Title: Vongola Residence

Summary: Sebuah perumahan elite yang dihuni oleh orang-orang yang jauh dari normal. Para penghuni yang tinggal disini akan merasakan kenistaan perumahan laknat ini. Jadi, ini perumahan atau penampungan orang sakit jiwa?

Genre: Humor / Friendship

Rating: T...?

Warning: Gaje, OOC, garing, maksa, gak ada yang beres.

Disclaimer: KHR bukan milik saya. Kalo iya, Hibari udah jadi main character. (~‾ ▽‾)~ ~(‾▽ ‾~)


Ini fic pertama saya. Saya gak bisa bikin cerita serius, apalagi yang pake rasa-rasa lemon. Jadi saya bikinnya fic kayak gini aja.

Sorry kalo gaje, garing, maksa, dll. Author masih pemula. Hehehe.. R&R..?


Vongola Residence.

Sebuah perumahan elite yang jauh dari keramaian kota.

Di salah satu rumah di blok A, seorang bocah berumur 5 tahun sedang menonton "Power Rangers VS Teletubbies The Movie". Seperti apa film-nya? Cukup laknat sehingga membuat seorang bule kece berusia 30-an facepalm saat layar menunjukkan adegan Ranger kuning mencekik Teletubbies merah yang suka naik otopet.

Ia segera mengganti channel-nya ke acara lawak yang dibawakan oleh duo pelawak kembar yang memakai tiara di kepala mereka. Tidak menghiraukan bocah moe yang protes karena channel tiba-tiba diganti.

"..—jalan-jalan ke kota Bandung, jangan lupa beli brownies." Kata salah satu pelawak dengan rambut lurus sebahu.

"Shishishi.. Aaaaaa—rtinya?" tanya yang satunya dengan rambut mencuat-cuat.

"Yaa, pokoknya jangan lupa. Kan huruf depannya sama-sama B~ Shesheshe.."

Giotto facepalm.

"Shishi… Jaka Sembung bawa golok.."

"Aaaaa—rtinya?" tanya si rambut lurus sambil ber-shesheshe ria.

"Gokil loe, my man~ Shishishi."

Sekali lagi Giotto facepalm. Dia gak tau kenapa penonton di studio itu ketawa, dia juga gak tau kenapa Tsuna, anaknya, juga ketawa. Bule kece itu pun segera mengganti channel asal-asalan. Ia tidak mau anaknya sakit mental karena nonton acara seperti itu.

Kemudian tampaklah sebuah iklan di TV 55 inch tersebut. Seorang manusia berdiri di atas tebing di tepi laut. Ombak ganas menghantam tebing dan menghasilkan efek dramatis. Terlihat seseorang dengan rambut panjang berwarna silver sedang berdiri di atas tebing sambil memegang sebuah botol shampoo.

"..—VOOOIIIIIII..! MAU RAMBUT INDAH SEPERTI SAYA..? PAKAI L'OR**L, SAMPAAAAHHH…!"

"Geh!" merasa gendang telinganya akan segera jebol, Giotto segera mengecilkan volume TV-nya.

"Pa, itu kan oom Squalo dari blok B." seekor versi lebih kecil dari Giotto dan berambut cokelat berkata dengan mata berbinar-binar.

"Iya, Tsuna. Dia kan bintang iklan shampoo terkenal." Kata Giotto pada anaknya, Tsuna.

"Ooo…"

—DING DONG—

Bell rumah Giotto berbunyi nyaring.

"Yaa, sebentar." Giotto bangkit dari sofa untuk membuka pintu dan mendapati beberapa bocah seumuran Tsuna di depannya.

Seorang bocah berambut hitam dengan senyum idiot terpasang di wajahnya bertanya, "Tsuna ada?"

"Lagi…..keramas~" Giotto mengibaskan rambut pirangnya yang berbentuk seperti api unggun. Sepertinya dia terinspirasi oleh salah satu iklan shampoo yang menjawab semua orang dengan jawaban 'lagi….keramas~' tidak peduli apakah orang yang dimaksud beneran lagi keramas atau lagi sekarat.

"Pa, aku udah selesai mandi dari tadi. Ohayo, Yamamoto." Tsuna muncul di belakang Giotto dan menyapa si bocah berambut hitam.

"Iya, papa tau. Cuma mau nyobain kayak gitu sekali-sekali." Kata Giotto, bule kece yang sedikit labil.

"Yo, Tsuna!" Yamamoto menyapa Tsuna, masih dengan senyum idiot di wajahnya.

