Hard to Say 'I Love You'

.

Chapter 1

.

ChanBaek

.

Boy Love, Yaoi, OOC, Typo(s)

.

Don't Like Don't Read

No Bash No Flame

.

.


Happy Reading


.

.

Tok.. tok.. tok..

Luhan mengernyit heran, siapa gerangan yang datang bertamu hampir tengah malam begini? Pemuda yang sudah mengantuk itu meletakkan kembali setumpuk buku tebal yang ia bawa diatas meja ruang tamu, baru rampung mengerjakan tugas kuliahnya.

Ceklek~

Kedua mata rusa itu membulat sempurna. "Baekhyun?!" pekiknya.

"H-hyung.. hiks.."

"Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu?" serbunya panik melihat keadaan berantakan pemuda itu, wajah pucat dan menggigil ketakutan, kaos putih tipis yang ia kenakan terkoyak dibeberapa tempat, rambut yang acak-acakan juga sudut bibir mengeluarkan darah.

"Masuklah.." Luhan memapah Baekhyun kedalam setelah pemuda itu tak kunjung menjawab, sulit bagi Baekhyun untuk mengeluarkan sepatah kata ditengah isaknya. "Siapa yang melakukan ini padamu?ㅡkau kemana saja selama ini? Aku mencoba menghubungi tapi ponselmu tidak pernah aktif." serbunya.

"A-appa.. dia hiks.." Baekhyun mencoba membuka suara setelah Luhan membawa mereka duduk di sofa ruang tamu.

"Jangan bilang Byun ahjussiㅡ"

Baekhyun mengangguk, membenarkan apa yang Luhan pikirkan sebelum sempat menyelesaikan ucapanya, sementara pemuda bermata rusa itu terbelalak terkejut. Ketakutan Baekhyun selama ini pada akhirnya benar-benar terbukti, Luhan pikir ayah kandung Baekhyun tak mungkin tega berbuat sejauh ini pada darah dagingnya sendiri.

"Hiks.. eomma.." rintih Baekhyun dalam pelukan Luhan, teringat sosok mendiang ibunya ketika dihadapkan oleh betapa keras cobaan hidup yang ia lalui.

Luhan mendekap tubuh Baekhyun semakin erat. "Uljima.." bisiknya.

"A-aku takut hyung.."

"Aku bersamamu, Baekhyun-ah.." Luhan mengusap punggung itu, mencoba membuatnya tenang. Isakan Baekhyun semakin lirih dan tak lagi terdengar setelah beberapa saat. Luhan segera dilanda panik mengetahui kepala pemuda itu jatuh lemas dibahunya.

"Baekhyun-ah, bangun!" menggoncang tubuh itu sedikit kasar, berharap Baekhyun kembali membuka mata, namun percuma. Kelelahan fisik dan tekanan batin yang ia alami beberapa hari ini membuat tubuh mungil itu ambruk tak sadarkan diri.

"Bibi Jung, tolooongg..."

.

.

.

.

"Aku akan mencari pekerjaan." celetuk Baekhyun.

"Aku tidak setuju."

"Ayolah, hyung.. Ini sudah lebih dari dua minggu aku menumpang di apartemenmu. Aku tidak ingin menjadi bebanmu lebih lama lagi." jelasnya.

"Tapi aku tidak merasa seperti itu."

"Hyung, please~" rengek Baekhyun lengkap dengan puppy eyes andalannya. Luhan menatap lama kedua mata yang terlihat lucu itu, berusaha menimbang.

"Baiklah, terserah kau saja." putus Luhan akhirnya, meski dalam hati ia tidak setuju.

"Ah, terima kasih, hyung. Aku akan segera mencari rumah sewa dan melamar pekerjaan setelah ituㅡ"

"Hei, bukankah itu mobil Kris?" potong Luhan, menunjuk sebuah mobil yang baru berhenti di dekat gerbang kampus.

Senyum Baekhyun segera mengembang. "Kau benar. Ayo!"

Kris tersenyum melihat keduanya berjalan mendekat, mengacak lembut rambut Baekhyun setelah berada dalam jangkauannya, hampir mengecup bibir pemuda mungil itu jika saja Luhan tak berulah dengan menarik kerah belakang kemeja yang Kris kenakan.

