Ohayou! Konichiwa! Konbawa!

.

Sebelum semua bertanya, "KAPAN fict light yang lain di-update?" Light akan menjelaskan…

Light janji kepada seseorang, kalau Light akan membuat satu cerita ini untuknya. Yah, menujukkan bahwa Light bisa menjalankan tugas yang diberikan olehnya, sekaligus mencoba untuk mengasah minat pada dunia tulis menulis…

Oh yah, Minna-sama, bantu Light, please! Genre-nya, selain family, genre satu lagi apa yah?

I will survive! Dozo~

Pairing:

Minato X Kushina

Dan yang lain akan menyusul~

Rate:

Untuk keamanan-ampun-lebih baik, T sajalah…

Disclaimer:

Masashi Kishimoto~ I love you~ -ditenggelamkan ke laut-

Warning:

Alternate Universe-Au, OOCness, gajeness, typo, dan selebih-lebihnya yang bikin jengah. Alur yang maju mundur, POV yang berganti-ganti…

.

Have a nice read! ^__~

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Bagiku…

Tidak ada masalahku yang paling pelik di antara yang terpelik,

Tidak ada ada rasa marahku yang paling besar di antara angkara murka,

Tidak ada rasa ketidaksukaanku yang paling luas di antara rasa tidak suka,

Untuk sekedar kehidupan remaja yang kini kujalani.

Silahkan kalian tertawa.

Aku, remaja dengan pengalaman cinta nol.

Jangan salah.

Yaitu pengalaman dengan masalah cinta kacangan-menurutku.

Yaitu cinta monyet.

Karena bagiku, ada yang jauh lebih berarti.


Untuk yang tersayang,

A Naruto fanfiction, special fict for my lovely-my family.

Nothing That I Could Give

By: Light-Sapphire-Chan


Namikaze Naruto.

Itu adalah aku. Seorang anak praremaja yang masih duduk di bangku Junior High School kelas dua.

Berisik dan biang utama keributan, menurut orang-orang. Padahal aku cinta akan ketenangan.

Yang bodoh, aku hanya bisa tersenyum saja mendengar ini. Memang benar sih…

Yang pintar, aha! Terimakasihku tak terhingga untukmu, kawan! Karena telah mendoakanku pintar…

Ciri spesifik dariku, ah… Tiga garis halus di masing-masing pipiku. Mata biru, rambut pirang… Kesopanan dan etika yang diajarkan oleh kedua orang tuaku, mungkin factor-faktor tersebutlah yang membuatku dikenal baik para guru, dari TK dahulu, sampai sekarang.

Tapi, kalau teman-teman semenjak SD… Hingga sekarang, mereka menjulukiku, Si PCN, singkatan dari Pengalaman Cinta Nol. Huh, sebutan dari siapa sih? Aku punya nama yang bagus… Kenapa jadi jelek seperti itu?

Cukup, itu hanya sedikit masa remajaku yang terbilang menyebalkan. Membuatku bosan saja…

Mataku menerawang menatap langit biru. Lalu tersenyum, perlahan tetapi pasti…

Setiap rasa kesalku, marahku, benciku, ketidaksukaanku… Pasti akan menguap saat bertemu dengan mereka. Mungkin teman-temanku akan bangga bercerita denganku, mereka curhat dengan sahabat ataupun pacar mereka…

Tidak denganku. Aku justru merasa tidak aman menyimpan rahasia pada teman-aku tidak punya sahabat. Kalau pacar aku tidak punya…

Aku akan menceritakan, dengan lima orang yang paling aku sayangi…

#~**~#

Tidak ada masalah yang paling pelik untukku,

Kalau sudah menyangkut keluarga.

Tidak ada amarah terbesar yang selalu menyelimutiku,

Kalau tidak karena keluarga.

Tidak ada ketidaksukaan yang paling dalam,

Kalau tidak untuk keluarga.

Sebenci apapun, semarah apapun, setidaksukanya aku, pada mereka.

Bagaimanapun juga, mereka adalah…

Yang paling aku suka,

Tempatku tertawa dan tersenyum.

Membagi sedih dengan air mata.

Bukan karena hubungan pertalian darah…

Tapi karena merekalah…

Yang paling berarti untukku. Yang paling menyayangiku.

Sebagaimana mereka adalah yang tersayang untukku.

