Happily Ever After?
By : wearekaiseme
Pair : SeKai/KrisKai and other
Warn : BL/YAOI. M-Preg. Typo(s). Don't Like? Dont Read!
.
.
.
Ini adalah FF perdana kami. Siapa kami? Kalian bisa lihat di pen name, kami adalah semenya Kai #plakk. Kami sebenarnya adalah aku a.k.a Ciezie Kyuhyunnie AdmrHyukkie, with my gokil little sist, Henry Park. Ide awal plus keseluruhan sih sebenarnya semua dari Nyukkie, lalu kita tuangkan bersama ide itu. FF ini sebagai pembuktian kalau kita sayang banget sama Kai (meski dengan cara menyiksanya di FF ini Kkkkkkk ^^).
Okay.. selamat menikmati ya.. We Hope all of you like this. Jangan lupa ini hanya fiksi Cuma imaginasi untuk menghibur, so yang buruknya jangan ditiru.
.
.
.
.
.
Chapter 1: Perjodohan
Sehun POV
Perjodohan? Kenapa hal seperti itu masih ada di zaman yang katanya modern ini. Sialnya, aku sama sekali tak bisa menolak. Ancaman Umma dan Appa memberhentikan semua fasilitasku, benar-benar membuatku mati kutu. Arghhh terbayang wajah Luhan, namja chinguku yang sebenarnya.
Hanya dengan membayangkan wajahnya saja, aku bisa tersenyum lepas. Dia itu bagai malaikat, malaikat yang teramat polos. Matanya indah, wajahnya indah, senyumnya apa lagi.. ahhhh aku benar-benar mencintainya.
Lalu bayangan perjodohan itu datang lagi, membuatku serasa dihantam, arghhhh hidup benar-benar tak adil kenapa aku harus begini sih? Kenapa di antara sekian banyak manusia yang hidup di dunia ini, harus aku yang mengalami nasib stragis ini? Mengapa? Ashhh menyebalkan. Apa yang harus aku bilang pada Luhannieku. Arghhhhh.
Iya sih, keluarga Kim memang sangat baik pada kami dulu, aku ingat semua kebaikan mereka. Mereka yang membantu ketika keluarga kami masih bukan apa-apa. Tapi kenapa balasannya harus aku dijodohkan? Mengapa tradisi kuno seperti ini masih saja ada? Padahal aku sayang sekali pada Luhan, dan aku juga sudah sangat akrab dengan keluarganya yang campuran Korea dan China itu.
"Chagiya... Sehunnie... sudah siap? Ayo cepat.. keluarga Kim sudah datang," terdengar suara lembut Umma dari luar pintu kamarku.
Ahhh bagaimana ini? Bisa saja aku mengacau saat ini, tapi.. tapi.. ah soal fasilitasku bagaimana? Aku belum bisa hidup sengsara di jalanan. Ashh menyebalkan. Kalau aku menggagalkan acara temu keluarga ini, Appa pasti langsung mencoretku dari daftar keluarga.
Sambil menghembuskan nafas keras, aku beranjak dari tempat tidur yang dari tadi jadi sasaran kekesalanku, bentuknya sudah tak lagi beraturan, bantal-bantal bercerai berai di lantai dengan indahnya. Begitupun bedcovernya.. entah ada di sebelah mana.
Aku segera menggapai Jas yang sudah Umma siapkan. Aku memakainya, bercermin. Begini sudah sesuai standar rapi Umma kan? Aku menggapai sisir, sedikit merapikan rambut. Berkaca lagi. Okay! Sudahlah. Semoga saja anak dari keluarga itu yang menolak perjodohan ini. Iya semoga saja dia tak suka padaku.
.
.
.
.
.
Aku membungkuk pada keluarga Kim sesopan mungkin, memberikan senyum yang sesuai standar tata krama Umma. Aku memandang berkeliling keluarga Kim, apa mereka tak membawa anak yang akan dijodohkan denganku itu? Kenapa malah membawa adiknya? Aku tersenyum pada namja yang duduk di samping Eeteuk Ahjumma. Anak yang manis, mungkin kakaknya juga. Tapi sayang Lulu ku jauh lebih manis.