"Kita masih berada di area kampus jika kau tidak lupa." sindir Luhan.

Kris mengedarkan pandangannya, baru menyadari jika sebagian orang tengah memperhatikan mereka, sejenak pemuda itu tertawa canggung. "Baiklah, bolehkah aku meminjam kekasihku sebentar?"

"Kembalikan dia sebelum jam tujuh malam." jawab Luhan cepat.

"Aku akan tepat waktu." tangan Kris terulur menyambut jemari lentik Baekhyun, membawanya memasuki mobil.

Kris sudah duduk di kursi kemudi dan memasang seat belt setelah menawari Luhan untuk diantar sekalian namun pemuda itu menolak karena ingin mampir ke toko buku sebelum pulang. "Pasang seat belt-mu, Baek." saran Kris melihat Baekhyun tengah sibuk dengan ponselnya.

"Ini hanya perjalanan dekat." jawabnya acuh.

"Ck! Kau ini sibuk dengan apa, eum? Lelaki lain?" Kris berdecak sebal, merasa Baekhyun lebih memilih ponsel ketimbang mereka yang hampir dua minggu tak bertemu, itu semua karena kesibukan Kris sebagai presdir sebuah perusahaan cabang milik keluarga, sedangkan induk perusahaan berada di Cina dan dikelola oleh tuan Wu, ayahnya. Jabatan penting itu membuatnya tak memiliki banyak waktu luang sekedar bertemu dengan Baekhyun, pemuda yang sudah lima bulan ini resmi menjadi kekasihnya.

Baekhyun segera sadar dan memasukkan ponselnya kedalam tas. "Tadi Jongdae mengirim pesan hasil tugas minggu kemarin, aku tidak bermaksud mengacuhkanmu, maafkan aku."

Kris mengangguk dengan senyum mengembang, begitu mudah menerima maaf kekasihnya, membuat yang lebih mungil menghela nafas lega. Bagaimana tadi jika Kris benar-benar marah? Mungkin apa yang ia pikirkan sedikit berlebihan, nyatanya selama menjalin hubungan belum pernah sekalipun mereka terlibat pertengkaran serius, mungkin itu juga salah satu faktor jarang bertemu.

Tubuh Kris condong mendekat, Baekhyun tak bohong, ia gugup. Apa Kris akan menciumnya? Oh, pikiran bodoh ini! Dekat dan semakin terhapus jarak diantara keduanya, Baekhyun mulai meremas jari-jarinya tanpa sadar, merasa was-was dengan yang akan terjadi selanjutnya.

Bicara tentang ciuman, tentu saja mereka sudah pernah melakukannya beberapa kali meski begitu Baekhyun tetap saja merasa gugup, saat ini Kris terlalu dekat hingga Baekhyun dapat melihat jelas setiap detail wajah tampan penuh kharisma kekasihnya itu. Mungkin benar apa yang Luhan katakan jika inilah cinta, ketika jantungmu berdebar kencang saat berada didekatnya, membuatmu tak dapat mengontrol tubuhmu sendiri hingga kau tampak seperti orang bodoh. Oke, abaikan! Luhan sekalipun belum pernah berpacaran, jadi mengapa ia menjadi guru percintaan bagi Baekhyun? Hal inilah yang masih menjadi misteri dan entah sampai kapan akan terungkap.

"Eh?" Baekhyun mengerjap, menyadari Kris baru saja menarik seat belt untuknya. 'Ugh, apa yang sudah aku pikirkan?' batinnya, jika saja Kris mempunyai kelebihan mampu membaca pikiran maka Baekhyun tak tahu akan semerah apa wajahnya.

"Kau kenapa?"

"Tidak." jawab Baekhyun cepat, tersenyum canggung.

Kris terkekeh pelan. "Aku tahu apa yang tengah kau pikirkan, ekspresimu itu mudah sekali terbaca."

"A-aku tidak memikirkan apapun." sangkal Baekhyun, mengalihkan pandangannya keluar jendela, apapun itu yang penting tidak pada Kris.

