Gongju of The Silla

.

.

Genre: Romance, Drama, LittleHurt

.

.

Rate: T

.

.

Disclaimer: Fanfiction ini murni milik saya dan semua cast dalam cerita adalah milik diri mereka sendiri, orang tua dan Tuhan. Jangan menghujat main cast dalam cerita jika tidak suka. Just Don't Like Don't Read but always remember that no body's perfect. I'm ELF and JOYers every time, everywhere. Thanks for reading, hope you like it. Saranghae~

.

.

Warning: GS (Gender Switch), Typo(s), No Plagiat!

.

.

enJOY

.

.

This fict is dedicated…

To the world biggest shipper…

The JOYers…

.

.

.

.

.

Ruang temaram berhiaskan ukiran unik khas Kerajaan Silla yang agung dengan sebuah meja kecil yang dipenuhi oleh berbagai gulungan itu hanya dihuni oleh satu orang saja. Satu orang yang duduk sambil sesekali memijat pangkal hidungnya yang lelah karena terus terfokus pada berkas-berkas penting di hadapannya yang bahkan masih sangat banyak. Konsentrasinya nyaris buyar dengan rasa lelah sampai sebuah seruan tegas terdengar dari balik pintu geser di sampingnya.

"Kepala dayang Paviliun Ratu telah tiba!"

SRETT!

"Hamba memberi hormat kepada Yang Mulia Raja." Kepala dayang yang sudah memasuki usia lanjut itu bersujud di depan Raja Youngwon dengan kedua tangan dan keningnya menyentuh lantai. Sang Raja segera menegakkan tubuhnya, menatap tegas pada dayang senior yang masih setia bersujud itu. Ia berdehem pelan.

"Ada apa? Apa Permaisuri baik-baik saja?" tanyanya. Tersirat setitik kekhawatiran dari nada suaranya yang bergetar. Sang dayang yang tidak berani mengangkat kepalanya di hadapan Raja mengangguk pelan.

"Permaisuri akan segera melahirkan, Jeonha. Tepat tengah malam." Youngwon membelak kaget selama beberapa saat, namun detik berikutnya seulas senyum tulus tersemat tipis di sudut bibirnya.

"Aku akan ke Paviliun Ratu sekarang." Tanpa mengalihkan pandangannya, Youngwon berkata dengan tegas. Ia kemudian berdiri dan berjalan ke arah pintu diikuti oleh sang dayang yang masih setia menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Di luar ruangan, para pengawal telah siap dengan barisan panjang dan lentera yang akan mengawal Sang Raja sampai ke Pavilliun Ratu dengan selamat. Senyum yang menghiasi wajah tampan Youngwon belum juga pudar hingga rombongannya tiba di tempat tujuan. Setelah Kepala dayang yang tadi mengikutinya mengumumkan kedatangannya dengan suara lantang, tanpa menunggu lebih lama lagi ia bergegas masuk, menggeser sendiri pintu yang menghalangi langkahnya dan menghampiri Permaisurinya yang terbaring lemah di atas kasur.

"Yang Mulia…" Wanita cantik yang merangkap sebagai Permaisurinya itu tersenyum melihat kedatangannya. Dengan langkah pelan dan dengan sedikit kibasan di baju kebesarannya, ia duduk di sisi Permasurinya. Meraih tangan wanita itu dan mendaratkan beberapa kecupan ringan di sana.

"Aku akan di sini, Jungsoo-ah. Menemanimu melahirkan putri kita." Memang kehamilan Permaisuri yang pertama ini telah diramalkan sejak jauh-jauh hari dan menurut ramalan itu mereka akan mendapatkan seorang putri. Youngwon tersenyum lembut.

"Tidak apa-apa. Tidak perlu takut, hm…" Jungsoo membalas genggaman tangan Youngwon erat. Ia merasakan kegugupan melanda dirinya mengingat kurang dari dua jam lagi, ia akan berjuang antara hidup dan mati. Tapi ia sudah bersumpah, apapun yang terjadi nanti putrinya harus melihat dunia ini dan juga ayahnya yang tampan. Ia akan berjuang.

"Aku akan memastikan ia melihatmu, Yang Mulia."

.

.

.

