Summary : Hinata menyimpan perasaan pada seorang siswa dari Konoha, setelah pertemuannya di tengah Hujan dengan pemuda itu. Begitu pun dengan Naruto yang juga menyukai siswi dari Suna itu, karena gadis itu telah membalut luka di hatinya setelah digoreskan oleh sahabatnya sendiri.

NaruGankster Present:

Be One

Naruto © Masashi Kishimoto

Genre : Romance, Friendship

Rate : T

Warning : Fanfict ini penuh dengan kekurang, dan bila disebutkan akan melebihi fict ini sendiri, jadi maafkan saya Senpai! Ide cerita pasaran, namun ini dari pikiran saya sendiri, Ciyus, enelan dech.

Suara bel istirahat adalah sebuah alunan musik yang indah bagi orang yang sangat ingin mendengarnya, bel yang mebuat seseorang bisa melepaskan penatnya sebuah mata pelajaran yang baru saja mereka lewati. Namun hal itu sama sekali tidak dirasakan oleh seseorang yang kini tengah duduk di depan meja kerja yang di atasnya terdapat sebuah Nametag bertuliskan 'Ketua Osis'. Ya! Saat semua siswa dan siswi kini sedang menikmati jam istirahat mereka dengan berbagai macam hal, tapi 'siswi' yang mendapat gelar Ketua Osis itu lebih memillih menghadapi tumpukkan dokumen di atas mejanya,. Dan kini Ketua Osis yang bernama 'Hyuga Hinata' itu sedang mengerjakan dokumen terakhirnya.

Dokumen itu adalah sebuah data seorang siswa pindahan yang akan datang besok, jadi ia harus segera memberikan cap stempel berlambang osis pada dokumen terakhirnya itu. Saat setelah ia membuka dokumen itu, terdapat sebuah foto seorang pria berambut raven, bermata onyx, dan kulit yang pucat dengan ekspresi yang sangat datar. Hinata pun mulai membaca biodota pria itu. "Nama… Uchiha Sasuke, pindahan dari…" matanya pun menyipit. "Pindahan dari… 'Konoha High School'?"

"Tapi, kenapa? Kenapa ia pindah ke sini?" Tampak jalas ekspresi kebingungan dari raut wajah gadis bermata ametys itu.

Awan mendung mulai menyelimuti langit sore kota Tokyo, langit yang harusnya berwarna jingga kini malah didominasi dengan warna awan yang gelap. Dapat pula diraskan awan-awan yang gelap itu akan segera menumpahkan tampungan airnya yang mulai penuh. Dan di tengah keadaan cuaca kota yang tidak mendukung itu, terlihat seseorang perempuan berseragam sekolah tengah melebarkan payungnya sambil tetap berjalan menyusuri trotoar. Ia pun mendongak menghadapkan mata indahnya ke arah langit yang kini sedang tidak bersahabat, dan ia bergumam. "Kami-sama, aku harap hujannya tidak deras." Ucapnya sambil mengeratkan genggamannya pada gagang payung berwarna ungu itu.

Hinata terus berjalan menyusuri jalanan kota Tokyo yang lebih sepi dari biasanya. Dan kini dapat dirasakan tetes demi tetes rintik hujan mulai turun membahasi benda ataupun makhluk di bawahnya, -'tes tes tes' 'zrasssh'-. Rintik hujan itu kini mulai menjadi guyuran liar, Hinata yang sadar akan itu semakin mengeratkan genggamannya pada gagang payung, ia pun sedikit mempercepat jalannya sampai tidak terasa kalau dirinya hampir sampai pada sebuah gerbang besar yang sangat tidak ingin ia lihat.

-Hinata POV-

Oh! Kami-sama, hujannya semakin deras… kalau begini aku akan semakin basah kuyup. Akupun terus berjalan lebih cepat hingga tidak terasa kalau aku akan segera tiba pada sebuah gerbang sekolah yang bernama 'Konoha High School' sekolah itu dikenal sebagai musuh sekaligus rival sekolah kami yaitu 'Sunagakuen High School'. Entah karena apa, tapi permusuhan itu sudah terjadi sangat lama. Menurut kabar, itu semua berawal dari perselisihan yang menimpa tim sepakbola dari Konoha dan Suna, sehingga mempengaruhi bidang ekstarakuler lain dan murid-muridnya tentu saja, dan itu sudah terjadi cukup lama. Meski aku tidak mempermasalahkan permusuhan ini, tapi tetap saja perasaan tidak enak muncul saat berpapasan dengan murid-murid sekolah itu. Dan mau bagainana lagi ini adalah jalan yang paling cepat menuju tempat tinggalku, tapi kali ini aku beruntung karena aku pulang saat sekolah itu sepi.

Saat melangkah aku terus menunduk, takut bila akan ada siswa/i dari Konoha yang tiba-tiba muncul dan melakukan hal yang tidak ku inginkan. 'Tap tap' tiba-tiba aku mendengar derap langkah seseorang yang di samarkan oleh suara hujan, meski samar tapi aku tetap merasa orang itu menghentikan langkanya dan berdiri tepat tiga meter di depanku. Dengan ragu aku mengankat kepalaku untuk memastikan siapa 'dia', dan apa yang ingin ia lakukan. Begitu aku mengangkat kepala, aku pun melebarkan mata. Di sana aku melihat seseorang siswa laki-laki berambut pirang berseragam Konoha dengan posisi menyamping, tapi ia sama sekali tidak melihatku atau bahkan menyadari keberadaanku. Aku pun melihat wajanya 'Mata yang indah' gumamku dalam hati, saat aku memperhatikan mata sebiru lautan itu yang sedang memandang ke arah jalan beraspal di depannya dengan tatapan kosong.