#~**~#

Aku punya seorang Ayah yang tampan. Menurut kata Mama dan Kakak-kakakku, aku ini miriiiippppp sekali dengan Ayah. Sudah sifat, penampilan… Mungkin kecuali bakat dan minat. Bakat dan minat itu berasal dari Mama. Ayah selalu memberikan kami-aku, kakak dan adikku-petuah-petuah yang terkadang tidak kami dengarkan.

Tapi, dengan sabar ayah selalu berkata, "Ayah akan menceritakan apapun pada kalian. Walau kalian belum bisa mengerti, nanti lama-lama juga mengerti. Ayah akan terus menasehati kalian, terus, terus dan terus… Sampai akhirnya itu nasehat sudah tertempel permanent pada kalian."

Berbeda jauh dengan Ayah yang tenang, Mama adalah sesosok Mama yang berbeda tapi sama dengan ibu-ibu yang ada.

Mama yang cantik, tapi bawel. Ya, dengan mulutnya yang teramat ganas, ia selalu bicara, bicara, bicara pada kami. Mengomel, memarahi, dengan mulutnya itu. Sama yah, seperti ibu kebanyakkan?

Tapi, Mama tidak pernah menuntut apapun dari Ayah. Tidak pernah aku mendengar beliau merengek pada Ayah untuk dibelikan perhiasan.

Yang ia lakukan adalah, bangun pagi dan mengantarkan kami berempat sekolah dengan mobil. Sementara Ayah dan Bibi Isaribi-pembantu setia keluargaku-tinggal menjaga rumah.

Lalu, menjemput kami saat pulang sekolah, berempat. Pulang ke rumah, dan berteriak, "MAKAAAAANNNN!" Dan kami akan bergerak malas-malasan menuju ke ruang makan karena tidak ingin Mama mengoceh dan membuat darah tingginya kambuh.

Itulah mereka kedua orangtuaku… Dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Pernah tak sengaja aku mendengar, karena tiba-tiba terbangun dan ternyata ketiduran di kamar Ayah dan Mama. Aku mendengar diskusi Ayah dan Mama… Dalam keadaaan pura-pura tidur.

"Kenapa ya, yah… Dei berbicara kasar sekali? Apa salah Mama, yah? Salah mengajari dia-Dei, apa?" Terdengar suara gelisah dan sedih dari Mama.

"Tidak… Mungkin itu pengaruh dari sekolahnya… Mungkin teman-temannya… Mungkin juga gara-gara Mama! Kan Mama sering bicara, bicara, bicara terus! Dan tanpa sadar, Dei mencontoh… Ya begitulah jadinya!" Canda Ayah dengan gaya easygoing-nya.

"Bagaimana dengan Sasori? Ia selalu pulang telat… Apa Sasori sudah punya pacar?"

Aku menggeser tubuh sedikit, lebih meringkuk lagi.

"Entahlah, tapi, yang namanya anak remaja itu sedang dalam keadaan labil. Anak adalah cobaan buat orang tua, dan orang tua adalah cobaan buat anak. Kita akan memberitahu mereka dengan halus… Mereka adalah anak yang mudah mengerti, tenang saja…"

Tetap seperti Ayah yang biasa.

"Mudah-mudahan Naruto dan Gaara tidak seperti itu…Ya, Ayah?" Tanya Mama, terdengar nada berharap di suaranya.

"Tidak, tapi setiap anak berbeda. Tapi rasa sayang kita harus sama terhadap mereka. Sama besarnya. Perbedaan pasti ada, tapi harus bisa menjadi satu, Begitu kan?"

Rasa kantuk menyerangku kembali, suara Ayah dan Mama terdengar sayup-sayup di telingaku, bagai lagu pengantar tidur yang didendangkan. Dan kegelapan yang indah dengan lembut memelukku, membuaiku ke dimensi lain.

Aku tersenyum, sebelum kesadaranku benar-benar hilang.

#***#

Seorang Kakak berambut merah dan tampan. Yang pintar dan di luar selalu terlihat cool… Padahal di dalamnya, ketika hanya berhadapan dengan ketiga adiknya, ia lebay sekali… Tapi itu sanggup membuat kami tertawa sampai sakit perut dan seakan menangis.