Jungsoo meremas tangan Youngwong dengan erat saat rasa sakit itu terus menderanya hingga nyaris putus asa. Keringat sebesar biji jangung tanpa henti menetes dari pelipis dan seluruh pori-pori di tubuhnya. Wajahnya memucat dengan mata terpejam. Seandainya ia tidak mengingat sumpahnya dan cintanya pada raja, mungkin ia akan memilih untuk menyerah. Ini sakit. Sangat sakit, bahkan tabib yang membantu persalinannya juga ikut panik karena sulitnya proses persalinan kali ini.

"Kumohon bertahanlah, Wangbi… Sedikit lagi. Hanya tinggal sedikit lagi." Raja Youngwon berusaha untuk terus menyemangati Ratunya. Ia harus menjaga agar Jungsoo tidak kehilangan kesadarannya atau semua bisa berubah menjadi malapetaka. Ia sudah menerima pengarahan dari tabib untuk terus memberinya semangat dan mengajaknya berkomunikasi, ia tidak akan membiarkan Jungsoo merasa sendirian.

"Akh!"

"Yang Mulia, kepalanya sudah mulai terlihat. Sedikit lagi, Yang Mulia hamba mohon bertahanlah sedikit lagi…" Tabib Hoseok tersenyum sumringah saat kepala bayi itu mulai terlihat. Ini akan berhasil, sungguh hadiah yang membahagiakan bagi Raja dan Ratunya.

"Putri kita akan melihat dunianya sebentar lagi, Wangbi…" Setitik air luruh dari sudut mata Youngwon tanpa ia sadari. Perasaan bahagia yang membuncah sungguh sanggup membuatnya nyaris melayang. Ini sama seperti ketika lamarannya diterima oleh Permaisurinya yang cantik, sosok wanita yang telah memiliki hatinya sejak masih kanak-kanak.

"Akkhhh! Hah… Hah… Aakhh!" Jungsoo terus mengejan, lirihan suaminya yang terdengar jelas membuat ia semakin bersemangat hingga akhirnya suara tangisan bayi itu memenuhi pendengarannya. Bisa ia lihat senyum bahagia Youngwon terlukis begitu nyata hingga ia seakan terbius untuk membalasnya dengan senyum lemah.

"Gongju telah lahir, Yang Mulia. Sungguh menawan." Youngwon tertawa lepas, tak bisa lagi menahan rasa senangnya. Dengan tetap lembut ia menerima putri mungilnya yang telah terbungkus selimut sutra terbaik setelah sebelumnya mendaratkan kecupan sayang di dahi istrinya.

"Yang Mulia…" Raja Youngwon beralih menatap Jungsoo. Permaisurinya itu menangis dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.

"Terima kasih, Wangbi… Lihatlah betapa indahnya dia."

"Kita akan menamainya siapa, Yang Mulia?" mendengar pertanyaan itu Youngwon langsung menoleh sadar. Ia tergelak senang kemudian mengelus lembut pipi gembul putri cantik itu.

"Kita akan menamainya Sungmin. Lee Sungmin." Youngwon membaringkan putri kecilnya di samping Jungsoo. Jungsoo mengukir senyum dengan lembut sambil membawa bayi yang masih merah itu ke dalam pelukannya.

"Selamat datang, nak. Selamat datang di dunia."

.

.

.

17 Years Later

At Silla's Kingdom

"A-ah! Tolong jangan naik ke pohon itu, Yang Mulia…" Dayang Jang terpaksa dibuat panik oleh tingkah seorang putri yang dijaganya. Lee Sungmin. Gongju kerajaan Silla yang kini sudah beranjak dewasa itu terlihat sangat cantik, namun kepribadiannya yang berbeda dengan putri pada umumnya selalu berhasil membuat pusing seluruh penghuni istana.

Putri bangsawan yang harusnya tumbuh menjadi gadis anggun dan terhormat bahkan tidak bisa ditemukan dalam diri Sungmin. Putri Silla itu justru tumbuh menjadi gadis kerajaan yang urakan. Selalu melakukan segala hal sesuka hatinya tanpa mau memusingkan segala aturan dan tata krama yang berlaku di lingkungan istana.

"Yang Mulia…" Suara Dayang Jang melirih, kelopak matanya terlihat penuh dengan gumpalan air yang sebentar lagi mungkin akan jatuh. Ia sungguh takut terjadi apa-apa pada Sungmin. Usianya yang hanya terpaut 3 tahun dari Putri Mahkota itu membuat kedekatan mereka lebih dari sekedar dayang dan tuannya. Ia sudah menganggap Sungmin sebagai adiknya sendiri dan karena itu keselamatan Sungmin adalah prioritas utamanya.

