"Sasuke-kun.."
Nama itu mengalun begitu saja dari bibir ranum seorang gadis bersurai bunga musim semi. Iris emeraldnya tak luput dari tv yang ada di hadapannya. Sesekali, ia berteriak, menggumamkan nama itu lagi dengan antusias, kemudian melempari televisi itu dan kembali menangis.
"Sa..hiks..suke-kun..hiks.."
Ino hanya memandangnya dengan tatapan sendu. Sudah tak bisa dihitung jari sahabatnya ini menangis demi lelaki dingin nan cuek seperti Sasuke. Memang sih tampangnya cool, tapi..
"Sakura.." Lirihnya. Didekapnya tubuh mungil nan kurus Sakura. Semenjak Sasuke menjadi bintang idola di televisi, Sakura memang yang paling antusias. Namun, akibat skandal Sasuke dan Karin yang sedang naik daun akhir-akhir ini, Sakura menjadi.. Mengerikan.
"Ino..."
Dengan kasar, Sakura mengelap air matanya dan tersenyum semanis mungkin di hadapan sahabatnya sendiri. Helaian merah muda yang sedikit berantakan, ia rapikan. Tapi, itu malah membuatnya semakin mengerikan.
"Sudah makan?" Tanya Ino. Dibelainya pipi pucat itu dengan tangannya, batu aquamarinenya menatap lembut ke iris emerald Sakura, mencari jawaban yang ada disana.
Sakura menggeleng. Ia belum makan apapun dari semalam.
"Ya ampun, lihat dirimu Sakura! Kau kurus sekali sekarang! Mana ucapanmu hah?! kau bilang kau ingin se-sexy Tsunade-sensei! Ayo makan!" Teriak Ino, gemas. Dengan cepat, ia menarik lengan Sakura menuju dapur.
"Tidak! Aku tidak mau makan sebelum bertemu Sasuke-kun!" Balas Sakura, tak kalah keras. Ditariknya kembali lengannya menuju posisi semula dan memalingkan wajahnya dari gadis bersurai kuning pucat di hadapannya.
"Tapi Sakura, dia sudah berubah! Dia bukan lagi Sasuke yang kita kenal!" Ujar Ino kesal. Ditatapnya tajam iris emerald milik Sakura dengan sebal sambil melipat kedua tangan di dadanya.
"Pergi Ino!"
"Tapi Saku—"
"PERGI!" Ino hanya mengangguk pasrah, kemudian beranjak pergi dari kamar bercat merah muda itu.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
.
Love you, Sasuke-kun.
.
By Yukimura Hana
.
Warning: OOC(maybe), abal, gaje, aneh, typo. Mind to RnR?
.
.
Ino menatap butiran-butiran abu hitam di depannya. Terdapat sisa-sisa kertas yang masih setengah utuh di sebelah sisa pembakaran itu. Ditatapnya dengan sendu abu itu, lalu mengambil sisa kertas yang masih utuh dengan cepat.
"Sakura.."
Ia membacanya dengan perlahan. Benar dugaannya, ini untuk Sasuke, lelaki yang menjabat sebagai leader band 'Thunder' yang tengah naik daun di kalangan anak muda. Apalagi wajah tampannya, membuat para wanita berteriak dan terbuai akan pesonanya.
Ino mengambil sebuah amplop pelangi bergambar bunga sakura dengan alamat dan prangko yang sudah melekat disana. Dimasukkannya kertas itu ke dalamnya, dan memasukkannya pada sebuah kotak surat. Ah, semoga sampai.
"Ino.."
Suara yang sangat ia kenali itu membuat Ino menoleh. Ditatapnya emerald yang ada di hadapannya dengan suka cita, akhirnya Sakura keluar kamar juga. Sudah kira-kira seminggu ini sahabat pinknya itu tidak menampakkan batang hidungnya pada sang mentari.
"Aku ingin jus tomat." Ujar Sakura. Ino mengerutkan dahi, tomat? Sakura kan alergi buah merah itu.
"Juga sup tomat." Tambah Sakura. Ino semakin menatapnya bingung. Ada apa ini?
"Kue dengan hiasan tomat, dan memakan buah tomat."
"Sakura?"
"Seperti Sasuke-kun.." Tambah Sakura lagi disertai senyuman manis yang mengerikan. Ino mendekatkan diri ke arah sahabatnya itu, jemarinya hendak memegang kening milik Sakura dengan perlahan. Namun, belum menyentuh keningnya, Sakura sudah ambruk disertai busa putih yang memenuhi mulutnya.
"Sa-Sakura! Sakura sadarlah! SAKURA! HARUNO SAKURA! TOLOOOOOONG!"
