Assassination Classroom © Yuusei Matsui
Story by gugigi173
Dedicated for Azusanyan-chan
.
.
Angin Sore dan Istanaku
Cemburu.
Rio meloncat menduduki sofa di ruang televisi. Kedua tangannya menggenggam tablet berukuran 7 inchi. Baru saja jemarinya bergerak-gerak di layar tablet untuk membuka salah satu aplikasi, Karma datang dari dapur dan langsung terlentang di sofa dengan berbantal kedua paha Rio.
Rio tidak merasa terganggu sedikit pun, malah asyik membaca isi grup chat kelas 3-E—kelasnya waktu SMP dulu. Sedang Karma di pahanya, mencoba memejamkan mata.
"Karma, ada reuni kelas 3-E besok lusa," ujar Rio masih menatap gadget-nya.
"Hmm, konsepnya?"
"Dinner and Dance. Ng, berarti malam."
"Semuanya ikut?"
"Nggak sih, cuma 23 orang."
Karma masih anteng dengan matanya yang tertutup, sedang Rio dengan grup chat-nya.
"Pemimpinnya selalu Isogai-kun. Dia benar-benar pekerja keras ya." Rio tersenyum saat membaca isi pesan Isogai yang terus-menerus menghimbau teman-temannya untuk datang untuk reuni.
Sebenarnya reuni kelas 3-E angkatan Rio dan Karma itu selalu dilakukan setiap tahun. Setiap tahun juga Isogai selalu memimpin dan membimbing acara. Dia tidak pernah sekalipun absen untuk sekedar mengingatkan teman-temannya akan acara itu. Alhasil, biasanya tidak lebih dari empat orang yang tidak hadir.
"Eh, Maehara-kun sama Kayano-chan tahun ini hadir. Oh, Nagisa-kun hadir juga," kata Rio sambil mengambil toples kue di meja lalu memakan isinya. Karma yang kelihatannya masih belum tidur mulai membuka kedua matanya.
"Nagisa? Nagisa sahabatku atau Nagisa-kun gebetanmu?" tanya Karma sinis.
"Apaan sih, nggak usah ungkit-ungkit masa lalu deh say."
"Hmm. "
Rio merengut kesal, tablet di tangan berpindah karena direbut Karma. Ia ganti mengambil novel bahasa inggris yang masih berada satu meja dengan toples tadi. Di sisi lain, Karma mulai membaca pesan-pesan di grup chat kelasnya.
"Oh, Yukiko juga hadir. Yang aku denger dia udah jadian sama—"
"Yukiko? Yukiko-chan temenku atau Yukiko mantanmu?"
Sekarang gantian Rio yang bertanya sinis.
"Kan kamu bilang nggak usah ungkit masa—" Rio menekan kedua pipi Karma, membuat pria berambut merah itu tak mampu melanjutkan kata-katanya. Rio tersenyum menyeramkan padanya.
"Karma sayang, kayaknya tahun ini kita nggak usah ikut reuni aja ya? "
GLEK. Karma hanya mengangguk pelan mendengar perintah absolut sang istri.
Peluk!
Karma mengambil mantel yang digantung di balik pintu, kemudian mengenakannya. Rio yang melihat sang suami kelihatannya sedang sibuk, mengecilkan volume televisi.
"Mau ngapaian?" tanyanya heran.
"Pergi," jawab Karma pendek.
"Pergi? Diluar dingin lho, mau kemana sih?"
"Cuci mobil di tempatnya Yoshida." Kali ini Rio melihat Karma mengambil kunci mobil di tas.
"Yaudah, aku ikut, nggak ada kerjaan juga sih."
Belum sempat Karma memberi persetujuan, Rio sudah menghambur ke kamar untuk mengganti pakaian dan mengenakan mantel. Sebenarnya bulan ini adalah musim salju, tapi udara sudah cukup dingin bahkan sebelum salju pertama turun.
