vocaloid (c) crypton, yamaha. tidak mengambil profit dari fanfiksi ini.
ditulis oleh kryasea (dulu azukihazl) dan kindovvf.
untuk flash fic fest.
Piko kesal disebut cantik. Memang, sih, mukanya baby face dan putih, berlesung pipi dua biji, tapi begini-begini Piko tetap lelaki sejati. Perlu dibuktikan? Apa? Tidak perlu?
Tidak perlu, lah!
Oh, baik, mari kembali ke cerita.
Cerita ini bermula beberapa hari yang lalu, ketika Piko memperkenalkan diri di sebuah kelas sebagai murid baru. Awalnya semua berjalan normal: membungkuk, menyebutkan nama, hobi, dan harapan agar mereka dapat berteman baik. Sampai salah satu siswa di sana protes kenapa dia tidak pakai rok.
Atau lebih tepatnya, salah satu siswi.
Ada jeda hening yang sangat, sangat panjang. Bahkan guru yang mengantarnya pun ikut diam. Seorang murid batuk di momen yang tidak tepat, membuat sang guru tersadar dari lamunannya dan langsung menyuruh Piko duduk di bangku paling depan (cuma itu bangku yang kosong!).
Piko berpikir cepat: dia ingin segera duduk dan melupakan omong-kosong barusan, tapi satu kelas masih menanti jawabannya. Piko pura-pura tidak peduli. Atau, dia penginnya begitu, tapi si murid kurang ajar sepertinya tidak berpikiran serupa.
Namanya ... tidak tahu, orang mereka belum kenalan. Rambutnya merah ceri. Seperti cabe. Kalau dipikir-pikir, murid perempuan itu cantik juga.
"Kamu cantik, ya," tiba-tiba si rambut merah itu basa-basi padanya. Dan sesungguhnya itu akan menjadi momen paling mengesankan dalam kehidupan sekolah Piko, andaikata si murid perempuan tidak sebodoh itu untuk mengajaknya berbasa-basi selagi dia masih berdiri di depan kelas.
Piko pikir sebentar lagi akan ada tulisan: rest in peace, Piko. Selamat karena telah berhasil masuk sekolah idamanmu, dan selamat pula karena telah sukses dipermalukan di hari pertamamu. Sincerely, dirimu sendiri.
"Nanti pulang sekolah main, yuk! Salam kenal, aku Miki!"
Piko ingin misuh, sumpah, mulut cewek ini bisa dilakban saja tidak. Tidak bisa, apa, menunggu sampai dia duduk dulu?! Walau sebenarnya kalau Piko sudah duduk pun, dia tetap tidak mau dipuji cantik, terutama oleh siswi yang sempat dia puji cantik dalam hati. Agak ngenes gimana gitu.
Mengabaikan hal-hal tersebut, Piko memutuskan untuk duduk. Haah, akhirnya.
Tapi ternyata cobaan ini belum reda. Hanya selang beberapa menit—Piko bahkan belum sempat mengeluarkan kotak pensil—segumpal kertas mendarat di mejanya.
Siapa, sih!
Piko ingin marah. Sangat marah. Tapi sebagai murid baru, dia harus jaga imej. Akhirnya dia membuka gumpalan kertas tersebut.
Maaf ya, tadi kukira kamu perempuan. Cantik sih. Hehe.
Hehe hehe palamu, pikir Piko. Dia menoleh ke balik bahu, mencari si pengirim pesan yang bersangkutan. Ternyata perempuan itu sedang chatting-an di ponselnya. Piko kembali menghadap depan.
Dia berharap tidak akan ada makhluk seperti itu lagi.
tbc
