Disclaimer
Original character by Masashi Kishimoto
Hilangnya Garis di Pipi
Sebuah pagi di sebuah kota kecil yang tidak begitu besar dengan udara pagi yang menusuk hingga terasa sampai tulang. Sebenarnya itu belum benar-benar pagi karena matahari masih menunduk malu di ufuk timur, walaupun jam dinding di ruang tengah sudah menunjukan pukul setengah enam pagi. Karena itu rasanya waktu bermain lebih sedikit karena malam begitu cepat datang. Dengan rambut kuningnya yang berdiri acak-acakan ia mengayunkan kaki-kakinya yang masih pendek melompati tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi yang tidak begitu jauh dari kamarnya.
Rumahnya terasa begitu sempit, mereka hanya memiliki satu kamar tidur, dapur, kamar mandi dan ruang tv yang bersatu menjadi ruang tamu dan ruang makan juga. Walaupun terasa masih sangat pagi bagi anak laki-laki itu ayahnya sudah lebih dulu bangun dan mempersiapkan sarapan untuk anak satu-satunya juga keluarganya. Istrinya meninggal setelah melahirkan anaknya, tapi ia memutuskan untuk tidak menikah lagi mungkin untuk beberapa tahun kedepan. Selain untuk memasak ia juga harus mencuci dan membereskan rumah sebelum berangkat bekerja, sekarang gajinya memang belum cukup untuk menyewa pengurus rumah tangga tapi beberapa minggu lagi promosinya akan diterima dan gajinya akan sedikit meningkat.
Ia cukup bersyukur anak laki-lakinya yang baru duduk di kelas dua sekolah dasar sudah bisa bangun dan mandi sendiri, mungkin beberapa tahun lagi ia akan bisa memasak juga mencuci agar ayahnya tidak perlu menyewa jasa pembantu rumah tangga lagi.
"Naruto!" teriaknya sedikit jengkel karena anakanya sudah lebih dari setengah jam berada di dalam kamar mandi.
Braaak! Tiba-tiba Naruto keluar dengan handuk yang sedikit kebesaran melilit di pinggangnya, ia keluar sambil berlari memeluk pinggang ayahnya.
"Ada apa?" tanya Minato khawatir tidak biasanya anaknya yang selalu nakal dan merepotkan bertingkah manja.
Naruto melepas pelukannya dan menunjukan pipinya yang sedikit membulat halus. Awalnya Minato tidak tahu apa yang dimaksud anaknya, setelah beberapa detik ia baru sadar tiga garis di masing-masing pipi yang menjadi tanda lahir Naruto lenyap. Dirinya sedikit gelisah karena tidak mungkin garis-garis yang terlihat permanen itu lenyap dalam hitungan jam, saat menonton acara lawak di tv tadi malam matanya masih dapat melihat garis-garis itu mengkerut karena kulit pipi Naruto yang terlipat saat tertawa lebar.
"Mungkin itu hilang tadi malam terkena liurmu, sudah ku bilang tidur dengan rapi agar liurmu tidak terlalu banyak keluar dan akhirnya menghilangkan kumis-kumismu." ujarnya tidak yakin Naruto akan menerima alasan tentang tanda lahir kebanggaanya.
Dengan mata sayu ia masuk kedalam kamar untuk mengambil baju seragamnya yang celananya berwarna biru kotak-kotak sedangkan kemejanya berwarna biru laut. Mulut anak itu memakan supnya dengan sedikit sedih walupun ia tidak sudi meninggalkan supnya yang super enak. Mata biru cerah Naruto menatap lama bayangan yang terpantul dalam cangkir susu coklatnya, wajahnya terlihat sangat aneh tanpa garis-garis yang menyenangkan itu. pasti hari ini Sakura akan mengejeknya mungkin Sasuke juga akan ikut mengejeknya karena ini memang tidak biasa.
"Ayo cepat!" teriak ayahnya daridepan pintu, "kita akan terlambat nanti."
Karena sekolah dan tempat kerjanya sejalur Minato selalu mengantar anaknya kesekolah, ia tidak habis pikir jika Naruto pergi sendiri kesekolah mungkin ia lebih tertarik berjalan-jalan mencari jalan baru menuju sekolahnya yang membuat ia kesiangan, yang pernah ia coba seperti seminggu yang lalu.