.
.
.
Pemuda berambut raven itu menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas sofa. Jadwal manggung yang melelahkan membuat dirinya seakan dihujam ribuan anak panah. Capek, penat, pusing dan malas jadi satu. Mungkin mandi dan menikmati jus tomat akan membuatnya pulih kembali.
"Teme.." Suara bariton milik sahabatnya mengalun merdu di telinganya. Sasuke menoleh, dan mendapati Naruto yang tengah menatapnya intens.
"Hn?"
Sekardus penuh berisikan amplop warna-warni di dalamnya disodorkan ke arahnya. Sasuke mengernyitkan dahinya, surat?
"Karena di kotak ini kebanyakan suratmu, kau harus membantuku mencari surat dari ibuku!" Ujar Naruto antusias. Sasuke menatap tumpukan surat yang menggunung itu sambil mendecih kecil, oh haruskah?
"Tidak mau." Jawab Sasuke, sembari berjalan ke arah kamar mandi.
"Oh ya? Kau mau komputermu kubuat virus lagi?"
Delapan kata mengerikan itu membuat sang pemuda Uchiha menghentikan langkahnya. Sial, bisa-bisa game favoritnya harus diulang kembali hanya karena virus mematikan buatan Naruto. Ahh..
"Hn. Baiklah."
Naruto mengangguk antusias. Dihamburkannya surat-surat itu di lantai. Tangan kekar itu mengobrak-abrik isinya, mencari benda yang ia cari.
"Apa warnanya?" Tanya Sasuke, masih dengan wajah malas.
"Pelangi."
Sasuke mengangguk kecil, dicarinya dengan cepat surat-surat berbau aneh dengan warna yang membuat matanya sakit itu agar cepat lekas selesai.
Oh ini dia. Batinnya.
Sepucuk surat dengan warna yang dimaksud Naruto dengan gambar bunga Sakura di depannya. Perlahan, ia membaca nama pengirimnya.
'Sakura, Konoha 13489'
Sakura, nama yang cukup familiar baginya. Seingatnya, nama Ibu Naruto adalah Kushina, bukan Sakura. Berarti, surat ini berbeda.
Kenapa ia malah terbayang sahabat lamanya?
Ah, tidak-tidak. Sakura adalah nama yang sangat umum bagi negara Jepang. Bukankah bunga tersebut merupakan ciri bangsanya sendiri? Tentu saja.
"To Sasuke, Konoha 13634"
Dibukanya dengan perlahan surat itu. Memang surat yang agak berbeda dari surat-surat yang ia terima dari fansnya. Jika biasanya di dalam maupun luarnya ditabur bau menyan—menurut Sasuke—ini malah tiada wewangian sama sekali. Bisa dibilang aneh untuk seorang 'fans'
Onyxnya melebar kala mendapati kertas di dalamnya telah terbakar seperempat. Oh, apakah ini teror?
'Uchiha Sasuke...(Teks terbakar)
Dua kata yang sangat bermakna untukku..
Sebuah kutub dimana di dalamnya sangatlah dingin..
Namun memiliki pesona cahaya aurora yang membuat insan dunia terpukau.
Oh Sasuke..
Apakah kau mengingatku?
Aku hanyalah seorang gadis biasa yang tidak memiliki kelebihan apapun.
Seorang gadis biasa yang hanya bisa mengagumimu dari jauh.
Oh tidak, aku memiliki kelebihan.
Yaitu, mencintaimu dengan sepenuh hatiku.
Yang kuminta hanya satu, pertanggung jawabkanlah janjimu.
- Sakura.'
Dahinya berkerut. Sok kenal sekali pengirim ini. Mengingat? Apa yang harus diingat? Saat mereka mengintai dirinya kah? Cih. Janji? Janji apa yang pernah ia gadaikan?
"Ah, ini dia! Thanks Teme udah mau bantu." Ujar Naruto, diberesinya tumpukan itu dan berjalan keluar dari kamar Sasuke.
Sasuke mendecih lagi, diremasnya surat itu dan dibuangnya ke tong sampah. Berharap otaknya dapat tenang tak memikirkan isi darinya.
"Sialan."
.
.
.
Ino menatap selang infus yang menghubungkan antar darah Sakura itu dengan sendu. Sudah tiga hari Sakura tak sadarkan diri dan ini disebabkan oleh Sasuke!
Ya pemuda itu. Pemuda itu yang membuat Sakura terus menerus mengkonsumsi pil penenang. Oh, padahal dirinya telah melarang mati-matian sahabat yang sudah ia anggap kakak tersebut untuk mengkonsumsi benda tak lazim itu.
