©Sparkyu Amore©
Touche Alchemist
.
Main Pair : Kyuhyun, Leeteuk, Sungmin
Disclaimer :Typos, Ooc, BL, Crime, Sci-fi, Remake!
Ini FF sengaja Amoree remake dari novel Mba Windhy dengan judul yang sama dengan pair yang memang dah amoree ganti. Cz lagi hobi meremake-remake sih ihihihi
Happy Reading^^
SUNGMIN berkali-kali melihat ke arah jam tangannya. Appanya berjanji bertemu dia di kafe dekat kantor polisi pukul sembilan pagi untuk sarapan bersama dan sekarang hampir pukul dua belas. Sejak orangtuanya bercerai tahun lalu, Sungmin hampir tidak pernah bertemu appanya. Kesibukkkan appanya sebagai detektif di kepolisian New York, yang juga merupakan penyebab utama perceraiannya, sangat menyita waktu hingga dia hampir tidak bisa dihubungi, apalagi ditemui.
Sungmin menghela napas. Ini sudah kesekian kali appanya gagal menepati janji. Dia meletakkan ponsel, lalu mengambil buku dari tas, dan saat mulai membaca, mendengar namanya dipanggil. "Sungmin!" Sungmin menoleh dan melihat appanya masuk ke kafe, tergopoh-gopoh berjalan menuju mejanya. Keringatnya bercucuran.
"Mian..," kata appanya sambil mengelap wajah dengan saputangan. "Tadi ada sedikit urusan di kantor. Kau sudah lama di sini?" Appa melirik ke arah jam tangannya. "Pertanyaan bodoh, sudah tiga jam kau di sini. Sekali lagi maafkan Appa."
Sungmin menutup buku dan tersenyum. "Tidak apa, Appa. Aku senang Appa bisa datang."
"Aku juga senang melihatmu lagi," kata appanya sambil menggenggam tangan Sungmin. "Bagaimana kabar eommamu? Apa dia sudah menikah lagi?"
"Belum," Sungmin menggeleng. "Eomma baik-baik saja. Eomma kembali memakai nama keluarganya." Appa Sungmin mengangkat alis. "Kau juga berubah menjadi..." Sungmin mengangguk.
"Lee Sungmin. Yah... memang tidak cocok, tapi mau bagaimana lagi? Aku yang memutuskan untuk ikut Eomma."
"Maafkan Appa. Appa sebenarnya ingin kau tetap menjadi Park Sungmin," kata appanya dengan nada menyesal. "Tapi pekerjaan Appa..." Belum sempat appanya meneruskan kalimat, ponsel di saku kemejanya berbunyi.
"Sial!_" "_Ya, halo, Detektif Park di sini," jawab appa Sungmin.
Setelah terdiam sejenak, mendengar suara diseberang telepon, raut wajahnya lambat laun berubah. "Mayat wanita? Di mana? Central Park?" Appa Sungmin menutup telepon dan bangkit terburu-buru, lalu ingat kembali dengan keberadaan putrinya.
"Sungmin, mmm... Appa..." Dia bingung harus berkata apa. Mereka baru bertemu lagi setelah satu tahun, dan sesudah menyuruh anaknya menunggu tiga jam, sekarang dia harus meninggalkannya gara-gara pekerjaan.
"Gwenchana, Appa," Sungmin mengangguk maklum. "Aku mengerti. Appa pergi saja."
Appa mengangguk. "Terima kasih, Sungmin. Kita buat janji lagi lain kali."
Sungmin memaksakan diri tersenyum, yakin tidak akan semudah itu membuat janji temu dengan appanya, bahkan hanya untuk makan siang. Setelah beberapa langkah, appanya berhenti, lalu membalikkan badan dengan wajah berseri. "Sungmin! Bagaimana kalau kau ikut Appa?"
"Memangnya boleh?" Sungmin mengerutkan kening.
