Asu wa Kuru Kara – A TVXQ Fanfic

DBSK Cassiopeia and bigeast. Asu wa Kuru Kara Fic Dyska Risa Safura

"Hyung, aku merindukan Yoochun-oppa, Junsu-oppa dan Jaejoong-oppa."

Ucapan Changmin baru saja membuatku menghentikan pekerjaanku, menghafal naskah film yang akan aku mainkan beberapa hari setelah ini. Segera saja aku menoleh menatap Changmin yang saat ini terlihat lesu dengan tatapan mata lurus ke depan. Tersirat kesedihan yang terpancar dari wajahnya.

"Sudahlah Changmin-ah, kau tahu. Besok kita akan memulai debut come back-nya TVXQ. Kuharap kau tidak akan serapuh ini nanti." aku mencoba menenangkannya.

"Tapi, Hyung. Aku benar-benar merindukan mereka. Kapan kita akan bertemu dan kembali seperti dulu lagi?" sekarang kesedihan tampak jelas di raut wajahnya.

"Kau tahu, aku juga merindukan mereka. Sangat merindukan mereka malah. Dan kuharap kau juga mampu menahan rasa rindumu itu sepertiku saat ini." aku menyunggingkan senyumanku, berharap Changmin akan lebih tenang melihat senyumanku. Meskipun mungkin dia juga tahu bahwa aku juga merasakan sakit yang sama dengannya.

"Yah, aku akan mencoba bersikap lebih dewasa, Hyung. Dan aku juga tidak akan merepotkanmu lagi setelah ini. Aku janji, Hyung." Changmin berkata antusias namun tetap tidak menghilangkan kesedihan di raut wajahnya.

"Tidak, Changmin-ah. Kau sama sekali tidak merepotkanku. Aku juga merasakan kerinduan yang sama pada mereka. Tapi, kau juga tahu kan? Kita harus melindungi mereka bertiga dari serangan SM berikutnya. Kau tahu maksudku kan?" aku kembali mencoba tersenyum menenangkan, dia dan diriku sendiri tentunya.

"Aku mengerti, Hyung. Aku, ah- maksudku kita harus menjadi kuat dan come back untuk mereka. Benarkan, Hyung?" kali ini senyum mulai tampak di wajahnya. Membuatku ikut menyunggingkan senyuman terbaikku.

"Benar. Kita harus selalu terlihat bahagia dan sama sekali tidak terluka di depan semua orang.. untuk mereka." aku menghela nafas berat kemudian tersenyum ke arahnya. Magnae DBSK yang sangat aku sayangi ini.

Saat aku dan Changmin sedang berkutat dengan pikiran masing-masing, terdengar suara Jaejoong yang amat khas melantun indah, menyanyikan lagu Asu wa Kuru Kara, lagu yang aku ciptakan saat kami masih menjadi DBSK. Aku menghela nafas, kemudian kulirik sekilas layar ponselku yang sekarang sedang berkedip-kedip memunculkan nama seseorang yang sekarang sedang memanggilku.

"Jaejoong-oppa lagi, Hyung?" suara Changmin membuatku menoleh ke arahnya sembari menganggukkan kepalaku lemas.

"Yah, ini sudah yang kesekian kalinya dia menghubungiku...hari ini." aku menghela nafas berat.

"Hyung?" kudengar Changmin memanggilku setelah sekian lama kami terdiam.

"Hm?" responku singkat sembari menggerakkan kepalaku menatapnya.

"Sampai kapan kita akan terus begini?" tatapannya kembali murung.

Aku hanya diam tidak merespon ucapannya. Pikiranku melayang tidak tentu arah saat ini, mulai dari perdebatan –atau lebih tepatnya pertengkaran kami dengan SM Entertainment 1 tahun yang lalu. Yang kemudian berbuntut sidang panjang dengan denda yang terlampau besar yang akhirnya dijatuhkan pada kami.

Kemudian keputusan Jaejoong meninggalkan Korea bersama dengan Yochun dan Junsu setelahnya. Entah mengapa mereka bertiga tidak menyetujui usul yang aku kemukakan saat itu dan memilih untuk pergi meninggalkan kami berdua. Untungnya saat itu Changmin berpihak padaku. Jika tidak, aku tidak tahu apakah aku masih sanggup berdiri seperti ini atau tidak.

