan apa ini? Tiba-tiba saja aku merasa sesuatu yang buruk akan datang kepadaku. Ada apa ini?

3 langkah.

Belum sempat aku berada di tengah jalan, sesuatu terlihat berdiri di atas lampu lalu lintas. Itu orang, bukan sepertinya bukan. Wujudnya seperti wanita telanjang, seluruh kulitnya berwarna hitam gelap, wajahnya tampak hancur seperti terbakar dengan mata melotot, dan mulut yang lebar. Mengerikan sekali.

Aku melirik orang-orang disekitarku, yang sedang menyeberang sama sepertiku, yang ada di dalam mobil-mobil, dan semuanya. Kenapa... mereka seakan tidak menyadari kehadiran wanita aneh itu? Apakah itu hanya patung atau semacamnya? Tapi kenapa harus ada diatas lampu lalu lintas? Ada yang tidak beres.

Kembali, aku menatap ke tempat wanita aneh itu berada. Mataku tiba-tiba terbelalak. Tadi itu, benarkan? Kenapa sekarang dia tidak ada disana lagi? Kemana perginya wanita aneh itu?

Aku mengamati sekeliling. Perlahan, perasaan gelisah mulai menyelimutiku. Kenapa ini? Ada apa dengan dunia ini? Kenapa sekarang langit tampak berwarna hitam? Bukankah saat ini masih siang? Dan, kenapa semua orang seakan seperti patung-patung yang selalu diam? Mungkinkah waktu tiba-tiba berhenti? Tapi, kenapa hanya aku seorang saja yang tidak ikut seperti mereka? Kenapa? Kenapa?

"Itu karena, kau hanyalah sampah yang sudah sepatutnya dibuang."

Seseorang berbisik padaku dari belakang. Ha? Seseorang berbisik? Aku menengok kebelakang.

I-Itu...

Itu...

Itu wanita aneh tadi!

Cepat-cepat aku pun langsung memejamkan mata karena tak sanggup melihatnya sedekat ini. Wanita aneh itu, ada dibelakangku, dia ada dibelakangku! Tepat dibelakangku! Aku tidak mengira kalau wajahnya akan serusak itu. Kedua bola matanya seperti ingin keluar, sangat menakutkan. Dia pasti setan atau sejenisnya. Ah! Bagaimana ini? Siapapun tolong aku!

"Wahai angin yang berhembus kencang, wahai air yang terus mengaliri kehidupan, wahai tanah yang kuat perkasa, wahai api yang membarakan semangat. Izinkan aku menggunakan kekuatan kalian untuk mengurung sementara setan yang hina dibawahku ini."

Suara siapa itu?

"Sialan kau!"

Perlahan, aku mulai membuka mataku. Terang, terang sekali, hingga aku tidak bisa melihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi. Apa ini? Kenapa sekarang aku merasa ada seseorang yang menggendongku sambil melayang tinggi setinggi tiang lampu?

"Sekarang kau sudah aman, teman sekelas."

Suara itu... aku mengenalnya. Suaranya kecil dan begitu imut, mungkinkah. Uzumaki-san.

"Siapa kau?" Aku memastikan.

"Aku baru saja menyelamatkanmu 2 kali, kenapa kau bertanya namaku siapa?" Seluruh tubuhnya bersinar terang bagai sebuah lampu yang menyala. Sangat indah.

"Siapa kau? Berani sekali menggangguku!"

Aku menatap kebawah, tepat di jalan tempat aku menyeberang tadi dan tepat dimana wanita aneh itu berada. Dia tampak sangat marah melihat Uzumaki-san datang menolongku. Yah, entah kenapa perasaanku mengatakan kalau dia akan terus menyelamatkanku.

"Aku? Kau bertanya padaku siapa aku?!"

Kembali, aku menatap wajah Uzumaki-san, dan entah kenapa kedua pipiku mendadak saja terasa hangat. Dia terlihat seperti sedang senang sekali dengan senyum yang meremehkan kearah wanita aneh itu. Dan tak sadar, aku belum juga mengalihkan pandanganku dari wajahnya. Tak peduli dengan bagaimana bisa semua ini terjadi, entah kenapa aku merasa sangat senang Uzumaki-san menggendongku seperti sekarang. Tak peduli dengan bagaimana bisa dia begitu kuat menggendongku yang bahkan lebih berat dan lebih tinggi darinya? Serta, bagaimana dia bisa melayang dengan tubuhnya yang bersinar? Aku tidak peduli. Untuk saat ini, aku hanya bisa pasrah padanya.

"Cih! Kau sombong sekali, memang aku akan takut dengan mantra dari raja keempat yang kau ucapkan tadi? Tidak semudah itu!"

"Aku adalah raja pertama dari keempat raja yang ada di dunia. Bright Imagination!"

Dan suara pecah tawa pun terdengar keras dari mulut lebar wanita aneh itu.

"Kau bercanda? 800 tahun sudah berlalu, dia sudah menghilang sejak itu. Terakhir aku bertemu dengan banyak penyihir yang mengaku-ngaku adalah raja pertama seperti dirimu, mereka hanya akan mudah dibunuh."