"Kau tau Sakura? Aku merindukan saat kita bersama.." Lirihnya. Ditatapnya sebuah pigura yang memang ia letakkan disana. Tiga orang gadis dengan surai yang berbeda, pertama dirinya, kedua Sakura dan ketiga gadis bersurai indigo dengan rona merah di wajahnya.
"Apa kau mau menyusul Hinata ke alam sana? Meninggalkanku sendiri di sini, hah? Kau tega?" Jarinya mengepal, menahan amarah. Disambarnya tas selempang biru yang disampirkan di pinggir sofa dan membuka isinya. Sebuah buku kecil yang tebal dengan sampul berwarna merah dengan tulisan 'Sakura's Diary.'
Bukan bermaksud lancang atau apapun, tetapi Ino mencari secarik kertas yang pernah ia lihat saat Sakura sedang menyendiri di kamarnya. Apakah sudah dibakar?
Ah, belum. Sebuah senyuman tipis terulas di wajah barbienya. Dengan gesit ia merobeknya dan kembali memasukkan ke dalam sebuah amplop yang sama seperti kemarin.
"Aku tak rela kau pergi.." Lirih Ino lagi. Kakinya melangkah besar-besar menuju kotak surat yang ada di depan rumah sakit.
KRIETTT—Decitan memekakkan telinga dari kotak surat pun terdengar. Disertai suara itu, tiba-tiba blitz-blitz kamera bercahaya dimana-mana. Ino mengerutkan dahinya, ada apa ini?
"Sasuke-san...bahwa...Karin-san?"
'Sasuke? Ia ada disini?' Tanya Ino pada dirinya sendiri. Ditatapnya kerumunan wartawan yang bagaikan semut mengerubungi gula. Oh, benar, pemuda yang sedang memakai kacamata dengan jaket hitam itu tengah berjalan dari cafe di sebelah rumah sakit. Bahkan, model majalah hot fenomenal, Uzumaki Karin pun juga disana.
Wajah Ino memerah menahan amarah. Oh, beginikah kelakuan Sasuke setelah tenar? Mencari sensasi hanya demi dua kata yang mendeskripsikan dirinya melambung? Cih, murahan.
Untung Sakura tidak melihat pemandangan menjijikan ini. Batinnya.
"Pantat ayam sialan." Umpat Ino, kemudian berlalu dari tempatnya.
.
.
.
Sasuke berjalan keluar dari mobil hitamnya dengan perlahan. Tudung jaket dan kacamata hitam yang sudah melekat di tubuhnya membuat ia tertutup rapat. Pertemuan—yang katanya—penting antara dirinya dan sutradara terkenal, Jiraiya, membuatnya tidak bisa menghindari acara sialan ini.
Oh, sial. Umpatnya lagi.
Seorang gadis bersurai merah dengan manja bergelayut pada lelaki paruh baya yang keseluruhan rambutnya putih bersih. Saudara sahabatnya itu memang benar-benar membuatnya jijik. Sudah tak bisa dihitung keberapa kali Karin melakukan hal yang 'tidak-tidak' padanya hanya demi ke-famous-an semata.
"Hn. Apa yang kau inginkan, pak tua?" Tanyanya setelah mendekat ke arah meja itu.
"Aahhh..Sasu-kun.." Desahan dari Karin semakin membuat Sasuke merinding. Oh, sial.
"Diam gadis bodoh." Umpat Sasuke, tajam. Onyxnya kemudia beralih ke arah Jiraiya yang tengah menatapnya intens.
"Cepat katakan, apa yang kau inginkan?"
Jiraiya menyeringai, dibisikkannya beberapa kalimat ke arah telinga Sasuke. Sedangkan Karin masih kesensem akan ketampanan Uchiha di hapannya.
"Kau gila, aku tidak mau. Film Icha-icha tactics? Dengan gadis sialan ini? Cih. Lebih baik aku tidur tadi daripada berbicara tentang ini. Aku pergi."
Karin berteriak histeris, dan seketika ribuan wartawan berkumpul disana. Benar dugaan mereka, para paparazzi merepotkan itu mengendus jejak langkahnya. Sasuke tidak tinggal diam, ia segera berlari menjauhi tempat itu. Tetapi, sebuah tangan menahannya.
"Sasu-kun..hiks.."
Oh, mulai lagi. Batinnya. Gadis sialan di hadapannya lagi-lagi menangis, tak sadarkah ia bahwa itu membuatnya repot? Ck.
Tak ada pilihan, Sasuke segera menarik Karin dari kerumunan wartawan itu.