Tapi sepertinya permohonan itu tidak sampai pada Sungmin, terlihat dari tatapannya yang berpendar kesal. Gadis itu mengangkat Hanboknya tinggi-tinggi agar tidak menghalangi kakinya yang berpijak pada dahan.

"Dayang Jang, jangan memelas seperti itu. Aku harus menolong anak burung ini dulu, baru aku akan turun. Tenang saja, aku tidak akan jatuh. Aku sudah berpengalaman sejak kecil." Sungmin berkata tegas tanpa menghilangkan raut menggemaskan itu dari wajahnya.

Ia mengalihkan pandangannya dari dayang Jang dan kembali fokus untuk menjangkau sangkar burung yang tersangkut nyaris jatuh di ujung dahan. Di sarang itu ada seekor anak burung yang mencicit takut. Sungmin harus menolongnya sebelum jatuh dan tidak akan ada yang bisa menghalangi niatnya itu.

"U-ukh! Ayolah tangan, memanjanglah sedikit lagi…" Sungmin menggerutu pelan, wajahnya mulai memerah karena kesusahan. Ia terus berusaha hingga tangannya yang mungil berhasil menyentuh sangkar itu dan tanpa diundang, seulas senyum manis langsung tersemat indah di wajahnya.

"Akhirnya…" Sungmin mendesah keras. Dengan perlahan, ia mulai turun dari pohon setelah berhasil memindahkan sangkar burungnya di tempat yang jauh lebih aman.

HUP!

Dalam sekali loncatan, Sungmin berhasil mendarat mulus di tanah. Tanpa mempedulikan Dayang kesayangannya yang baru bisa menghela nafas lega, ia langsung berlalu pergi menuju pavilliun pribadinya. Ia harus bergagas untuk mengganti pakaian. Ia akan sibuk mulai hari ini karena Raja sudah mengambil keputusan untuk memasukkannya ke sekolah kepribadian khusus kalangan bangsawan untuk mengubah sifat urakannya yang tidak patut ditiru dan ia sendiri tidak bisa menghindarinya.

"Dayang Jang! Gantikan pakaianku…" Dayang yang dipanggil itu segera bergegas masuk ke dalam kamar sang putri. Mencarikan Hanbok yang sesuai untuk kegiatan Sungmin hari ini. Dan pilihannya jatuh pada Hanbok sutra berwarna hijau lembut yang sangat cocok untuk kulit putih Sungmin. Ia juga memilihkan beberapa hiasan rambut berwarna senada, ia yakin Sungmin pasti akan sangat cantik dengan semua hal yang dipilihnya ini.

"Bantu aku, Dayang Jang." Dayang Jang segera mendekati Sungmin dengan Hanbok hijau di tangannya. Dengan gerakan yang telaten dan hati-hati, ia mulai membantu Sungmin. Mulai dari pakaian hingga bentuk rambutnya, ia juga memoleskan sedikit perona wajah di pipi Sungmin, meskipun sebenarnya itu tidak perlu, Sungmin sudah sangat cantik meski tanpa tambahan apapun. Setelah semuanya beres, Dayang Jang tersenyum puas.

"Anda sangat cantik, Yang Mulia…" Sungmin mendengus kesal saat mendengar pujian tulus dari pelayan setianya itu. Ia tidak pernah suka dikatakan cantik sejak kecil. Kata itu, entah mengapa terdengar begitu menggelikan di telinganya bahkan ia merasa akan jauh lebih baik bila tidak ada yang memujinya.

"Sudahlah… Jangan terus-terusan memujiku, Dayang Jang. Aku bisa marah padamu nanti." Sungmin berbalik menuju pintu tanpa mau repot-repot melirik dayang Jang lagi karena ia tahu pelayan kesayangannya itu pasti akan mengikutinya dari belakang. Sementara itu, di luar Pavilliun para pengawal sudah bersiap dengan tandu untuknya. Tandu besar berwarna merah muda yang di buatkan khusus untuknya.

