A moment with my son
Disclaimer : I own nothing. Super Junior and DBSK belong to their self. Hanya fic ini yang murni punya saya, Jung Hyun Hyo ^^ Don't copy without permission, please!
Cast : - Kim Jaejoong
- Kim Kibum
Warning : MPREG, typo(s), OOC. So, don't like, don't read!
.
.
.
Malam itu, awan hitam dan abu-abu bergelung tebal di langit –menutupi bulan dan sinarnya. Jaejoong menghela nafas. Namja cantik itu mengelus perut besarnya dengan gerakan memutar. Sesekali, ia meringis kecil ketika anak di dalam rahimnya menendang perutnya begitu keras dari dalam –serasa ditonjok pelan. Jaejoong berusaha tenang. Ia tahu, usia kehamilannya saat ini sudah berumur sembilan bulan. Benar-benar tinggal menunggu hari sampai anak di dalam kandungannya lahir. Atau bahkan sekarang?
Oh, entahlah. Jaejoong tidak tahu. Tapi, tidak ada salahnya berpikir begitu. Anak di dalam perutnya sudah tumbuh begitu besar sekarang, sampai-sampai perut Jaejoong membengkak. Gerakannya pun aktif –dan frekuensinya sering. Dalam beberapa hari ini, Jaejoong juga merasa abdomennya ditekan kencang oleh sesuatu –seperti ada yang memberontak keluar. Bukan salah Jaejoong kan, kalau ia mengira-ngira, ia akan segera melahirkan?
Jaejoong kembali meringis kecil ketika bayinya terus menendang. "Aegya, jangan nakal dong. Sakit, sayang.. Jangan tendang perut umma terlalu keras.." keluhnya pelan seraya mengelus perutnya –berusaha membuat bayinya tenang. Dengan beberapa gerakan memutar, Jaejoong bisa merasakan bayinya mulai pasif. Tendangannya tidak kuat dan berangsur-angsur menghilang. Uf.
Namja cantik itu mendesah pelan sambil menopangkan dagunya di atas tangan yang sedari tadi ia letakkan di ambang jendela yang tidak terlalu tinggi. Digoyangkan kursi goyang yang ia duduki dengan pelan. Pandangannya melesat jauh ke arah langit.
Ya Tuhan.
Apa salah Jaejoong sehingga Ia membuat Jaejoong menderita seperti ini? Apa di dunia sebelumnya Jaejoong pernah membuat kesalahan besar, sehingga ia dikutuk seperti ini? Entahlah. Kim Jaejoong tidak tahu, apa ini rahmat, berkah, atau sebuah kesialan hingga ia bisa punya rahim dan mengandung seperti layaknya yeoja normal.
Bulan-bulan kehamilannya benar-benar menyiksa. Mungkin karena tubuh namja memang tidak di desain untuk mengandung, Jaejoong merasa, ia menderita begitu banyak komplikasi. Karena jarang keluar rumah untuk menghindari gunjingan orang-orang kampung Wetaskiwin, otot-ototnya kaku. Seringkali Jaejoong merasa nyeri kalau melakukan aktivitas kecil –seperti menyapu, mengepel, membereskan tempat tidur, atau menyuci baju.
Belum lagi asupan nutrisi yang hampir tidak pernah ia dapatkan. Entah seperti apa nanti anak yang ada di dalam perutnya ini karena tidak ada vitamin. Jangan tuding Jaejoong –salahkan efek kandungan yang membuatnya mual ketika melihat makanan. Dan akhirnya, tubuh Jaejoong kurus sekali –berbanding terbalik dengan perutnya yang semakin membesar seiring waktu, seolah sehat sekali.
Kalau kau melihat namja seperti Jaejoong, mungkin kau akan tersenyum miris.
Ia sedang hamil tua, dengan tubuh kurus, ironis dengan perutnya. Kulitnya berwarna pucat tidak sehat karena tidak pernah terkena sinar matahari. Matanya sayu dan dikelilingi lingkaran hitam karena jarang tidur. Bibirnya pucat karena tidak mendapatkan nutrisi. Badannya lemah. Setiap melangkahkan kakinya, ia akan meringis kesakitan karena perutnya menekan bagian pribadinya dengan keras. Langkahnya limbung, seolah ia bisa jatuh kapan saja.
