Hai nama saya touhime! Saya orang baru di pairing ini Tapi Hime harap kalian puas dengan cerita yang hime buat! Ehehehe 3 Hime hanya mau bilang kalau cerita ini fiksi dan benar-benar tak mengacu pada cerita Naruto kecuali sifat-sifat karakter yang Hime usahakan tidak ooc. Background cerita ini juga bukan dunia shinobi jadi mohon maaf jika ada yang berharap ada ninja-ninja ehehe.

Mari kita mulai ceritanya!


.

.

Naruto belongs to Masashi Kishimoto-san

.


.

OOC, Not a ninja story, a lot of OC, a lot of typo

.


.

Family

.

.

"Hi—Hikari! Satsuki! Sudah hampir jam setengah delapan loh! Ce—cepat berangkat!" suara teriakan seorang wanita yang bisa dibilang 'masih terlihat muda' menggema di seluruh ruangan.

Wanita itu sedang mempersiapkan roti-roti serta kue-kue yang akan ia jual, tokonya akan dibuka sebentar lagi. Nampak sesosok pemuda berambut raven menghampiri wanita itu dengan wajah 'cool'nya.

"Ah-Satsuki, Ini bekalmu," ucap sang Wanita berambut indigo itu.

Mata lavendernya menatap wajah putranya itu. Sang putra yang bernama, Seto Satsuki dengan senyuman khasnya untuk sang ibu mengambil roti yang diberikan oleh ibunya itu.

"Aku duluan Kaa-san," ucap putranya pelan sambil mengecup kening ibunya.

Wajah Sang Ibu yang tak lain adalah Seto Hinata langsung memerah seketika. Wajah anaknya itu sangat mirip dengan wajah 'Ayah' jatuh tak jauh dari pohonnya, pepatah itu mungkin harus Hinata akui. Wajah Hinata masih memerah karena tingkah laku putranya. Siapa yang tak blushing kalau dicium oleh cowo tampan? Hinatapun manusia. Tanpa ia sadari sesosok gadis berambut raven telah berada disampingnya sembari melambaikan tangan di depan Hinata.

"Okaa-chan? Pasti gegara Onii-chan lagi," ucapnya pelan.

Hinata langsung tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara anaknya itu, "Hi-Hikari? Kau sudah di situ dari tadi?" tanya Hinata pelan namun ia melihat jam dinding yang tak jauh dari matanya, "Hikari, ini bekalmu dan cepat kejar Satsuki! Nanti kau terlambat!" suara Hinata berubah menjadi panik.

Gadis berambut raven bernama Hikari itupun mengangguk lalu tersenyum kepada ibunya itu. Iapun berlari keluar dari toko kue 'Lavender' milik Ibunya dan mengejar kakaknya yang telah pergi dengan sepeda. Hinata tersenyum miris melihat kedua anaknya yang tumbuh semakin dewasa. Satsuki anak laki-laki pertamanya kini sudah menginjak kelas 3 SMP, sedangkan Hikari kini sudah kelas 6 SD. Mereka berdua, baik Satsuki maupun Hikari semakin terlihat mirip dengan Ayah mereka. Kalau mereka tahu siapa Ayah mereka mungkin mereka kan terkeget-kaget. Benar juga, Hinata harus mempersiapkan tokonya. Tak ada waktu untuk mengenang masa Hinata adalah 'Seto Hinata' pemilik toko roti kecil.


"Hikari, tasmu," ucap pemuda raven itu. Satsuki.

Gadis yang ia bonceng menerima uluran tas itu, Iapun menatap kakaknya sebal. "Iya, sankyu," ucap Hikari sekenanya. Ia masih kesal akibat ditinggal kakaknya. Bayangkan saja ia harus mengejar kakaknya yang mengendarai sepeda dengan cara berlari sampai setengah jalan menuju sekolah?! Menyebalkan.

"Jaa nee, aku ke kelas duluan," ucap Hikari lagi sambil meninggalkan kakaknya.

"Oi—" ucapan Satsuki terpotong karena tubuhnya mendadak dirangkul oleh seseorang.