Namikaze Sasori. Kakakku yang pertama! Sekarang kuliah di Sunagakure. Ya ampun… Karena berpacaran, nilai kakakku turun. Ia tidak bisa masuk universitas di Konoha karena nilainya tidak masuk. Karena itu ia mengikuti ujian tes masuk ke universitas yang berkaitan dengan Teknik.

Bodohnya, Kak Sasori tidak melihat nama universitas yang akan ia masuki, pokoknya langsung ikut ujian tes masuk!

Sang Penjaga bertanya, "Sasori, benar kau mau masuk ke sini?"

"Memang, ada yang salah?" Tanya balik Kakak.

"Universitas ini ada di Sunagakure. Jauh sekali dari Konoha! Benar mau kuliah di sini?"

Kakak hanya mematung, dan penjaga memberikan hasil tes ujian masuk kemarin. Tertera satu kata yang membuat kakak mendengus kesal…

DITERIMA

Nilai masuk tertinggi di Universitas Sunagakure.

Selamat, Kakak! Aku masih ingat betapa memelasnya dirimu, saat berbicara dengan Ayah dan Mama. Kau tidak mau kuliah di sana, kau ingin tinggal di sini, kuliah di sini, karena gadis itu…

Hari itu, saat waktu minum teh, di ruang keluarga kita.

"Sasori, mengapa tidak kau terima saja ke Sunagakure?" Tanya Mama pada Kakak.

"Aduh, ma… Suna! Jauh sekali dari Konoha…" Jawab Kak Sasori memelas.

"Kau ini kan sudah besar! Mama jujur, kau yang paling bisa diandalkan dan paling mandiri! Mengapa tidak kau coba ke sana saja?" Terdengar nada membujuk yang halus dari mama.

"Tapi…" Oh, aku tahu mengapa engkau menentang Mama, wahai Kakakku sayang!

"Jangan bilang karena wanita jalang itu! Kau tahu? Orang tuanya pernah bi-" Ayah memberi kode pada Mama. Dan Mama sontak berhenti berkata.

Kami berempat saling berpandangan. Ada apakah ini? Mengapa ada rahasia di antara keluarga? Bukankah kita sudah saling berjanji, tidak ada rahasia di antara kita?

Ayah berhasil membaca pikiran kami. Tidak kami ragukan, Ayah punya indera keenam. Ya, ya… Dia selalu berhasil menebak apa yang ada di pikiran kami.

"Tidak ada rahasia. Hanya saja, belum saatnya kalian tahu… Tapi, Ayah dan Mama yakin, kau tidak akan menyesal Sasori, telah meninggalkan wanita jelek itu…" Ayah berkata sambil lalu. Seolah itu hal enteng tak penting dan hanya sekedar lewat.

Sasori merengut. Tapi ia tidak membantah. Hei! Siapa yang berani menentang kata-kata Ayah?

Ayah itu sudah mendapatkan gelar "Manajemen Konflik" dari kami berlima. Karena, setiap orang-kecuali kami-yang mencoba melakukan hal buruk pada Ayah dengan kata, merayu-rayu, Ayah akan menanggapi dengan santai… Sampai orang itu frustasi dan berkata…

"Susah yah, bicara dengan Minato! Keras kepala sih, kau, Minato! Kau ini kan tidak bodoh!"

Biasanya, ayah akan menghela napas, dan balas berkata, "saya yang bodoh, atau situ yang bodoh? Makanya, kalau ngomong dipikir dulu…"

Kembali ke tempat di mana Kak Sasori semakin frustasi.

"Terima saja, Sasori. Daripada kau kuliah di tempat di mana kau tidak bisa mengikuti pelajaran… Nanti keteteran, terseret-seret…" Mungkin, itu hanya sekedar saran dari Ayah.

Tapi, itu sudah seperti vonis akhir untuk Kakak. Karena berikutnya, Kakak berkata…

"Aku terima."

Aku dan Kak Dei bertepuk tangan heboh. Sementara Gaara membunyikan bel sepedanya.

Detik berikutnya, Kakak tertawa lebar.