Rio merapatkan mantel cokelatnya, mencegah angin dingin menyentuh kulitnya. Karma yang baru saja membawa mobil dari garasi, menyeru kepada sang istri agar segera masuk ke dalam mobil. Di sepanjang perjalanan, pasangan suami istri itu hanya diam. Rio terlalu malas untuk bicara dan Karma ingin fokus ke jalan di depannya.
"Oooi, Yoshida, aku mau cuci mobil ya!" seru Karma saat mereka sudah tiba di tempat cuci mobil milik teman lama mereka yang sama-sama alumni kelas 3-E SMP Kunugigaoka.
"Mau? Kamu yang cuci sendiri?" tanya Rio sambil menutup pintu mobil.
"Hu-uh. Nggak usah bayar juga. Asyik 'kan?"
Karma berjalan untuk membuka keran, sedang Rio mulai tertarik dengan benda di depannya.
"Selang ini ..." Rio tersenyum sambil mengacungkan mulut selang ke arah Karma yang mulai memutar keran. Rio berpura-pura sedang membidik dan menembakkan serangan air kepada pria berambut merah itu saat air benar-benar meluncur dari kepala selang.
"WAAA!"
Karma memekik, Rio menjerit.
"K-Karma! Aah, maaf! Pasti dingin ya?!" Rio merasa panik saat pakaian dan tubuh Karma kelihatan basah kuyup. Cepat-cepat dia melepas mantel miliknya dan melingkarkannya pada tubuh Karma yang mulai menggigil karena angin yang semakin dingin.
"Aduh, maaf aku nggak sengaja—nah, udah anget?" tanya Rio dengan nada khawatir. Karma yang semakin menggigil mengeratkan mantel milik Rio di tubuhnya.
"Nggak, belum! Harus dipeluk," katanya manja.
"Ih."
"Ayo peluk, peluk!" Karma masih memaksa Rio dengan nada kekanak-kanakannya. Awalnya Rio merasa geli, tapi toh dia mulai luluh saat melihat Karma yang mulai memasang tampang minta dikasihani. Rio memeluk Karma erat-erat, dan pria itu membalas pelukannya. Mungkin sekalian modus atau apa, Karma dengan lembut mencium kening Rio.
Rio mengejeknya bayi besar yang manja dan tukang cari perhatian. Kemudian Rio tertawa geli saat Karma mulai mengacak-acak rambut pirangnya.
Di sisi lain, Yoshida yang baru saja keluar dari toilet untuk mengecek keadaan sekitar, mendapati pasangan merah-kuning sedang berpelukan di tempat cuci mobil miliknya.
"Kalian ngapain?"
Tes Cinta Suami.
Rio bersidekap di depan Karma yang sibuk dengan tugas kantornya. Pria itu menghiraukan segala aura yang keluar menyeramkan dari tubuh sang istri. Dirinya masih saja asyik mengetik berlembar-lembar dokumen di laptop miliknya.
"Kamu sayang sama aku nggak?" tanya Rio tanpa basa-basi.
"Sayang kok, cinta malah," jawab Karma enteng. Pandangannya masih berkutat dengan dokumen di laptop.
"Setia?"
"100%."
"Kalo aku pergi jauh, terus tiba-tiba kena bahaya, gimana?"
Rio mengambil tempat duduk di seberang Karma yang masih enggan mengalihkan pandangannya dari laptop—yang seringkali membuat Rio cemburu hebat dengan benda persegi panjang itu. Suara tik-tik dari keyboard menggema di dalam ruangan makan yang merangkap sebagai dapur keluarga Akabane.
"Lha kamu kan cewek seterong say, emang mau diapain?" tanya Karma agak heran. Gimana enggak? Rio itu sering ikut dirinya melawan preman-preman gang dekat tempat tinggal mereka. Biasanya Rio membantu Karma menumbangkan sepertiga dari gerombolan pemalak itu—meski kadang Karma marah-marah karena wajah Rio agak lebam karena kena hajar.
"Iiih, romantis sedikit kenapa sih?" Bibir Rio mengerucut sebal. Karma mulai menatap wanita di seberang tempat duduknya yang kelihatannya merajuk.
