.

Disclaimer: Shingeki no Kyojin/Attack on Titans belongs to Isayama Hajime

Saya tidak mendapatkan keuntungan material apapun dari pembuatan fanfiksi ini.

Warning: OOC, miss typo(s), AU modern world, BL etc

Diikutkan untuk FID 6 dengan tema 69. Dan direalisasikan dengan 69 drabble yang akan dibuat dalam 7 chapter.

Ucapan terima kasih spesial untuk teman-teman yang namanya saya sebutkan bersama prompt yang diberikan.

.

*…

.

1. Jendela (Violet Autumn)

Eren punya tetangga baru.

Seorang pria berusia tiga puluh empat tahun, bertubuh agak pendek namun kekar dan berwajah minim ekspresi. Levi Ackerman namanya. Kesamaan marga dengan Mikasa, adik angkat Eren, jelas bukan ketidaksengajaan semata.

Dan entah hanya kebetulan atau memang ada unsur kesengajaan, jendela kamar tidurnya kini tepat berhadapan dengan jendela kamar Levi.

Armin berkata Eren bertingkah aneh sejak Levi pindah ke samping rumahnya. Dan Eren sama sekali tidak menyangkal.

Sejak kedatangan tetangga barunya musim semi lalu itu, Eren memiliki kebiasaan baru berdiri di depan jendela lama-lama. Terutama di pagi hari. Jika ditanya alasannya, Eren akan menjawab dengan perasaan kagum akan standar bersih-bersih Levi Ackerman yang di atas rata-rata atau tentang koleksi buku yang menghiasi satu dinding penuh kamar tetangganya.

Apapun akan dia katakan sebagai alasan. Mulai dari yang terdengar masuk akal hingga yang anak TK sekalipun tak akan mempercayainya.

Tapi yakinlah, satu-satunya alasan Eren mengapa dia betah bersandar di kusen jendelanya adalah karena kebiasaan buruk Levi yang lebih senang berganti pakaian di kamar dibandingkan di kamar mandi dengan privasi yang lebih terjaga.

Di saat-saat seperti itula Eren bisa sepenuhnya memuja otot dada dan perut seorang Levi yang mengagumkan. Membandingkannya dengan otot perut dan dadanya yang sangat samar—bahkan milik Mikasa saja lebih berbentuk ketimbang miliknya. Kemudian berdecak kagum lagi atas tubuh sempurna tetangganya.

Hei, sejak kapan seorang Eren Jeager yang terkenal akan kepolosannya itu memiliki hobi mengintip? Apalagi yang diintipnya adalah seorang laki-laki.

Eren, kau benar-benar sakit.

.

…*…

.

2. Short Course (Running until 300KMH)

Eren tidak bisa berenang.

Mikasa dengan aura bunga-bunga berbaik hati menawarkan untuk mengajarinya liburan musim panas ini. Modus ingin melihat tubuh Eren cuma khayalan semata.

Sayangnya gadis peranakan Asia itu lupa. Dia sudah berjanji dengan klub fotografi untuk pergi ke kamp musim panas dan mencari foto-foto eksotis demi lomba musim gugur nanti. Sebagai salah satu andalan sekolah, hukumnya mengikuti acara ini adalah WAJIB.

Eren sebenarnya sedikit tidak rela. Namun saat Carla Jeager berkata jika paman Mikasa, Levi, adalah mantan atlet renang yang cukup berprestasi, sedikit ketidakrelaan itu sirna seketika. Dan kau bisa banyangkan betapa bahagianya Eren saat Levi menyanggupi permintaan Carla.

Dapat menikmati tubuh indah dua jam perhari selama dua minggu penuh tentu adalah berkah tersendiri bagi Eren. Kursus singkat ini mungkin bukan ide buruk.

Oh, Eren hanya tak tahu saja seberapa 'lembut'nya Levi saat mengajarnya nanti.

.

…*…

.

3. Lilin (Seerstella)

"Menjual lilin aroma?!" Eren praktis menjerit saat mendengar usul Jean. "Kau memintaku berjualanl LILIN AROMA untuk mengisi uang kas kita yang kosong?!"