"Silahkan masuk, Yang Mulia…" Salah satu jendral yang bertugas untuk mengawal Sungmin membukakan tirai tandu dengan posisi kepala menunduk. Sungmin tersenyum sekilas sebelum kemudian masuk ke dalam tandu.

Di dalam tandu, Sungmin yang terduduk sendirian tidak bisa menutupi rasa gugupnya. Ini akan menjadi yang pertama kalinya ia bertemu dengan orang-orang di luar istana. Ia tidak tahu apakah ini akan berhasil mengingat perangainya yang buruk dan tidak bisa bersikap baik di depan orang lain. Ia khawatir calon teman-temannya di sekolah kepribadian menolak untuk dekat dengannya. Karena biar bagaimana pun, sebenarnya ada setitik kerinduan di lubuk hatinya yang menginginkan seorang teman untuk berbagi.

.

.

.

Rombongan Putri Mahkota Silla itu terus berjalan hingga sampai di sebuah daerah dimana terdapat bangunan besar yang sengaja dibuat seperti sebuah aula besar yang megah. Sekeliling bangunan itu terlihat ramai oleh beberapa orang berpakaian bangsawan yang sibuk berlalu lalang kesana-kemari dengan gaya yang anggun, sungguh mencerminkan sifat seorang penghuni istana.

"Kita sudah sampai, Yang Mulia." Sungmin yang mendengar perkataan Dayangnya membuka sedikit jendela tandu untuk melihat keluar. Sekilas, terlihat kekaguman di kedua bola mata Sungmin saat melihat bangunan besar yang mewah itu.

Mereka sudah sampai. Ia sedang berada di rumah keduanya sekarang…

"Turunkan aku di sini, Jendral Kwon."

TAP!

Rombongan itu sontak berhenti begitu mendengar perintah sang putri. Dengan gerakan teratur dan hati-hati, pengawal yang bertugas untuk mengangkat tandu menurunkannya perlahan-lahan. Setelah memastikan tandunya sudah kandas sampai ke tanah, Jendral Kwon segera membuka tirai tandu dan membatu Sungmin untuk keluar.

Yah, biasanya putri-putri yang diperlakukan begitu akan mencoba untuk keluar dengan anggun, tapi tidak dengan Sungmin. Ia justru menepis tangan Jendral Kwon dan memilih untuk keluar sendiri dengan mengangkat Hanboknya tinggi-tinggi. Dayang Jang yang melihat tingkah majikannya itu hanya meringis pelan.

"Pelan-pelan, Yang Mulia." Sungmin hanya mengangguk mendengar peringatan Jendral Kwon. Dan dengan tidak sabar ia segera melangkah memasuki halaman bangunan mengagumkan itu. Ia tidak ambil pusing dengan Jendral Kwon dan Dayang Jang yang tergopoh-gopoh mengikuti langkahnya. Ia hanya terlalu bersemangat.

"Y-yang Mulia…" Dayang Jang mencicit pelan, khawatir Sungmin akan terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. Putri yang luar biasa berbeda itu sangat ceroboh jika sudah bersemangat. Dan Jendral Kwon sepertinya melihat kecemasan itu, terbukti dari ia yang segera berlari untuk mengimbangi Sungmin.

"Yang Mulia, hati-hati nanti anda terja—

BRUK!

—tuh…"

Baru saja jendral muda itu ingin memperingatkan, tapi kejadian yang sungguh tidak diharapkan sudah terlanjur terjadi. Sungmin benar-benar terjatuh karena tersandung kakinya sendiri, tapi ia tidak sampai terjerembab dengan memalukan, ia justru merasa seperti sedang melayang, ia sama sekali tidak merasakan sakit. Dan ia tidak tahu apa yang terjadi karena ia menutup matanya rapat-rapat.

Jendral Kwon dan Dayang Jang langsung berhenti di tempat. Terlalu terkejut karena kejadian barusan dan juga pemandangan yang tersaji di depan mereka.

Sementara itu, Sungmin yang masih bingung atas situasi yang dialaminya mulai membuka matanya perlahan-lahan. Dan yang pertama kali tertangkap oleh retinanya adalah dada bidang seseorang yang tertutup pakaian kerajaan berwarna hitam dengan aksen benang emas di sekelilingnya, rasa penasaran yang menyelimuti Sungmin semakin besar hingga akhirnya ia memutuskan untuk melihat ke atas dan seketika terpaku ketika mata bulatnya bertemu pandang dengan sepasang obsidian gelap yang menawan namun sangat tajam.