Ahh.
. . .
Gemuruh halilintar dan kilat membuat Jaejoong bergidik. Apa Tuhan marah pada Jaejoong karena Jaejoong mengeluh pada-Nya? Namja itu kemudian bergegas menuju tempat tidurnya, mencoba menghindari terpaan hujan yang kelihatannya sebentar lagi akan turun. Jangan menyuruh Jaejoong untuk menutup jendela itu. Rumah ini bukan rumah mahal –ini rumah tua yang sudah berdiri tegak selama berpuluh-puluh tahun. Beberapa bagian rumah ini sudah mulai rusak –dan jendela yang tidak bisa ditutup adalah salah satu bentuk cacatnya.
"Aegya, umma sudah punya nama untukmu. Kau mau tahu?" tanya Jaejoong seraya menyamankan dirinya di tempat tidur. Tempat tidur kecil itu berderit ketika Jaejoong menimpakan berat badannya.
Bayi di dalam perut Jaejoong menendang kencang –seolah antusias menjawab pertanyaan ummanya. Jaejoong menyeringai seraya meringis –tendangan itu lumayan kuat. Sekali lagi, dengan gerakan memutar, dielusnya perut besarnya.
"Umma tidak tahu kau namja atau yeoja, tapi.. Umma mau menamaimu Kibum. Bagaimana menurutmu?" tanya Jaejoong semu sambil menelusuri perut besarnya dengan jari telunjuk dan jari tengah –seolah mencoba menggelitiki anaknya.
Bayinya kembali menendang, membuat Jaejoong tersenyum. Namja berkulit putih itu menyeringai bahagia. Inilah satu-satunya hiburan selama berada di sini –dan Jaejoong merasa sangat terhibur. Bayinya hampir selalu merespon apapun yang dikatakan, digumamkan, atau dilakukan Jaejoong. 'Kibum' –bisa dibilang– tidak pernah tidur. Ia selalu ada bersama Jaejoong, sehingga calon umma itu sama sekali tidak pernah merasa kesepian.
"Oke, kita tidur yuk? Umma ngantuk.." Jaejoong menguap saat menyelesaikan kalimatnya. Matanya berat. Setengah mati, ia mencoba membalikkan badannya menghadap ke kanan. Susah memang, mengingat perut besarnya yang susah diajak kompromi. Tapi tidak apa-apa.
Ketika angin dingin menyelinap masuk dan membelai tengkuk Jaejoong, reflek, namja cantik itu memeluk belly*-nya –naluri seorang ibu. Tiba-tiba saja, Jaejoong tidak mau anaknya ini kedinginan, padahal jelas-jelas bayinya meringkuk hangat di dalam rahimnya. Setelah menjulurkan tangan sejauh mungkin untuk meraih sebuah selimut tipis kecil dan sebuah jaket, cepat-cepat dilingkarkannya kedua benda itu disekeliling perutnya. Tidak dihiraukannya angin malam yang mengelus punggung putihnya yang hanya dilapisi kaos tipis.
"Good night, aegya.."
(belly* = perut)
.
.
.
"AH!"
Jaejoong membelalakkan matanya ketika rasa sakit menghujam perutnya. Panik, namja itu mendudukkan dirinya dengan susah payah. Jaejoong terengah-engah. "Sakit.." rintih Jaejoong. Kepala Jaejoong menunduk dalam.
Ketika butiran air halus menerpa rambut dan juga kulit kepalanya, Jaejoong mendongak. Baru ia sadari, di luar hujan lebat. Mendadak, Jaejoong melihat sekelebat bayangan namja dari jendela yang mempersilahkan air hujan masuk itu. Namja yang sudah membuatnya berbadan dua. Namja yang menyakiti tubuh dan batinnya.