"Minggir kau, yakyuu-baka!" seorang bocah berambut silver menendang Yamamoto dengan kasar, kemudian sikapnya berubah 180° saat menyapa Tsuna, "Ohayo-gozaimasu, jyuudaime!"

"O-ohayo, Gokudera-kun.." balas Tsuna. "Kalian ada apa pagi-pagi kesini?"

"Kita mau ngajak bikin PR sama-sama." Kata Yamamoto ceria.

"Ayo. Mau bikin dimana? Disini?" tanya Tsuna.

"Sebenernya ide bikin PR sama-sama ini dari si nanas bego. Dia ngajak kita bikin PR di rumahnya." Kata Gokudera ketus.

"Umm.. Oke." Tsuna menerima ajakan sang gurita dan yakyuu-baka. "Pa, Tsuna mau bikin PR di rumah Mukuro ya."

"Hmm. Ya udah, tapi hati-hati sama oom Daemon ya."

"Oke~" Tsuna berlari ke kamar untuk mengambil buku-buku PR-nya, terpeleset di tangga, kemudian pergi bersama 2 temannya ke rumah Mukuro.

Giotto agak cemas, mengingat ayahnya Mukuro, Daemon Spade adalah pedofil mesum yang menyukai bocah-bocah lelaki yang moe. Terlebih, Tsuna adalah bocah yang sangat moe dengan mata cokelat bulat besar.

Seharusnya orang seperti Daemon ditangkap dan dihukum mati, tapi dia bisa berkeliaran dengan bebas karena menyogok pihak-pihak yang berwajib dengan sejumlah uang. Giotto mempertimbangkan untuk membayar lebih kepada pihak-pihak yang berwajib untuk menangkap Daemon jika terjadi sesuatu pada Tsuna.

Ya, bagi penghuni Vongola Residence, uang bukan masalah. Giotto memiliki saham dan investasi di sejumlah perusahaan ternama. Dia adalah orang yang terkenal di dunia bisnis karena keahliannya bermain saham. Semua itu berkat hyper intuition-nya yang akurat dalam menganalisis dunia bisnis.

Begitu pula dengan Daemon Spade, seorang pengusaha yang bergerak di bidang pernanasan. Pria berambut semangka dengan jambul nanas yang salah gaul ini memiliki ribuan hektar kebun nanas, dan pabrik pengalengan nanas No.1 di dunia.

Superbi Squalo, sang diva iklan shampoo juga merupakan salah satu penghuni Vongola Residence. Ah, mana mungkin uangnya sebanyak itu hanya dengan membintangi iklan shampoo? Benar, uangnya tidak sebanyak itu. Ia tinggal di Vongola Residence bersama pacarnya, Xanxus, seorang anak konglomerat dengan emosi meledak-ledak yang baru-baru ini mencalonkan diri sebagai presiden.

"...Gue gak akan nyoblos dia.." Batin Giotto.


"Jyuudaime, kalo ada yang gak ngerti tanya aja sama aku!" Gokudera menawarkan jasa pada Tsuna, yang entah kenapa bisa dipanggil jyuudaime sama Gokudera.

"A-arigato, Gokudera-kun.."

"Ahaha.. Ajarin aku juga ya, Gokudera." Yamamoto masih cengar-cengir kayak kuda.

"Cih, dengan otakmu yang dari wasabi itu, sampai mati juga gak bakalan ngerti!" tukas Gokudera judes.

"Ahahaha.." yang dihina cuma ketawa.

Tak lama kemudian mereka sampai di depan rumah Mukuro. Karena mereka semua gak nyampe buat mencet bel berbentuk potongan buah nanas itu, akhirnya mereka berteriak dari depan pagar tinggi dengan ukiran nanas dan semangka itu.

"Mukurooo~ Asoboo~" teriak Yamamoto, masih dengan senyum pepsoden yang tak pernah lepas dari wajahnya.

"Yakyuu-baka! Kita mau bikin PR, bukan main!" semprot Gokudera.

"Ahahaha. Belajar sambil bermain kan lebih menyenangkan."

"Oya, cepat juga kalian datang. Kufufu.." seorang bocah berambut biru keluar dari rumahnya. Pucuk nanas mekar dengan indah di atas kepalanya, dengan belahan rambut zig-zag buat balapan kutu. Matanya yang beda warna membuatnya tidak memerlukan kacamata 3D lagi kalo nonton film 3D.

