Setelah menyusup keluar asrama, memanjat pagar, berlari hingga ke daerah pertokoan bertema merah, pink, dan bentuk-bentuk hati hanya untuk sekotak cokelat dan kembali ke kamarnya setelah menerima ceramah Roger karena tertangkap basah barulah Matt menyadari betapa konyol tindakannya.

Si mulut kasar itu memang maniak cokelat, dan Matt sudah kehilangan hitungan berapa kali ia dipaksa menyelinap ke dapur hanya untuk mencuri beberapa batang cokelat untuknya.

Tapi entah mengapa hari itu ia ingin memberikan cokelat dengan sukarela. Entah mengapa ia tidak ingin memberikan cokelat murahan yang biasa ia ambil dari dapur. Entah mengapa ide konyol ini terlintas di benaknya pada hari ke-13 di bulan Februari.

Dan Matt tahu betul, rumor aneh soal hubungannya dengan si pirang yang entah mengapa bisa merebak di kalangan perempuan bisa makin menjadi jika sampai cokelat ini benar-benar ia serahkan pada-

.

"Oi."

.

Dan ia pun tersentak, terkejut hingga tanpa sadar membuat cokelat dalam kotak berpita merah di tangannya terlempar.

"Mell, bisakah kau mengetuk pintu atau apalah-"

"Ini kamarku juga, jika kau lupa," balas si pirang dengan nada tak acuh sebelum akhirnya merebahkan dirinya di atas kasur bersama tumpukan buku dengan huruf Russia pada sampulnya yang menurut Matt lebih mirip bentuk kode cheat PS daripada abjad.

Jika sudah menenggelamkan wajahnya pada lembaran buku, mestinya Mello akan berhenti mencemooh, menghardik, memaksa, atau melakukan apapun untuk menginterupsi kegiatan Matt; atau setidaknya itulah yang akan dilakukannya kalau saja kotak cokelat yang tergeletak di pojokan kamar tak menarik perhatiannya.

"… Apa itu?"

Dengan rona merah merambat dari pipi hingga telinga, Matt buru-buru menyambar kotak laknat itu dan dijejalkannya ke dalam kantong plastik bekas entah apalah. "Bukan apa-apa."

"Tentu saja," ujar Mello sarkastis sambil memutar bola matanya. "-aku hanya sedikit heran tipikal orang sepertimu mau memberikan sesuatu yang norak seperti itu pada seorang gadis."


.

Love Drunk

Death Note belongs to Tsugumi Ohba & Takeshi Obata

.

Warning: OOC syalala syilili, possibbility of typo, konsep romance ngalor ngidur


… Norak?

.

.

Tentu saja, sekotak cokelat putih berbungkus plastik bening dengan hiasan pita merah itu norak.

Namun pemikirannya tentang itu tidak membantu perasaannya menjadi lebih baik.

"- Jadi, siapa gadis beruntung yang akan menerima cokelatmu?" cemooh Mello.

.

… Kau.

.

.

"... Bukan urusanmu, Mell."

.

Mata Mello sedikit melebar; jika memang bukan imajinasi Matt saja. Tidak biasa memang jawaban tak acuh begitu ia lontarkan pada teman sekamarnya tersebut.

Mello membuang muka, menggigit batang cokelat yang ia keluarkan entah darimana. "Tentu saja. Masalah percintaan bocah yang tidak laku memang bukan urusanku."

"Tidak laku katamu? Asal tahu saja, kau bukan satu-satunya yang menerima banyak cokelat valentine tahun lalu."

"3-4 cokelat bukan bukan jumlah yang bisa menyaingi perolehanku, Matt."

"Jika kau terus meremehkan orang seperti itu, tidak heran kau tidak pernah menjadi nomor 1."

.

.

Hening.

.

Matt baru menyadari ucapannya suda kelewat batas, mengingat Mello selalu sensitif mengenai hal-hal seperti yang terkandung dalam kalimat terakhirnya.

Dan… -God, lihat bagaimana dia menatap Matt seakan si rambut merah telah melakukan tindak vandalisme pada salah satu batangan coklatnya; Matt benar-benar bersyukur telah melapisi PSP barunya dengan pelindung plastik yang (diharapkan) tetap bekerja meski menerima impact bantingan dari Mello.