Aku segera duduk di kursi sebrang keluarga Kim.
"Nah, ini putra kami itu, Choi Sehun." Appa memperkenalkanku.
"Waahh dia tampan Siwonnie, kelas berapa dia?" Eeteuk Ahjumma memandangku sambil tersenyum, aku balas tersenyum. Appa memberiku isyarat untuk menjawab.
"Saya kelas dua High School Ahjuma."
Eeteuk Ahjumma mengangguk-angguk. "Ooh Cuma beda satu tahun dari Kai, dia kelas I dan mulai besok dia juga akan sekolah di sekolah yang sama denganmu."
Aku mengangguk-angguk mengerti, tapi.. tunggu.. kenapa Eeteuk Ahjumma menepuk-nepuk namja di sampingnya ketika mengatakan Kai, apa namja itu... namja imut-imut itu... itu Kai?... Namja yang akan dijodohkan denganku?
"Emmm... i.. itu Kai...?" tanyaku masih dengan nada dan sneyum yang sopan.
"Ahahha.. iya Ahjuma lupa mengenalkan. Ini Kai, calon tunanganmu itu. Ayo Kai beri salam pada Sehun Hyung. Kau mungkin sedikit pangling kan? Dulu dia sangat imut."
Oh my... Neomu Kyeopta... Namja itu berdiri, ternyata tingginya tidak terlalu beda denganku, tapi wajahnya benar-benar imut. Dia membungkukkan badan, "Anyeong Sehun Hyung.. Naneun Kai Imnida..."
Dia memandangku sekilas, lalu cepat-cepat menunduk dengan wajah memerah. Ahh sial dia sepertinya suka padaku. Okay dia memang imut, tapi aku terlanjur sayang pada Luhan. Ahh aku harus memikirkan cara lain agar anak ini sendiri yang nanti mundur dengan teratur.
"Nde... neomu Yeoppo." Ucapku membuat orang tua-orang tua ini saling tersenyum. Aku harus berakting pura-pura menyukainya, tapi lihat di belakang aku akan menekannya. Aku tersenyum evil dalam hati.
Wajahnya semakin memerah, ia menunduk, "Go.. gomawo Hyung.." dia lalu duduk lagi tanpa berani memandangku.
"Baiklah mulai sekarang Kai, Ahjussi dan Ahjumma titipkan padamu Sehunnie, dia akan tinggal di sini. Meneruskan sekolah di sini, sekaligus agar kalian bisa saling mengenal lagi."
Baiklah itu akan mempermudahku.
.
.
.
.
.
Grep. Kutahan tangannya yang akan memakai baju. Kai baru saja keluar dari kamar mandi hanya berhanduk. Umma dan Appanya telah pulang beberapa jam yang lalu, kembali ke kota mereka. Aku memeluknya dari belakang. Tubuhnya kurasa menegang dan bergetar di pelukanku.
"Hh.. hyuuungg..."
"Kau cantik Kai... Tapi sayang aku tak menyukaimu."
Badannya semakin menegang, wajahnya yang menunduk mendongak menatapku lewat pantulan cermin di depan kami. Mimik wajahnya menunjukkan tanya.
"Jangan berani bilang ini pada mereka... aku hanya terpaksa.. aku sudah punya namja chingu yang jauhhh lebih segala-galanya darimu..."
Matanya memerah dan sesuatu sedikit menghantamku. Aahhh tapi aku tak boleh lemah, aku harus membuatnya mundur. Ingat Luhan.. ingat dia. Aku semakin mengeratkan pelukanku. Ku hisap-hisap lehernya. Membuat dia berusaha melepaskan pelukan...
"Aku suka bermain-main denganmu dulu. Tapi jangan harap aku akan mencintaimu."
Tes. Akhirnya airmatanya lolos. Aku jadi tak tega. Tapi tidak. Aku harus tega. Aku harus membuatnya mundur.
"Ta.. tapi.. ahh akuu mencintaimu.. Hyuuung..."