Yah, orang yang ia kenal baik, pemuda berambut pirang dengan mata emerald nan indah. Natsuto, Uzumaki Natsuto. Anak dari dua orang yang cukup terkenal, Uzumaki Naruto sang pendiri perusahaan Namikaze serta salah satu petinggi negara dan juga Haruno Sakura sang dokter handal. Satsuki sendiri heran mengapa ia bisa berteman dengan anak orang kaya seperti Natsuto. Mungkin karena ayah dan ibunya adalah pelanggan tetap toko kue mereka? Sampai sekarang hal itu masih menjadi pertanyaan besar di otak cerdas Satsuki.

"Natsuto—" ucap Satsuki kesal sambil menyingkirkan tangan temannya itu dari pundaknya, "Cukup,"

"Eh—sudah kubilang panggil aku Natsu! Kitakan teman akrab! Yakan Shima?" ucap Natsu sambil bertanya kepada pemuda berambut blonde lainnya.

Shima, Nara Shima adalah pemuda berambut blonde dengan mata hitam kelam. Anak dari Temari—neechan dan juga Nara Shikamaru. Ibunya sudah lama koma dan tak sadarkan diri. Sedangkan ayahnya yang merupakan salah satu penasehat negara sedang mengambil cuti demi istrinya. Mengharukan.

"Merepotkan sekali," ucap Shima acuh sambil melihat beberapa kertas di tangannya.

Natsu nampak tertarik dengan kertas yang berada di tangan Shima. Kemudian Shima menyerahkan salah satu kertas kepada Natsu. "Ini," ucap Shima pelan.

"Apa ini? Eh?! Pengumuman OSIS?! Akukan bukan OS—Ara-" ucap Natsu mengingat sesuatu. Ia ingat saat beberapa gadis memintanya menjadi perwakilan kelas dan ia langsung menyetujuinya begitu saja. Kini ia seperti menggali kuburannya sendiri.

"Satu lagi buat siapa?" tanya Satsuki mengambil satu lembar kertas dari tangan Shima.

Shima melirik Satsuki sejenak, kemudian menepuk pundak Satsuki. "Buat Uchiha Shizuna," ucapnya dengan senyum sejuta arti.

Satsuki menaikkan sebelah alisnya, "Shizuna? Siapa itu?" tanya Satsuki. Kemudian Shima menunjuk gadis cantik berambut indigo tak jauh dari hadapannya.

Mata Satsuki sempat terpana sejenak, ia merasa gadis di hadapannya itu sangat mirip dengan Ibunya. Satsuki kemudian menggelengkan kepalanya. Mungkin hanya kebetulan.

"Nih," ucap Satsuki memberikan selembaran itu kepada Shima. Shima kemudian menatap Satsuki, "Kau saja yang kasih, Aku ada urusan—bye," lelaki blonde itu meninggalkan Satsuki dan Natsu.

Satsuki menatap sebal temannya itu, ia pun mau tak mau harus memberikan selembaran tersebut kepada gadis berambut indigo. Pemuda berambut raven itu mendekati gadis indigo, saat ia menepuk pundak gadis itu dirinya semakin terkejut. Bagaimana tidak, mata gadis itu jelas-jelas lavender—mata yang hanya dimiliki keluarga Hyuuga. Mungkinkah ia saudara jauh? Tapi kalau tak salah marganya Uchiha bukan? Apakah Ibunya seorang Hyuuga?. Nampak raut kekagetan dari wajah gadis dihadapannya. Mungkinkah Satsuki dianggap orang mencurigakan ?.

"Shizuna-san? Ini lembar pengumuman OSIS dari Shima," ucap Satsuki berusaha santai.

Shizuna mengambil kertas tersebut secara kasar dan berbalik meninggalkan Satsuki. Bahkan tanpa mengucapkan terimakasih sedikitpun.

"Ck, sikap macam apa itu?" ucap Satsuki kesal.

Natsu yang sedari tadi memperhatikan sahabat dekatnya yang kini menatap gadis berambut indigo panjang dengan tatapan sendu. Gadis itu menanggung sesuatu yang tak orang lain tahu. Natsu kemudian memilih untuk mendahului Satsuki sambil mengejek-ngejek sahabatnya itu. Selama gadis bernama Shizuna itu tak berkata apa-apa, maka tak ada yang perlu dikhawatirkan. Baik Natsuto dan Shizuna tak perlu bertindak apapun sampai saatnya tiba.


