Call My Name, babe

Naruto dkk milik Masashi Kishimoto
Pair:...?
Genre:...?
Rate: T

Warning: typo akut, Ooc dan lainnya.

Chapter 1

Dentuman musik keras memenuhi sebuah diskotik yang berada di pinggiran kota Konoha. Lampu yang berkerlap-kerlip membuat suasana menjadi remang. Dan banyak para pengunjung yang tengah menari mengikuti irama. Tawa riuh keluar dari mulut mereka, saat sang Dj mengeraskan volume musiknya.

Dari sekian banyak pengunjung, banyak di antaranya telah terbuai alkohol, hingga membuat kesadaran mereka setengah menghilang. Menari tanpa beban, tertawa tanpa tahu apa yang lucu. Karna alkohol pula, banyak lelaki di sana yang berbuat tidak senonoh kepada pengunjung wanita. Dan anehnya, wanita itu tidaklah marah, melainkan tertawa dan sengaja menggoda para pria. Membusungkan dada mereka. Menatap dengan tatapan "ayo sayang, sentuh aku."

Mereka terus menari, seakan dunia ini milik mereka. Tak ada rasa malu sedikitpun. Hanya rasa bangga yang terpancar di wajah pemabuk seperti mereka.

Bagi mereka, alkohol adalah tempat dimana mereka bisa melepaskan segala beban mereka. Picik memang. Tapi, itulah manusia yang hanya memiliki pikiran sempit, tanpa memiliki cara untuk jalan keluar dari masalah mereka. Bagi mereka, kenikmatan dunialah yang mampu memberikan kebebasan, kesenangan dan kepuasan. Benarkah itu?

Di depan meja bar, duduk seorang gadis. Rambutnya yang panjang terurai bebas. Beberapa helai rambut menempel di wajahnya yang lembab. Menunduk memandangi gelas wine miliknya. Di hadapannya telah berdiri 2 botol wine kosong. Mata ametysnya memandang sayu wine di tangannya. Rupanya ia juga telah mabuk. Bibirnya melengkungkan senyum miris.

Gadis itu tertawa. Tertawa kencang hingga membuat beberapa pengunjung yang dekat dengannya menoleh. Ia tertawa pada dirinya sendiri. Menertawakan nasibnya. Menertawakan kemalangannya.

Saat tawanya usai, ia menggeram. Menatap nyalang wine di tangannya, seolah itu adalah sesuatu yang membuatnya kesal. Dengan kasar, ia tenggak segelas wine merah itu.

Gadis itu menggumam tak jelas. Mengumpat entah pada siapa? Gadis bernama Hinata menangis dalam tawanya.

Ini semua salah keluarganya. Hinata tertawa mengingat segala perlakuan keluarganya, terutama ayahnya, Hiashi Hyuga. Semua keluarganya begitu mudahnya percaya pada kabar burung tentang Hinata tanpa memastikan lebih dulu, benar tidaknya. Kabar yang mengatakan bahwa Hinata telah mencuri semua peralatan di ruang komputer kampusnya. Hinata tertawa lagi mengingat itu. Untuk apa Hinata mencuri? Bukankah keluarganya sangat kaya? Bilapun mencuri, Hinata takan mengambil barang kecil seperti itu. Bila perlu, ia akan membobol bank milik Namikaze yang terkenal nomer satu. Lantas, kenapa orang-orang menuduhnya? sedangkan ia tak melakukannya? Dan lagi, ayah dan keluarganya memakan mentah tuduhan itu.

Dunia serasa tak adil. Dengan keputusan sepihak, kelurganya tega sekali menendang Hinata dari mansionnya. Mencoret namanya dari silsilah keluarganya. Di usir tanpa diberi uang sedikit pun. Di usir layaknya anjing yang tengah ketahuan mengambil daging. Sekejam itukah perlakuan mereka terhadap Hinata yang selalu menurut?