"Why not?" Appanya langsung menarik tangan Sungmin, mengajaknya ke luar kafe. Sungmin secepat mungkin menyambar tas punggungnya.
"Tu... tunggu, Appa, aku belum membayar kopi!" Appanya merogoh kantong celana, lalu melemparkan uang $20 ke meja yang ditempati Sungmin.
"Sekarang beres."
Sesampainya di Central Park, Sungmin dan appanya ditunggu opsir wanita yang langsung melambai begitu melihat mereka. "Detektif Park Leeteuk?" Detektif Park mengangguk.
"Patner Anda sudah menunggu," kata opsir itu, lalu memberi tanda agar Detektif Park mengikutinya.
"Sherly?" tanya Sungmin pada appanya.
"Bukan, Sherly berhenti enam bulan lalu_," jawab Appa sedikit menjeda jawabannya.
"_Nanti kuperkenalkan kau pada partner baruku, Matthew Reagan. Dia masih baru di bagian pembunuhan, jadi selain sebagai partner, aku juga menjadi mentornya. Seharusnya gajiku dinaikkan dua kali lipat karna pekerjaanku bertambah."
Sungmin tertawa. Dari kejauhan tampak kerumunan orang mengelilingi semak2 yang diberi garis kuning. "Kau tunggu di sini saja," perintah Detektif Park pada putrinya sebelum melewati garis kuning, lalu berbicara serius dengan orang yang sepertinya partner barunya, Matthew.
Walaupun tidak begitu jelas, Sungmin bisa melihat wanita tergeletak bersimbah darah di antara semak2. Sekilas ia mendengar bahwa ada luka tusuk didada wanita itu. Korban sepertinya baru saja menghadiri pesta jika dilihat dari bajunya, tapi tidak memakai sepatu. Kedua tangan wanita itu ditangkupkan ke dada sehingga tampak seperti orang tidur.
Siapa yang tega membunuh wanita itu dan membuangnya ke sini? pikir Sungmin sambil mengamati sekeliling tempat itu, bagian Central Park yang tidak begitu jauh dari jalan. Saat pandangannya sedang menyapu sekelilingnya, dia melihat laki-laki yang gerak-geriknya aneh. Laki-laki itu kira2 seumuran dengannya atau malah lebih muda dan sama seperti dirinya: keturunan Asia. Rambutnya ikal acak-acakan, mata cokelat arangnya agak sipit, tampak malas, dan berkesan sinis. Alisnya tebal, posturnya tinggi kurus, dan putih pucat.
Laki-laki itu berjalan menunduk, seperti tengah mencari sesuatu di antara rerumputan, sesekali berjongkok, memperhatikan dan mengusapkan cotton bud ke rumput sambil mengulum sesuatu yang dimata Sungmin terlihat seperti lolipop. Seakan itu masih belum cukup aneh, Sungmin melihat laki-laki itu menyentuh cotton bud dan tersenyum.
Merasa diamati, laki-laki itu menoleh ke arah Sungmin, yang serta-merta membalikkan badan dan mengalihkan pandangan pada appanya. "Identitasnya sudah didapatkan?" tanya Detektif Park pada partnernya sambil berjongkok mengamati mayat wanita dihadapannya.
Wanita itu mengenakan baju pesta putih yang sekarang berubah menjadi merah seluruhnya karna darah. Selain luka tusukan didada, tidak ada luka lain, bahkan lecet di telapak kaki pun tidak, sekalipun dia tidak memakai sepatu.
Wanita itu memakai kuku palsu karna kuku dijari telunjuk tangan kanannya tampak berbeda dari yang lain, sepertinya kuku palsu dijari itu terlepas. Matt menggeleng. "Perkiraan kematiannya?_"
"_Antara enam sampai tujuh jam lalu."
"Bagaimana dengan senjata pembunuhnya?" tanya Detektif Park lagi sambil mengamati sekeliling.