"Kita bertaruh, kalau begitu."

.

.

"… Hah?"

"Siapa yang mendapatkan cokelat paling sedikit, harus melakukan perintah yang menang; apapun itu."

Tidak.

Tidak, tidak.

.

.

.

"Baik. Bersiaplah menjadi pelayanku selama sebulan, Mell."

Senyum tipis terkembang di bibir Mello sebelum digigitnya cokelat batangan tadi. Mengapit salah satu buku di atas ranjang, ia pun melenggang keluar meninggalkan kamar.


Matt melempar tubuhnya di kasur seraya mengacak helai merah di kepalanya dengan frustasi. Ia hanya ingin menyerahkan cokelat tanpa alasan khusus untuk si rambut pirang, kenapa malah jadi ruwet begini? Dan lagi, kenapa ia dengan bodohnya mau-maunya menerima pertaruhan konyol itu?

Cokelat yang diterimanya memang cukup banyak, tapi ia yakin Mello menerima dalam kuantitas yang jauh lebih banyak daripada miliknya.

Kalau sampai kalah... damn, bukan tidak mungkin Mello menyuruhnya melakukan loncat indah di kolam renang publik dengan bikini baru Lissa!

.

.

Tapi Matt tidak bodoh.

Jika ia tidak bisa mendapatkan coklat lebih banyak daripada Mello, dia bisa mengusahakan agar mereka berdua seri.


Memasuki ruang rekreasi, Matt celingukan memastikan tak ada sosok Mello di dalamnya. Seperti dugaannya, Mello biasanya masih mendekam di perpustakaan pada jam itu.

Dan… Yes! Ia bisa melihat sosok Linda; satu-satunya teman perempuannya yang tengah bercengkrama dengan beberapa anak perempuan lainnya di pojok ruangan. Sempurna.

"Hei, Linda."

Yang bersangkutan berbalik, mengangkat sebelah alisnya mengetahui empunya suara yang memanggilnya. "Uh… Kenapa, Matt?"

"Kau mengambil kelas memasak bukan? Bisakah kau memberiku Chocolate Brownies yang kau buat tempo hari? Sepotong juga tidak masalah."

Gadis berambut strawberry blond di hadapannya mengangkat bahu, "Entahlah, Matt, hasilnya tidak begitu bagus. Micah harus bolak-balik ke toilet setelah mencicipinya. Memangnya kenapa kau menginginkannya?"

"Well, aku dan Mello bertaruh mengenai perolehan cokelat valentine tahun ini, dan memberikan sedikit sisa kreasimu tidak masalah bukan?"

Linda memutar bola matanya, sebuah dengusan, dan kemudian…

"-Tidak. Aku tidak ingin lagi dimarahi Mrs. Lily atas tuduhan percobaan memasukan katalis reaksi mukus lambung ke dalam makanan. Sori, Matt."

Matt mendengus, berlagak kecewa sambil mengangkat bahu. "Apa boleh buat."

Matt berbalik dan melangkah meninggalkan ruangan, berusaha menahan cengiran yang siap terpampang pada wajahnya mendengar teman-teman Linda yang pastinya mendengar pembicaraan mereka mulai berbisik-bisik. Linda memang sedikit cuek, tapi ia tahu anak perempuan lainnya memiliki perasaan yang lebih sensitif; apalagi jika mereka menaruh hati padanya atau Mello.

Semua akan berjalan sesuai ekspektasinya.


.

.

.

"-jadi, berapa gadis yang memberimu cokelat?"

"… nol."

Biasanya Matt adalah teman yang baik, tidak pernah ia sebegitu ingin tertawa melihat raut gusar Mello sampai seperti ini. Biasanya.

"… Kau menjebakku."

Tidak perlu diragukan lagi tidak ada seorang pun yang rela perasaannya dijadikan bahan taruhan. Ditambah lagi Matt sudah tahu betul betapa gosip bisa menyebar begitu cepat di kalangan kaum hawa.

Matt angkat bahu. "Menurutmu begitu? Kau tahu aku juga tidak mendapat cokelat satu pun."

Seperti yang pernah ia katakan, lebih baik seri daripada kalah.