"Oh, aku baru tahu kalau sebelumnya ada banyak orang yang mengaku-ngaku dirinya sebagai raja pertama sepertiku. Tapi sayangnya, aku tidak seperti mereka."

"Sudahlah, aku tidak ingin basa-basi lagi. Mari kita mulai pertarungannya."

"Baiklah kalau itu maumu, silahkan saja-"

"Aku sudah ada disini bodoh!"

C-Cepat sekali! Aku bahkan tidak menyadari kalau wanita aneh itu sudah ada dibelakang Uzumaki-san sekarang. Dia tampak sedang mengayunkan kakinya sekuat tenaga, dia akan menendang kami!

Dilain sisi, terlihat kedua mata Uzumaki-san menyala biru. Seketika itu terdengar suara keras bel kereta api entah darimana. Suaranya begitu keras, semakin keras, semakin keras, dan saat itulah aku bisa melihat kereta api tiba-tiba muncul dari langit melintas cepat dan menabrak wanita aneh itu. Anehnya, ketika kereta api itu menabrak permukaan, benda itu langsung hancur menjadi pecahan kaca kemudian menghilang begitu saja.

Kulihat, wanita aneh itu sudah terbaring tak berdaya di tengah-tengah perempatan jalan raya setelah tadi tertabrak kereta api yang menurutku tak masuk akal dari mana arah datangnya, meski kutahu hal itu pasti ulah Uzumaki-san yang melakukan. Kereta api muncul dari langit? Mana ada?

"Oh, sudah kalah ya? Aku kira kau sekuat ucapanmu, ternyata..."

Wanita aneh itu tampak mulai kembali berdiri, lalu menatap tajam kearah kami. Tapi tidak lama, tiba-tiba tatapan tajam yang ditunjukkannya berubah menjadi ekspresi ketakutan yang amat sangat. Ada apa? Dia... menatap langit bukan kearah kami.

Aku pun juga mengalihkan pandanganku kesana, kearah langit.

A-Apa itu? Jumlah yang sangat besar, bahkan langit sampai tak terlihat karena tertutupi oleh sesuatu yang sangat banyak itu. Ribuan, ah bukan sepertinya jutaan. Aku menyipitkan kedua mataku untuk melihat jelas benda apa yang jumlahnya sangat banyak itu.

Itu...

Itu...

Itu bukan benda, tapi orang. Orang yang sangat banyak, mereka semua sedang membawa busur sambil berdiri dengan awan putih sebagai pijakannya. Dan busur mereka mengarah pada... wanita aneh itu. Tak heran jika dia tampak sangat ketakutan. Ini sungguh hal yang menakjubkan.

"Aku sengaja memanggil sementara semua pendekar yang telah lama mati dari dunia lain untuk membuatmu percaya kalau aku adalah raja pertama, bukankah aku orang yang baik? Asal kau tahu saja, jumlah mereka sangatlah banyak sampai-sampai menyelimuti kota Tokyo ini, bukankah kau sedang melihatnya?"

Uzumaki Naruto, seorang pendiam yang nilainya biasa-biasa saja bahkan termasuk rendah, tubuhnya seperti anak kecil berumur 10 tahun, dengan suaranya yang kecil dan begitu menggemaskan. Tidak kusangka, dia adalah orang seperti yang kulihat sekarang. Apakah ini hanya mimpi belaka? Seperti dalam film saja.

Mataku tiba-tiba mengerjap beberapa kali. Aku tidak tahu kenapa, tapi itu bukan kehendakku sendiri untuk melakukannya. Sekarang seluruh tubuhku mendadak saja terasa hangat, dan aku tidak begitu kuat lagi untuk membuka mataku lebih lama. Mataku terpejam. Jujur, aku tidak mengerti dengan apa yang sedang kurasakan sekarang. Aku hanya bisa pasrah.

.

.

"Hinata..."

.

"Hinata..."

Suara siapa itu?

"Hinata..."

Terdengar lagi? Siapa itu?

"Hinata..."

Siapa yang memanggilku? Kenapa harus aku?

"Hinata..."

Suaranya semakin keras.

"Hinata..."

"Hinata..."

"HINATA!"

Mendadak saja, mataku terbuka dengan paksa. S-Sakit, kepalaku terasa sakit. Sambil beberapa kali mengamati sekeliling, aku bisa menyimpulkan kalau tadi itu hanya mimpi. Mimpi yang aneh. Seperti sebuah ingatan yang telah kutinggalkan sangat lama saja. Aku tidak mengerti kenapa aku bermimpi seperti itu.

"Ya ampun, sudah kukira kekuatan esper masih ada dalam tubuhmu meski kau sudah bereinkarnasi."

Aku menatap seseorang yang berdiri disampingku.

Aku sudah ada dikamarku, masih berbaring di tempat tidur.

Terdiam sejenak. Sekarang aku ada dikamarku, Uzumaki-san ada disampingku, aku masih tiduran.

Um... sepertinya ada yang aneh.

.

Perlahan, mataku pun mendadak membulat. U-Uzumaki-san ada dikamarku?! B-Bagaimana bisa?