Hah? Aku tersentak dan tak sadar melepaskan pelukanku. Ia berbalik dan sedikit mundur. Ia mengusap lehernya sambil menunduk.
"Aa.. apa.. Hyung tak ingat... aku mencintaimu.. sejak.. ke... kecil..."
Ingat apa? Ahh sial ini mungkin hanya tipuannya. Tapi aku sungguh kasihan melihatnya menangis.
"Jangan membodohiku. Dan aku ingatkan sekali lagi, aku takkan mencintaimu, takkan pernah."
Sebelum aku luruh padanya, aku segera meninggalkan kamarnya. Tak peduli, meski kulihat dia terduduk di lantai setelah mendengar ucapanku.
.
.
.
.
.
Tiga tahun kemudian
Aku berdiri di altar dengan pandangan kosong. Tiga tahun benar-benar bukan waktu yang lama. Hari yang selama ini aku takuti akhirnya datang juga. Aku tak berhasil membuat Kai mundur. Tak kusangka dia begitu teguh pendirian. Padahal segala cara sudah kucoba agar dia mundur dengan sendirinya. Menekannya, menyakitinya.. ahhh jawabannya tetap sama, dia bilang mencintaiku.
Luhan.. pikiranku melayang pada kejadian beberapa bulan yang lalu. Luhan mengetahui soal perjodohanku ini. Dia malah ingin menyerah dan membiarkanku menikah dengan Kai. Bagaimana aku tak jatuh cinta padanya, dia yang hatinya sebaik dan sebersih malaikat.
Aku tersenyum miris saat mengingatnya. Sampai sekarang aku masih mencintainya. Tapi kenapa bukan dia yang berdiri disebelahku? Kenapa harus Kai?
Kumohon kembali padaku, Lu..
.
.
.
.
"Hyung, kau baru pulang? Kau pergi kemana hyung?"
Aku mendengus saat sebuah suara menyapa indera pendengaranku. Baru saja aku masuk ke apartemenku dan yang aku dapatkan adalah ocehan tidak pentingnya? Menyebalkan!
"Hyung?"
"Bisakah kau tutup mulut besarmu itu huh?" aku mendelik tajam padanya. Kulihat ia menunuduk dan memainkan kedua tangannya.
"Mi-mianhae hyung. Aku tidak-" kata-katanya terpotong saat aku menariknya masuk ke kamar.
"Hyung?" ck! Aku benar-benar bosan medengar suaranya. Tiba-tiba bayangan Luhan melintas di kepalaku. Bayangan saat ia tersenyum, tertawa, bahkan saat ia mengetahui masalah perjodohan ini..
Kulirik Kai yang sekarang sedang menatapku bingung. Entah setan apa yang merasukiku, yang aku ingat hanya aku mulai mendekatkan wajahku padanya dan aku telah membuat sebuah kesalahan besar karenanya.
.
.
.
.
.
.
Aku mencium bibirnya kasar. Kai hendak mendorongku, tapi aku segera menangkap pergelangan tangannya dan mencengkramnya erat. Ini salahmu Kai, aku melepaskan ciuman dan menatapnya tajam yang kini sedang memandangku campuran antara terkejut takut dan marah.
Aku menyeringai padanya, "Bukankah kau menyukaiku? Mencintaiku, huh? Jadi..." aku kembali mendekat, satu tangan mencengkram lengannya, dan satu lagi memeluk pingganya dan menarik tubuhnya hingga menempel padaku. Aku mendekatkan bibirku ke telinganya dan menjilatnya, "Jadi jangan sok menolak..."
Sekali sentak aku melemparkan tubunya ke ranjang, membuatnya meringkuk ketakutan. "A.. aku ma..mau Hyung.. ta.. tapi bu.. bukan begini caranya..."
Matanya mulai memerah, tapi aku terlanjur buta. Aku menerjangnya, membuat dia meronta-ronta. Tapi dia tak berani berteriak, ia masih menjaga kebohongan kami pada semua orang sebagai pasangan yang saling mencintai.