Oke, yang itu gak ada hubungannya.

"O-ohayo, Mukuro." Sapa Tsuna saat Mukuro membukaan pagar.

"Kufufu, silakan masuk."

—Di kamar Mukuro—

3 bocah lelaki terlihat sedang memperhatikan seorang bocah berambut gurita silver.

"..—jadi 69x27=1863!" Gokudera menerangkan soal nomor 4, sedangkan ketiga bocah lainnya ber-oh ria.

"PR-nya susah banget. Ahahaha.. Gokudera, kamu hebat!" puji Yamamoto.

"Hmph, ini sih gampang!" kata Gokudera.

"Kufufu, tapi guru matematika kita memang sinting. Dia baru ngajarin tambah-tambahan, tapi ngasih PR perkalian." Mukuro ketawa miris.

"Untung ada Gokudera-kun," Tsuna menghela napas lega.

"Anda terlalu memuji, jyuudaime!" Gokudera girang.

Tok, tok.

Ada yang mengetuk pintu kamar Mukuro.

"Kufufu, masuk.."

Pintu terbuka sedikit dan tampak sebuah kepala nanas berwarna ungu menyembul dari balik pintu. "Mukuro-niisan.. Papa…" bocah perempuan berusia 5 tahun itu berkata. Sama seperti kakaknya, gadis ini juga memiliki pucuk nanas yang indah dan jalur balap kutu di kepalanya.

"Kufufu.. Kenapa si semangka mesum itu?" tanya Mukuro kepada sang adik kembar.

"Sepertinya.. Papa galau.. Dia gak berhenti nangis daritadi.."

"Oya, kenapa?"

"Katanya Twitter-nya di unfollow sama oom Giotto."

Krik. Krik. Krik.

Keheningan melanda kamar Mukuro.

Biarpun masih siang, tapi ada bunyi jangkrik. Itu disebabkan karena Mukuro melihara jangkrik di dalem kamar.

10 detik.. 15 detik.. Akhrinya Mukuro berkata, "Bilang sama papa, tali tambang ada di gudang."

"Eh? Buat apa?" tanya Chrome bingung.

"Buat dia gantung diri."

"Oke, Mukuro-niisan." Kata Chrome dengan polosnya menuruti kata-kata sang kakak. Mereka memang akur, bagai nanas dibelah dua.

Iya, gue juga bingung apa hubungannya.

Kemudian mereka melanjutkan kegiatan bikin PR bersama, seakan-akan pembicaraan yang barusan tidak pernah terjadi. Seakan-akan Daemon Spade hanyalah sebuah mitos.


"Aahhh.. Akhirnya selesai juga!" Tsuna meregangkan tubuh mungilnya. "Arigato ne, Gokudera-kun."

"Ini bukan apa-apa, jyuudaime! Gak usah berterimakasih!" jawab Gokudera girang.

"Ahahaha.. Sankyuu, Gokudera." Yamamoto nyengir kuda.

"Kufufu, sepertinya aku harus berterimakasih." Gumam Mukuro.

"Cih! Sudah seharusnya kalian berterimakasih!" Gokudera berubah sikap 180°.

"Ahaha.. Karena PR udah selesai, ayo kita main!" usul Yamamoto.

"Main apa?" Tsuna, Gokudera, dan Mukuro serempak bertanya.

"Baseball~" Kata Yamamoto dengan innocent.

"Yakyuu-baka! Gak ada mainan lain, apa?" Gokudera kalap.

"Ahahaha.. Ya udah, mau main apa?" tanya Yamamoto.

"Kufufu, main jelangkung." usul Mukuro.

"HIIIEEEE..! Gak mau..!" Tsuna mewek.

"Gimana kalo kita ke taman aja, main sama yang lain?" Yamamoto mengajukan usul yang bagus.

"Hmm, ternyata otakmu jalan juga, yakyuu-baka." Sebuah pujian terlontar dari mulut Gokudera untuk Yamamoto.

"Ahahaha. Mana mungkin, otakku kan gak punya kaki~"

"….Lupain deh, dasar otak wasabi." Gokudera menarik kembali pujiannya.

Dengan selesainya PR mereka, berangkatlah 4 bocah unyu itu ke taman di Vongola Residence.

-To Be Continued-


Iya, saya tau fic ini gaje banget. Bahkan saya sendiri bingung sebenernya inti cerita ini tuh apa?

Oke, minna-san! Itu tombol review yang imut-imut dipencet ya! *maksa*