"Baek." suara lembut itu lagi, Baekhyun yakin Kris tengah menatapnya sekarang.

"Hm?"

Sreett~

Cup

Baekhyun terbelalak, Kris baru saja meraih dagunya, dengan cepat mengecup lembut bibir tipis itu.

"K-kris.."

Kris terkekeh membayangkan sebentar lagi Baekhyun mungkin akan protes berteriak, 'Ya! Mengapa kau tiba-tiba menciumku seperti itu?' dan berakhir dengan memukul bahu Kris. "Hampir dua minggu tidak bertemu hanya kecupan seperti ini saja yang kau berikan padaku?"ㅡdi luar dugaan justru kalimat ini yang ia dengar.

"Siapa yang mengajarimu berubah menjadi genit begini, eum?" tangan Kris terulur, mengacak rambut Baekhyun gemas.

"Ya! Hentikan. Kau membuat rambutku berantakan." yang lebih mungil memprotes, bibirnya mengerucut dengan tangan bersendakap membuat tawa Kris semakin meledak.

Sungguh ajaib, wajah yang selalu terkesan dingin dan angkuh itu kini tertawa lepas hanya karena melihat ekspresi kesal kekasih mungilnya, entah mantra apa yang Baekhyun miliki hingga membuat Kris sejenak dapat melupakan masalah seperti pekerjaan yang sering kali membuatnya sakit kepala, merasa sebagian bebannya melebur ketika mereka tengah menghabiskan waktu bersama.

"Hutangku akan kubayar setelah kita pulang dari rumah sakit nanti." ucap Kris setelah tawanya reda.

"Huh?"

Kris menyeringai sementara Baekhyun mengernyit heran. "Kita bisa melakukannya selama satu jam non stop."

Baekhyun menelan ludahnya kasar, baru menyadari maksud perkataan Kris. "Kau berniat membunuhku?"

Lagi-lagi tawa Kris terdengar. "Tidak. Aku hanya sangat merindukanmu." jawabnya sebelum mulai menjalankan mobil meninggalkan area kampus.

.

.

.

.

Bruk~

Luhan melirik sebentar kearah Baekhyun yang baru saja menjatuhkan dirinya di atas ranjang. "Hyung, kepalaku pusing sekali, aku lemaass.."

Luhan menatapnya prihatin segera beranjak dari atas ranjang, meraih gelas berisi air putih juga sebutir tablet penambah darah yang sengaja ia siapkan sebelumnya. "Minumlah.." ia membantu Baekhyun bangun dari posisinya.

Baekhyun menurut, memasukkan butir obat itu kedalam mulut kemudian mendorongnya dengan air hingga tertelan dan kembali membanting diri setelahnya.

"Lihatlah, kau tampak mengerikan. Apa Kris benar-benar sudah menjelma menjadi vampire sekarang?" gerutu Luhan, meraih kaki Baekhyun, mulai melepaskan sepatunya, kepalanya yang terasa semakin berdenyut-denyut membuat Baekhyun enggan sekedar membuka mata.

Oh, ayolah! Orang mana yang tak risih jika harus tidur mengenakan sepatu? Luhan sudah tahu jawabannya adalah Baekhyun, begitu hafal pada Baekhyun yang selalu beralasan jika ia takut tiba-tiba ambruk di dekat rak penyimpanan sepatu, lebih baik terjatuh diatas kasur yang empuk dengan masih mengenakan sepatu daripada harus merasakan tubuhnya berhantaman dengan kerasnya lantai apartemen Luhan.

"Apa salahnya aku membantu adik dari kekasihku?" guman Baekhyun namun tak dapat meredakan rasa kesal Luhan begitu saja. Baginya, Kris hanya memanfaatkan Baekhyun, pemuda itu jarang menampakan batang hidungnya, sekalinya terlihat ia hanya akan membuat Baekhyun pulang dengah wajah pucat, nyaris kehabisan darah.

Huang Zitao, penderita thalasemia yang membutuhkan donor darah rutin untuk bertahan hidup. Golongan darah Tao termasuk langka, entah ini sebuah kebetulan atau memang skenario yang sengaja dibuat Tuhan menunjukkan mereka memiliki jenis darah yang sama.