Hinata mendengus kesal. Rasa hormatnya terhadap klan Hyuga sirnalah sudah. Tergantikan oleh kebencian yang begitu mendarah daging. Kebaikan yang selama ini ia lakukan justru di nodai dengan cacian yang tak pantas untuknya. Hinata tersenyum miris. Inikah balasan klan Hyuga padanya?

Berbekal uang yang selama ini ditabungnya. Ia meninggalkan mansion Hyuga. Pergi untuk mencari tempat untuknya tinggal sementara.

Belum reda rasa kekecewaannya terhadap keluarganya, ia harus menelan pil pahit kembali. Saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Sasori,kekasihnya tengah berciuman mesra dengan gadis berambut pirang, yang Hinata tak tahu siapa? Rasa kecewa itu bertambah berkali lipat. Niatnya ia ingin memberi tahu, bahwa dirinya sudah tinggal di apartement. Namun, kenyataan yang ia dapat justru membuatnya semakin terjatuh. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin peribahasa itu yang cocok untuknya.

Dengan kekecewaan yang begitu besar, kakinya melangkah tak tentu arah. Hingga ia sampai pada sebuah bangunan bertuliskan "Orochi Club". Tanpa sadar, ia melangkah masuk. Dan di sinilah Hinata Hyuga. Duduk sendiri dalam keadaan kacau. Menghabiskan hampir 3 botol wine. Matanya yang dulu berbinar terang kini meredup. Hanya tersisa kehampaan.

Hati Hinata terasa teriris mengingat semuanya. Kepercayaan yang ia berikan kepada keluarga dan kekasihnya telah di hancurkan. Dihancurkan dengan begitu kejam. Jadi, jangan salahkan Hinata, bila ia ingin mengubur kenangan pahit itu dan memulai mereguk kisah baru.

Hinata melangkah dengan sempoyongan. Berjalan menuju tempat Dj berada. Dengan kasar, ia meraih microphone yang berada di audio system. Ametysnya menatap seluruh pengunjung dengan sayu. Mata yang melambangkan kekecewaan, kekesalan dan kebencian. Bibir cherrynya mulai mengalunkan lagu yang ia sukai ketika ia tengah dilanda stres.

A red one, konvict gaga oh-oh eh
I've had little bit to much, much
All of the people start to rush
start to rush by

How dops he twist the dance?
Can't find a drink, oh man
Where are my keyss?
I lost my phone, phone

What's going on-on the floor
I love this record baby
but I can't see straight anymore
Keep it cool, what's the name of this club?
I can't remember but
It's alright alright

Just dance
gonna be okay
da-da do-do mm
just dance
spin that record babe
da-da doo-doo mm
just dance
gonna be okay
d-d-d-dance
dance, dance, Just, j-j-just dance

(just dance, Lady gaga)

Hinata menari sambil menyanyi. Menari dengan bebas, seakan sesak di dadanya bisa hilang dengan itu semua. Terlena dalam kebahagian sesaat yang di raihnya. Kebahagian yang diperoleh dari alkohol yang menguasai dirinya. Bibirnya melengkungkan senyum. Seluruh pengunjung pun makin berjingkrak dan menari heboh, mendengar Hinata mulai bernyanyi kembali.

Just dance, gonna be okay

da-da do-do mmm

just dance, spin that record babe

da-da do-do mm

just dance, gonna be okay

d-d-d-dance

dance, , j-j-j-just dance

Hinata merasakan kepalanya berputar, pandangannya mengabur.

bruugghh

Kemudian ia terjatuh. Kesadarannya tertelan kegelapan. Ia sempat merasakan sebuah lengan menahan tubuhnya. Hingga ia tak sampai jatuh di lantai.

Call My Name, Babe

Naruto milik Masashi Kishimoto

Mentari tlah membumbung tinggi. Sinarnya menerangi seluruh kota Konoha. Jalanan telah ramai di padati oleh pengendara mobil dan motor. Terlihat lalu lalang manusia, hilir mudik melakukan aktifitasnya.