"Belum ditemukan."
"Kalau begitu perluas parameter pencariannya," perintah Detektif Park, "walau aku yakin dia tidak dibunuh disini. Dia tidak memakai sepatu, tetapi tidak ada luka lecet sama sekali di telapak kakinya. Artinya dia tidak berjalan sendiri ke tempat ini. Melihat pakaiannya, seharusnya banyak sekali darah yang keluar, tetapi sama sekali tidak ada genangan darah di sini. Tapi aku tidak ingin berspekulasi."
Matt mengangguk, lalu pergi berbicara dengan beberapa opsir, yang kemudian dengan sigap mulai mencari ditempat yang agak jauh. Sungmin sedari tadi hanya mengamati appanya dari luar garis kuning. Tiba-tiba tangannya ditarik seseorang. "Hei!" bentak Sungmin akibat marah dan kaget. Ternyata yang menarik tangannya adalah laki-laki yang tadi diamatinya.
"Kau anak detektif yang sedang bertugas itu, kan?" tanya laki-laki itu tanpa basa-basi, masih dengan lolipop yang dikulum di mulutnya. Bagaiman dia tahu? batin Sungmin. Wajah Sungmin sama sekali tidak mirip appanya yang orang Asia campuran. Sungmin itu lebih mirip eommanya yang orang Seoul asli. Hidungnya mancung, bibirnya berbentuk shape M, dan berkulit putih bersih. Hanya mata bulat besar dan hitam yang dia dapatkan dari appanya. Tetapi tidak mungkin hanya sekali lihat laki-laki itu bisa tahu.
"Tidak perlu kaget seperti itu. Aku melihat kalian datang berdua," kata laki-laki itu lagi, seolah bisa membaca pikiran Sungmin.
"Hei, Bocah! Apa yang kaulakukan!" teriak Detektif Park yang melihat anaknya tampak diperlakukan kasar. Dia bergegas berjalan ke luar garis kuning dan menghampiri mereka.
"Ah, jawabannya 'iya'," laki-laki itu tersenyum.
"Hai, Bocah! Apa yang kaulakukan pada anakku?" tanya Detektif Park sambil menarik tangan laki-laki itu dengan marah sehingga orang2 yang mengerumuni TKP memperhatikan mereka.
"Pelakunya sekarang berada dibandara," anak laki-laki itu berkata tenang. "Kalau tidak cepat-cepat, Anda akan kehilangan dia." Tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu, Detektif Park hanya bisa melongo, lalu memandang Sungmin dengan tatapan apa-aku-tidak-salah-dengar.
Sungmin yang sama kagetnya hanya bisa mengangkat bahu. "Hei, Nak, jangan main-main," kata Detektif Park setelah melepaskan tangan anak itu.
"Ini bukan film detektif."
"Tidak didengar juga tidak apa2," jawab anak itu santai.
"Tapi wanita itu tidak dibunuh disini, aku yakin Anda tahu itu karna tidak ada lecet di telapak kakinya, padahal dia tidak memakai sepatu. Ada jejak tetesan darah dari arah jalan menuju tempat ini. Oh, jangan khawatir, aku tidak merusak barang bukti itu karna tadi mengambilnya dengan cotton bud."
Anak itu mengeluarkan seplastik cotton bud dari saku celana. "Sudah, jangan main-main denganku, Bocah," gerutu Detektif Park sambil berjalan pergi. "Ayo, Sungmin, pergi dari sini. Kita tak perlu mendengarkan anak kecil seperti dia."
"Dia tinggal di Upper East Side," seru anak laki-laki itu sehingga Detektif Park menghentikan langkah. "Tetesan darah itu bercampur parfum korban. Sepertinya korban menyemprotkan parfun didadanya sehingga ikut tercampur dalam darah yang mengucur dari dadanya. Itu parfum mahal, karna komposisinya tidak banyak mengandung alkohol. Permukiman orang kaya paling dekat dengan tempat kejadian perkara adalah Upper East Side."