"Kau pikir ini ideku apa?! Aku juga malas melakukannya, bodoh! Tapi apa boleh buat, anggaran untuk klub film benar-benar tipis. Dan sekolah memaksa kita untuk memenangkan penghargaan festival film musim gugur nanti."

Ingin rasanya Eren berteriak mengingatkan jika Jean lah penyebab kebangkrutan kas klub film. Dengan alasan belajar, si muka kuda itu menggunakan uang kas klub untuk membeli film-film porno yang menumpuk di sudut ruangan. Dan sekarang, untuk menggantinya, mereka harus menjual lilin?!

Eren benar-benar frustasi.

"Tidak seburuk itu," Armin berusaha menghiburnya. "Kau tahu, lilin beraroma strawberry yang kita jual bentuknya benar-benar menyerupai strawberry. Kau juga harus lihat yang berbentuk perahu Noah, ada sepasang unicorn kecil di atasnya. Itu manis sekali."

Thanks, Armin. Seolah itu akan membuat Eren merasa lebih baik saja.

Dan sekarang di sinilah dia. Di depan rumah tetangga barunya, membawa katalog lilin aroma dengan wajah nelangsa bak korban pelecehan seksual.

Kau bisa menebak bagaimana ekspresi seorang Levi Ackerman saat menemukan seorang bocah lima belas tahun terdampar di depan rumahnya menawarkan lilin beraroma? Tetap datar dan tenang. Seperti biasanya. Hanya saja satu alisnya sedikit terangkat tanda tak mengerti.

"Em… Sir, Anda tertarik membeli lilin? Kami punya yang beraroma strawberry, apel dan beberapa buah lainnya. Atau Anda mau lilin aroma terapi yang cocok untuk relaksasi?"

"Berikan paket lilin relaksasi itu sekaligus penjualnya padaku. Aku berminat."

Eren tersedak napasnya sendiri.

.

…*…

.

4. Apodyopsis (Ferra Rii)

Levi pengidap apodyopsis.

Paling tidak, itulah yang dikatan Hanji Zoe saat Levi menanyakan perihal keinginannya menelanjangi seseorang pada wanita itu.

Levi sendiri menolak kesimpulan itu. Alasannya sederhana, karena dia hanya ingin menelanjangi satu orang saja. Hanji terpingkal-pingkal mendengarnya, mengatakan jika Levi pasti jatuh cinta setengah mati pada orang itu.

Untung saja Levi tidak memberitahunya jika sang objek apodyopsis-nya adalah ponakan Hanji sendiri. Atau dengan kata lain, Eren Jeager.

Bukan berarti pria berkepala tiga itu mesum atau apa. Tapi siapa sih yang tahan melihat seorang remaja polos dengan wajah manis tampak tertarik memperhatikannya berganti pakaian setiap pagi? Hei, Levi tak mau hanya dirinya saja yang ditelanjangi! Di mana harga dirinya sebagai seorang lelaki perkasa jika terus seperti ini?

Lagipula, sepertinya melucuti satu per satu pakaian Eren akan menjadi kegiatan yang menarik bukan?

.

…*…

.

5. Dark-sky Park (kurohippopotamus)

Tinggal di kota itu menyenangkan. Dekat dengan pusat perbelanjaan, dekat dengan restoran cepat saji, dekat dengan game center, dan masih banyak keuntungan lainnya. Sungguh, Eren benar-benar mensyukurinya.

Tapi sesekali Eren juga ingin melihat begitu banyak bintang. Cahaya lampu kota di malam hari membuat bintang-bintang itu tak terlihat. Kalaupun terlihat, kau bisa menghitungnya dengan jari.

Eren mengatakan hal itu pada ayahnya.

Puja kerang ajaib! Siapa sangka ayahnya yang selalu bersikap bijaksana dan dewasa itu ternyata tak jauh beda dengan ibunya saat arisan?! Entah bagaimana ceritanya, keinginan Eren itu bisa sampai di telinga Levi.

Eren benar-benar malu.

"Hei bocah, kalau kau mau, aku bisa megantarmu ke dark-sky park di dekat gunung. Di sana kau bisa melihat miliaran bintang sekaligus."

Eren langsung memeluk Levi sebagai tanda terima kasih.