DEG!

Sungmin merasa jantungnya seperti diremas. Ini sensasi yang sangat aneh, ia tidak pernah merasakan ini sebelumnya dan kenapa ini? Apa yang salah dengan jantungnya?

"Kau baik-baik saja?" Baru saja Sungmin ingin membuka mulutnya, suara orang yang menolongnya itu terdengar dingin menembus gendang telinganya. Sungmin seketika tergagap.

"A-ah, ne. T-terima kasih." Sungmin berusaha bangkit, melepas rengkuhan tangan orang itu dan tersenyum kikuk. Astaga… ia malu sekali.

"Apa anda baik-baik saja, Yang Mulia?" Dayang Jang mendekat dengan tatapan cemas. Sungmin yang mendengar dayang kesayangannya seperti ketakutan segera menoleh dan memberi seulas senyum tulus yang menandakan bahwa ia baik-baik saja.

"Aku tidak apa-apa, Dayang Jang. Ayo, maaf karena tidak mengindahkan peringatanmu." Setelah merasa dirinya sudah bisa bernafas dengan baik, Sungmin langsung menarik tangan Dayang Jang dan mengajaknya untuk berjalan berdampingan tanpa mengucapkan apapun lagi pada orang yang baru saja menolongnya.

Sementara itu, Jendral Kwon yang masih berada di belakang melirik sejenak orang yang tadi menolong Putri Mahkotanya. Orang itu menatap datar punggung Sungmin yang semakin menjauh. Karena merasa tidak enak, Jendral Kwon akhirnya memutuskan untuk menghampiri orang itu dan membungkuk sopan.

"Maafkan atas kelakuan Sungmin Agissi dan terima kasih karena sudah menolongnya." Orang yang masih menatap kepergian Sungmin dengan datar itu segera menoleh dan menatap Jendral Kwon dengan pandangan menilai.

"Sungmin Agissi? Apakah kalian… datang dari Kerajaan Silla?" Jendral Kwon tersenyum tipis dan mengangguk. Ia bukannya tidak mengenal sosok di depannya ini, dengan segala kelebihan yang bahkan sudah tersohor ke seluruh daratan korea, mana mungkin ada yang tidak mengenalnya.

"Benar, Kyuhyun Jeoha." Kyuhyun mengerjabkan matanya pelan. Ia tidak terkejut saat orang dari Silla itu ternyata mengenalnya. Ia bahkan sudah biasa dengan ia yang dielu-elukan dan dipuja oleh semua orang. Dan karena ia merasa sudah tidak punya urusan lagi, ia akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Jendral Kwon setelah sebelumnya menganggukan kepala ringan.

Tanpa Kyuhyun sadari, diam-diam Jendral Kwon berdecak kagum di belakangnya.

'Benar-benar calon raja yang sempurna.'

.

.

.

"Jendral Kwon, kemana kita harus pergi?" Sungmin bertanya tanpa menoleh pada sosok jendral di sisinya. Ia terlihat begitu mengagumi deretan bangunan klasik di depannya. Ia suka sekolah ini, tapi entahlah apa itu akan berguna untuk dirinya sendiri. Ia sulit belajar dan ia sulit untuk menempatkan diri di berbagai situasi, ia hanya takut kalau nanti semua orang di sini akan berakhir dengan membencinya. Ia bukan puteri kerajaan yang anggun, ia jauh dari kata elegan dan tidak ada satupun yang pantas ditiru darinya. Dan hal itu sedikit demi sedikit mulai membuat ia merasa terasing.

"Dayang Jang, apa menurutmu aku akan baik-baik saja? Apa menurutmu ini akan berguna untukku? Kalau tidak, kita pulang saja. Kajja! Kita pulang saja…" Sungmin nyaris berbalik sebelum seorang pria tua dengan perawakan tegas namun lembut di saat bersamaan, memanggil namanya dan tersenyum ramah. Sungmin terdiam.

"Selamat datang di sekolah, Yang Mulia."

Sungmin diam dan masih memperhatikan orang itu dengan seksama, ia tidak membalas ataupun tersenyum pada orang tua itu, ia hanya memberi isyarat kepada Jendral Kwon untuk menjelaskan dengan lirikan matanya. Jendral muda itu berdehem pelan.

