CASTS:
Main Casts: Xiao Lu Han, Kim Minseok
Support Casts: Wu Yifan, Oh Sehun
Mentioned: Others EXO member
Genre: General. Kalian bisa anggap ini friendship, bromance, ataupun yaoi.
Dear, XIU.
Xiexie. I thank U
Pernahkah kalian mendengar XiuHan? Apakah nama itu terasa familiar ditelinga kalian?
Jika kalian rindu dengan nama itu, ataupun bahkan sama sekali tak merasa familiar dengan nama itu, hari ini, akan kusempatkan waktuku untuk menceritakan segala hal tentang XiuHan dari sudut pandangku.
Namaku Xiao Lu Han. Aku lahir di Beijing, 20 April 1990, profesiku saat ini adalah penyanyi. Kewarganegaraanku, tentu saja Cina.
Han dari XiuHan diambil dari Han pada namaku Lu Han.
Sementara pemilik dari Xiu, tiga huruf yang mampu mendamaikan hatiku itu, merupakan seorang yang berkewarganegaraan Korea, saat ini berprofesi sebagai salah satu vocalist dari boyband paling ternama di Korea Selatan.
Bagaimana ia dan aku bisa saling kenal, merupakan suatu kebetulan yang sangat kusyukuri.
Saat itu aku masih sangat muda. Kehidupanku sejak lahir hingga saatku berumur belasan tahun kuhabiskan di negara kelahiranku. Kadang aku dan keluargaku akan pergi berlibur ke luar kota, tapi tak pernah sekalipun aku menginjakkan kakiku ke negara lain. Sampai akhirnya saat memasuki perkuliahan, universitasku dan salah satu universitas di Korea Selatan melakukan kerja sama. Program pertukaran pelajar dibuka, dan dengan sedikit dorongan dari teman-teman kelasku yang lain―yang juga ikut mendaftar program tersebut―,akhirnya kumasukkan berkas-berkas disyaratkan.
Dan di situlah kisahku berawal.
Kisah penuh kutukan ini. Jika bukan karna dia, si pemilik Xiu itu, takkan mau aku kembali mengenang cerita ini.
Hari itu weekend, dan karena tak punya tugas kuliah apapun yang menanti untuk segera diselesaikan, kuputuskan untuk pergi ke Myeongdong―salah satu kawasan yang menjadi pusat perbelanjaan di Korea Selatan―dengan temanku, untuk sekedar cuci mata.
Sebelum keluar, kusempatkan diriku untuk mengecek kembali penampilanku di depan cermin. Kulitku putih, rahangku tegas, mataku cukup besar, dan aku memiliki double eyelid natural, dengan rambut hitam spiky. Bahkan dengan balutan kaos polo, skinny jeans dan sneakers, tak dapat mengurangi pesonaku. Jika aku harus mendefinisikan diriku dalam satu kata, maka manly adalah kata yang tepat.
Semua orang akan sependapat denganku jika aku mengatakan hal ini 11 tahun silam.
Aku adalah definisi dari apa yang orang Korea sebut dengan Ulzzang. Sungguh, aku tak melebih-lebihkan kan hal ini. Buktinya pada saat itu, saat sedang melangkah mengikuti temanku ke manapun ia menyeretku, seorang pria menghentikan langkahku. Ia memperkenalkan dirinya dan memberikan kartu tanda pengenalnya pada diriku, mengaku sebagai pencari bakat dari salah satu agensi tiga besar di Korea, yang kutau betul mengeluarkan artis-artis papan atas yang terkenal tak hanya di Korea, namun juga di beberapa negara lain. Aku tau betul mereka, karena mereka cukup gencar mempromosikan artis mereka di negara asalku.
Ia menawarkanku untuk menjadi trainee mereka, dan bercerita bahwa mereka akan mendebutkan grup. Aku menolak tawarannya, dengan bahasa Korea patah-patah ku.
Mendengar pelafalanku yang tak sempurna, dia bertanya asal negaraku. Saat kujawab, matanya terlihat berbinar seolah dia baru saja menemukan sekantong emas.
Dengan semangat, ia kembali menawarkanku. Kali ini dengan dibumbuhin penjelasa. Grup tersebut, jelasnya, akan dibagi menjadi dua sub grup, yang satunya akan dipromosikan di Korea, dan yang satunya lagi di negara asalku, Cina.