"Hey, tidak perlu terkejut seperti itu, aku tadi menyelamatkanmu dari setan tahu, tapi tiba-tiba saja kau pingsan, jadi aku tidak punya pilihan lain selain membawamu kesini."

Oh, begitu.

T-Tunggu, bagaimana bisa dia tahu dimana rumahku?

"Bagaimana ya menjelaskannya? Ah sudahlah, yang penting kau bisa selamat."

Padahal aku belum sempat bertanya padanya, tapi dia seakan sudah tahu dengan apa yang akan kukatakan padanya.

"Maaf sudah merepotkanmu." Kataku padanya.

"Oh ya, sepertinya kau tinggal sendirian di rumah yang besar ini."

Aku bangun terduduk, "Tentu saja, kedua orang tuaku telah lama meninggal, jadi aku mengurus rumah ini sendirian."

"Oh, maaf."

"Ah, tidak apa-apa, lagipula kedua orang tua yang kumaksud bukanlah orang tua kandungku." Kataku begitu saja.

Uzumaki-san tampak menyipitkan kedua matanya saat aku selesai mengatakan itu. "Apa maksudmu?" ia bertanya.

"Yang kutahu, waktu masih bayi aku ditemukan didepan pintu rumah ini, karena itu mereka mengasuhku." Kenapa aku mengatakannya?

Dia terdiam sejenak, sebelum kemudian menghela nafas lalu menggenggam tanganku begitu saja, dia juga tampak tersenyum sekarang. "Demi keselamatanmu, aku akan tinggal disini sementara, bolehkan?"

Entah kenapa, tiba-tiba saja kedua pipiku menghangat. A-Apa maksudnya dengan tinggal disini? Apa jangan-jangan dia akan menginap dirumahku? K-Kenapa secepat ini?

"Tenang saja, aku bukanlah orang yang jahat. Apa kau ingat dengan wanita aneh yang kau lihat tadi?"

W-Wanita aneh? Jadi, jadi apa yang kulihat itu adalah nyata?

"Dia adalah salah satu setan yang mengincar tubuhmu, akan berbahaya jika aku tidak ada didekatmu, kumohon mengertilah. Aku juga akan berusaha supaya tidak membuatmu repot dirumahmu karena aku disini."

Jadi benar, wanita aneh itu adalah setan.

"Saat mereka mulai mengincarmu, mereka akan terlebih dulu menghentikan waktu secara paksa, tidak heran jika ketika kau melihat wanita itu, benda-benda hidup disekitarmu akan seperti patung."

Entah kenapa meski aku tidak begitu paham tentang apa yang dikatakannya, aku merasa percaya saja.

"Jadi, apa kau mengizinkanku tinggal dirumahmu, teman sekelas." Katanya masih menggenggam tanganku.

Kedua pipiku kembali menghangat saat aku berusaha mencoba menatap wajah Uzumaki-san yang begitu imut itu. "Tapi... ada beberapa syarat, jika kau mau tinggal dirumahku." Ucapku senormal mungkin.

Dia juga tampak masih tersenyum. "Apa itu?" Tanyanya.

Kehidupan dunia nyata itu selalu saja merepotkan. Mengenal, berteman, bersahabat, dikhianati. Inilah realita dalam dunia nyata. Dihajar atau menghajar. Selalu saja putus asa. Dijatuhkan atau menjatuhkan. Selalu saja egois. Memilih jalan terang atau lari dari masalah. Selalu saja ada keraguan.

"P-Pertama, jika kau memanggilku, panggil nama depanku. Dan k-ke-kedua, Apa... apa aku boleh memanggilmu dengan nama depanmu j-juga?"

"Hah? Apa hanya itu?"

"T-Tidak, ada satu lagi."

Aku... ingin pergi ke tempat dimana aku bisa melihat air terjun dengan taman bunga disekitarnya. Pergi ke tempat yang indah, dimana matahari bersinar begitu cerah disana. Dimana aku bisa berdua saja dengan seseorang.

"Kau tahu? Setelah aku mendengar suaramu yang s-sedikit kecil, aku ingin sekali melakukan suatu hal padamu."

Seseorang yang berarti bagiku. Seseorang? Seseorang yang telah lama kenal dan baru saja akrab. Seorang penyelamat bagiku.

"Kau harus mengizinkanku menciummu setiap pagi, b-bukan bibir tapi pipi, ya pipi saja."

Naruto-kun. Yah, mulai sekarang aku akan memanggilnya seperti itu.

.

.

.

.

To Be Continued

Wah, akhirnya selesai juga nih fanfic. Maaf yah semuanya, fic sebelumnya tidak bisa saya lanjutkan karena suatu hal, maaf banget.

Tentang fic diatas, kalau bingung yah jangan terlalu dipikirkan yah, ini hanya fic pelampiasan karena masalah fic sebelumnya.

Kalau ada banyak yang suka, nanti saya usahakan lanjutin. Entah mau gimana, nih fic alurnya mundur, jadi kalau bingung pasti akan dijelasin di chapter berikut kenapa bisa terjadi?

Silahkan kritik dan sarannya.^^

Terima kasih.