Semuanya terjadi begitu cepat, dan tidak terduga. Hingga akhirnya sekarang kami terpecah belah seperti ini.

Adakah salah satu dari kalian yang tahu bagaimana caranya mengembalikan kami? Jujur saja, aku pribadi masih belum menemukan caranya. Aku menghela nafas berat lagi.

"Secepatnya, Changmin-ah. Asalkan kita berusaha sekuat tenaga, aku yakin kita pasti mampu melewatinya. Kau percaya padaku, kan? Hm?" kembali aku mencoba menenangkan dia dengan sisa tenaga yang aku punya saat ini.

"Aku tahu, Hyung. Tapi aku takut jika..." ucapannya menggantung. Dia terlihat berpikir sebentar kemudian kembali melanjutkan ucapannya.

"Hyung, aku takut jika Jaejoong-oppa dan yang lainnya tidak mengerti maksud kita saat ini." aku mengerutkan alisku tanda tidak mengerti dengan ucapnnya. Mengetahui ekspresi kebingunganku akhirnya dia kembali melanjutkan ucapannya.

"Maksudku, bagaimana jika Jaejoong-oppa dan yang lainnya tidak mengerti bahwa selama ini Hyung tidak membalas pesan singkatnya dan tidak mengangkat panggilan dari Oppa karena ingin melindungi mereka, Hyung? Bagaimana jika mereka justru berpikir sebaliknya? Berpikir kalau.." dia terlihat berpikir kembali, menyusun kata yang tepat kemudian menghela nafas dan melanjutkan ucapannya.

"Kalau kita melupakannya dan memang sengaja menghindar dari mereka untuk keuntungan kita pribadi. Aku takut itu terjadi, Hyung." Changmin menyudahi ucapannya kemudian tertunduk lesu sembari memainkan jari-jari di kedua tangannya. Dia terlihat sangat tertekan dan menderita. Tentu saja, orang mana yang tidak menderita dengan keadaan seperti kami saat ini. Dasar SM keparat! Umpatku tidak tahan dengan semua ini.

"Hm, kalau seperti itu yang kau takutkan, aku jujur secara pribadi juga tidak tahu apakah Jae dan yang lainnya mengerti akan maksud tersembunyi kita. Tapi satu hal yang aku yakin ada dalam diri mereka adalah, mereka tetaplah Jae, Yoochun dan Junsu yang selama ini kita kenal. Jadi, meskipun mereka tidak tahu maksud tersembunyi di balik apa yang kita lakukan, mereka pasti akan mempercayai kita bahwa kita menyayangi mereka. Hm? Kau sama yakinnya denganku, Changmin-ah?" aku mencoba menjelaskan apa yang aku yakini padanya. Sebenarnya aku juga berharap apa yang aku yakini adalah sebuah kenyataan yang ada.

"Hm. Aku mengerti, Hyung. Baiklah, kalau begitu aku istirahat dulu ya, Hyung? Aku akan mempersiapkan diriku untuk debut kita besok. Semoga saja Jaejoong-oppa, Yoochun-oppa dan Junsu-oppa melihat kita." suara Changmin kembali terdengar ceria.

"Hm. Tidurlah Changmin-ah. Kau juga tidak mau mengecewakan mereka dan CassiEast yang sudah menunggu kembalinya kita ke atas panggung bukan?" aku kembali tersenyum ke arahnya.

"Tidurlah, kita harus mempersiapkan diri kita sebaik mungkin." aku kembali melanjutkan ucapanku.

"Aku tahu, Hyung. Tapi, kupikir kalau Yunho-hyung juga harus tidur sekarang. Mana bisa jika aku segar bugar sementara Yunho-hyung kelelahan." dia tertawa setelah mengatakan kalimat yang cukup menghibur itu. Akupun membalasnya dengan tertawa bersamanya.

"Baiklah, aku janji akan tidur setelah membereskan semua ini dulu." dia mengangguk mendengar ucapanku kemudian secepat kilat berjalan ke arah kamar tidur miliknya berada.

Setelah Changmin pergi. Aku memutuskan untuk kembali berkutat dengan pikiran dan lamunanku. Entah mengapa kata-kata Changmin tadi begitu merekat di pikiranku. Jujur, aku sebenarnya juga takut Jae dan yang lainnya akan berpikir demikian. Tentu saja, bukan tidak mungkin mereka akan merasa dikhianati. Lebih tepatnya, aku mengkhianati mereka.