"Aku sangat beruntung bisa memiliki Kris." jelas Baekhyun lirih.

"Kau selalu berkata seperti itu." Baekhyun mencoba menulikan indra pendengarnya karena Luhan pasti akan mengomel setelah ini. "ㅡdia bersedia membiayai seluruh kebutuhanmu, bukan berarti hidupmu sudah menjadi haknya, kau hiks.."

Baekhyun tersentak, segera membuka matanya. "Kau menangis?!" ia bangkit, mengabaikan pening dikepalanya belum juga mereda. Baekhyun baru menyadari wajah sembab itu, ia yakin jika Luhan sudah menangis cukup lama. "Ada apa denganmu, hyung?" tanyanya khawatir.

Air mata Luhan akan tumpah lagi, namun sebelum hal itu sempat terjadi ia segera menyembunyikan wajahnya diantara kedua lengan. "Kau tidak mengerti, Baekhyun-ah." ucapanya teredam.

"Kau belum menjelaskan apapun padaku." protes Baekhyun. "Tolong jangan begini. Kau membuatku khawatir."ㅡmengenal betul akan sifat Luhan, Baekhyun mengerti untuk tidak memaksa lebih jauh lagi, yang bisa ia lakukan hanya menunggu meski dirinya tak cukup sabar.

Luhan mulai bergerak setelah tangisnya perlahan mereda, menghela nafas panjang sebelum akhirnya mulai bercerita. "Tadi baba datang kemari, ia mengatakanㅡ" bibir pemuda itu bergetar, hampir kembali terisak namun berusaha keras untuk menahan. "..a-aku akan bertunangan dengan putra dari rekan bisnisnya."

Baekhyun menganga mendengarnya. Ini perjodohan. Yang benar saja? Baekhyun sangat mengenal bagaimana Luhan, pemuda itu sudah pasti akan menolak, berpegang teguh pada keyakinan untuk tidak memulai sebuah hubungan sebelum berhasil menyelesaikan pendidikan, Luhan mengakui ia tipe yang sulit untuk mencintai orang lain, akhir-akhir ini ia mengatakan sudah menemukan seseorang yang menarik perhatiannya, namun ketika Baekhyun meminta untuk di pertemukan Luhan hanya menjawab jika ini belum saatnya.

"Jika aku menolak, perusahaan baba akan jatuh ditangan tuan Park."

"Tuan Park?"

"Rekan bisnis baba." jawabnya. "Apa yang harus aku lakukan, Baekhyun-ah? Aku belum siap memulai sebuah hubungan, masa depanku akan hancur." mendengar dari apa yang Luhan katakan, Baekhyun menarik kesimpulan jika lelaki bernama tuan Park itu cukup kejam, apa dia tidak mengerti jika pernikahan itu bukanlah sebuah permainan yang dapat ditentukannya sendiri, apalagi tanpa dasar saling mencintai, jelas akan sulit.

"Aku sudah berusaha menolak tapi baba tidak mau mendengar apapun. Aku ingin mati saja."

"YA! XI LUHAN, BICARA APA KAU?!" bentak Baekhyun tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Luhan terisak. "Tidak ada gunanya aku hidup seperti ini, orang tuaku bahkan tak peduli laㅡ"

Plak!

Luhan seketika bungkam, rasa panas segera menjalar di pipi kanannya setelah tangan Baekhyun mendarat tepat dibagian itu. Apa salahnya, Tuhan? Pagi tadi ia masih memulai hari seperti biasa, suasana hatinya juga cukup baik, kemarin malam ia juga tak mendapat firasat buruk melalui mimpi, namun kini tak lebih dari lima jam semuanya berbalik pada keadaan yang tak ia mengerti.

"Mati?" Baekhyun menatapnya terluka. "..mudah sekali kau mengatakannya? Dangkal sekali pikiranmu itu. Aku kini ragu pada setiap pujian dari teman-teman yang mengatakan jika kau ini pintar, nyatanya kau tidak seperti itu." Luhan menatap Baekhyun tajam, merasa tersinggung. "Kau pikir dengan mati semua masalahmu akan selesai?ㅡtentu saja tidak." tekan Baekhyun. "Jika kau mati aku akan mengecapmu sebagai seorang pengecut yang memilih melarikan diri dari masalahmu." Luhan membuang wajah, enggan menatap Baekhyun, ia sakit hati.