"Yaudah deh, nanti pasti aku jemput walau badai menerjang, ombak menggulung bak tsunami, angin ribut sampai rumah kita ikut terbang, aku bakalan ada buat kamu kok," kata Karma panjang lebar. Buset, kalo pacar yang bilang begitu sih namanya bullshit. Tapi kalo suami? Aih, romantisnya.
Tapi Rio tetap cemberut.
"Lha terus, kenapa kemarin nggak jemput aku dari rumah Kayano-chan? Malah ngebiarin istri kesayanganmu ini balik sendiri," protesnya dengan dahi sedikit mengerut.
"Ih, kemarin kan gerimis."
Karma menghela nafas lelah. Rio sesenggukan lari ke rumah mertuanya.
Takut (Part 1)
Karma dan Rio itu terkenal sebagai pasangan iblis sejak mereka menjadi sepasang kekasih. Apapun dan siapapun seringkali jadi korban kejahilan mereka. Jika mendapat teguran dari guru atau orang-orang yang lebih tua dari mereka karena masalah yang mereka akibatkan, mereka akan berdalih dengan mengatasnamakan masa muda. Semangat pemuda katanya.
Karma dan Rio itu terkenal bukan hanya karena kelakuan mereka, tapi juga paras mereka yang tampan dan cantik, serta prestasi segudang yang mereka punya di berbagai bidang, entah itu akademik atau non-akademik.
Karma dan Rio itu penuh percaya diri dan pemberani, katanya. Mereka juga punya gelar Perfect People. Tapi bagaimana jika orang-orang mengetahui kelemahan mereka?
Kisah ini diawali pada suatu pagi, saat seekor serangga panjang berkaki banyak di kediaman Akabane membuat kegaduhan di dalam sana.
"Rio, buangin dong!" Karma misuh-misuh sambil kedua kakinya berloncatan di atas sofa. Rio yang berdiri tak jauh darinya hanya menghela nafas lelah membayangkan sofa kesayangannya bisa kotor dan rusak.
"Kamu kan cowok, kok takut sama kelabang?!" teriak Rio sambil masih memperhatikan Karma yang masih panik gara-gara ada kelabang yang terdiam di lantai rumahnya.
"Mereka kakinya banyak sih!" Rio sweatdrop.
"Apa hubungannya? Kecoa aja kamu nggak takut, kok yang beginian malah—"
"RIO!"
Kelabangnya mulai merayap! Iya, MERAYAP! Ini jadi peringatan darurat untuk seorang Karma yang punya phobia dengan makhluk satu ini. Kalau dia perempuan, sudah pasti Karma sudah jerit-jerit lebay. Tapi untuk menjaga imej-nya yang sebenarnya sudah runtuh sejak tadi di hadapan seorang Rio, Karma rela untuk tetap menutup mulut dengan keringat dingin terus-menerus mengucur dari keningnya.
PLAK! Satu hantaman yang berasal dari sapu yang entah Rio dapatkan dari mana berhasil menghentikan laju serangga berkaki banyak itu.
Kelabangnya mati. Kelabangnya udah gak jalan. Kelabangnya is death. Karma bersorak huray dalam hati.
"Kamu beresin sisanya. Aku ngantuk, mau tidur sebentar lagi." Rio menguap lebar sambil kembali ke dalam kamar. Suruh siapa Karma menginterupsi tidurnya padahal semalam Rio itu bergadang untuk pengetikan novel barunya.
Karma masih bergeming. Sepasang matanya gantian melihat kelabang malang di bawah lantai yang dingin, lalu beralih ke pintu kamar yang tertutup, lalu ke kelabang lagi, lalu ke pintu lagi, kelabang, pintu, kelabang, pintu, kelabang—
"Tunggu Rio! Pamali kalo kerjaan belum selesai! HEI!"
Sampai kapanpun, Karma ogah berurusan dengan makhluk satu ini.
-TBC-