Jaejoong memejamkan matanya erat ketika rasa sakit itu kembali menghantam abdomennya. Rasa sakit itu diiringi dengan tendangan Kibum yang semakin kencang dan kuat ke dinding perut dalamnya. Butiran kristal mulai meluncur dari matanya. Seketika, ia tahu ia sedang mengalami kontraksi.
"Ugh.. Yunho.." ringis Jaejoong tanpa sadar.
"Aaah! Hhh.. Arra, arra, umma mengerti.. Kau mau cepat-cepat keluar ya.. Eh?"
Setelah mengumpulkan seluruh tenaganya, Jaejoong berdiri dan membuka kaosnya. Setelah melempar kaosnya ke sembarang tempat, Jaejoong berjalan mengitari rumah dan mencari beberapa benda. Dengan sakit yang mendera tentunya.
Tiap langkah terasa seperti siksaan. Kali ini, Kibum seolah tidak mau berkompromi dengannya. Ia menendang semakin keras di dalam perut Jaejoong.
"Kumohon, tenanglah, sayang.." mohon Jaejoong sambil mengelus perutnya. Namun sebuah tendangan keras dari dalam menjadi jawabannya.
"Yunho.." ringis Jaejoong –benar-benar tidak sadar.
.
.
.
Baskom berisi air hangat.
Pisau.
Gunting.
Sebuah kain untuk membungkus bayi.
Sebuah jarum berukuran besar, dan..
..benang Catgut..*
Entah apa gunanya barang-barang itu. Jaejoong tidak tahu, tapi ia mengikuti instingnya. Siapa tahu, benda-benda ini akan berguna. Setengah terhuyung –masih sambil memegangi perut besarnya, ia kembali ke kamar dan menghempaskan diri di tempat tidur.
Dengan wajah yang dibanjiri air mata dan keringat, Jaejoong meraih sebuah pisau tipis.
"Kumohon Tuhan.. Kalau aku.. Haah.. Kalau aku harus mati.. Aaarghh.. Aku siap, tapi.. Uaagh! Tapi.. Selamatkan anakku.. Ergh!"
Jaejoong otomatis mengedan selesai ia memanjatkan permintaan, ketika pinggulnya terasa sakit. Dengan wajah yang menahan pedih, perlahan, Jaejoong mulai meletakkan ujung berkilat pisau tajam itu di ulu hatinya. Ia sadar, ia tidak punya jalur untuk melahirkan seperti yeoja, maka.. Mungkin ini satu-satunya cara..
"Uwaaaaaa!"
Dan gemuruh halilintar meredam teriakan kesakitan Jaejoong –mencegahnya terdengar hingga ke pelosok desa.
. . .
"AAAAAHH!"
Jaejoong menjerit begitu kencang ketika ia berhasil mengeluarkan Kibum dari perutnya. Dengan sisa tenaga, ia memotong tali pusar Kibum. Tidak dipedulikan perut, telapak tangan, dan tubuhnya yang bersimbah dan dibanjiri darah dari dalam perutnya. Sakitnya bukan main. Jaejoong merasa, ia seolah dikuliti hidup-hidup. Kain yang membungkus tubuhnya seolah diiris dengan pisau tajam yang tidak kasat mata.
Tanpa melihat tubuh anaknya dengan seksama, cepat-cepat Jaejoong mendekap Kibum di dadanya.
Jaejoong kemudian mencoba duduk. Dan Jaejoong melenguh pilu. Dengan kaki yang bergetar hebat, Jaejoong duduk di lantai dan memandikan Kibum pelan di dalam baskom yang sudah disiapkannya. Aneh. Jaejoong seolah mendapat kekuatan –entah darimana. Setelah membersihkan tangan dari bercak darah terlebih dahulu, Jaejoong kemudian mencelupkan sebuah kain ke dalam baskom dan membersihkan tubuh mungil bayinya dari lendir putih yang berada di sekujur tubuhnya. Mata Jaejoong tidak bisa melihat dengan fokus dan jelas karena disamarkan oleh air mata dan keringatnya sendiri.