Disisi lain ada seorang gadis berambut cokelat yang tengah mengunyah permen sambil membawa beberapa buku-buku yang nampak berat. Walaupun ia sedang mengunyah permen tetap saja mulutnya tak berhenti bicara. Tepat di belakang gadis cokelat itu, gadis berambut hitam pekat dan raven berjalan beriringan dengan membawa satu peta besar.

"Hikari-chan, Teru-chan, Bagaimana kalau nanti kita makan roti?" tawar si rambut cokelat kepada dua temannya di belakang.

Gadis yang dipanggil 'Teru-chan' nampak berpikir. "Bukankah setiap hari kita mengunjungi toko roti Hikari-chan?" ucapnya tak yakin.

Yah mereka adalah Hyuuga Nen, gadis berambut cokelat dengan satu konde di belakang. Ia merupakan sepupu jauh dari Hikari. Ayahnya Hyuuga Neji adalah penerus keluarga Hyuuga sedangkan ibunya Tenten adalah ahli beladiri terkenal. Sedangkan gadis yang satunya adalah Nara Teru, adik dari Nara Shima yang sangat damat manis.

"Nen—lebih baik kau tak usah ke tokoku dulu, Hyuuga-sama pasti akan marah," ucap Hikari mengingat Nen sering sekali bolos latihan bela diri dan lain-lain hanya untuk mampir ke tokonya.

"Ieee—tidak bisa, tidak mau! Aku ingin makan kue buata kaa-chan—Aduh!" ucap Nen cukup kencang. Ia menabrak seorang pemuda bertubuh cukup tinggi. Kalau tak salah namanya—

"Haruka-kun!" ucap Nen kencang.

Uchiha Haruka, si pangeran populer dari kelas sebelah rupanya. "Nen? Sedang apa kau? Ah, Konnichiwa Nara-san dan juga—siapa dia?" tanya Haruka tak mengenali Hikari.

Wajah Hikari nampak sangat familiar bagi Haruka namun ia tak dapat mengenalinya. Nen kemudian menyerahkan buku-buku yang ia bawa kepada Haruka dan berlari menuju Hikari, "Namanya HI-KA-RI-!" ucap Nen riang.

"Nen, kau kekanakkan," ucap Hikari risih.

Melihat reaksi Nen yang akrab dengan Hikari, Harukapun membungkuk sedikit dan memberi salam, "Salam kenal, namaku Uchiha Haruka,". Hikari baru tahu kalau seorang Uchiha sangat sopan.

Uchiha? Dengan mata lavender? Bukankah harusnya Hyuuga? Ah, siapa peduli. "Hn, salam kenal," ucap Hikari pelan.

Entah mendapat ide dari mana, Nen kini berjalan mendekati Haruka, "Nee nee! Bagaimana kalau Haruka-kun juga ikut ke toko rotinya Hikari-chan? Dengan begitu Otou-sama tak akan marah! Bolehkan Haruka-kun?" ucap Nen sedikit memaksa.

Haruka menghela nafas, Ia tak mau berdebat dengan teman dari kecilnya itu. "Akan ku usahakan, pulang nanti tunggu aku, aku tak tahu dimana toko roti milik Hikari-san," ucap Haruka mengalah.

Hikari nampak shok mendengarnya. Apa-apaan ini?! "Ehh! Nen-chan! Bagaimana ka—" Teru menghentikan ucapan Hikari dengan menggeleng pelan. Yah, Nen memang tak dapat dihentikan. Hikari sudah pasrah.


Waktu pulang sekolah sudah datang. Hikari berjalan gontai menuju parkiran sepeda dengan beberapa bocah di belakangnya. Tentu saja, Nen, Teru, dan juga bocah Uchiha bernama Haruka. Satsuki yang baru saja datang nampak kaget karena adiknya bersama dengan bocah-bocah lainnya. Pasti akan terjadi hal yang merepotkan.

"Ada apa ini?" tanya Satsuki kesal. Entah kesal karena apa.

