"Aku.."

Seseorang di samping pemuda itu menahan kata-katanya dan membiarkan angin berhembus melewati keduanya sebelum melanjutkan kalimat itu.

"Tak pernah menyangka akan mengatakan banyak hal pada seseorang yang baru ku kenal dengan baik.. saat ini.."

Lalu dia menunda kalimatnya lagi sembari menatap ke langit yang nyaris tak berawan.

"Sebelumnya.. dengan orang-orang terdekat pun.. semuanya terasa terlalu rumit untuk mengatakan apa yang ku pikirkan.."

Sebuah senyum asimetris tersungging setelah kalimat terakhir selesai diucapkan. Bukan dari gadis muda yang sedari tadi bercerita. Melainkan seorang pemuda yang duduk bersandarkan kedua tangannya di belakang punggungnya. Dia duduk 2 meter jauhnya dari gadis berparka biru kobalt itu.

"Sou ka.."

Suara berat kini timbul menyeruak dominasi suara tinggi yang halus yang sedari tadi mengisi frekuensi suara pagi itu. Tentu saja selain suara angin yang ribut berlomba-lomba terbang dan berhembus entah kemana.

"Kita ini terikat.. ya kan?" Kepalanya menoleh ke gadis berparka itu.

Gadis itu membalas tatapannya bingung.

"Untuk kali ini.. –masa lalu yang membayangi nama kita.. telah ambil bagiannya disini" Dia memejamkan matanya sejenak. Rasa kantuk belum bisa benar-benar berangkat dari kepalanya. Gayanya samar tapi itu mengandung keangkuhan standar laki-laki muda.

"Bersyukurlah.. kita tak harus menjalani waktu yang lama untuk sedekat ini.. berbeda dengan orang tua angkatmu, teman-temanmu di SMA, kita ini.. kau dan orang-orang di desa ayahmu.."

Mata gadis itu sedikit berkaca mendengar kata 'ayah'.

"Aku benci mengatakannya, aku tidak suka dengan masa lalu sama sekali, tapi aku benar-benar bersyukur.. kehidupan yang mempertemukan klan kita ini bukanlah yang pertama kali, orang-orang sebelum kita.. mereka adalah bagian dari kehidupan kita di masa lalu, bersyukur saja semuanya jadi mudah.. (baca: tidak terlalu merepotkan)"

Gadis itu tersenyum setelah sedikit terpekur di tengah tatapannya pada siluet pemuda yang hampir tertidur itu. 'Jadi mudah' adalah kata-kata positif yang langka terdengar dari mulut teman duduknya itu. Matanya menyipit meratakan air yang siap mengumpul di sudut matanya.

"Terimakasih.." dia berbisik.

"Kau sudah lahir.. tumbuh besar dan sekarang di dekatku.."

".. dengan takdir yang berbeda namun masa lalu yang terikat padaku.. itu.."

Pemuda itu memberikan atensi kepalanya pada gadis itu. Nafasnya tiba-tiba tercekat, sedikit kaget, dia membiarkan suara nafasnya tidak mengganggu telinganya mendengar kata-kata gadis itu. Kini kondisi yang dia kira telah berbalik, bahwa dia akan membuat gadis itu mewek atau paling tidak terharu. Alih-alih malah mengenainya dan telinganya sedikit panas lantaran malu. Wajahnya sedikit memerah.

"Aku percayakan semua ini padamu.. "

Gadis itu menoleh sambil tersenyum lebar. Telinga pemuda itu sudah benar-benar merah.

"Nara.."