Di pinggiran kota Konoha, berjejer apartement sederhana dengan fasilitas yang serba pas-pasan. Di salah satu bilik apartement dengan suasana serba biru, terlihat seseorang masih bergelung nyaman dalam selimut tebalnya. Mentari yang menyorot tajam membuatnya sedikit terganggu. Beberapa kali ia merubah posisinya dan menaikan selimut hingga menutupi wajahnya. Namun hal itu tak lantas membuatnya terlelap kembali dalam mimpinya, justru ia semakin tak bisa meraih kenyamanan. Terlihat dari bola matanya bergerak-gerak di balik kelopak mata yang masih tertutup.

Dia tarik selimut di wajahnya, hingga menampilkan wajah ayu yang masih terpejam. Beberapa anak rambut menempel di kening yang dibasahi oleh peluh. Gadis itu mulai membuka matanya perlahan, menampilkan ametys yang sedari tadi tersembunyi di balik kelopak matanya.

Hinata mengerjapkan matanya beberapa kali. Membiasakan retinanya dengan sinar mentari yang menembus kamarnya. Mengucek lembut matanya.

Hinata mengernyit bingung, memandangi ruang sekelilingnya. Sejak kapan kamarnya berwarna biru? Dan lagi, kemana selimut lavender kesukaanya? Dan kenapa ia memakai selimut berwarna orange. Seingatnya, ia tak pernah sedikitpun memiliki barang-barang berwarna jeruk. Ia yakin bahwa ini bukanlah kamarnya. Lantas, dimanakah dirinya?

Hinata berpikir keras. Mengingat apa yang terjadi padanya hingga ia terdampar di dalam ruangan asing ini. Kepalanya berdenyut pusing. Semakin ia berpikir, semakin kuat pula pening di kepalanya.

Hinata mencoba bangkit dari tidurnya. Menyingkap selimut yang sedari menutupi tubuhnya.

Hinata menatap horror. Menemukan tubuhnya tanpa baju, sekali lagi TANPA BAJU. Demi apa? Hinata yakin, ia tak salah lihat. Tak mungkin, kan, kalo matanya katarak? Dengan langkah cepat, ia meraih sebuah kain untuk menutupi tubuh polosnya. Hinata tak peduli, kain yang dipakainya milik siapa? Yang terpenting, tubuhnya tertutupi.

Hinata semakin stress menyaksikan keadaannya. Sebenarnya ada apa? Kenapa dirinya berakhir di atas ranjang dengan keadaan telanjang?

Seingat Hinata, ia berjalan tak tentu arah setelah melihat kekasihnya bercumbu mesra dengan wanita lain di hadapannya. Hingga ia tak sadar memasuki sebuah club. Mabuk-mabukan, bernyanyi, menari dan berakhir...

Hinata terbelalak, tubuhnya menegang, tak mampu melanjutkan ingatannya. Keringat dingin mulai mengucur membasahi pori-pori kulitnya. Jemarinya bergetar. Ada rasa ketakutan yang melanda dalam dirinya. Benarkah ada seseorang yang menidurinya saat ia tak sadar? Ba-bagaimana ini? Keperawanan yang slama ini di jaga olehnya tlah hilang, di renggut lelaki yang tak dikenalnya. Sialnya, Hinata tak ingat kejadian itu, bila benar ia diperkosa. Argh, Hinata mengacak rambutnya kasar. Kesal pada dirinya sendiri. Kenapa ia begitu mudahnya terpengaruh alkohol sialan itu. Mau menjeritpun rasanya tak bisa. Hanya sesak di dada yang berdentum-dentum menyakiti jiwanya. Hinata tertawa kecil, setetes air mata mengalir dari sudut matanya. Ia masih tertawa. Bertambahlah sudah deritanya. Di buang keluarga, dicampakan kekasih dan diperawani orang asing. Lengkaplah sudah penderitaan yang di alaminya.