Tanggal tujuh di kalender sudah dilingkari dengan spidol merah. Baju ganti dan kamera sudah disiapkan ke dalam ransel. Cemilan sudah dibeli. Eren udah siap, meski waktu yang dijanjikan masih teramat lama datangnya.

Eren benar-benar tak sabar. Dia ingin melihat jutaan bintang di atas kepalanya sekaligus. Hei, astronomi adalah salah satu materi kesukaannya tahu.

Sayangnya, Eren lupa alasan mengapa tempat itu disebut dark-sky park. Kegelapan tentu saja dijaga dengan baik di sana untuk merasakan sensasi menakjubkan melihat miliaran bintang.

Berdoalah, Eren. Semoga di dalam kegelapan itu tangan-tangan nakal Levi tidak bergerak cepat.

.

…*…

.

6. Unicorn (black-klepon)

Masih ingat dengan tragedi yang bernama 'Menjual Lilin Beraroma'?

Akhirnya Levi setuju untuk membeli lima set lilin Perahu Noah. Karena harga lilin itu paling mahal, maka Levi meminta sebuah imbuhan pada sang penjual. Menemaninya makan malam.

Entah apa yang dikatakan Levi hingga Grisha dan Carla mengizinkan Eren melakukan itu. Tidak tahukah mereka jika tetangga berwajah serius di samping rumah mereka adalah seorang pedofil homo yang mengincar remaja laki-laki?

Tentu saja tidak.

Saat Eren tiba di depan pintu rumah sang tetangga, semua terlihat normal. Namun, berapa kalipun dia mengetuk pintu, Levi tak juga keluar dan membukakannya. Eren sudah hendak menyerah dan pulang, sedikit kecewa karena ternyata Levi hanya menggodanya saja, saat menemukan catatan terselip di gagang pintu.

Langsung ke ruang makan.

Singkat, padat, jelas, dan bernada memerintah. Khas Levi. Eren bertanya-tanya apa yang akan terjadi andaikata bukan dia yang menemukan surat itu, seorang perampok misalnya. Tapi ia hanya mengangkat bahu dan menyanggupi isi surat tersebut.

Pintu depan tidak dikunci. Eren tersenyum jahat membayangkan jika dia memang seorang perampok. Sayangnya, tak ada satupun barang mewah yang tampak di sana. Buku dan perabot sederhana lebih banyak menghiasi tiap ruangnya.

Dan betapa kagetnya Eren saat tiba di ruang makan. Berbanding terbalik dengan ruangan lainnya yang bermandikan cahaya lampu, ruangan itu gelap gulita. Hanya cahaya lilin berwarna keemasan yang menjadi penerang di sana.

Dua piring salad nicoise tersaji di meja. Levi duduk di salah satu kursi dalam diam. Wajahnya tampak seribu kali lebih tampan—dan menakutkan—di bawah bayangan lilin. Tangannya bergerak pelan, memberikan isyarat agar Eren duduk di satu-satunya kursi yang ada di sana. Tepat di hadapan Levi.

"Em, Sir, ini..."

"Kau kuminta untuk menemaniku makan malam bukan? Kau pikir apa yang akan kulakukan, hm?"

"Memperkosaku." Jawaban itu hanya diucapkan dalam hati. Jadi Eren hanya diam dan memakan saladnya.

"Kenapa Anda mematikan lampu, Sir?" bosan dengan bisu yang meraja, Eren memutuskan untuk membuka percakapan.

"Aku sudah membeli lima lilin berukuran besar. Kapan lagi aku bisa menggunakannya? Mati lampu tidak terjadi setiap hari, bocah."

Eren mengerti. "Sampai sekarang saya masih tidak paham mengapa Anda memilih untuk membeli lilin ini. Bagaimanapun juga ini mahal, selain itu bentuknya agak norak. Jadi, mengapa Anda memilihnya?"

"Unicorn."

"Apa?" Itu refleks. Murni refleks. Eren tersenyum geli. Hm, muka bisa saja sangar, tapi hati ternyata Hello Kitty. Pemikiran yang kurang ajar memang.

"Perhatikan tanduknya."

"Ya?"

"Keduanya bertanduk."

"Lalu?"

"Itu artinya mereka berdua jantan."

Eren tersedak saladnya. Akhirnya sekarang ia mengerti mengapa unicorn sampai punah dari muka bumi ini.

.