#***#

Seorang Kakak yang sangaaat mirip sepertiku, bedanya, matanya birunya tidak sepertiku. Yang lainnya mirip…

Waktu kecil dulu, aku dan Kak Deidara atau yang lebih sering kupanggil Kak Dei, dikira kembar! Oke, kami memang berbeda tiga tahun, tapi… KEMBAR?! Haduh, bahkan sikap kami tidak ada mirip-miripnya! Mungkin kecuali kesukaan kami…

Seorang Kakak maniak game online. Hahaha~ dan bahkan sering sekali meracuniku untuk mengikuti jalur suci-menurutnya-itu. Aku sih, hanya bisa bersabar mendengar setiap ocehannya… Tentang game-game dan online.

Terima kasih, tapi duniaku adalah dunia tulis menulis. Mungkin semua tidak akan percaya, orang sepertiku, yang super berisik, ternyata melankolis?! Hei, berarti mereka tidak tahu diriku! Tadi kan sudah kubilang… Aku cinta ketenangan!

Kak Dei, adalah seorang kakak yang teledor, gampang lupa-apalagi benda berharganya, cepat marah-apalagi terhadap kedua adiknya, dan kesepian…

Yah, di sekolahnya, ia tidak punya teman yang tulus dekat dengannya. Ada yang pernah memanfaatkan, lalu menjatuhkan Kakak. Aku tak tahu bagaimana detailnya. Sehingga… Kak Dei malas sekolah, dan lebih baik tinggal di rumah dengan sakit yang sedang parah. Kak Dei memang sakit sih… Amandel, yang menyebabkan ia gampang sekali untuk sakit. Gaara, my little brother, seorang adik yang begitu cerdas, pernah bertanya pada Kak Dei…

"Kak Dei, kenapa sih senang sekali sakit? Sehatkan lebih enak…"

Kak Dei yang sibuk online lewat Hp-nya, menjawab tanpa menoleh, "sakit sudah menjadi teman Kakak."

"Sakit kok ditemenin? Kenapa tidak berteman dengan teman di kelas Kakak saja?" Tanya Gaara, aku yang sedang mengompres Kak Dei, dan Kak Sasori tertawa.

"Nanti Sayangku juga mengerti kok…" Kak Dei menepuk-nepuk kepala Gaara.

Ah, walaupun Kak Dei jarang masuk sekolah. Letoy, lambat, bolot, apapun itu, jangan salah… Ia cerdas. Apalagi kalau segala sesuatu yang ia hadapi, menyangkut dengan hitung-hitungan…

Syuut! Ini rahasia yah?! Mama paling sayang sama Kak Dei! Bukan karena kasihan dengan penyakit sang Kakak-kalau itu kami semua juga kasihan. Tapi…

Aku akan memberitahu kalian, nanti. Yah, saat aku sudah siap.

Sudah, jangan lagi yang membuatku sedih! Kita berkenalan saja dulu, dengan siapa yang tadi dipanggil Sayangku!

Sayangku, panggilan semua yang kenal dekat dengannya, the youngest in Namikaze's family.

Gaara. Ayah menyuruh kami memanggilnya Sayangku, kata Ayah, supaya kami semua sayang padanya… Hei! Ayah! Gaara itu anak laki-laki looohh… Entah kenapa, seperti perempuan… Menurutku sih.

Seorang Adik yang sangat cool, calm, padahal, kalau sudah bersama Kak Sasori, dia-mereka berdua, menjadi… SANGAT berisik! SANGAT mengganggu! SANGAT jahil!

Pernah suatu kali, aku dan Kak Dei sedang bermain computer bersama. Dua Player, main game Cyborg Kuro-chan. Bukannya sombong, tapi kami berdua memang sangat mahir dengan permainan semacam ini! Tapi… Bagaimana bisa kami game over? Jawabannya mudah, karena dua kunyuk di belakang…

Kak Sasori dan Gaara, hebat… Cekikikan, firasat buruk menerpaku. Benar saja, beberapa saat kemudian. Sebuah bantal terlempar tepat mengenai kepala Kak Dei. Dan Kak Dei tergeser ke samping, kepala kami berbenturan…

"WADAAAAAAWWWW!" Aduh kami menderita.

Tos. Mereka tos-tosan di atas penderitaanku dan Kak Dei? Tahu tidak sih mereka? Kami ini sudah susah-susah sampai level 6!

Kukira mereka sudah tenang. Ternyata… Gaara membawa bola warna-warninya, dan bersama Kak Sasori, menimpukiku dan Kak Dei! Grrraaah! Memang sih, bola plastic! Tapi., tetap saja kepalaku SAKIT!