Dia menangis, sambil terus menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Ada setitik rasa iba, tapi aku berusaha menghilangkannya. Aku harus tega, dia yang membuatku berpisah dari Luhan. Dia yang membuatku harus menikah di usiaku yang masih muda, dia yang... ahhhh semua ini salahnya.
.
.
.
.
.
Terbangun dengan kepala berat. Aku mengerjapkan mata. Lalu teringat apa yang terjadi semalam. Aku tersentak dan kulihat Kai yang sedang meringkuk di sudut kamar, dia tampak menyedihkan. Ahhhh aku tak bermaksud begitu tapi... tapi ini salahnya.. ya ini salahnya... ini bukan salahku. Aku mengacak rambutku. Lalu bangkit menuju kamar mandi.
Aku menghabiskan waktu yang lama di kamar mandi. Ketika keluar dari kamar mandi, kulihat kamar sudah rapi. Apa dia sudah bangun? Aku lalu berjalan keluar, tercium bau masakan. Hah. Kenapa dia selalu saja begitu? Sejahat apapun tetap saja bersikap baik. Kalau begini lama-lama aku bisa luruh. Sial! Ini tak boleh, ingat niat awalku. Aku akan menyiksanya lahir dan batin sampai dia sendiri yang minta berpisah dariku.
Tapi kalau dia tetap begitu maka aku akan memakai cara kotor lain. Aku mencintai Luhan, aku merindukannya. Maafkan aku Kai. Kupandangi punggungnya yang sedang asyik entah apa di dapur. Punggungnya yang semakin kecil. Dia pasti menderita bersamaku. Ahhh ayo Sehun, jangan kasihan padanya.
Aku mendekat dan langsung memeluknya erat, membuat tubuhnya bergetar. Ia selalu begitu belakangan, dia takut padaku. Tapi kenapa dia tetap mempertahankan pernikahan gila ini. Kenapa dia tetap keukeuh bahwa dia mencintaiku hanya karena kenangan masa kecil kami dimana aku memang selalu menjaganya, padahal bahkan aku sudah melupakan kenangan itu. Kau terlalu naif Kai.
"H..Hyuung..." bahkan suaranya pun bergetar.
Aku menelusuri tubuhnya, membuat getarannya semakin kuat. Tapi aku tahu bahkan dia tak berani menolakku. Tanganku sampai pada pinggangnya, dan kudengar desisan kesakitannya pelan. Ahh iya aku ingat pinggangnya terantuk pinggiran tempat tidur semalam. Pasti meninggalkan lebam, tapi dengan sengaja aku meremasnya, membuat dia memekik kesakitan...
"Arggggghhh ... Hh... Hyuuung... sshhhh i.. itu .. sakit Hyung..." tapi dia sama sekali tak berani menepis lenganku.
"Sakit Kai?" desisku, malah menambah cengkramanku, membuat badannya melengkung menahan sakit. "Kenapa tak menyerah? Kalau kau tetap keras kepala, aku akan terus menambah rasa sakitmu."
Dia mulai terisak, tangannya menutup mulutnya yang mungkin ingin berteriak lagi. Ia kemudian menggeleng. Arghhh kenapa dia terus keras kepala seperti ini?
"Lemah!" aku menyentakkan tubuhnya hingga terduduk di lantai. Dia memandangku dengan wajah yang berurai air mata yang jujur membuatku rasanya ingin memeluknya. Tapi tidak! Itu tidak boleh. Aku memberinya tatapan tajam. Dia semakin mengerut.
Aku segera keluar, aku harus bekerja. Aku tahu Kai selalu memasak untukku, tapi aku tak pernah sekalipun memakannya. Aku tak boleh membuatnya berharap sekecil apapun.
.
.
.
.
.
Aku berlari sekencang yang kubisa, tak kupedulikan beberapa orang yang mengumpat karena tertabrak olehku. Aku terus berlari hingga di depan sebuah pintu kulihat Chullie Ahjumma dan Hankyung Ahjussi. Aku segera menghampiri mereka.
"Sehunnie... " Chullie Ahjuma memelukku. "Luhaan..."