"Aku akan berbicara pada paman Xi." lirih Baekhyun yang segera mendapat tatapan terkejut dari Luhan.

"Baekㅡ"

"Maafkan aku, hyung. Aku tidak bermaksud menyakiti perasaanmu." sela Baekhyun menyesal. "Aku tidak ingin kehilanganmu, tolong jangan katakan 'mati' lagi. Aku sudah cukup menderita ketika Tuhan mengambil eomma dari sisiku, aku tidak mau hal itu terjadi pada dirimu. Jika kau pergi, aku harus bagaimana?"

Luhan mendesis, menatap Baekhyun remeh. "Kau bahkan masih memiliki Kris. Jangan katakan apapun jika itu hanya untuk menghiburku."

Tangan Baekhyun terkepal erat, merasa geram. "Kau beribu kali lipat jauh berharga dari Kris!"

Deg.

Luhan dapat melihat tatapan penuh emosi itu. "Aku memang sangat mencintainya tapi itu berbeda dengan apa yang aku rasakan padamu. Kau sudah seperti sosok seorang kakak bagiku, aku jauh lebih menyesal jika harus kehilanganmu."

Luhan menunduk menyesal, baru menyadari jika Baekhyun tak bermaksud melukai perasaannya, ia hanya mencegah Luhan untuk tidak bertindak bodoh, nyatanya Baekhyun sangat menyayanginya.

"Maaf.."

Wajah tegang Baekhyun perlahan melembut, emosinya perlahan surut. "Aku juga minta maaf, hyung. Maafkan aku."

.

.

.

.

"Hyung, aku pulang.." teriak Baekhyun di ambang pintu.

Jarum jam masih menunjuk pukul sepuluh pagi ketika ia kembali, perasaannya tak tenang setelah meninggalkan Luhan yang mengeluh sedang tidak enak badan tadi pagi ketika hendak berangkat ke kampus.

Terhitung dua hari ini Baekhyun mencoba berbicara pada paman Xi. Hari pertama Luhan memutuskan ikut namun hanya makian yang mereka dapatkan, bahkan ayahnya tak segan mengancam, hal itu yang menyebabkan Luhan enggan datang di hari kedua. Ketika Baekhyun kembali datang ia hanya akan pulang tanpa membawa kabar baik karena paman Xi mengecapnya sebagai seseorang yang selalu ingin mencampuri urusan orang lain.

"Sepi sekali." guman Baekhyun tak mendengar sahutan dari Luhan.

Baekhyun memasuki kamar Luhan namun kosong, sempat berpikir jika Luhan pergi ke dokter sebelum semua itu terpatahkan oleh suara gemercik air dari arah kamar mandi.

"Hyung, kau didalam?" Baekhyun mengetuk pintunya, mencoba memastikan. Melakukannya berulang kali setelah tak mendapat sahutan apapun, mungkin Luhan tak dapat mendengar dengan jelas karena suara air yang turun dari shower itu cukup berisik. "Eh, tidak dikunci?" kagetnya ketika tanpa sengaja membuat daun pintu sedikit terdorong.

Baekhyun membuat sedikit celah, takut Luhan akan marah saat tahu seseorang tengah mengintipnya, namun sedetik kemudian ketakutan Baekhyun berubah menjadi kenyataan. Kedua mata Baekhyun melebar sempurna menyaksikan pemandangan mengerikan disana. "HYUUNGGG..."

.

.

.

.

"Kenapa kau lakukan ini, hyung? Bodoh hiks.. kau sangat bodoh!" rancau Baekhyun, tubuh basah kuyup serta noda darah yang telah samar pada hoodie putih yang ia kenakan. Satu jam berlalu namun pintu ruang operasi belum juga terbuka. Baekhyun lelah sekedar memastikan dokter didalam sana akan segera keluar, mengatakan jika Luhan telah berhasil diselamatkan.