Perang terjadi. Tentu saja. Game Over telah tertulis besar-besar di layar komputer. Aku dan Kak Dei bangkit dari kursi, balas menyerang! Huh… Tentu saja mereka berdua sudah kabur. Tetap saja aku dan Kak Dei mengejar. Mereka akan bermain petak umpet dengan kami.

Sampai perseteruan kami akhirnya bubar dengan teriakan jengkel dari Mama, "KALIAN INI BERISIK SEKALI SIH?! SASORI, DEIDARA, NARUTO! SADAR UMUR DOOONNGGG!"

Telinga kami berdengung. Tidak mau Ayah ikut marah-ayah benci berisik, dan darah tinggi Mama kambuh. Kami akan duduk manis di ruang keluarga. Dengan senyuman lebar dari Kak Sasori dan Gaara, serta tatapan dendam dari aku dan Kak Dei.

Menonton, ya, aku dan Kak Dei akan menonton acara TV bersama dengan malas-malasan. Dan terganggu. Kenapa? Karena tawa kencang-kencang dari kak Sasori dan Gaara. Betapa mereka di dalam dan di luar sangatlah berbeda…

Ayah akan mematikan TV, dan akan memberi petuah-petuah atau bercerita mengenai sejarah! Tentu saja kami antusias! Dan Mama akan menarikku ke dapur, membuat eksperimen-eksperimen aneh tentang masakan, aku pernah protes pada Mama…

"Ma, kenapa sih hanya aku yang diajak Mama ke dapur? Kak Dei atau Gaara juga dong! Jangan aku saja…"

"Deidara? Sebelum makanannya jadi, nanti keburu dihabisi olehnya! Gaara? Hai Naruto… Umur Gaara lima tahun! Ia hanya bisa mengacaukan, sekalipun ia bilang ingin membantu…"

Aku masih belum menyerah, "Kak Sasori? Kan dia pandai memasak juga… Bahkan lebih dari aku! Kak Dei sekalian belajar juga…"

"Deidara memasak, kau tahu sendiri, rasa masakannya pasti ABSTRAK! Sasori? Kalau ada dia, nanti Gaara ikut-ikutan… Nanti bukannya masakannya jadi, malah hancur…"

Dan aku hanya bisa menghela napas pasrah. Tidak bisa menolak permintaan Mama.

Inilah aku, terlalu mudah untuk luluh dan sangat pasrah.

#***#

Itulah keluargaku.

Kalau kehidupan sosialku di luar. Dengan guru, baik-baik saja… Mungkin kecuali nilai-nilaiku yang sering jatuh. Dan menyebalkannya, kadang-kadang pas di standar nilai atau KKM! AARRGGHH!

Tapi kalau dengan Teman sebaya… Ini sulit. Kadang-kadang aku merasa aneh. Ya, aneh. Aku yang sering mereka sebut dengan PCN, malah jadi tempat curhat untuk cinta monyet? Kadang aku ingin tertawa…

Lucu sekali. Sebenarnya, aku menghormati mereka, karena mereka memberikan kehormatan padaku untuk curhat. Tidak hanya tentang cinta. Kadang tentang persahabatan, pertemanan, permusuhan, labrak-melabrak.

Hei, teman! Asal kau tahu yah… Aku tidak pernah berpacaran, jatuh cintapun tidak boleh oleh Ayah. Teman? Biasa saja… Permusuhan? Sejauh ini belum ada yang terang-terangan sampai berani melabrakku, paling alasannya sepele. Kalau tidak pacarnya menggodaku, sering kali mereka menuduhku menggoda pacar mereka…

Sadar dong! Melirik saja tidak! Hahaha~ itulah mengapa aku benci kehidupan di junior high school. Maklum sajalah, orang imut, manis dan keren serta ke-baby-face-anku ini memang membuat siapa saja jatuh hati…

Narsis. Ah, itu sudah biasa untukku! Hehehe…

Seperti aku kegenitan atau kegatalan sekali untuk sekedar "suit-suit" atau "Hai!" ampuuunnn!

Oh, tadi aku bilang yah, kalau Ayah melarangku untuk jatuh cinta? Apalagi berpacaran?