"Yang Mulia, ini adalah Guru Lim, dialah yang mendirikan sekolah ini." Guru Lim tersenyum ramah, benar-benar menunjukkan etikat seorang bangsawan yang baik. Sementara Sungmin, ia hanya mengangguk mengerti dan sesekali tersenyum tipis saat matanya tak sengaja bertemu tatap dengan Guru paruh baya itu.

"Mulai sekarang, sekolah ini akan menjadi rumah kedua anda, Yang Mulia." Dan penjelasan mengenai sekolah ini mulai mengalir sepanjang perjalanan mereka menuju ruangan yang akan segera menjadi kelas Sungmin, dimana ia akan belajar tata krama dan sopan santun selayaknya para bangsawan di semenanjung Korea.

Langkah mereka seketika berhenti begitu mereka tiba di depan sebuah ruangan dengan pintu kayu klasik yang terlihat begitu kokoh dan hangat. Sungmin tersenyum dalam hatinya. Ia akan memulai semuanya dari awal di sini, ia akan membuat orang tuanya bangga melihat perubahan dalam dirinya.

"Silahkan masuk, Yang Mulia…" Dayang Jang dengan segera merapihkan lekukan-lekukan kusut di Hanbok Sungmin sebelum gadis itu masuk ke dalam kelasnya.

Kriet!

Pintu berderit halus ketika dibuka. Dan dalam hitungan detik Sungmin bisa melihat segala sesuatu yang berada di dalam ruangan itu. Ada beberapa anak seusianya yang sedang duduk dengan pakaian khas kerajaan mereka segera mengalihkan perhatian padanya yang masih berdiri di ambang pintu. Seketika Sungmin merasakan kegugupan yang tidak biasa untuk pertama kali dalam sejarah hidupnya.

"Ini adalah Yang Mulia Gongju dari Kerajaan Silla, Lee Sungmin. Mulai hari ini, ia akan bergabung bersama kita di Sekolah Kepribadian. Dimohonkan untuk semua agar bersedia membantunya jika ia merasa kesulitan." Guru Lim berbicara dengan tegas seraya menatap satu per satu anak muridnya yang status kedudukannya tidak jauh berbeda dengan Sungmin.

"Lee Sungmin, silahkan duduk di tempat yang sudah disediakan." Sungmin mengangguk singkat kemudian berjalan memasuki kelas diikuti Dayang Jang yang berdiri di belakangnya. Dengan sigap, orang kepercayaan Sungmin itu mempersiapkan tempat duduk Sungmin dan membuatnya senyaman mungkin agar Tuan Putrinya betah selama berada di dalam kelas mengingat perangai Sungmin yang cepat sekali bosan.

"Silahkan duduk, Yang Mulia." Dayang Jang menunduk dan perlahan berjalan mundur menuju pintu keluar, ia bersama Jendral Kwon akan menunggu Sungmin di luar ruangan. Dan Sungmin yang ditinggal sendiri oleh pelayan setianya dengan segera memasang wajah datar dan memperhatikan ke depan kelas dengan tatapan dingin.

"Pelajaran kali ini akan dimulai dengan membungkuk Sembilan puluh derajat di depan Raja atau di hadapan orang-orang besar dari kerajaan lain. Kalian akan diajari bagaimana caranya bersikap selayaknya para bangsawan, kalian akan mempraktikannya satu per satu ke depan kelas seperti yang selama ini kalian lakukan di kerajaan kalian masing-masing." Sungmin dengan fokus mendengarkan penjelasan gurunya hingga sebuah pembicaraan yang memojokkan dirinya terdengar dari dua orang gadis berbeda kerajaan di seberangnya.

'Hei, bukankah itu Lee Sungmin, putri kerajaan Silla yang tidak tahu sopan santun dan tata krama? Bagaimana dia bisa berada di sini? Apa orang tuanya sudah tidak sanggup melihat tingkahnya hingga ia dikirim ke tempat ini?'

'Aku yakin seratus persen, dia tidak akan tahan berlama-lama di tempat ini. Dia itu urakan, sama sekali tidak mencerminkan perilaku seorang putri dari salah satu kerajaan besar, dia tidak cocok untuk berteman dengan kita.'