Tangan Jaejoong turut gemetar hebat ketika bayinya hanya diam, bahkan ketika Jaejoong sudah memandikannya dan membungkusnya dengan kain.
"Sayang.. Kenapa kau diam saja..?" tanya Jaejoong pelan. Ia merinding ketakutan –seolah ada sesuatu yang besar hinggap di tengkuknya dan membuatnya tak nyaman. Dengan tubuh yang sudah sangat letih dan seperti hancur luluh lantak, Jaejoong berdiri dan kembali menidurkan dirinya di tempat tidur. Kibum ia taruh tepat sejajar dadanya.
Jantung Jaejoong berdegup kencang ketika ia menekan pelan bagian dada kecil anaknya. Ditekannya agak kuat –mengikuti insting untuk merasakan dan mencari sebuah detik kecil.
"Sayang.. Jangan pergi.." Air mata Jaejoong tumpah ketika bayinya yang bertubuh merah itu tetap diam. Ditekannya berulang-ulang dada anaknya. Tidak, ia tidak boleh pergi. Jangan! Tidak sebelum Kibum melihat wajah ummanya –umma yang sangat menyayanginya sejak ia hadir di perut ummanya! Tidak sebelum Jaejoong bisa merawatnya sebagai anaknya! Jangan, sebelum Jaejoong bisa menikmati harinya dengan malaikat kecilnya ini! Tidak boleh! Tuhan, jangan..
Dan betapa leganya Jaejoong ketika Kibum akhirnya menangis. Tangisannya begitu kencang dan keras, seolah merayakan kelahirannya sendiri. Mata Jaejoong berbinar senang. Malaikat kecilnya hidup.
Kedua tangan mungil Kibum mengepal erat. Air mata mulai menuruni pipinya. Pipi gembilnya makin merah ketika ia menangis.
"Hhh.. Selamat datang.. Kim Kibum.." sahut Jaejoong senang seraya terengah ketika ia membaringkan tubuh anaknya di sampingnya dadanya. Setitik air mata meluncur dari mata indah Jaejoong, menuruni lekuk wajahnya dan sampai di pipi bulat Kibum. Jaejoong baru menyadari, Kibum mirip sekali dengannya.
Pipi bulat itu tidak mungkin berasal dari ayahnya yang mempunyai pipi agak cekung kan?
Hidung Yunho tidak sebagus itu kan?
Alis Kibum yang panjang itu warisan Jaejoong kan?
Tapi..
Ternyata bibir itu bukan dari Jaejoong..
Jaejoong menghela nafas. Matanya berat dan sayu. Dengan tangan gemetar, dielusnya kepala kecil nan rapuh Kibum. Anaknya tampan –sekaligus cantik.
"Hhh.. Aargh.." erang Jaejoong pelan ketika ia mengambil benang Catgut dan menjahit perutnya sendiri dengan asal-asalan. Bukannya menutup, bekas luka itu malah bertambah dan semakin lebar –namun Jaejoong tidak peduli. Yang penting perutnya tidak menganga lebar.
Jaejoong memeluk bayi lemah itu hangat. Didekap dan dikecupnya kening Kibum pelan dan penuh sayang di dadanya. Mata Kibum belum terbuka, namun itu wajar. Seketika, rasa lelah yang bertubi-tubi menghantam tubuhnya. Diantar dengan rintikan hujan, Jaejoong menutup matanya dan pergi menuju kegelapan bersamaan dengan menderasnya keringat yang mengalir. Tanpa ia sadari –bahwa Kibum terus-terusan menangis disampingnya.
.
.
.
Benang Catgut* : Benang tipis yang biasanya digunakan untuk operasi Caesar, menjahit bekas operasi, ataupun untuk menutup luka.
A/N : Annyeong ~ ^^ Ini sidestory yang Hyo janjikan. Chapter ini menceritakan Jaejoong-Kibum ketika mereka pertama kali 'bertemu'.
Mau lanjut?
Atau cukup sampai disini saja?
Review please ~
*Hyo*