Mello menghela nafas, perlahan mendekat mendekati teman sekamarnya dengan kedua tangan terselip di saku celana.

"Aku memang tidak mendapat satu cokelat pun dari seorang gadis. Tapi aku tetap mendapatkan ini."

-dan cokelat berbungkus plastik bening dengan pita merah (noraknoraknorak) yang Matt kira hilang itu pun dikeluarkan Mello dari salah satu sakunya.

"… Kau pikir cokelat itu untukmu?" sebenarnya Matt ingin mengatakan kalimat itu dengan nada arogan, namun rona merah di wajahnya dan suaranya yang sedikit bergetar sama sekali tak menampilkan kesan yang ia inginkan.

Mello tidak menjawab, hanya menunjukkan kartu kuning bertuliskan 'For Mello' yang terselip di bawah cokelat.

Matt melotot.

Apa dia meminta tambahan khusus ketika membeli cokelat itu? Apakah staff yang melayani pesanannya cukup kurang kerjaan untuk benar-benar memerhatikan segala ocehan dan keluh kesahnya tentang Mello ketika membungkus pesanannya itu? Apakah ia sudah bersalah karena menghiraukan senyum jahil yang entah mengapa dipaparkan sang karyawan begitu ia meninggalkan toko?

.

.

"Coklat itu bukan dariku; aku hanya tak sengaja menemukannya. Kuambil karena kupikir bisa diberikan pada seseorang, daripada harus beli? Tapi aku belum mengamati isinya... Ternyata itu dari penggemarmu, huh?"

Seandainya Matt punya dusta yang lebih baik dari itu…

"... Kau menemukannya setelah kau di rak bakery sewaktu kau menyelinap untuk membeli game?" Mello melambaikan kertas bon pembelian cokelat yang tentunya disertai tanggal pembelian; membuat Matt membuat catatan batin bahwa membuang segala sesuatu yang ingin dirahasiakan ke tempat sampah kamar bukanlah hal yang bijak, apalagi jika teman sekamarmu adalah buaya yang tidak bisa dikadali.

"Satu cokelat dari laki-laki masih lebih baik daripada nihil, bagaimanapun juga. Sekarang terimalah kemenangkanku secara jujur dan turuti perintahku."

.

.

"Hah?" repetisi reaksi. "Ta… tapi cokelat itu 'kan…"

Mello membungkam mulut Matt dengan tangan kirinya, "Tidak usah cari alasan lagi dan tepatilah janjimu layaknya laki-laki sejati."

Ingin rasanya Matt berkata, 'Bagaimana kalau aku operasi kelamin jadi perempuan?' kalau saja harga diri sebagai laki-laki, logika, dan kenyataan tidak menampar batinnya.

Namun melihat cengiran buas mengerikan terpampang di wajah Mello membuat Matt mulai dapat membayangkan dirinya dalam celana sumo berlari keliling asrama atau menari flamenco di tengah lapangan dengan gaun tua Mrs. Lily.

Mello terkekeh. "… Tidak usah pasang tampang seperti itu, Matt. Apapun yang ada dalam pikiranmu, kau pikir aku tega melakukannya sesuatu yang mempermalukan temanku sendiri?"

.

.

… Iya. Kalau tidak , Justin tidak akan memohon pada Roger untuk minta pindah panti asuhan setelah bahan black mail Mello menyebar ke seantero panti.

"Umm… tidak?"

Seringai di wajah Mello berubah menjadi senyum yang lebih kalem. Namun dengan situasi seperti ini, hanya apapun gerak-gerik Mello tampak mencurigakan bagi Matt.

.

.

.

"Bagaimana kalau kita-"


.

To Be Conluded

.


Fic pertama di 2012~ XD #ber uye2 gaje di pojok kamar

lagi2 fic multichaps... =.= #memandang 3 fic multichaps laen yang udah hiatus

sebenernya pengen bikin humor, tapi lagi moodnya lagi romantis sih... hehehe... #ketawa coretmesumcoret nista. karena udah lama gak nulis, entah fic ini semoga fic ini tetep enjoyable :) kritik, perbaikan EYD(?) dan saran ditunggu seperti biasa~

review puh-lease? :3