'Ya, aku juga tidak sudi untuk berteman dengan orang berandal sepertinya. Bisa-bisa aku ditertawakan satu kerajaan karena berteman dengannya.'

Sungmin menutup matanya untuk mengontrol emosinya yang sudah sampai ke ubun-ubun. Ia ingin sekali marah, tapi ia ingat apa tujuannya datang kemari. Ia harus bertahan setidaknya hingga kelas usai atau semua rencana orang tuanya akan berantakan dan lagi-lagi ia akan membuat orang tuanya malu di hadapan dunia.

'Lihat saja caranya berekspresi, sama sekali tidak ramah. Aku bahkan tidak yakin dia itu putri kandung Raja dan Ratu Silla yang bahkan sangat terhormat.'

'Benar. Mungkin saja dia itu putri dari Selir Raja Yong—

BRAK!

Seluruh penghuni kelas terdiam begitu mendengar suara gebrakan meja yang berasal dari belakang. Dan mereka terkejut melihat ekspresi wajah Sungmin yang memerah menahan amarah. Kedua tangan gadis itu terkepal erat di kedua sisi tubuhnya. Matanya menatap berang pada dua gadis yang sejak tadi menghina dirinya dengan tidak berperikemanusiaan.

"Tutup mulutmu atau kalian berdua akan tahu akibatnya. Aku sudah cukup sabar mendengar kalian terus-menerus memojokkanku dengan kata-kata yang tidak bertanggung jawab. Apa kalian pikir kalian masih pantas disebut sebagai seorang bangsawan setelah kata-kata kurang ajar itu keluar dari mulut berbisa kalian. Huh! Kalian bahkan tak ubahnya serigala berbulu domba, dan kalian bahkan terlihat lebih buruk daripada diriku. Ya, aku seorang yang urakan dan tidak punya sopan santun, tapi setidaknya aku tahu kapan aku harus berbicara kasar dan kapan aku harus menutup mulutku. Sedangkan kalian? Bahkan ular yang seekor binatang liarpun tahu kapan ia harus menahan desisannya. Putri Okjeo dan Buyeo kalian akan menerima balasannya." Amuknya dengan jari telunjuk menuding wajah kedua orang yang tengah syok itu.

BRAK!

Sekali lagi Sungmin menendang meja belajarnya hingga terjungkal ke depan dan berlalu pergi keluar dari kelas dengan perasaan marah. Ia akan membuat perhitungan dengan kedua orang itu nanti. Lihat saja.

BRUK!

"Y-yang Mulia…" Sungmin berhenti di depan pintu yang baru saja ia banting setelah mendengar cicitan takut Dayang kesayangannya. Ia bernafas tergesa-gesa hingga dadanya bergerak naik-turun dengan tidak teratur. Tangannya masih terkepal dan ekspresi marahnya belum juga surut, hingga ia tanpa aba-aba segera angkat kaki dari tempat itu menuju tempat dimana tandunya berada.

"Kita pulang."

"T-tapi—

"Tidak ada bantahan, Dayang Jang."

SRET!

Sungmin menyibakkan tirai tandunya dengan kasar dan segara masuk tanpa berkata apapun lagi pada Dayang Jang maupun Jendral Kwon. Ia hanya duduk diam merenungkan segala hal yang terjadi hari ini. Bahkan ini masih hari pertama ia berada di tempat itu, tapi ia sudah mendapatkan dua musuh sekaligus. Ohh… bagus sekali. Sungmin tidak yakin ia bisa bertahan lebih dari tiga hari di sana.

"Aku akan memohon pada Aboeji untuk membatalkan kontrak belajarku di sana. Aku akan memohon bagaimanapun caranya."

.

.

.

TBC/END

.

.

.

a/n:

Cuma mau mencoba untuk meringankan sakit hati dan ketakutanku atas apa yang terjadi pada ELF dan Super Junior beberapa hari ini. betapa aku kecewa karena banyak yang menginginkan Sungmin keluar dan betapa aku takut jika itu benar-benra terjadi. aku cuma mau bilang satu hal TOLONG MAAFKANLAH DIA. TOLONG MAAFKAN SEMUA KESALAHANNYA SEKALIPUN ITU FATAL. TOLONG HANYA BERDIRI DI SISINYA SAJA DAN MENDUKUNGNYA. TERIMAK KASIH.

At least, RnR pleasee...

saranghae^^