…*…

.

7. Telaga (Faye Calderonne)

Sebagai hadiah karena Eren sudah bisa berenang (Ucapkan terima kasih atas bimbingan kilat Levi yang terasa seperti neraka), Tuan dan Nyonya Jeager memberikan hadiah pergi ke telaga di kota sebelah untuk pasangan guru dan murid ini.

Eren berteriak riang, sementara Levi hanya mengangguk kecil.

Seperti yang sudah diketahui masyarakat umum, Eren sangat suka melihat air dalam ukuran besar. Itulah alasannya mengapa dia selalu meneriakkan laut tiap kali ada yang meminta saran untuk destinasi liburan. Telaga mungkin tidak seluas lautan, tapi bagi Eren itu tak masalah. Bagaimanapun juga, telaga adalah kumpulan air juga kan?

Apalagi dia sudah dapat berenang. Tentunya keinginannya untuk menjajal kemampuan barunya di alam semakin membuat dirinya menggebu-gebu.

Sementara Levi sendiri sebenarnya tidak terlalu menyukai ide itu. Alasannya karena...

...telaga itu letaknya di samping kamp musim panas keponakannya. Yang artinya dia tak akan bisa menikmati kebersamaan dengan Eren tanpa diganggu oleh Mikasa.

Tapi toh kamera tetap terselip di dalam tasnya bukan?

Dan ramalannya terbukti benar. Baru saja menginjakkan kaki di pintu gerbang telaga, seorang gadis dengan mata dan rambut hitam sudah menghadang mereka.

"Ibu memintaku untuk menjaga Eren."

Bohong, jelas. Levi tahu pasti maksud keponakannya itu dengan 'menjaga'. Tapi dia hanya menyeringai kecil saja sebagai jawabannya.

Sementara Eren bermain air di dalam telaga seperti anak anjing kelewat hiperaktif, dua Ackerman hanya mengamatinya dari tepian danau. Kamera siap di tangan. Mikasa melotot pada pamannya, mengancam tanpa kata jika Levi sampai berani mengabadikan sosok cantik Eren ke dalam lensa.

"Apa yang kau tahu soal fotografi?" sindir Mikasa. Sebagai pemenang kontes fotografi pelajar tingkat nasional sejak SMP, tentunya kepercayaan diri yang begitu besar sudah tertanam di otaknya. "Eren terlalu cantik untuk difoto asal-asalan."

"Lihat saja nanti."

Eren menyelam, kamera siap di depan wajah, hendak mengambil foto ketika sang pemuda berambut cokelat keluar dari air. Permukaan air pecah, Eren keluar dengan bulir-bulir air terciprat ke udara.

Kedua tombol shutter ditekan hampir bersamaan.

Mikasa memamerkan senyum kemenangan saat menunjukkan hasil jepretannya pada sang paman. Di foto setengah tubuh tersebut, Eren terlihat sangat menawan dengan air yang membasahi tubuh.

Levi melemparkan hasil fotonya ke tangan Mikasa. Menampilkan sosok saat Eren baru saja keluar dari air dengan senyum puas dan permukaan air yang baru saja terpecah, sepintas bayangan celana renangnya tampak seperti ekor ikan berwarna merah keemasan akibat pambiasan cahaya. Cipratan air yang tercipta memberikan kesan eksotis tersendiri.

Kualitas foto yang begitu jernih. Pengambilan momen yang tepat meski hanya terpaut beberapa milidetik, namun memberikan kesan yang jauh berbeda. Sudut dan pencahayaan yang tepat. Ingin rasanya Mikasa gigit jari lalu merengek pada sang paman agar dibiarkan menyimpan foto itu. Tapi harga diri menahannya.

Levi tersenyum sombong. "Aku memenangkan kontes fotografi profesional tingkat nasional selama lima tahun berturut-turut."

Sekarang Mikasa benar-benar gigit jari.

.

…*…

.

8. Delusi (soranlahmeer)

Menemani Armin ke toko buku, sepintas Eren seperti merasa melihat Levi di antara barisan rak. Namun saat dia menengoknya ke sana, hanya ada seorang anak laki-laki yang sedang memilih buku dengan cueknya.

