Halo… kali ini Author amatir ini mau coba bikin drabble. Tapi yah, dilihat dari panjang cerita dan kata yang (dengan sangat jauh sekali) melampaui angka 100, jadi diragukan apakah ini beneran drabble atau nggak =P Author juga nggak bisa sebut ini one-shot. Jadi ini jenis karangan apa ya? Galau.

Btw… yah, Author tahu kalau judulnya agak 'lame/pathetic/cliché', whatever you want to call it with. =P

Ngomong-ngomong, ide cerita ini terinsipirasi dari opening Fairy Tail OVA (*Nggak penting.)

***Fairy**Tail***

Rate : K

Genre : Angsty, Hurt/Comfort

Warning : EYD ngasal, typo(s), kepanjangan, GaJe, Plot samar, Penggalian karakter buram ('==)a

Format : Drabble (?).

DISCLAIMER

Fairy Tail bukan milik Author. Secara jelas telah dinyatakan dalam perundang-undangan (*WTF?)

PERSEPSI

Gray: Air Mata

Air mata? Apa itu air mata? Dia tidak mengenal apa yang namanya air mata.

Yah, tidak. Sampai hari ini.

Bukan berarti dia tidak pernah menitikkan air mata. Dia pernah menitikkan cairan asin itu. Namun itu rasanya sudah lama sekali. Ketika dia masih bocah. Masih berupa bocah cengeng yang memakai air mata sebagai senjata andalannya dalam mendapatkan sesuatu.

Tapi sekarang dia sudah berubah. Kini dia telah menjadi lelaki berhati dingin yang merasa malu untuk meneteskan, bahkan sebutirpun air mata. Persepsinya berubah. Air mata hanya untuk orang cengeng, untuk perempuan. Air mata bukan untuk lelaki jantan, seperti dirinya.

Kini dia tidak suka air mata. Cairan itu hanya mengingatkannya kepada semua kenangan buruk yang pernah dia alami. Dia yang berlutut di depan nisan orang tuanya yang nyatanya hanya berupa patahan tiang beton yang ditancapkan di atas bukit. Hanya dua batang bunga dandelion putih kecil yang bisa dia persembahan di depan tiang yang dia sebut nisan itu. Hari itu dia berjanji, dia bersumpah, dia akan membalaskan dendam kedua orang tuanya, penduduk kotanya yang telah hancur diporak-porandakan oleh monster raksasa tidak berhati nurani. Hari itu air matanya menetes, mengalir bagai air terjun. Dia menangis.

Dia bersumpah akan menghancurkan monster yang bertanggung jawab atas kesendirian yang dia terima. Untuk itu dia harus menjadi kuat. Sejak hari itu dia merasa air matanya membeku. Hatinya yang berubah dingin mungkin adalah salah satu penyebab bekunya air itu. Kegelapan yang menyelubungi hatinya, membekukan hatinya, air matanya.

Namun, pada hari itu dia kembali menitikkan cairan bening ini. Kenangan terburuk yang dia punya, lebih buruk daripada hari dimana orang tuanya meninggal. Hari itu dia menangis dengan perasaan takut, bersalah dan berduka bercampur aduk yang dengan dahsyatnya menghantam ulu hatinya yang terdalam. Hari dimana dia kembali menyaksikan keganasan Deliora; takut. Hari dimana dia menyaksikan gurunya bertarung mati-matian melawan moster itu padahal pada awalnya dialah yang dengan keras kepalanya menantang Deliora; bersalah. Hari dimana dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, ketika tubuh gurunya perlahan pecah, berubah menjadi es abadi yang mengungkung Deliora untuk selamanya; duka.

Hingga kinipun, ingin rasanya dia menjulurkan lengan sejauh mungkin. Meraih tangan guru yang sudah dia anggap sebagai ibunya yang keduanya dan menariknya mundur. Memaksanya agar tidak lagi meneruskan sihir berbahayanya itu; Ice Shell.

Tapi apa daya. Dia tidak bisa, dia tidak diizinkan. Hari itupun dia kembali menangis.

Sejak itulah dia mulai benci menangis. Semenjak itulah Gray Fullbuster berhenti menangis. Dia ingin jadi kuat. Dan anggapannya saat itu ialah, 'orang kuat tidak menangis'.

Bertahun-tahun dia tidak berani dan enggan menitikkan air mata.

Takdir berkata lain. Cairan tabu itu kembali menampakkan wujudnya. Jatuh dari mata yang selalu terlihat dingin. Pertemuannya kembali dengan sosok monster Deliora, kegelapan yang menyelubungi hati kecilnya. Monster yang masih terkungkung dalam bongkahan es abadi; gurunya, Ur. Lagu merdu yang dibawakan salah satu roh langit Lucy langsung menusuk hatinya. Kenangan masa lalu bersama Ur kembali menari-nari di pikirannya. Perasaan marah pada diri sendiri, perasaan bersalah atas kematian sang guru tidak dapat terbendung lagi. Tidak dapat dibendung lagi. Begitu juga dengan setetes air mata yang sudah siap tumpah. Tidak dapat dibendung lagi.

Setelah sekian lama menahan, Gray menangis lagi.

Dia tidak mau mengakuinya pada semua orang. Dia tidak mau orang lain tahu dia menangis. Dia bohong pada Lucy dan Happy yang merasa yakin bahwa dia menangis. Dia tidak mau mereka melihatnya, Gray Fullbuster yang terkenal dingin seperti sihir es-nya, menangis karena hal sentimen seperti ini. Ya, harga dirinya masih terlalu keras kepala untuk bersikap jujur.

Walaupun demikian, kali ini dia tidak bisa menahannya lagi, dia tidak bisa menyembunyikannya lagi. Haru dan syukur yang begitu melimpah bahkan dapat menghancurkan rasa egois dan harga diri tinggi yang dia miliki. Begitu mengetahui apa yang telah dilakukan Ur demi dirinya, begitu mengetahui kehebatan sang guru, begitu mengetahui Ur benar-benar menepati janjinya, tangis tak terbendung lagi. Disana ada Natsu, ada Lyon. Tapi Gray nyaris tidak peduli lagi. Tangis haru pecah di hadapan teman sekaligus rival-nya. Mengalir begitu derasnya seperti air terjun. Ada yang lihat, tapi dia tidak peduli lagi.

"Terima kasih, guru".

Sejak itu persepsinya berubah lagi. Air mata bukannya bukan untuk lelaki jantan yang kuat. Malahan, air matalah yang menjantankan lelaki, menguatkan lelaki. Karena lelaki sejati mampu dengan tegarnya menunjukkan kelemahannya pada dunia. Dan air mata adalah salah satu cara menunjukkan kelemahan tersebut.

***Fairy**Tail***

O… keh. Jadi apa readers sekalian yang terhormat bisa memahami apa yang Author tulis disini? Karena masalahnya… Author sendiri sebenarnya bingung dengan apa yang dia tulis (==')

Review pweaseeee? Flame juga boleh ^^