Hikari menatap kakaknya itu ragu, "Mereka, mau ke toko," ucap Hikari sekenanya. Pasti kakaknya sedang kesal, batin Hikari.

"Hn, Kalian ke sana sendiri saja—tak mungkin aku memboceng empat orang," ucap Satsuki ketus. Iapun berjalan mengambil sepedahnya yang terparkir rapih.

Hikari menoleh ke arah empat temannya itu, "See? Jadi bagaimana cara kalian ke toko—".

"Pakai mobilku saja, sebentar lagi aku akan dijemput. Nen tahu tempatnya kan?" ucap Haruka memotong ucapan Hikari. Kini ia mendapat deathglare gratis dari Hikari.

Ck, bocah itu menyebalkan sekali batin Hikari. Satsuki mendekatkan diri kepada Hikari dan menarik tas bocah itu ke arah sepedahnya. "Kalau begitu kami pulang duluan. Hati hati di jalan, Nen-san, Teru, dan kau bocah jagain mereka," ucap Satsuki sambil berlalu dengan Hikari di belakangnya.

Haruka nampak tak asing dengan wajah Satsuki dan juga Hikari. Mungkin—mirip dengan Ayahnya?. Rambut raven itu tak dapat dipungkiri mengingatkan Haruka kepada ayahnya. Tapi, mungkin itu hanya khayalannya saja. Tidak, dari pada mirip ayahnya—pemuda yang ia ketahui kakaknya Hikari itu sangat mirip dengan kakaknya sendiri, Shizuna.


Hinata mendengar bunyi bel dari suara sepeda anaknya. Wanita itu langsung menaruh nampan rotinya dan membukakan pintu tokonya untuk menyambut anak-anaknya pulang.

"Okaeri," ucap Hinata pelan, yah memang begitu sifatnya.

Hikari menghambur ke tubuh ibunya, sedangkan Satsuki menaruh sepedanya dengan tepat baru memeluk ibunya, "Tadaima," ucap kedua orang itu bersamaan.

Setelah perjumpaan singkat itu, Hinata kembali menyibukan dirinya dengan panggangannya. Sedangkan Hikari dan Satsuki mengganti pakaian mereka terlebih dahulu. Satsuki kembali ke toko lebih dulu, ia mengenakan kaos hitam dengan celana panjang berwarna biru tua. Kemudian ia mengambil celemek dan berniat membantu ibunya.

"Satsuki tak u—" Satsuki tersenyum mebuat ibunya tak bisa berkata apapun. Senyuman anaknya mirip sekali dengan senyuman suaminya 'dulu' .

Tiba-tiba terlihat sebuah mobil hitam di luar rumah mereka, mobil yang cukup bagus. Satsuki bergegas keluar karena nampaknya ia tahu siapa yang datang. Dan benar saja, Nen, Teru, dan Haruka turun dari mobil tersebut.

"Satsuki-nii! Kau nampak hebat dengan celemek itu!" goda Nen sembari melangkahkan kaki ke dalam toko. Satsuki hendak memukul kepala bocah itu namun terhenti ketika melihat Teru menertawakan tingkah lakunya.

Hinata yang sedang sibuk mengelap beberapa piring menghentikan aktivitasnya karena mendengar beberapa suara yang ia kenal, "Siapa Satsu—" piring yang ia lap terjatuh begitu saja. Mata gadis Hyuuga itu tak kuasa menahan tangis melihat sesosok anak lelaki berambut indigo gelap masuk ke dalam tokonya. Perasaan rindu menjalar begitu saja di tubuh Hinata.

"Kaa-san?! Kaa-san tak papa?!" tanya Satsuki yang tahu ibunya baru saja menjatuhkan piring.

Hikari yang baru keluar melihat piring pecah di dekat kaki ibunya. Ia langsung menggenggam tangan ibunya dan memeriksa ibunya tak papa, "Okaa-chan?!" ucap Hikari panik.

Hinata tersadar akibat Hikari di sampingnya, ia kemudian mengangguk pelan dan tersenyum seperti sedia kala, "Ma—maaf ya, Ibu hanya kaget. Selamat datang Nen-chan, Teru-chan, dan kau—" ucapannya terhenti kepada sosok anak lelaki yang sebenarnya ia tahu namanya.