Membantu Jean mengambil gambar untuk film yang sedang mereka kerjakan, Eren salah melihat Marco yang sedang mempersiapkan kamera sebagai tetangganya.

Pergi ke perpustakaan kota untuk mengerjakan PR musim panasnya yang belum tersentuh, nama pengarang dari buku yang dia ambil terbaca Levi Ackerman.

Bahkan foto berduanya dengan Mikasa yang dipajang di ruang tamu oleh Grisha pun tampak seperti fotonya dengan pria kepala tiga itu. Mungkin karena Mikasa memang mirip dengan Levi dari segi fisik dan sifat.

"Eren, kau sakit." Armin berkata dengan nada cemas. "Sejak Sir Levi pergi ke Perancis minggu lalu, kau terus bersikap aneh. Kau bahkan menggumamkan namanya tiap kali melihat pria berambut hitam cepak."

Bukan salah Eren! Tanggal tujuh yang menjadi hari penantiannya adalah besok. Dan dia sama sekali belum melihat tanda-tanda kepulangan Levi. Lalu bagaimana dengan rencana melihat bintangnya?

Dan saat Eren pulang ke rumah dan mendapati seorang pria pendek dengan wajah datar sedang duduk di sofa ruang tamunya, dia hanya berlalu. Kesal pada otak dan matanya yang menciptakan delusi-delusi aneh. Apalagi delusi yang senyata ini.

"Hei bocah, kau tak mau menyapaku, hah?"

Bahkan kini telinganya juga berkhianat hingga memproyeksikan suara berat tersebut. Dosa apa dia hingga harus mengalami hal seperti ini? Mungkin menuruti saran Armin untuk pergi ke psikolog bukan ide yang buruk.

"Ho, kau mau langsung mengundangku ke kamarmu? Berani juga kau bocah."

Jangan-jangan setelah ini dia berdelusi disetubuhi oleh kurcaci itu. Eren merinding sendiri membayangkannya.

"Levi, kau mau minum apa?" suara teriakan Carla Jeager terdengar dari dapur.

Oh, jadi tamu yang ia delusikan menjadi tetangganya ini bernama Le...

...vi?

Eren berbalik dan mengucek matanya. Memastikan apa orang yang duduk dengan santai di sofanya memang benar-benar Levi Ackerman. Mulutnya terbuka. "Sir?"

"Sudah kembali ke alam nyata, bocah?"

"Ta-tapi... Anda... Perancis..." tergagap, Eren tak tahu haru bilang apa. Salah siapa pria itu muncul saat dia sedang dalam masa delusinya.

"Aku sudah berjanji untuk mengajakmu ke dark-sky park besok. Mana mungkin aku melupakannya."

Eren jelas terharu. Siapa sangka pria itu sudi mengingat janji konyol dengan seorang bocah remaja dan mengorbankan istirahat di negara kelahirannya? Jadi jangan heran jika Eren langsung menyerbu Levi dengan sebuah pelukan besar.

Kali ini ia yakin bukan delusi. Suhu tubuh Levi begitu nyata di kulitnya.

"Terima kasih, Sir. Terima kasih banyak."

.

…*…

.

9. Bulu perindu (Senandung Dewi Utari)

Siapa yang tahu Mikasa percaya pada pelet?

Berbekal bulu perindu, alat untuk memikat lawan jenis yang berasal dari sebuah negara di ujung Asia Tenggara, dia berencana untuk melakukan sihir hitam itu.

Jika bagaimana cara dia mendapatkannya, Hanji lah yang patut dituding sebagai tersangka. Wanita gila ilmu pengetahuan itu rela merogoh kocek lebih dalam untuk menguji benda mistis itu di laboratorium akibat hasutan dari Mikasa. Padahal si gadis berwajah orientah hanya berkata MUNGKIN rambut itu adalah rambut titan yang selama ini dicari-cari Hanji.

Kebohongan besar. Sebenarnya benda itu adalah bulu ekor elang yang sudah diberi kekuatan magis.

Mikasa tak mau berbohong, tapi uang sakunya sebagai pelajar jelas tidak cukup untuk membeli benda dengan ongkos kirim selangit itu. Dan akhir-akhir ini Eren semakin sering mengigaukan nama pamannya—entah mimpi apa saudara angkatanya itu. Jadi dia harus bertindak cepat. Dan kali ini Hanji yang menjadi korban penipuannya.