Tapi di lain pihak, aku juga tidak menemukan cara lain untukku melindungi mereka. Jadi meskipun dengan terpaksa, aku harus menempuh jalan yang berbatu ini. Sungguh ironis. Tapi tidak ada cara lain, aku dan Changmin, bersama harus kulindungi mereka.

Perlahan aku mulai tersadar dari lamunanku yag melayang tak tentu arah tadi. Kuraih player yang tergeletak tak jauh dari tempatku duduk saat ini. Meraih earphone-nya dan memasangkannya di kedua telingaku. Kemudian segera kutekan tombol play.

Perlahan mulai terdengar dentingan piano milik Yoochun yang mulai memainkan intro lagu Asu wa Kuru Kara. Disusul kemudian suara khas milik Jae yang menyanyikan bait pertama lagu ciptaanku beberapa tahun yang lalu ini. Suara yang saat ini amat sangat aku rindukan. Aku merebahkan diriku di atas sofa. Kemudian meletakkan lengan kananku menutupi kedua mataku yang sekarang terpejam. Menghayati kata demi kata yang terucap dari suara mendayu-dayu milik Jaejoong.

Hora maiorita yuki ga kono te ni tokete wa

Marude nani mo nakatta youni kieteku

Suaranya mengingatkanku akan apa yang mendasariku menciptakan lagu ini tahun 2006 lalu. Perasaan yang menyatu antara kami semua. Aku menghela nafas sekali lagi. Suara Changmin menyusul setelahnya.

Nee taisetsu na koto wa kowareyasui kara

Bokutachi ni wa tsukamenai shizuka ni tadayou dake

Junsu dan yang lainnya menyusul mengalunkan lagu ini dengan apik dan sempurna, membuatku semakin membayangkan dan berharap semua ini akan berakhir secepatnya. Perlahan kembali kupejamkan kedua mataku, mulai membayangkan saat ini aku melihat mereka semua sedang menyanyikan lagu ini di hadapanku. Dan membawakannya khusus hanya untukku.

Haruka na haruka na uchuu no katasumi

Koushite futari ga deaeta guuzen

Kiseki to yobitai kono kimochi wo

Kimi dake ni tsutaetai yo

Tada tsutaetai koto ga umaku ienakute

Mayoi nagara sagashi nagara iketeta

Ima hitotsu ni hikari wo mitsuketa kigashite

Oikakereba nigeteyuku mirai wa ochitsukanai

Nandomo nandomo tachitomari nagara

Egao to namida wo tsumikasaneteyuku

Futari ga aruita kono michinori

Sore dake ga tashika na shinjitsu

Ame furu toki ni wa kimi no kasa ni narou

Kaze fuku toki ni wa kimi no kabe ni narou

Donna ni yami no fukai yoru demo

Kanarazu asu wa kuru kara

Kelopak mataku memanas sekarang. Entah karena aku terlalu lama menutupnya dengan lengan kananku atau karena aku ingin menangis. Aku menghela nafas sekali lagi. Perlahan kuturunkan lengan kananku dari wajahku. Meletakkannya di samping tubuhku. Kembali kududukkan diriku dan menyandarkan bahu serta kepalaku ke sandaran kursi yang ada di belakangku. Mataku semakin memanas sekarang. Tapi aku, aku tidak boleh menangis. Aku harus kuat demi Changmin dan mereka bertiga. Demi Jae, Yoochun, dan Junsu juga. Agar mereka tahu bahwa aku baik-baik saja di sini.

Haru ni saku hana ya

Natsu no sahanama

Aki no tasogare ya

Fuyu no nukumori

Ikutsumo ikutsumo no kisetsu ga meguru

Kasane au inori wa joyuu sae koeteyuku

Kali ini air mataku tidak bisa kubendung lagi. Suara dan jeritan Jae mengingatkanku akan semua kenangan manisku bersamanya selama ini. Semuanya, pun saat aku berjanji akan selalu melindunginya, menjaganya dan selalu berada di sisinya. Dan juga akan selalu mencintainya, meskipun hal yang terakhir itu tidak pernah terucap secara nyata dari mulutku.