Naruto benar-benar tak ingin sekolah hari ini sampai garis-garis di pipinya muncul kembali, karena itu setelah turun sedikit jauh dari gerbang sekolah Naruto memilih masuk dari gerbang belakang. Padahal biasanya ia masuk dengan cengiran khasnya dan meyapa orang lain dengan seenaknya walaupun sebenarnya ia tidak mengenal anak itu. baru beberapa langkah kakinya melewati gerbang belakang hidungnya sudah menabrak pinggang seseorang yang sedang merunduk membereskan beberapa tanaman sayur yang rusak akibat ulah anak-anak nakal.
"Naruto?" sapanya heran dengan tingkah anak yang dimasukannya dalam kategori nakal, "Apa yang se..." guru dengan masker aneh yang menutupi wajahnya itu menyipitkan matanya melihat sesuatu yang ganjil di wajah Naruto, "kemana garis-garis dipipimu?"
Naruto segera menutupi pipinya dengan kedua tangan dan menggeleng-geleng, "Hilang karena air liurku tadi malam terlalu banyak." Akunya pada sang guru.
Guru itu langsung terbahak dan menghentikannya tiba-tiba karena merasa tidak sopan pada muridnya sendiri, "Kau mau meminjam maskerku?"
"Astaga!" jerit Naruto senang karena dua hal, ia bisa menutupi pipinya yang terlihat polos dan kesempatan melihat wajah gurunya yang begitu misterius, "Aku mau, guru Kakashi!" ujarnya semangat.
"Baiklah..." Kakashi menyerahkan lembar kain hitam dari saku celananya tanpa membuka masker yang ia pakai sekarang, "ini dia, untung aku selalu membawa cadangannya setiap hari."
"Te-terimakasih guru..." jawab Naruto kecewa.
"Masuklah kelas ini sudah hampir masuk."
Naruto bergegas lari sambil memasang masker barunya. Ia terus berlari tak mau menatap siapapun saat itu sampai tiba di kelasnya. Belum melangkah masuk anak laki-laki itu hanya mendapat tatapan heran dari seluruh teman-teman sekelasnya. Kiba datang mendekatinya dan bertanya mengapa ia memakai masker seperti guru Kakashi. Naruto hanya berlalu tanpa menjawab meniru gaya Sasuke yang dingin.
Sekarang giliran Sakura yang mendekatinya setelah berbisik-bisik sebentar dengan Sasuke, "Naruto..." sapanya penuh niat buruk. Sakura pikir kapan lagi mengerjai Naruto karena selalu saja Naruto mengerjai orang lain dan sekarang giliran ia mendapat balasannya. Dengan cepat Sakura menarik maskernya dan berlari menjauh, saat gadis kecil itu menjauh tanpa melihat wajah Naruto semuanya terpana, ia pun jadi ikut membalikan badan untuk melihat wajah Naruto.
Wajah anak laki-laki itu terlihat sangat menarik tanpa garis-garis dipipinya bagi para gadis cilik di kelasnya, apalagi saat pipinya memerah karena malu. Sakura merasa bersalah dengan leluconnya dan hendak mengembalikan masker yang ia rebut tadi. Saat gadis itu mendekat ia melihat mata biru Naruto yang sedikit berair.
"Naruto, maafkan ak..."
Belum selesai Sakura mengucapkan kata maafnya senyum menyebalkan Naruto tiba-tiba mengembang begitu lebar, ia berlari menaiki meja sambil menempelkan ibu jari di dagunya dengan jari telunjuk yang mengacung, tangan kirinya menyilang didada.
"Bagaimana penampilan baruku?" tanya dengan gaya yang paling menyebalkan bagi Sakura yang sudah menyesal merasa bersalah pada Naruto.
Belum sempat terdengar komentar dari siapapun sebuah teriakan memanggil nama Naruto dan menyuruhnya turun dari meja, Guru Kurenai sedikit terkejut melihat pipi anak itu yang polos tanpa garis-garisnya tapi ia memilih tidak mempedulikannya dan melanjutkan pelajarannya yang pertama yaitu Bahasa. Dengan sedikit suasana aneh karena tidak ada celetukan-celetukan mengganggu dari Naruto, sepanjang pelajaran membosankan itu semakin membosankan karena ada sesuatu yang hilang.
"Ada apa?" bisik Sasuke dari belakang, tidak biasanya si dingin itu bertanya keadaan seseorang. Naruto hanya menggeleng sambil melanjutkan tugas untuk menulis kanji 'hujan' sebanyak kotak dalam buku.
bersambung...