Annie mendapatkan ucapan terima kasih spesial karena sudah menunjukkan blog tentang benda itu dan cara penggunaannya.

Direndam air kemudian diletakkan di atas foto pria yang disukai. Mikasa terjaga semalaman, tak sabar menunggu efeknya saat Eren terbangun esok hari.

Dan saat ia keluar kamar untuk mengecek hasilnya, Eren sedang menyeret ransel gunungnya keluar dari kamar dengan wajah berseri-seri.

"Selamat pagi, Mikasa."

"Selamat pagi, Eren." Dibantunya pemuda itu membawa ransel yang cukup berat itu ke lantai bawah. Mungkin hari ini dia harus membantu Jean membuat film lagi. "Kau tampak berbeda hari ini."

"Tentu saja, aku sedang sangat senang!" Mikasa berdebar menunggu kalimat berikutnya. Berharap Eren mengeluarkan kalimat pujian untuk dirinya atau kata-kata cinta. "Sir Levi mengajakku meliahat bintang malam ini. Aku sungguh tak sabar."

Kastil harapan yang sejak malam ia bangun hancur berantakan. "Oh..."

Setelah selesai mengocehkan tentang betapa baiknya Levi dan keinginannya untuk melihat bintang, Eren segera pergi ke luar rumah untuk pergi membantu Jean membuat film. Dan dia sama sekali tak mengacuhkan aura neraka yang muncul di sekitar Mikasa.

Suara tawa seorang wanita—yang Mikasa yakin bukan Carla Jeager—terdengar dari dapur. Seorang wanita dengan rambut cokelat mengenakan kacamata sedang duduk di sana dengan tenang sambil menikmati teh. "Itu tak akan mempan pada orang yang sudah menemukan soulmate-nya lho, Mikasa."

Sejak kapan wanita itu tahu jika Mikasa berniat menggunakannya pada Eren?

"Nah, Mikasa," Hanji Zoe—yang kebetulan adik kandung dari Carla Jeager—bangkit dan mendekati Mikasa. "Apa kau tahu jika tidak baik membohongi orang lain, hm?"

Mikasa menelan ludah.

Keluarga Ackerman tidak kenal takut. Begitu pula dengan Mikasa. Tapi...

...pengecualian kalau Hanji sudah mengeluarkan wajah gila ilmu pengetahuannya. Entah apa yang akan terjadi dengan Mikasa selama sisa liburan musim panas kali ini.

.

…*…

.

10. Kontemplasi (Kai Anbu)

Jean menudingnya sebagai homo.

Armin menepuk pundaknya sambil berkata jika dia tak salah, dia hanya jatuh cinta.

Mikasa mengambil sikap tidak setuju pada kedekatannya dengan Levi.

Orang tuanya belum tahu. Mereka menganggap kedekatan Eren dan Levi semata-mata karena Eren menginginkan sosok kakak laki-laki yang menyerupai Mikasa.

Sementara Eren sendiri?

Dia yakin perasaannya bukan cinta. Mungkin pertemanan adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya dibandingkan persaudaraan.

Tapi, dia tak pernah tertarik melihat otot Jean atau Armin saat ganti baju di sekolah—mungkin karena otot mereka tidak segagah otot Levi. Dan lagi teman mana yang senang menggoda dengan kata-kata menjurus?

Eren frustasi.

Dia anak tunggal. Keluarganya pasti akan sangat kecewa jika sampai dia berbelok menjadi homoseksual. Oh, dia bisa membayangkan ibunya menangis dan ayahnya memandangnya dengan ekspresi marah. Eren menggigit bibir.

Hanji Zoe, bibinya, datang malam ini. Menggodanya habis-habisan. Terima kasih banyak Eren akan katakan pada Armin. Mengapa pemuda manis itu harus sebegitu jujurnya hingga menceritakan perihal dugaan Eren telah jatuh cinta? Apalagi pada bibinya sendiri, yang secara kebetulan merupakan pembimbing Armin untuk olimpiade kimia.