Menjelaskan panjang lebar, ia berusaha meyakinkanku. Sementara aku dengan kemampuan bahasa Korea yang belum begitu sempurna tak dapat menangkap semua yang ia katakan. Jadi aku hanya menatapnya, sambil sesekali menjawabnya dengan bahasa Korea patah-patah ku.
Setelah selesai, ia membungkuk untuk mengucapkan selamat tinggal, menunjuk kartu namanya yang ada di tanganku, dan berkata "Hubungi aku jika kau sudah menetapkan keputusanmu", sebelum akhirnya ia benar-benar pergi.
Kusimpan kartu namanya dalam saku celanaku, dan melupakan kartu itu selama berminggu-minggu, terlalu sibuk dengan urusanku di kampus. Hingga temanku yang waktu itu menemaniku ke Myeongdong kembali mengungkit kejadian hari itu, dan bertanya apa jawabanku atas tawaran mereka.
Sungguh, aku tak penah benar-benar mempertimbangkannya, jadi saat temanku bertanya, kuperlihatkan raut bingungku.
Ia menghela nafas panjang, dan meyakinkanku untuk mencoba menghubungi mereka.
Pulangnya, sesampainya di apartemen kecilku, ku acak-acak lemari pakaianku, mencari jeans yang hari itu kupakai untuk pergi ke Myeongdong, dan mendapatinya terlipat rapih di dalam.
Kuambil celanaku, dan tercium wangi detergen menyerebak dari celana jeansku, menandakan bahwa aku belum lama mencuci celana itu. Tanganku bergerak mengobok kantongnya, dan menarik kartu di dalamnya.
Saat kukeluarkan, kartu itu terlihat sangat lecet dan agak lembab, namun tulisan yang tertera pada kartu sama sekali tak luntur.
Kuperhatikan lagi kartu itu, bertanya dalam hati apakah ini penipuan? Jika memang bukan, apakah aku siap untuk menjadi seorang idol?
Bukannya aku tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol, atau tak punya ketertarikan apapun pada mereka. Bukan seperti itu. Aku penggemar berat TVXQ, jika kalian mengenalku saat masih sekolah dulu kalian akan mengetahui hal ini, karena akun SNSku hampir dipenuhi dengan hal-hal berbau TVXQ―yang mana merupakan boyband keluaran dari agensi yang menemukanku ini. Aku bahkan pernah sekali mengikuti audisi untuk menjadi trainee dari JYP entertaiment―salah satu agensi besar di Korea―yang diadakan di Cina, tapi gagal melolosi audisi itu.
Tapi sekarang, saat aku tak benar-benar memikirkan hal itu, saat aku memutuskan untuk fokus pada pendidikanku, tawaran itu justru muncul.
Mataku masih menatap kartu itu bimbang, tanganku tanpa sadar sudah bergerak merogoh handphone-ku. Saat aku tersadar, aku sudah tersambung dengan si pemilik nomor telfon pada kartu itu.
Semuanya terjadi begitu cepat, aku tak begitu paham.
Sampai sekarang, aku masih mengutuk setan dalam diriku yang menghasutku masuk dalam jurang ini. Yang menghancurkan hari-hariku kedepannya.
Tapi sampai sekarang pula, masih kuingat, dan takkan pernah kulupakan manusia bersenyum malaikat itu, si pemilik tiga huruf X, I, dan U.
Tahun 2009 aku resmi menjadi trainee. Seorang pria bertubuh besar yang tak ku kenal menuntunku memasuki gedung. Hatiku berlomba tak tenang saat langkah kakinya terhenti dan ia membuka pintu kaca sebuah ruangan, sebelum kemudian mempersilahkanku masuk.
Ruang luas yang nyaris kosong dengan cermin besar tertempel di salah satu sisihnya menyambut pandanganku. Banyak pasang mata menatap ke arahku, tapi mataku kuedarkan ke segala arah, menghindari pasang mata manapun yang saat itu mungkin sedang menatapku dengan pandangan tak suka.
Aku melangkah hati-hati ke dalam.