"Bagaimana kau tahu komposisinya?" Detektif Park mengernyit. Anak laki-laki itu hanya tersenyum. "Forensik akan membuktikannya nanti_"
"_Dia juga mengenal pelakunya," anak laki-laki itu terus berbicara. "Anda lihat sendiri dari kondisi korban, tidak ada bekas perlawanan, kecuali kuku palsu yang terlepas. Lalu pelaku menangkupkan tangan korban di dada agar tampak seperti orang tidur. Itu bentuk penyesalan."
"Sam!" Matt berlari menghampiri Detektif Park. "Identitasnya sudah didapatkan. Ternyata dia lumayan terkenal. Dia fashion blogger yang cukup punya nama, sekaligus anak William Stevenson, pemilik toko retail 8-Eleven." Matt membaca notes kecilnya, "Namanya Loraine Stevenson. Dia tinggal di apartemen di Upper East Side bersama adik laki-lakinya, Robert Stevenson."
Sungmin dan appanya langsung berpandangan, kemudian menatap anak laki-laki itu, yang sekarang tersenyum penuh kemenangan. Detektif Park berdeham. "Katakanlah hipotesismu benar, bagaimana kau tahu sekarang pelakunya ada di bandara?"
"Ini bukan pembunuhan berencana_," jawab anak itu. "_Karna kalau iya, dia pasti tidak akan membuang korban sembarangan dan meninggalkan jejak seperti ini. Pelaku yang panik akibat tak sengaja membunuh pasti langsung bergegas ke bandara karna anak orang kaya, dia punya cukup uang untuk membeli tiket ke luar negeri. Dan tiket yang dia beli pastilah tiket ke negeri yang tidak punya perjanjian ekstradisi dengan Amerika."
Tak ada yang bersuara. "Penerbangan ke Rusia paling pagi dijadwalkan jam satu siang ini," kata anak itu sambil melihat jam tangannya.
"Lalu, menurutmu siapa pelakunya, Bocah?" tanya Matt.
"Kuku palsu korban terlepas_," jawab anak itu, "_penjelasan satu-satunya adalah dia setidaknya berhasil mencakar atau menancapkan kukunya di tubuh si pelaku, entah di bagian mana."
"Jadi maksudmu kami harus memeriksa satu per satu orang di bandara yang punya luka cakaran?" Matt tersenyum mengejek. Anak itu mengeluarkan cotton bud dari saku baju, lalu menyerahkannya pada Detektif Park.
"Oleskan ini di kuku palsu korban karna saya yakin masih ada kulit si pelaku di sana_" katanya. "_Dan saya akan memberitahu Anda siapa pelakunya." Mereka semua terdiam.
"Kenapa aku harus memercayaimu?" tanya Detektif Park tak lama kemudian sambil menatap kedua mata anak itu dalam-dalam.
"Memercayai saya atau tidak, terserah Anda." Anak itu membalas tatapan Detektif Park.
"Tapi jika menunggu hasil forensik, Anda akan kehilangan kesempatan menangkap si pelaku." Detektif Park menghela napas sambil mengambil cotton bud dari tangan anak itu, bergegas menuju korban untuk mengorek bagian dalam kuku palsu yang patah di jari korban, yang ternyata ada sedikit darah di sana.
Matt mendelik tak percaya. "Kau serius?" Detektif Park hanya diam, lalu menyerahkan cotton bud itu pada anak itu.
"Aku harap aku tidak akan menyesali tindakanku ini." Anak itu tersenyum. Sesaat kemudian ia menyentuh ujung cotton bud yang sudah disentuhkan ke kuku palsu korban. Dia memejamkan mata, seperti sedang berpikir keras. Tak lama kemudian dia membuka mata dan menjawab, "Pelakunya saudara kandung korban."