Haruka na

(Uchuu no katasumi ni ite)

Haruka na

(Omoi wo haseru)

Kiseki to yobitai kono komochi wo

Tada kimi dake ni tsutaetai yo

Nandomo nandomo tachitomari nagara

Egao to namida wo tsumikaseneteyuku

Futari ga aruita kono michinori

Kiesaru koto wa nai kara

Ame furu toki ni wa kimi no kasa ni narou

Kaze fuku toki ni wa kimi no kabe ni narou

Donna ni yami no fukai yoru demo

Kanarazu azu wa kuru kara

Kimi dake ni tsutaetai yo

Kanarazu asu wa kuru kara

Junsu mengakhiri lagunya. Dengan cepat aku menekan tombol off pada playerku. Kemudian melepaskan earphone dari telingaku dan meletakkannya kembali ke tempatnya semula. Kembali aku menghela nafas berat. Air mataku masih belum berhenti mengalirkan cairan beningnya. Tapi tidak, aku tidak boleh lemah. Bukannya dengan begini, maka SM akan merasa menang dariku? Menang dari kami semua? Tidak, hal itu tidak akan pernah terjadi.

Perlahan kuusap air mata yang tadi sempat mengalir membasahi pipi dan kedua mataku. Mungkin benar kata Changmin. Aku harus istirahat sekarang, atau besok aku akan terkapar saat debut kami berlangsung. Aku tertawa miris. Kubereskan sekilas beberapa barang yang tidak berada pada tempatnya. Kemudian bergegas menyusul Changmin menjemput mimpi malam ini. Karena aku yakin, Jae dan yang lainnya pasti akan menunggu debut kami besok.

"Bagaimana Jaejoong, Yoochun dan Junsu? Apakah kalian masih berhubungan dengan Yunho dan Changmin? Apakah kalian masih melakukan kontak dengan mereka?" suara wartawan melontarkan pertanyaan pada mereka bertiga. Sesi interview JYJ ini sengaja kutonton bersama Changmin saat ini. Sesaat Changmin mengarahkan pandangannya ke arahku kemudian kembali serius menatap televisi.

Jaejoong, Yoochun dan Junsu terlihat saling bertukar pandang kemudian akhirnya Jaejoong menjawab.

"Sayang sekali, kami sudah putus kontak dengan Yunho-ah dan Changmin-ah. Tapi bukan berarti kami tidak berusaha untuk menghubungi," aku sangat tertohok dengan penjelasan Jaejoong saat interview tersebut.

"Kami berkali-kali mencoba menelepon dan mengirimkan pesan singkat pada mereka, namun sama sekali tak ada tanggapan. Waktu aku mencoba menelepon Yunho beberapa hari lalu, aku mendengar nada hubung sebentar sebelum akhirnya terputus sama sekali. Mungkin mereka sudah mengganti nomor mereka." aku menelan ludah perlahan.

Kemudian kutekuk kepalaku hingga menatap lantai, menghindari tatapan Jae yang meskipun tidak secara langsung tetapi tetap saja terlihat sedang menginterogasiku. Changmin sepertinya mengerti akan perubahan yang terjadi padaku segera saja menepuk-nepuk perlahan bahuku. Kemudian berkata, "Sudahlah, Hyung. Apa yang kau lakukan selama ini tidaklah salah. Hanya saja, wajar jika setiap manusia tidak terkecuali Jaejoong-oppa tidak mengerti akan maksud kita sebenarnya. Wajar karena kita tidak sama sekali memberitahunya akan hal itu." ucapnya tenang sembari tetap menatap layar televisi yang masih saja menyorot wajah Jae.

Aku meraih ponselku yang tergeletak di atas meja di samping sofa yang kududuki bersama Changmin ini. Kutatap layarnya sembari mengelus perlahan layar ponselku yang kupasangi walpaper dengan fotoku, Jae, Yoochun, Junsu dan Changmin tentunya. Perlahan aku menekan-nekan tombol touch-nya, beberapa saat kemudian terpampang dengan jelas semua pesan masuk yang bertengger dengan manis di inbox ponselku. Semuanya berasal dari Jae, beberapa dari Junsu dan Yoochun.

Aku menghela nafas berat lagi. Entah sudah berapa kali aku menghela nafas. Isinya rata-rata sama. Menanyakan pesan dan meminta bertemu juga menyatakan rindu. Aku selalu menyesali semua yang aku lakukan tiap kali aku menerima pesan singkat darinya. Ada perasaan bersalah yang hinggap di hatiku saat aku memutuskan untuk tidak merespon pesan singkat darinya. Mencoba melawan keinginan hati kecilku yang selalu ingin membalas pesan singkatnya, atau hanya sekedar memberitahunya bahwa aku juga merindukannya. Aku kembali menghela nafas berat.

