Tap...

Tap...

Tap...

Suara derap langkah menggema di sepanjang lorong koridor, hari mulai terlihat gelap mebuat suasana semakin senyap dan sepi, deru nafas tak beraturan begitu jelas, jantung terpompa dua kali lebih cepat, pandangannya menyapu ke seluruh penjuru berharap menemukan orang lain. Sayangnya tak ada siapapun yang ia temui, ntah sudah berapa jauh ia berlari namun tak juga menemukan ujung dari lorong yang ia pijak.

"Tolong!"

Sudah banyak peluh yang keluar dan membanjiri almamater sekolahnya, langkahnya semakin di perlambat, tubuhnya meronta menginginkan istirahat. Namun otak memerintah sebaliknya, kembali pandangannya ia edarkan, derap langkah lain di belakangnya terasa semakin mendekat, ia takut sungguh, bahkan air matanya ntah sejak kapan sudah membasahi pipinya.

Lari, lari, lari. Mulutnya terus merapal ketika sebuah kikikan tertangkap pendengarannya. di tutupnya telinga itu dengan kedua tanganya, bukannya menghilang, kikikan itu semakin keras bahkan bertambah dengan rintihan kesakitan.

BRUUGG!

Kaki itu berhenti ketika sebuah tas besar jatuh tepat di depannya, dengan nafas yang terengah, matanya bergerak mencari perkiraan siapa yang menjatuhkan tas tersebut, namun nihil, tak ada siapapun di lorong itu, suara menyeramkan tadipun tak lagi terdengar bahkan saking sunyinya ia dapat mendengar detak jantungnya sendiri.

Seketika bau anyir memenuhi indra penciumannya, di perhatikannya tas tersebut, rasa penasaran mulai menjalar di kepalanya, dengan tubuh yang bergetar, ia mencoba meraih tas berwarna hitam kelam itu menggunakan tangan kirinya.

Suara resleting yang di buka seirama dengan detak jantung yang tak beraturan, tubuhnya sedikit di condongkan guna melihat apa isi di dalamnya.

Deg!

Matanya membelak, pertama kali yang terlihat oleh matanya adalah sebuah potongan tubuh lengkap dengan organ dalam dan kepala, tiba-tiba perutnya terasa teraduk-aduk, otomatis tangannya langsung bergerak menutupi hidung dan mututnya, tubuhnya lemas hingga terduduk dengan air mata semakin deras. Tiba-tiba potongan kepala tersebut terlempar kearahnya dengan mata yang terbuka.

"AAAAAAAAAAAAA!"


_Bloody School_

Disclaimer. Masashi Kishimoto©

NaruSasu and Friends

Genre – Horror

Warning. Abal, typo menyebar, alur berantakan, kurang nyambung.

Hanya untuk kesenangan semata

D.L.D.R


Sendai Ikuei Gakuen, sekolah elit dengan fasilitas serba ada, terletak di tengah lautan, tepat perbatasan kota Konoha dan Suna, peraturan ketat hingga tak sembarangan yang masuk sekolahan tersebut, banyak seleksi di mulai dari fisik sampai mental, anak dengan kecerdasan dan kekebalan antibody kuat yang bisa lolos seleksi, selain itu jangan mimpi bisa masuk, terbesit walau sedikitpun jangan harap.

yah begitulah pemikiran setiap orang tentang sekolah yang asal usulnya masih misterius, Konoha bukan, Suna juga bukan, setidaknya itulah yang guru bermasker itu katakan. Aku Uzumaki Naruto, anak dari orang tua sederhana yang beruntung bisa lolos berbagai seleksi yang sangat merepotkan. Dua tahun yang lalu, rasanya begitu absurd ketika menginjakan kaki di sekolah yang di kagum-kagumi seluruh orang, kini sudah tahun terakhirku bersekolah di Sendai Ikuei Gakuen, rasanya sama saja, tidak ada yang menyenangkan dari tahun ke tahun, sangat merepotkan ketika harus bangun jam 4 pagi jika tak mau tertinggal bus satu satunya yang bisa menggelinding di atas air, aneh memang tapi ini kenyataan, aku sudah menyaksikannya hampir 720 hari, tapi masih tertolak di akal sehatku ketika memikirkan bus yang tengah aku tumpangi ini.

hari ini tahun ajaran baru, murid-murid baru, namun tidak dengan almamater yang aku kenakan, juga suasana. Yah selamat datang kembali dihari ku yang membosankan. libur terasa begitu cepat, 1 bulan ku habiskan dengan membantu keuangan orang tuaku. Aku bukan mereka yang berlibur keluar negeri untuk sekedar menghabiskan isi dompet.