"Kau paranormal, ya?" tanya Matt tak percaya. Detektif Park tampak berpikir sebentar, kemudian menoleh ke arah Matt. "Secepatnya perintahkan orang untuk menangkap Robert Stevenson di bandara, lalu bawa orang itu ke kantor polisi."
"Kita mau menangkapnya? Atas dasar apa?_" tanya Matt tidak percaya. "_Atas dasar tebak-tebakan bocah ini?"
"Dia punya hubungan darah dengan korban, kita punya hak mengajukan pertanyaan," tegas Detektif Park. "Jika dia menolak, kita berhak menahannya 1 x 24 jam. Saat itu kita pasti sudah punya bukti kuat, apakah dia pelakunya atau tidak. Jika kata-kata anak ini benar bahwa ini bukan pembunuhan berencana, si pelaku pasti buru-buru pergi ke bandara karna panik dan meninggalkan bukti, entah darah korban atau malah senjata pembunuhnya di tempat kejadian. Oh iya, minta beberapa orang memeriksa apartemen Loraine. Aku yakin di sanalah tempat pembunuhannya."
Matt menghela napas, menyerah, lalu mengeluarkan ponsel dari saku baju dan mulai menelepon.
"Kau puas?" tanya Detektif Park pada anak laki-laki itu. Anak itu hanya mengangkat bahu.
"Bagaimana kau tahu dia tinggal di Upper East Side?" tanya Detektif Park penasaran.
"Tak mungkin hanya dari parfumnya, kan?" Anak itu mengusap-usap rambutnya yang berantakan. "Tadi aku tak sengaja mendengar nama Loraine Stevenson dari orang-orang yang berkerumun di TKP, tinggal mencarinya di internet. Di internet, semua hal tentang semua orang bisa ditemukan."
Detektif Park manggut-manggut. Kenapa dia tidak berpikir sampai ke sana? "Yah... kadang-kadang tidak perlu orang genius untuk memecahkan kasus,_" kata anak itu sambil berbalik pergi. "_Agak pintar saja sudah cukup."
"Apa maksudmu dengan kata-kata itu, bocah tengil?" sembur Detektif Park. Dua puluh tahun bekerja di kepolisian, baru kali ini dia diremehkan anak kecil. "Bagaimana kau tahu pelakunya adalah saudara kandungnya?"
"DNA, Tuan Detektif," jawab anak itu santai sambil mengulum lolipop.
"DNA? Bagaimana dia tau tentang DNA korban hanya dengan menyentuhnya? batin Detektif Park.
"Siapa namamu? Di mana sekolahmu?"
"Menemukan seseorang adalah tugasmu, Tuan Detektif," jawab si bocah sambil melambaikan tangan.
.
"Cho Kyuhyun!" Kyuhyun yang tengah membaca buku disalah satu kafe dekat Universitas Columbia mendongak.
"Butuh waktu satu minggu untuk menemukanmu," kata Detektif Park lalu langsung duduk di kursi di depan Kyuhyun. Kyuhyun hanya menatap si detektif sesaat, kembali membaca.
"Kerja bagus, Detektif. Hanya saja, kupikir kau bisa lebih cepat daripada ini, Detektif Dennis Park."
"Ini karna aku salah mengira kau masih SMA," jawab Detektif Park sambil memberi tanda kepada pelayan untuk memesan kopi.
"Ternyata kau sudah mahasiswa magister jurusan kimia di Universitas Columbia. Tunggu, bagaimana kau tahu namaku?"
"Aku mendengarnya saat di TKP minggu lalu,_" kata Kyuhyun tanpa mengalihkan pandangan dari buku. "_Dari umurku, aku memang seharusnya anak SMA." Pelayan datang mengantarkan kopi, pembicaraan mereka terpotong.
"Oh ya, pembunuhnya benar adik korban sendiri. Robert Stevenson mengakui semuanya saat kami menangkapnya di bandara dan ternyata ada bercak darah di jok mobilnya yang sesuai dengan darah kakaknya." Detektif Park menyeruput kopi.