Dan saat Eren bercerita jika itu hanyalah dugaan bodoh Armin, karena dia tak mungkin jatuh cinta dengan Levi Ackerman. Hanji segera terbatuk sangat keras. Kemudian wanita itu terdiam dan tampak mengkalkulasi seuatu sebelum menepuk pundak Eren dan berkata, "Mungkin kau memang berjodoh dengannya."

Satu hal yang pasti, bercerita pada bibinya adalah pilihan buruk.

Eren terdiam di kamarnya. Hendak melakukan kontemplasi malam ini. Merenungkan apa yang baik dan buruk bagi dirinya, masalah orientasi seksualnya yang mengambang, antisipasi yang harus diambilnya dan masih banyak lagi.

"Bocah, kau belum tidur?"

Suara itu muncul dari jendelanya. Eren segera berlari menyambutnya. Menemukan Levi sedang bersandar di kusennya dengan wajah datar. Ah, Eren lupa jika kamar mereka memang berhadapan.

"Aku… aku sedang… mengerjakan PR musim panasku." Satu kebohongan tidak meluncur mulus dari bibirnya. PR-nya sudah selesai sejak minggu lalu berkat bantuan Mikasa dan Armin.

Levi tampak tidak percaya, tapi toh dia tak memaksa Eren untuk mengatakan apa yang sebenarnya tengah dia lakukan. "Musim panas masih lama, bocah. Kau bisa mengerjakannya lusa. Atau kau tak mau melihat bintang besok malam?"

Eren cemberut mendengar ancaman itu. Ingin berkata jika Levi bukan orang yang bisa memerintahnya atau dia bukan anak kecil lagi. Lagipula dia tak bisa tidur, dia harus berkontemplasi malam ini.

"Masih ada banyak waktu."

Eren memandangi pria itu. Menerka-nerka apakah Levi dapat membaca pikiran.

Tapi entah mengapa perasaannya terasa lega. Benar juga. Masih ada banyak waktu. Ia tidak harus memutuskan orientasinya malam ini juga, masih ada banyak waktu untuk melihat apakah dia memang benar seorang gay atau itu hanya ketertarikan berdasarkan rasa iri. Bukankah semuanya memang harus pelan-pelan?

Mungkin, kontemplasinya bisa ditunda.

Ia tersenyum lebar. "Terima kasih, Sir Levi. Selamat malam." Ditutupnya jendela, membiarkan Levi yang mengernyit tak mengerti akan arti ucapan terima kasih itu.

Diangkatnya bahu dan berucap lirih. "Selamat malam juga, Eren."

.

…TBC…

.

Terima kasih sudah membaca 69 drabble untuk FID ini. Dan makasih banyak buat yang sudah bantu aku di facebook dan menyumbangkan prompt yang menarik. Nggak nyangka ternyata banyak yang mau bantu. Bagi yang sudah nyumbang prompt juga, aku pakai untuk chapter berikut-berikutnya ya.

Violet Autumn: Makasih banget prompt-nya, awal semua ide ini dari prompt-mu lho.

Running until 300KMH: Short Course itu maksudnya kursus singkat kan? Aku nggak salah translate kan? #plak

Seerstella: Makasih ya kak, prompt-nya yang biasanya berakhir romantis malah aku kacaukan…

Ferra Rii: Prompt yang menarik banget. Makasih banyak ya.

Kurohippopotamus: Makasih sumbangan idenya, nambah pengetahuan juga soal astronomi. :)

Black-klepon: Aku nggak nyangka prompt-mu yang berkesan fantasi malah aku acak-acak begini... maaf ya.

Faye Calderonne: Makasih ya bantuannya. Sebenarnya aku mau pakai prompt yang lain, tapi entah kenapa aku malah pakai yang ini...

Soranlahmeer: Sebenarnya aku pernah buat kisah bertema delusi juga, tapi entah mengapa aku ingin pakai prompt yang ini.

Senandung Dewi Utari: Prompt yang susah, susahnya itu mengaitkan bulu perindu dengan kehidupan Eren di sini. Tapi keren deh ;)

Kai Anbu: Kakak, prompt ini cocoknya jadi tema FF MC tentang psikologi seorang anak dibandingkan untuk drabble... maaf kalau hasilnya jadi aneh, keterbatasan word nggak bisa memuat semua tahap kontemplasi...

Aku masih butuh banyak koreksi, jadi tolong kasih kritik dan saran ya.