Ya, Ayah tidak mau, aku, Kak Dei dan Gaara-suatu hari nanti-jatuh cinta sampai lupa diri… Seperti Kak Sasori. Yang Mama memaksa Ayah untuk mengikutkan Kak Sasori ke sebuah bimbingan les, tapi yang bersangkutan malah kabur pacaran dengan gadis yang sebenarnya tabiatnya tidak baik…

Apalagi pacaran! Bisa-bisa HP-ku disita, beserta my lovely laptop, setumpuk buku dan peralatan tulis menulisku tercinta! BUKU-BUKU KOMIKKU! Uang jajan dikurangi, tidak boleh pergi kemana-mana! Dan Ayah atau Mama akan menjemputku begitu pulang sekolah…! HELL NO! Jadi kayak anak pingitan… hiiiyy~

Mungkin, kalian berpikir, kalau jadi aku pasti tersiksa! Aku pun pernah merasa seperti itu…

Karena, sebagaimanapun aku sayang pada keluargaku, tapi aku menyimpan satu rahasia di dasar hatiku…

Aku jatuh cinta, pada Sahabatku sendiri. Yang paling menyebalkan, tukang perintah, tukang menyiksa, yang paling sering mengejekku, yang paling rajin mengajariku kala aku tidak bisa, yang selalu bermain bersamaku, dan teman perjuanganku…

Diam. Adalah pilihanku. Bukannya aku tidak ingin memiliki, tidak… Aku waktu itu masih anak kecil, layaknya anak kecil yang menginginkan coklat.

Tapi, tidak, aku tidak bisa. Karena aku merasa aku tidak pantas dicintai, apalagi mencintai sosoknya yang begitu terlampau jauh dariku… Banyak yang mengantri untuk sekedar berdekatan dengannya, ia sempurna… Banyak yang mengantri untuk mendapatkan cintanya…

Tapi aku diam. Mengikutipun tidak.

Untuk keluargaku saja aku merasa tidak pantas dicintai, apalagi dengannya?

Senyumku memudar perlahan, mataku buram, lalu sesuatu yang hangat jatuh melintasi pipiku… Dan aku tertawa miris, mengasihani diri sendiri. Kalian iba padaku, aku tidak akan heran, orang apa yang masih bisa tertawa padahal kesedihan luar biasa tersimpan rapat di dasar hatinya?

Kisahku, bukanlah kisah indah layaknya negeri dongeng. Tidak akan berubah, sekalipun kuminta pada Tuhan dengan cara menggoreskan tinta hitam di atas putih bersihnya kertas. Mengarang tentang kehidupanku.

Karena, tidak semua cerita dalam kehidupan akan selalu indah.

Tidak ada yang bisa kuberikan. Tidak ada yang kumiliki, untuk diberikan pada mereka

#~**~#

"Kau harus tegar…"

"Kau tidak boleh menangis…"

"Kau harus kuat. "

Kata-kata itu… Selalu untukku.

Aku hanya diam. Rasa aneh dan ngilu menyelimuti hatiku.

Mengapa mereka boleh tidak tegar, sementara aku harus?

Mengapa mereka boleh menangis, sedangkan aku tidak?

Mengapa mereka bisa menunjukkan kerapuhan, sedangkan aku harus kuat?

Adil untuk mereka. Tidak adil untukku.

Akan kucari lautan untukku…

Untuk menitipkan kata yang tidak bisa kuucap.

Dan…

Tangis yang selalu terpendam dalam tawa.

Tidak bolehkah, hanya dua tetes air mata pertama untuk penenang hati?

Laut…

#~**~#

"Maafkan aku, laut… Airmu menjadi sedikit lebih asin lagi. Karena air mataku."

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Light tahu ini gaje… Menimbulkan banyak tanda tanya.

WAAAAAH! SYUSAAAAH! Mood-ku terbagi-bagi, antara bersedih-ria dan berhumor ria… Hadoooh! Apa ini? Gaje sekali…

Ne, Minna-sama, satu lagi, genre-nya apa yah? Rasanya humor ataupun romance kurang cocok…

Terima kasih atas waktunya untuk menyempatkan membaca. Kritik dan sarannya ditunggu!

.

Regards,

Light-Sapphire-Chan

.

P.S: Untuk NaruHina Lovers~ mari mampir ke profile Light! Untuk melihat berita HFNH dan HTNH! ^__^