"Teman baru kalian." di belakangku, pria besar itu berucap. "Dia dari Cina" tambahnya yang langsung membuat atmosfer di ruangan menjadi lebih tak menyenangkan. "Baik-baik lah dengannya" tapi pria besar itu tak menyadari perubahan atmosfer―atau pura-pura tak menyadarinya―, karena setelah itu ia pamit dan pergi meninggalkanku.
Para trainee yang tadi tersebar di dalam ruangan berkumpul sepeninggalannya pria tadi, dan duduk secara berjejer di depanku, siap untuk menginterogasiku.
Pandanganku kulemparkan ke arah mereka satu persatu, untuk memberi kesan yang baik, tanpa benar-benar terlalu fokus, karena aku tak sanggup menatap langsung tatapan mengintimidasi mereka itu.
"Jadi,―" salah seorang yang duduk paling ujung kanan memulai. Aku tak ingat siapa dia, mungkin dia bukan bagian dari member yang berhasil debut, mungkin juga dia salah satu member EXO. "―Apa bakatmu?" Tanyanya.
Terbatuk, aku tak bisa menjawab pertanyaan itu. Kudengar suara mencela, dan marah.
Aku mengalihkan pandanganku agar tak bertemu pandang dengannya, tapi justru mataku bertemu pandang dengan sepasang mata kecil berbentuk layaknya mata seekor kucing.
Matanya semakin mengecil saat menyadari tatapanku ada padanya, ia tersenyum lebar. Tangannya bergerak untuk memberi lambaian kecil.
Dan aku merasakan kedamaian mengucur di seluruh tubuhku.
"Bagaimana caramu bisa lolos ke sini?" pemuda dari urutan kedua menanyaiku. Untuk seterusnya, aku akan menyebutkan mereka berdasarkan urutan duduk mereka, karena hal itu sudah terjadi bertahun-tahun silam, aku belum mengenal mereka saat itu, dan jelas ini bukan memori yang begitu menyenangkan untuk dikenang, jadi wajar bagiku untuk sulit memingat majah mereka.
"Pencari bakat menemukan ku" jawabku ragu.
Urutan ketiga mengernyit, "Jadi berdasarkan wajah, eh?"
"Pasti menyenangkan menjadi orang tampan" Yang keempat tertawa. Jelas mengejek.
Setiap penginterogasi menanyaiku, setiap itu pula dadaku terasa nyeri. Pertanyaan yang dibalut dengan suara mengejek itu takkan pernah menyenangkan untuk didengar.
Tapi disetiap nyeri yang kurasakan, kudapati diriku kembali menatap pemuda yang duduk di paling ujung kiri, dan semua rasa nyeri itu menghilang.
Aku terlalu sering menatapnya pada saat itu, membuatku hafal dengan jelas warna rambut, bahkan pakaian yang ia kenakkan saat itu, hingga detik ini.
Pertanyaan-pertanyaan berikutnya tak lagi kurasa sesulit itu, dan aku bisa merasa bibirku mengukir senyum ramah pada mereka semua.
Aku tak takut apapun lagi, karena aku telah menemukan obat penenangku.
Mataku menatap ke arahnya. Trainee yang lainpun demikian. Mereka semua telah selesai menginterogasiku, saat akhirnya gilirannya untuk menanyaiku.
Dia masih tersenyum. Kucatat dalam benakku, senyumnya miring, dan aku suka.
Pipi putihnya yang bulat semakin tertarik melebar akibat senyumnya. Ia mengingatkanku pada roti bulat putih yang sering kumakan dulu di rumahku saat aku masih kecil. Baozi.
"Siapa namamu?" Kembali kucatat dalam benakku. Suaranya tidak berat, dan tidak juga cempreng, aku menyukainya.
Pertanyaannya mudah. Sangat sederhana.
Tapi takkan pernah sedetikpun dalam hidupku, selama aku masih bernafas, akan ku lupakan pertanyaannya itu. Pertanyaan yang membuatku merasa diterima.
"Lu Han" Jawabku dengan pelafan Mandarin.
"Luhan" Ia mengulang namaku, dengan lidah Koreanya. Kuanggukkan kepalaku sambil tersenyum, menyukai bunyi namaku dari lidahnya.
Ia kembali menyunggingkan senyumnya. "Aku Minseok. Kim Minseok"
Hari itu, aku mengetahui nama dari penyelamat hidupku.
To be continue…
A/n: Rnr sangat diaharapkan :')