Ahhh aku tak percaya, Luhan mencoba bunuh diri. Di depanku dia berpura-pura semua baik-baik saja. Tapi rupanya dia sakit hati. Ahh ini gara-gara Kai. Ini gara-gara dia. Seandainya dia tak mengganggu hidupku, aku akan baik-baik saja bersama Luhanku.
"Bagaimana keadaannya Ahjumma?"
"Hiks hiks.. masa kritisnya sudah lewat. Tapi dia masih belum bisa ditemui."
Aku menghela nafas berat. "Maafkan aku ..."
Hankyung Ahjussi mendekat dan menepuk pundakku. "Kami mengerti ini bukan salahmu. Luhan memang lemah, meskipun di luaran dia selalu ingin memberi kesan tegar dan kuat."
"Aku... sangat menyayanginya ... ta.. tapi..."
"Kami mengerti. Kami akan mencoba bicara pada orangtuamu. Tenang saja Sehunie kami tak menyalahkanmu, kami tahu kau anak yang baik."
Benarkah? Semoga saja aku akhirnya bisa bersatu dengan Luhanku. Iya keluarga Luhan kan lumayan terkenal, dan berpengaruh. Mudah-mudahan mereka bisa membuat Umma dan Appa merestui hubunganku dengan Luhan.
.
.
.
.
.
Kubuka pintu apartemen dengan malas. Aku masih ingin di sana menemani Luhanku yang mulai sadar, aku tadi berhasil menyuapinya. Aku tersenyum hanya karena mengingat senyumnya yang masih sedikit lemah. Tapi aku harus pulang karena aku belum ada izin dari Umma dan Appa. Orang tua Luhan belum bicara pada orangtuaku.
Gelap. Kemana dia? Apa dia tidur? Lalu sebuah pemandangan miris menyapa mataku, Kai tidur tertelungkup di meja makan. Dengan berbagai makanan yang terhampar di meja. Dia tetap saja menyiapkan makan malam meski tak pernah sekalipun aku menyentuh makanannya.
Aku mendekat. Wajahnya semakin tirus. Aku berhasil menyiksanya lahir dan batin seperti niatanku. Tanganku terangkat, hendak menyentuh pipinya, tapi sebelum sampai, matanya terbuka.. aku buru-buru mengurungkan niat.
Dia langsung terduduk, seolah ketahuan melakukan kesalahan. "Hyung mianhae.. aku tak tahu Hyung sudah pulang. A.. aku sudah me.. menyiapkan makanan. Ah tapi sepertinya su.. sudah dingin... biar kuhangatkan dulu..."
Dia hampir akan beranjak ke dapur, aku segera mencekal lengannya dan memeluknya. Kai kenapa kau sebaik ini. Sayang kau datang di saat yang salah. Lalu bayangan Luhan tiba-tiba menyeruak dia yang hampir saja benar-benar mati.. kemarahanku langsung mengumpul begitu saja.
Aku mengeratkan pelukan, hingga nafasnya mulai pendek-pendek.. "Hyuuung..." dia berusaha melepaskan pelukanku. "Se..saaakk... ahhh"
Aku melepaskan pelukan dengan sedikit menyentakkan badannya membuat dia sedikit terhempas meski masih berdiri. Takut-takut dia memandangku.
"Aku benci padamu..."
Matanya membulat menatapku. "Hh..hyuung..." matanya memerah, sebentar lagi dia pasti akan menangis. "Hhyuung.. bo.. boleh.. menyiksaku... me.. mengabaikanku.. ta.. tapi ja.. jangan bilang.. membenci..ku.. hiks." Isakannya lolos.
Hatiku teriris, tapi tidak dengan ekspresiku. Kenapa kau tak menyerah Kai? Kenapa kau keras kepala? Aku jadi harus bersikap jahat padamu. Maaf aku tak punya pilihan lain.
Aku mendekat dan menariknya tangannya, kuseret dia masuk ke kamar, kemudian menyentakannya ke tempat tidur.
"Aku memang membencimu."Desisku sebelum kembali menyerang dan melumpuhkannya. Maafkan aku Kai cara ini pasti akan membuatmu membenciku lama-lama, sehingga mempermudahku untuk meninggalkanmu.
