Disclaimer: All characters belong to Hajime Isayama. But this story purely mine. I don't take any material profit from this work. It's just because I love it.
Warning: drabble, au, miss typo(s), and other stuffs.
Note: (((masih))) entri nulis random ;)
.
i see fireworks when we kiss
.
Jika ada bintang paling terang yang pernah Levi lihat, itu adalah mata Hanji.
Ia tak perlu langit malam hanya untuk sekadar menaut cahayanya. Ia hanya perlu satu sentuh di lengan, satu ujar lembut, dan satu tatap, maka bintang itu akan datang di matanya. Masih seterang bintang-bintang di langit kelam, sekelam mata Levi.
"Kau tahu tidak Levi, kau itu curang."
Suatu malam, Hanji berkata di antara embusan angin musim gugur yang mendingin. Sofa besar, selimut hangat, peluk kecup singkat, dan tawa yang berkonversi. Levi hanya menjitak pelan kepala cokelat Hanji, namun diam-diam mengeratkan gelungan tangannya dan mengecup pelipisnya. "Apanya yang curang?"
Wanita itu mendesah. "Kau selalu lihat bintang-bintang di mataku. Tapi aku hanya mampu melihat langit kelabu pada matamu."
Hanji bilang, akan lebih baik jika bola mata Levi adalah hitam pekat alih-alih kelabu. Hitam bisa menenggelamkannya, seolah black hole yang mampu menariknya pada batas infiniti. Tapi kelabu adalah cerita lain. Kelabu membuat Hanji melihat mendung-mendung yang temaram, tak cukup kelam, namun menyedihkan.
"Kau sudah cukup bersinar, jadi tak masalah kalau sekali-kali melihat sendu di mataku." Levi membalasnya tanpa tendensi apa pun, membuat Hanji mendesah kembali. Percakapannya dengan Levi tak pernah berakhir romantis.
"Tapi, mata empat," Levi tetiba mengujar lagi. "Kau bisa melihat kembang api di mataku, kalau kau mau."
Sienna di mata Hanji berbinar. Wanita itu menjawab lebih cepat dari embusan angin yang larut di antara mereka. "Mau, mau!"
Levi menyeringai, "Kalau begitu, jangan tutup matamu."
Hanji menuruti. Membiarkan matanya terbuka meski angin-angin mulai mengganggu lapisan netranya. Ia tetap membuka mata ketika Levi makin mendekat, melepaskan pelukan mereka dan mengubah posisi menjadi lurus duduk menghadapnya. Di sini, Hanji masih melihat kelabu itu. Semakin lama, semakin mendekat, ketika akhirnya Levi memutuskan untuk meretas jarak.
Dan mengecup bibirnya lama.
"Tetap tatap mataku."
Dan saat itulah, Hanji melihat kembang api di mata Levi.
.
.
(end.)