Serangan panik kembali terjadi ketika ia mengingat gambaran tubuh Luhan yang tengah sekarat dibawah guyuran air dengan luka sayat cukup dalam di pergelangan tangan kirinya. Bagaimana jika lukanya parah, bagaimana jika Luhan tak selaㅡ"Baekhyun-ah!" Baekhyun segera menoleh, menemukan sosok wanita dengan wajah panik berjalan terburu kearahnya.

"Bibi Xi." ia reflek berdiri dan menghambur kepelukan wanita itu. "Aku takut hiks.. mereka belum juga keluar sejak satu jam yang lalu." isaknya, Baekhyun dapat merasakan tubuh wanita itu bergetar samar, bibi Xi menangis.

"Hangeng-ssi, aku tidak tahu apa yang terjadi disini, tapi bukankah kau mengatakan jika putramu sudah menyetujui perjodohan ini?ㅡwaktu hanya tersisa tiga hari lagi. Kau membuat lelucon denganku!" desis lelaki paruh baya yang turut hadir disana. Baekhyun tersentak, baru menyadari kedatangan lelaki asing diantara mereka.

"Batalkan saja perjodohan ini." lirih bibi Xi.

Lelaki itu menatap tak terima. "Tidak bisa semudah itu, nyonya. Aku sudah memberi bantuan pada perusahaan suamimu seperti yang ia minta."

"Maafkan aku, Jungsu-ssi."

"Jelas aku tidak menginginkan maafmu." kesal lelaki asing bernama Jungsu itu. "Keadaan sudah seperti ini, apa kau pikir perjodohan ini masih dapat diteruskan?"

"Tentu saja." jawab Hangeng yakin yang membuat Baekhyun dan bibi Xi terkejut. "Kupastikan Luhan akan keluar dari rumah sakit sebelum hari pertuㅡ."

"Apa kau sudah gila, paman?" potong Baekhyun cepat yang mendapat delikan tajam dari Hangeng namun ia tak peduli. Baekhyun berjalan mendekati Jungsu dengan amarah yang jelas ketara, tangan bibi Xi terulur mencegah namun Baekhyun menepisnya.

"Apa kau tidak punya hati, tuan? Hyung-ku sekarat didalam dan kau masih memikirkan perjodohan sialan ini? Dimana otakmu?!"

"Baekhyun, hentikan!" bentak Hangeng.

"Kau tidak berhak menyuruhku diam." Baekhyun tertawa sinis. "Ayah macam apa kau ini? Tega mengorbankan anakmu hanya demi harta, tidak kusangka kau orang seperti itu." sindirnya telak.

"KAUU!" Hangeng hampir melayangkan tamparan diwajah Baekhyun ketika tangan seseorang mencegahnya. Hangeng terkejut, begitu juga dengan Baekhyun dan bibi Xi melihat Jungsu melakukannya.

"Aku tidak menyukai sikap kasar." lelaki itu menyentak tangan Hangeng sedikit keras. Baekhyun mendecih, meremehkan. Lelaki seperti dia mana mungkin memiliki sikap lembut, Baekhyun pikir akting Jungsu sangat mengesankan.

"Sekarang katakan apa maumu?" tantang Jungsu, merasa risih oleh tatapan tajam Baekhyun.

"Kau bertanya mauku?" Jungsu mengangguk samar. "Mauku.."ㅡpandangannya tak pernah luput dari sosok mungil yang kini perlahan menunduk, menghela nafas panjang dan..

Bruk!

Tiga orang dewasa itu terkejut melihat apa yang baru saja terjadi, Baekhyun berlutut tepat dibawah kaki Jungsu, membuat lelaki itu sedikit mundur tersentak, mengira Baekhyun akan memaki juga mengucapkan sumpah serapah namun diluar dugaan hal ini yang ia terima. "A-apa yang kau lakukan? Berdirilah!"

Baekhyun mendongak, tatapan tajam penuh amarah yang tadi ia pertahankan terganti dengan wajah sirat akan rasa putus asa. "Tu-tuan, kumohonㅡbiarkan hiks.. aku menggantikan posisi Luhan hyung."

.

.


TBC


.

.