.
.
.
.
.
Seminggu kemudian, aku semakin jarang pulang. Aku menghabiskan waktuku bersama Luhan di rumah sakit. Ia cepat sembuh. Aku bilang padanya kalau aku datang atas sepengetahuan Kai pada Luhan. Ahhh aku mencintai Luhan sungguh, aku sangat bahagia selalu bersamanya.
"Sehunnie..."
Aku menoleh dan mendapati Chullie Ahjumma dan Hankyung Ajhussi yang mendekat dengan senyum mengembang, apakah ada berita baik, kenapa mereka kelihatan sangat senang.
"Akhirnya orang tuamu setuju."
Aku membulatkan mata, "Jinja?"
"Iya... pulanglah dulu. Urusi surat perpisahan kalian."
Luhan menatapku dan orangtuanya bergantian. Ia tak mengerti. Aku segera memeluknya, "Kita akan bersama lagi Lu, aku dan Kai tidak saling mencintai kami hanya dijodohkan. Kai mungkin akhirnya menyerah."
Luhan akhirnya membalas pelukanku, bahuku basah. Dia ikut bahagia kan. Aku melepaskan pelukan, dan kudapati waahnya yang dipenuhi air mata tapi dengan rona bahagia.
"Aku pergi dulu ya.. aku akan segera kembali,"
Dia mengangguk, aku mencium bibirnya sekilas membuat Hankyung Ahjussi sedikit berdehem, aku hanya memberi cengiran.
.
.
.
.
.
Kai sedang duduk di kursi dengan Koper di sampingnya ketika aku masuk ke apartemen. Dia tersenyum, ahhh sekarang aku takkan membencinya lagi. Tadi di perjalanan Umma menelpon, katanya Kai sendiri yang ingin berpisah, akhirnya dia menyerah.
Aku mendekat dan langsung memeluknya. Badannya sedikit hangat. "Kai... kau sakit?" tanyaku sambil melepaskan pelukan. Tak salah kan sedikit memberi perhatian padanya? Toh kami akan berpisah.
Dia tersenyum padaku dengan mata berkaca, "Akhirnya.. aku mendengar nada lembutmu Hyuung..."
Ahhh.. kenapa dia malah bilang begitu, aku jadi merasa bersalah.
"Tak apa Hyung, aku tahu ini semua salahku, aku yang membuat Hyung harus berpisah dengan orang yang Hyung sayang... tapi sekarang aku menyerahkan Hyung padanya. Semoga hyung bisa bahagia selamanya dengannya."
Aku memandang wajahnya yang amat tirus. Apa dia sakit dan tak makan selama aku tidak pulang? Kenapa aku jadi sedih?
"Ini surat perceraiannya Hyung, tinggal Hyung tandatangani. Aa...a ku pergi dulu... ya."
Kenapa hatiku jadi sesak. Dia berdiri dan menggapai kopernya.
"Kai.. aku antar."
Dia mematung dan menatapku lalu menggeleng. "Tak usah Hyung, aku ingin sendiri. ta.. tapi bolehkan aku memelukmu untuk terakhir kalinya?"
Aku langsung menghambur ke arahnya, Kai andai kau tidak datang saat itu, aku akan bisa menyayangimu seperti Hyung pada adiknya, seperti dulu mungkin di masa kecil kita yang sungguh aku tak bisa mengingatnya lagi.
"Maafkan aku ya Kai..."
Dia melepaskan pelukan dan tersenyum. Ahhh itu senyum pahit aku tahu. "Tak apa ini salahku Hyung... tapi satu hal yang harus Hyung ingat, aku mencintaimu dan aku tak pernah menyesal, tapi kumohon jangan lagi bilang membenciku. Ahhh aku pergi, taxinya sudah menungguku."
Membungkuk sedikit, dia lalu keluar, meninggalkanku yang mematung. Kenapa hatiku jadi kosong? Kenapa rasanya ada yang tercabut di hatiku.
.
.
.
TBC
.
.
.
Oke, akhir kata (?) kami ucapkan (?)
RnR please? Gomawo ^^