"Dia melakukannya karna emosi saat diejek sebagai pengangguran oleh kakaknya sendiri. Dua hari kemudian hasil tes DNA menunjukkan bahwa kulit yang tertinggal di kuku palsu korban memang milik Robert." Kyuhyun tidak tampak terkejut.
"Bagaimana kau melakukannya?" tanya Detektif Park penasaran. "Bagaimana kau bisa tahu DNA itu hanya dengan menyentuhnya?" Kyuhyun hanya mengangkat bahu.
"Lalu bagaimana kau bisa masuk universitas, bahkan magister, padahal seharusnya masih SMA?" tanya Detektif Park. Pertanyaan bertubi-tubi.
"Karna aku genius," jawab Kyuhyun enteng. "Anda akan bisa melihat sendiri. Aku lulus kuliah Universitas Yonsei umur enam belas tahun." Detektif Park mendengus. Anak ini benar-benar sombong.
"Dari data yang kudapat, kau lahir dan besar di sini hingga berumur sepuluh tahun. Kau pindah ke negara ibumu, Seoul, setelah appamu yang orang Amerika meninggal," Detektif Park memaparkan fakta yang belum lama diperolehnya.
"Kenapa tiba2 kau memutuskan kembali ke sini?"
"Universitas Columbia menawariku beasiswa," jawab Kyuhyun malas. Detektif Park mengamati Kyuhyun. Dia sudah membaca semua data tentang anak itu. Bahwa Kyuhyun punya IQ 200 dan menjadi anggota Mensa, perkumpulan orang-orang genius, sejak usianya dua belas tahun. Anak itu punya kemampuan mengamati dan deduksi di atas rata-rata, seperti yang Detektif Park saksikan sendiri minggu lalu di Central Park. Hanya saja kemampuan khusus anak itu masih belum dia pahami. Anak itu bisa tahu komposisi parfum dan DNA hanya dengan menyentuhnya? Siapa sebenarnya dia?
Kyuhyun menghela napas, lalu menutup buku. Dia bungkuk untuk mengambil secuil tanah dari sepatu Detektif Park. "Hei! Apa yang kaulakukan?" tanya Detektif Park terkejut.
"Detektif Park, kau belum lama bercerai," kata Kyuhyun masih dengan ekspresi malas.
"Setelah bercerai, kau tinggal sendirian di apartemen disekitar Manhattan Avenue, tepatnya di West 120th Street. Sebelum berangkat, kau membaca koran yang diambilkan anjingmu." Detektif Park melongo.
"Bagaimana aku tahu?" tanya Kyuhyun seakan bisa membaca pikiran Detektif Park. "Masih ada bekas lingkaran cincin di jari manis tangan kananmu. Dari warnanya, ketahuan belum lama kau melepasnya. Berarti perceraianmu juga belum lama, kuperkirakan sekitar setahun. Kancing lengan kemajamu lepas tapi dibiarkan begitu saja, itu tanda tidak ada wanita yang memperhatikanmu. Ada bekas tinta koran yang kaubaca pagi ini di jempol kananmu. Di celanamu ada bulu anjing, cokelat." Detektif Park masih melongo.
"Bagaimana kau tahu aku tinggal di West 120th Street?" Kyuhyun menunjukkan kotoran dari sepatu Detektif Park. "Ini campuran tanah dan aspal. Komposisi mineral dalam tanahnya sama dengan tanah di Morningside Park. Artinya, Anda berjalan kaki ke seni melewati Morningside Park. Jika Anda bisa berjalan tidak jauh, yaitu di sekitar Manhattan Avenue. Dan sekitar Manhattan Avenue, yang sedang diaspal adalah West 120th Street." Detektif Park sekali lagi terperangah. Dari komposisi mineral?