Tanpa aku sadari, aku berdiri mematung seperti lelaki itu dan sambil terus menatap wajah tanpan berkulit Tannya. Yang aku dapatkan saat memandang wajah dengan tiga goresan di pipinya itu, terdapat berbagai macam jenis emosi dari ekspresinya, ada kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan. Di lihat dari kondisinya tubuhnya, sepertinya ia habis berkelahi dengan seseorang. Ya! Tidak salah lagi.

'Bruk' Tiba-tiba tubuh jangkung lelaki itu ambruk dengan lutut yang lebih dulu mendarat ke jalan beraspal. Dengan rafleks aku langsung membuang payung dalam genggamanku dan dengan kecepatan yang kuusahakan, aku terus berlari bermaksud menangkap tubuh lelaki itu agar tidak tersungkur ke jalan yang kasar. 'bruk' "sshh, ah!" Aku berhasil menangkap tubuh siswa Konoha ini, meski aku harus menerima rasa sakit di lututku akibat terseret aspal. Dengan menyingkirkan rasa sakit, dan perih ini, aku pun memandangi wajah lelaki yang kini tengah menutup matanya yang indah, sungguh ingin sekali lagi aku melihat mata biru beningnya itu, padahal jarak kami sangat dekat, pasti mata itu akan terlihat lebih indah.

-Hinata POV- end

Di tengah guyuran air hujan di kota Tokyo, Hinata terus berusaha menyadarkan seseorang lelaki di pangkuannya yang pingsan tiga menit lalu. Sungguh ia sangat bingung tentang apa yang harus ia lakukan kali ini, terlebih lagi ia berada di depan gerbang sekolah Konoha.

"Hei, sadarlah! Aku mohon." Dengan suara lembut dan penuh kekhawatirannya Hinata terus memanggil lelaki yang belum ia ketahui namanya. "Percuma saja! Kau menolong laki-laki LEMAH sepertinya." Tiba-tiba Hinata dikejutkan oleh suara datar dan dingin yang diketahui adalah seorang laki-laki.

"Siapa itu?" sambil bertanya ia menoleh ke arah suara itu yang berasal dari gerbang sekolah Konoha. Matanya sedikit melebar begitu ia melihat seseorang yang keluar dari sana, seorang siswa SMA yang sangat familiar di mata Hinata. Lelaki berambut raven, dan bermata onyx itu kini tengah menatap mereka dengan tatapan yang dingin. "Hei kau! Apa kau yang menyebabkan dia seperti ini?" Tegur Hinata pada lelaki itu.

"Hh, bukan urusanmu orang luar." Setelah menjawab, lelaki itu langsung berjalan ke arah mereka. Hinata yang tidak menyukai kelakuan orang itu hanya memberikannya tatapan yang tajam. Bola mata ametys Hinata terus memperhatikan lelaki berambut raven itu yang kini berjalan ke arahnya, dan saat siswa Konoha itu tepat ada di depan Hinata, yang dilakukan lelaki itu hanya memandangi mereka dengan tatapan yang sulit di artikan. "A…apa yang ingin kau lakukan?" Karena sedikit panik Hinata langsung bertanya sambil memberikannya tatapan yang tajam.

Setelah lelaki itu menatap Hinata dan lelaki pirang di pangkuannya. Lelaki berambut raven itu langsung berlalu begitu saja tanpa berniat membantu. "Hhei! Tungguu! Setidaknya bantu aku menolongnya!" Teriak Hinata pada lelaki yang kini mulai menjauh itu, tapi lelaki itu sama sekali tidak menanggapinya. 'Tidak punya perasaan! padahal temannya sendiri' gumam Hinata dalam hati. saat Hinata masih meperhatikan punggung lelaki itu. Tiba-tiba murid Konoha di depangkuannya bergumam. "Sasuke…" Hinata pun sedikit terkejut dengan apa yang diucapkan lelaki ini, dan 'Sasuke?' Sepertinya Hinata pernah mendengar nama itu. Setelah berfikir sedikit Hinata memalingkan matanya pada wajah tampan di depannya, mata ametys itu melebar saat menyadari mata yang tadi menampakan kilau shapirenya kini tengah mengeluarkan cairan bening. "Aa…air mata?" Meski wajanya tertimpa air hujan Hinata bisa membedakan dari mana air itu berasal. Tatapan Hinata pun melembut pada lelaki itu, dan Hinata bergumam. "Tenang, tak apa. Menangislah." Ucap Hinata sambil mengusap air mata di pipi yang terdapat goresan itu.

TBC

Hallo Minna-san terima kasih kalian sudah mau membaca fict dari aku yang pendatang baru ini. Jadi mohon bimbingannya yah Senpai. Berikan semua pendapat kalian tentang fict NaruHina pertamaku ini, dan mohon maaf jika penyampaian kata-katanya membingungkan, itu semua karena memang aku yang masih amatir.

Dan untuk fict di atas maaf jika judulnya gak sesuai cerita karena jujur saja, membuat judul cerita adalah kelemahan saya, dan ini adalah judul ke 12 yang saya fikirkan. Maaf lagi jika NARUHINAnya kurang ya NHL, karena ini memang untuk kepentingan cerita, tapi di usahakan chapter depan aku akan lebih mengutamakan NaruHina. Jadi see you next time.

Review jika kalian sempat. :*