Kriieett

Mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, Hinata menoleh. Ia melihat seorang pemuda bertelanjang dada, tengah mengusap rambut pirangnya dengan sebuah handuk kecil.

Ametys Hinata menajam. Menatap penuh kebencian. Dengan cepat, ia menerjang pemuda itu. Mendorong hingga membuat pemuda itu terhempas di dinding. Tangan Hinata menahan dada bidang pemuda itu. Benar-benar menakutkan sosok Hinata saat mengeluarkan jurus bela diri yang diajarkan keluarganya.

"Kembalikan keperawananku, brengsek!" seru Hinata, semakin menekan dada bidang pemuda itu.

"Hei, apa-apaan kau ini? Lepaskan aku." seru pemuda itu, mencoba terbebas dari kukungan gadis aneh di hadapannya. Ia harus mengakui bahwa tenaga gadis ini benar-benar luar biasa.

"Tidak! Sebelum kau mengembalikan keperawananku." bentak Hinata.

Bukannya takut, pemuda itu tiba-tiba tertawa. Tertawa keras hingga membuat Hinata mengernyit bingung dan melepaskan kukungannya. "Apa pemuda ini gila yah? Batin Hinata. "Jika iya, berarti,,, kyaaa aku diperawani sama orang gila, sialnya nasibku." jerit histeris Hinata dalam hati.

"Memangnya, kau berpikir apa tentangku, heh?" tanya Naruto menatap jahil.

"Te-tentu saja kau yang meniduriku kan? Saat aku pingsan." ucap Hinata sedikit terbata.

"Hmm, kalau begitu, mari lakukan." kata pemuda aka Naruto menyerigai jahil.

"Dasar mesum, menjauh dariku, kuning mesum." bentak Hinata, ia memeluk tubuhnya sendiri dengan erat.

Naruto semakin tertawa melihat tingkah gadis aneh di hadapanya.

"Asal kau tahu gadis aneh, aku bukanlah tipe lelaki yang suka menyerang wanita tak berdaya, maka dari itu, buang pikiran kotormu itu tentangmu." kata Naruto santai, ia berjalan menuju lemari untuk mengambil sebuah kaos yang akan di kenakanya. "Kau itu, harusnya berterimakasih, aku telah menolongmu, kalau tidak.., mungkin apa yang kau pikirkan akan terjadi." lanjut Naruto.

"Jika kau tak meniduriku, lantas, dimana pakaianku? Kenapa aku terbangun dalam keadaan telanjang."

"Asal kau tau saja, aku benci bau alkohol dan lebih benci lagi bila seseorang pemabuk muntah di pakaianku." Naruto melirik tajam ke arah Hinata.

Wajah Hinata memerah. Separah itukah dirinya tadi malam. Ia merutuki kebodohannya. Bisa-bisanya ia melakukan hal memalukan seperti itu.

"Apa kau yang melepas pakaianku?" tanya Hinata gugup. Tangannya meremas kain yang melekat di tubuhnya.

"Bukan, aku meminta tolong pada tetangga perempuan." jawab Naruto santai. Tangannya tengah sibuk menyisir rambut jabriknya.

"Kenapa bukan kau saja yang mem...ups." Hinata segera membungkam mulutnya yang keceplosan.

Naruto menghentikan kegiatan menyisirnya. Menoleh ke arah Hinata yang salah tingkah. Ia mulai memasang serigaian mesum.

"Apa kau ingin aku yang melakukannya?" tanya Naruto, ia mulai mempersempit jaraknya dengan Hinata.

Hinata sendiri gugup tak terkira. Ia mulai memundurkan diri. Sialnya, kenapa ia harus menabrak sisi ranjang. Ia tak berkutik, sedangkan wajah pemuda di depannya semakin mendekat.

"Baiklah, ayo kita lakukan." bisik Naruto, meniup lembut telinga Hinata. Dan sedikit menjilatnya.

"Kyaaaaaa,, dasar kuning mesum."

Buaaaggghhh

to be continued

review