.
.
.
Cahaya yang remang-remang memasuki indera pengelihatannya membuat rasa pening menyerang kepalanya. Aroma khas obat menyeruak dimana-mana, ini di rumah sakit. Memangnya apa yang terjadi?
Diusahakannya menopang tubuh kurus itu dengan tangannya sendiri, menyenderkan kepala di dinding dan mulai mengingat-ingat apa yang terjadi.
Satu kata yang ia ingat, Sasuke.
Sakura mencengkram seprai itu dengan kasar. Sesak, dadanya sesak. Memikirkan Sasuke—yang dulunya—sahabat baiknya itu bersama gadis bersurai merah. Ia tau, perasaannya saat ini telah berubah, bukan sekedar sahabat atau teman biasa, melainkan cinta. Cinta yang ia tau selamanya takkan pernah bersatu.
Emeraldnya menatap langit-langit kamar bercat biru tua itu, menerawang setiap angan yang ia kenang. Memejamkan mata dan menarik nafas, itulah kata-kata Ino untuk melupakan pemuda Uchiha yang selalu mengusiknya.
"Aku..tidak bisa." Lirihnya. Bulir air mata kembali membendung di pelupuk matanya. Sakit, sesak, nyeri dan benci tertahan di benaknya. Sasuke, mana janjimu?
"Pantat ayam, seharusnya aku tak mendengarkan janjimu." Ujar Sakura sembari tersenyum getir.
Emeraldnya beralih ketika melihat televisi yang terpampang di hadapannya. Bermaksud mencari hiburan, ia menekan tombol on dari remote itu tanpa mempedulikan apapun. Yang penting, hatinya tenang.
"Shinchan gak ada." Gumamnya sambil tersenyum tipis, di tekannya tombol bertuliskan '6' di remot itu dengan perlahan. Acara yang dipenuhi blitz-blitz kamera, pasti infotaiment.
Sakura menatap tv itu dengan malas. Tidak ada acara menarik, ingin ia mematikan tv itu dengan jarinya, namun sebuah adegan membuat perhatiannya tertarik. Rambut pantat ayam itu..
'Kami secara live memergoki Uchiha Sasuke, leader grup band 'Thunder' berjalan keluar dari sebuah kafe dengan model majalah ternama, Uzumaki Karin. Mereka terlihat menghindari sesuatu sambil bertautan tangan. Hmm.. Apakah ada sesuatu ya?'
Sakura tercengang, berita itu lagi itu lagi. Hatinya memanas, wajahnya memerah. Ia tau, dirinya tidak memiliki hak apapun untuk marah atau cemburu terhadap seorang 'Uchiha Sasuke' tetapi, hatinya yang tak rela. Tak rela pemuda raven itu bersama gadis yang menurutnya.. Seperti itulah.
Jemarinya mencengkram helai merah mudanya dengan kasar. Kepalanya bergerak kesana-kemari, tidak! Ia tidak rela! Tidak rela! Diambilnya sebuah tempat kecil berisikan pil-pil yang entah apa itu dan membuka tutupnya dengan kasar.
"Saku— SAKURA! APA YANG KAU LAKUKAN?"
Dengan gerakan cepat, Ino menyambar botol itu secara kasar. Namun, Sakura memberontak dan menarik ke arah yang berlawanan.
"HARUNO SAKURA!" Teriak Ino makin keras, ditatapnya dengan tajam iris emerald Sakura hingga menembus ke dalamnya. Tapi, Sakura tak menggubrisnya. Tangannya dengan kasar menarik kembali botol itu dari tangan Ino.
Sakura menggenggam botol itu penuh kemenangan. Dimasukkan setengah isinya secara bersamaan, lalu diteguknya. Ino tercengang, nafasnya berderu tak beraturan menatap sahabatnya yang tengah melakukan hal yang menurut banyak orang mengerikan.
"Ino.. Aku hanya ingin Sasuke." Ujar Sakura disela-sela deru nafasnya.
"Hanya Sasuke! Sasuke milikku! Bukan milik gadis merah itu!" Teriak Sakura kegirangan. Dipeluknya tubuh Ino dengan antusias sembari menghirup aroma jeruk yang dipakainya.
"Saku—" Belum selesai Ino memanggilnya, Sakura sudah kembali ambruk dengan mulut dipenuhi busa.
"Saku..HARUNO SAKURA!"
.
.
.
TBC
Gaje ya? Niat hiatus malah nulis kayak begini. Ini aku bagi jadi dua chapter (lagi). Agak aneh juga kalo Hana gak nulis. Ok, mind to review?:)