"Bagaimana? Anda sudah puas, Tuan Detektif?" tanya Kyuhyun. "Anda ingin melihat kemampuanku lagi, kan? Untuk memastikan apakah yang terjadi minggu lalu kebetulan semata atau bukan."
"Hah?" Detektif Park akhirnya bersuara, meskipun hanya sepatah kata. Bagaimana dia tahu? Setelah berhasil menguasai diri, Detektif Park tersenyum. "Kau benar. Kemampuan mengamati dan deduksimu mengagumkan. Walau jujur saja, banyak detektif yang kukenal memiliki kemampuan yang sama, bahkan melebihimu. Tapi aku belum pernah, sepanjang karierku, bertemu orang yang bekerja secepat dirimu, ditambah lagi kemampuan anehmu itu."
Kyuhyun tidak menanggapi.
"Padahal dalam beberapa kasus, kecepatan itulah yang paling penting dalam menyelamatkan hidup seseorang," lanjut Detektif Park. "Itulah sebabnya aku sampai mencarimu seperti ini."
Kyuhyun mengerutkan kening. "Anda ingin mengajakku bekerja sama?"
"Aku ingin mengajukanmu sebagai konsultan pada kepolisian New York." Detektif Park mengangguk. Mantap dan sungguh2. "Aku membutuhkan kecepatanmu itu." Kyuhyun menatap Detektif Park selama beberapa saat sebelum menjawab, "Aku terima, sepertinya menarik."
Itu saja. Dia membuka buku lagi dan mulai membaca. "Begitu saja? Kau menerima begitu saja?" tanya Detektif Park tak percaya. "Dan dengan alasan 'sepertinya menarik'?"
"Anda ingin aku berkata apa? Demi menolong orang-orang tak berdosa dan menegakkan keadilan?" tanya Kyuhyun santai. "Itu tugas Anda. Untuk itulah Anda digaji, kan?" Detektif Park tidak bisa menjawab.
"Oh ya, tapi ada syaratnya," kata Kyuhyun kemudian.
"Apa?"
"Jangan bertanya dan mengatakan pada siapa pun tentang kemampuan anehku ini"
"Kemampuanmu yang bisa mengetahui berbagai hal hanya dengan menyentuhnya?"
"Iya," jawab Kyuhyun tegas. Detektif Park terdiam sejenak. "Tapi dengan dasar apa aku mengajukanmu jadi konsultan jika bukan karna kemampuan milikmu yang... apalah itu namanya?"
Kyuhyun menghela napas. "Katakan saja aku punya daya analisis yang kuat, observasi yang tajam, dan... genius." Detektif Park melongo. Baru kali ini dia bertemu anak dengan tingkat kepercayaan diri dan kesombongan sebesar ini.
"Oke." Detektif Park akhirnya mengangguk. "Akan kucoba menggunakan alasan itu, tapi kau harus membantuku menyelesaikan setidaknya tiga kasus lagi untuk mendukungnya."
"Berarti kita sepakat," jawab Kyuhyun kalem. "Katakan padaku, bagaimana kau melakukannya?" tanya Detektif Park.
"Bagaimana kau tahu itu DNA si adik?" Kyuhyun berdeham, mengulang syarat yang tadi dia katakan.
"Jangan bertanya..."
Detektif Park mendengus. "Cih!"
.
.
TBC
Lagi-lagi datang dengan ff baru dan hasil dari remake hhhh... Maklum, otak lagi kusut buat kelanjutan ff yang laen. Gimana? Masih boleh dilanjutkan? Tentunya boleh dong. Apalagi nih pair yang udah langka sejak BunnyMin merriedd.. Pengen aja, buat si BabyKyu sedikit macho, gag kayak ff lain yang dibuat melambai hhhh...
Ada yang menduga.. kemampuan apa yang Kyu miliki? Jangan lupa review ne sebagai jawabannya ehhhe...