"Ah, Namaku Haruka, Uchiha Haruka, salam kenal," ucap Haruka sopan.

Hinata harus kuat menahan air matanya. Uchiha. Sudah pasti anak itu akan memakai nama itu. Haruka, bahkan nama itu tak diganti sama sekali. Hinata menahan perasaannya yang sudah entah sewaktu-waktu bisa saja meluap. "—Ha-Haruka-kun, selamat datang kalian bertiga. Ambil saja roti atau kue yang kalian suka," lanjut Hinata dengan senyumannya. Menyebut nama itu sangatlah susah.

"Terimakasih Tante!" ucap Nen riang dan mengambil beberapa roti.

Satsuki kemudian menjitak kepala Nen, "Jangan merampok," ucapnya singkat.

Nen terlihat kesal dan balik mengejek Satsuki. Teru mengambil roti berisi strawberry. Sedangkan Haruka, ia tak mengambil roti tapi menatap roti-roti tersebut dengan saksama. Ia tahu roti-roti ini, ia mengenal baik roti tersebut.

"Ano—ada apa?" tanya Hikari yang melihat Haruka hanya diam menatap roti-roti di hadapannya.

Haruka menggeleng, "Aku rasa aku sudah makan roti kalian dari kecil," ucapnya pelan dengan senyuman yang tak dapat diartikan, "Onee-chan pasti sering kemari," ucap lagi tapi lebih pelan.

Hikari tak begitu mengerti dan memilih untuk mengiyakan perkataan Haruka. Satsuki menatap bocah bermarga Uchiha tersebut, Ia mendengar jelas apa yang dikatakan bocah itu. Dan hal itu membuat Satsuki semakin berpikir, semua tak masuk akal. Bagaimana mungkin Shizuna—cewe Uchiha yang ia yakini kakak dari Haruka, sering kemari tanpa ia ketahui? Apa mungkin orang suruhan? ARGH Satsuki terlalu banyak berpikir.

"Kami main di luar dulu ya!" ucap Nen kencang sambil menarik tangan Hikari dan juga Teru. Haruka mengikuti para gadis itu setelah membungkuk sedikit memberi salam kepada Hinata dan Satsuki.

Hinata tersenyum sendu menatap kepergian mereka. Tak ada yang salah—namun ia merasa sangat damat merindukan anak lelaki itu. Harusnya ia tak melakukan hal itu, ia tak seharusnya meninggalkan lelaki itu. Satsuki menatap ibunya yang nampak bersedih. Ia tahu ada sesuatu yang janggal.

"Kaa-san, sebenarnya ada a—" ucapannya terhenti melihat sesosok gadis bertopi hitam dengan kacamata dan jaket berkerah tinggi masuk ke dalam toko.

Hinata nampak senang melihat gadis itu datang, "Ah! Hari ini anda datang lagi! Pesanan seperti biasa?" tanya Hinata mengemas beberapa roti dan kue di satu tempat.

Gadis itu melihat Satsuki yang berdiri di dekat pintu. Iapun mengangguk sambil mendekati Hinata. Satsuki merasa mengenal siluet gadis di hadapannya itu. Pemuda itupun menarik tangan gadis tersebut. Gadis itu tersentak kaget tak kepalang.

"Satsuki apa yang kau—"

Satsuki melepaskan topi hitam gadis itu dan terurailah rambut-rambut indah berwarna indigo. Kini sebagian pertanyaan di kepala Satsuki terjawab sudah. Pantas ia tak pernah melihat putri sulung pengusaha Uchiha datang ke tokonya. Jika rambut indigo yang menjadi cirri khasnya tak terlihat mana mungkin ia sadar kalau gadis itu adalah,

"Shizuna-san?"

.

.

TBC

Bagaimana? OOCkah? Terlalu banyak OC? Yah Hime harap itu tidak mengurangi keinginan kalian membaca fic ini. kritik dan saran diperlukan jika memang dibutuhkan. Atas segala kesalahannya Hime mohon maaf. Baca terus ya~!