Brak!

Suara gaduh tepat di sampingku mengalihkan perhatian, dua orang siswa saling tabrak menyebabkan buku yang di genggamannya berceceran dan terlempar ke arahku.

"Su-sumimasen senpai, saya tidak memperhatikan jalan"

"Hn"

Sebuah percakapan tertangkap pendengaranku, aku terdiam memperhatikan dua siswa tersebut, pemuda dingin, minim ekspresi.

"Haaaah~" Aku menghela nafas, kapan pemuda itu bisa lebih ramah. Ku pandangi buku di dekat kakiku sebelum ku raih dan kembali melanjutkan perjalanan menuju kelas.


N.S


'Class 3-1'

Mata kelam itu masih memandang lurus pada papan yang tergantung di atas pintu sebuah ruang kelas, tak ada yang spesial, hanya tulisan berwarna merah pekat yang sangat kontras dengan coklatnya papan sebagai background. Suara bising di balik pintu setinggi 2 meter itu sama sekali tidak mengalihkan fokusnya.

Grep! Sebuah tangan merangkul di lehernya tiba-tiba.

"Uwaah kita sekelas lagi" pernyataan itu terlontar seketika pandangan keduanya menatap objek yang sama, tanpa menoleh sekalipun ia tahu jelas, siapa yang tengah merangkulnya.

Kiba Inuzuka pemuda hyperaktiv berambut coklat jabrik memandang pemuda yang menjabat sebagai sahabatnya ketika tak mendapat respon sama sekali.

"Aku melihatmu dari ujung lorong utama, dan masih tetap diam saat aku sampai. Ckckck Ayo sebentar lagi bel bunyi" dan tarikan di lehernya terpaksa memutuskan kontak pada objek pandangnya.

Pintu itu di buka, membuat penghuni kelas yang mayoritas di huni kaum hawa menoleh dengan khawatir. Sedetik kemudian hening, tak ada yang bersuara ketika langkah kaki sepasang sahabat itu mulai memasuki kelas.

"Oi Kiba, mana Naruto?" tiga orang siswa dengan tubuh berotot menghentikan langkah sepasang sahabat itu.

Pemuda hyperaktiv berambut coklat jabrik yang tadi namanya disebut menyerngitkan dahi, namun detik berikutnya wajahnya mengeras. Menarik tangan sahabatnya untuk berpindah kebelakang tubuhnya. Membuat ketiga siswa yang terkenal dengan keganasannya itu menaikan alis heran

"Oooh.. jadi kau melupakan memar di sudut bibirmu, hm?" Jugo, siswa yang paling kekar, ketua dari geng yang menyebut dirinya akatsuki melangkah lebih dekat.

"Damn, kau pikir aku takut, pukulanmu tidak ada artinya" Tantang Kiba

Merasa geram, Jugo mengepal kedua tangannya. "Aku hanya tanya dimana Naruto? Jangan memancing amarahku"

"Kau duluan yang memancing amarahku sialan!"

BRAK!

Suara pintu yang di buka paksa mengalihkan tatapan tegang seisi kelas. Naruto menampakan diri setelahnya, berjalan mendekati ketiga siswa yang mencarinya dengan wajah datar.

Melirik kearah Kiba sebelum tangannya merogoh saku celana, mengeluarkan beberapa lembar uang, kemudian menatap malas ketiga berandal sialan di hadapannya.

"Jangan ganggu dia, ini yang kalian cari" Naruto menyodorkan lembar uang tadi kearah Jugo.

Jugo menyeringai "Good, aku akan kembali minggu depan" mengambil lembaran tersebut, Jugo memberi isyarat kepada anggotanya untuk cabut, berjalan keluar setelah menepuk bahu Naruto ketika melewatinya.

"Naruto! Sampai kapan kau jadi mesin ATM si brengsek itu!" Kiba membalikan badan Naruto ketika tidak mendapat jawaban, menatap marah bulatan biru di hadapannya.

Kelas mulai ribut saat setelah Jugo dan gengnya benar-benar sudah menjauh.

Naruto nyengir, menggaruk surai pirangnya "Sudahlah, ngomong-ngomong kita sekelas ya, kebetulan sekali" Naruto berjalan menuju papan tulis, matanya menelusuri bagan tempat duduk yang tertempel di papan tersebut. "Hm... hanya aku yang duduk sendiri, tidak buruk" Komentarnya, menghiraukan tatapan menusuk dari Kiba karena menghiraukan pertanyaannya, juga teman kelasnya yang menatap sendu.

'Maaf aku sudah berjanji tidak membuat keributan lagi'

_To Be Continue_