"Hyung, aku mengerti apa yang kau rasakan. Karena aku juga merasakan hal yang sama." suara Changmin membuyarkan lamunanku tentang dirinya.

"Hm? Darimana kau tahu apa yang aku pikirkan, Changmin-ah?" pertanyaan bodoh dengan suksesnya meluncur dari bibirku. Tentu saja dia tahu, aku ini bagaimana.

"Terlihat dengan jelas, Hyung. Kau terus saja menghela nafas dari tadi. Itu menandakan kalau kau banyak pikiran, bukan?" Changmin tersenyum tulus.

"Hm. Aku sedang memikirkan apa yang akan aku lakukan besok saat interview. Jika ada wartawan yang bertanya hal apa yang sama dengan yang mereka tanyakan pada Jae tadi. Aku tidak tahu akan berkata apa aku nantinya." aku menghela nafas lagi. Kulihat Changmin hanya tersenyum maklum dengan sikapku saat ini. Dia terlihat lebih dewasa dari sebelum ini.

"Lakukanlah apa yang menurutmu pantas untuk kau lakukan, Hyung. Tenanglah, aku akan selalu mendukungmu dari belakang, meskipun aku tidak tahu apa maksud dari yang kau lakukan. Tapi, aku yakin itu bukanlah sesuatu yang buruk." Changmin mengatakan sesuatu yang entah mengapa membuatku lebih tenang dari sebelumnya. Setidaknya saat ini, aku tahu dia masih mempercayaiku.

"Terimakasih, Changmin-ah. Karena kau sudah mempercayaiku. Kuharap kau tidak akan kecewa dengan apa yang akan aku lakukan besok, hm?" aku mulai membalas senyuman tulusnya untukku.

"Tenang saja, Hyung. Aku akan selalu mendukungmu dan akan selalu berusaha tidak kecewa dengan apa yang kau lakukan." dia kembali tersenyum tulus padaku.

"Terimakasih, Changmin-ah."

"Yunho, Changmin? Apakah benar bahwa selama ini Jaejoong sudah berusaha menghubungi kalian tetapi tidak ada satupun panggilan yang kalian jawab dan pesan singkat yang kalian balas?" akhirnya terlontar juga pertanyaan yang aku takutkan semalam dari mulut para wartawan ini.

Aku dan Changmin bertatapan sebentar kemudian aku menjawab disertai dengan anggukan kepala yang mantap dari Changmin.

"Itu tidak benar. Kami tak pernah mendapat kontak dari mereka sama sekali. Dan kalau kami mencoba menghubungi mereka, nomor ponsel mereka juga sudah berubah, jadi mungkin kami tidak menerima kontak apapun karena nomor mereka yang tidak familiar. Ada banyak sekali telepon iseng akhir-akhir ini. Kami tak bisa menjawab semua telepon satu per satu."

Aku tahu aku salah telah berkata demikian. Tapi, hanya ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan mereka bertiga. Aku tahu dengan pasti bahwa mereka tidak mungkin melewatkan interview ekslusif ku dan Changmin ini. Maaf, hanya ini yang bisa aku lakukan. Kuharap dari sorot mataku dan Changmin, kalian bisa mengerti apa yang aku dan Changmin rasakan saat ini, tanpa harus kami jabarkan semuanya secara nyata.

"Mianhae Yoochun, Junsu."

"Mianhae, Jae."

End

A/N:

Mianhae T.T

Saia bukan CassiEasth sejati tapi dengan beraninya saya buat fic yang seperti ini.. T.T #jedok2in kepala ke tembok

Tapi, tapi minna(Lho?) setelah ini sepertinya saia akan memutuskan untuk menjadi CassieEasth.. X3

Dan ada beberapa hal di fic saia yang fakta dan ada beberapa yang Cuma khayalan saia saja, tapi saia sendiri juga nda tahu yang mana yang fakta dan yang imajinasi... #burned

Oiya, bagi yang gomawo buat yang udah nyempetin baca dan jangan lupa Asu wa Kuru Kara versi POV member TVXQ yang laennya ya... , #dgeplak karena promosi

Yah, akhirul kata(?) mind to read and review, yeorubun.. ^^