Disclaimer : Semua character disini bukan punya saya.
Warning : Alurnya gampang kebaca, flashback dimana-mana, ceritanya abal-abal tapi tetep- cerita ini punya saya hehe. Ratednya mungkin T dulu aja, bisa berubah kapan-kapan tergantung alurnya nanti.
Read and enjoy it ^^
Don't like, don't read!
Sebuah tatapan terpancar dari sepasang mata yang menyeruak disebuah ruangan. Tatapan tajam itu berasal dari sosok yang tengah berdiri didepan ruangan yang diyakini sebagai kelas itu. Sosok yang berdiri dengan angkuh didepan sekelompok manusia. Sekelompok manusia yang duduk dikursi mereka masing-masing, memandang penuh dengan kepolosan dan dengan pemikiran kekanak-kanakan mereka. Pemikiran kekanak-kanakan mereka yang pergi bersenang-senang dengan sesamanya tanpa memikirkan bagaimana masa depan mereka nanti. Sosok itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. 'Cih… manusia-manusia tak berguna,' sosok itu mendecih.
Sosok yang berdiri didepan ruangan itu mengenakan seragam yang tidak sesuai sebagaimana mestinya. Dengan memakai dasi yang asal-asalan dikerah kemeja, kemeja yang tidak dimasukan lengkap dengan jas almamaternya, rambut acak-acakan, terkesan berandalan.
Orang-orang dalam kelompok manusia itu melihat dengan pandangan aneh, tapi berbeda dengan pandangan beberapa orang lainnya, terutama orang-orang yang berlainan jenis dengan sosok itu - perempuan. Sosok itu tersenyum menyeringai dengan apa yang akan dilakukannya nanti pada mereka.
"Kurasa cukup. Kita lanjutkan ulasan materi tadi," seseorang dibelakang sosok itu mengintrupsi.
"Yah, sensei- kami 'kan masih ingin bertanya banyak hal." Seorang gadis berambut pirang panjang menyela perkataan seseorang dibelakang sosok itu yang merupakan seorang pengajar di kelas itu.
"Yang dikatakan Shion-chan benar, Kakashi-sensei!" Gadis yang duduk disamping gadis pirang tadi membenarkan perkataan teman disebelah kanan mejanya. "Kami 'kan ingin bertanya apakah dia sudah punya pacar atau belum. Lalu, kami juga ingin bertanya dimana tempat tinggalnya dan- dan yang lainnya juga sensei." Ucap gadis itu antusias.
"Itu hanya alasan kalian untuk mengulur waktu mengajarku," sensei itu pun kembali duduk dikursinya. "Dan untukmu," sensei mengarahkan arah pandangnya kepada sosok itu. "Silakan tempati bangku yang masih kosong disebelah sana!" Senyum tulus terlihat dibalik masker sang sensei, terbukti dengan adanya sebuah tarikan ke atas diatas dagunya.
Sosok tersebut berjalan pelan ke arah pojok kanan ruangan dekat jendela. Bangku dipojok itu akan menjadi tempatnya mulai sekarang. "Tunggu!" Sebuah suara terdengar dari arah belakangnya dan sosok itu pun menghentikan arah laju kakinya. "Hm- kenakan seragammu dengan benar! Kau sudah membaca peraturannya 'kan?" Sensei itu tersenyum canggung dengan telunjuknya yang menggaruk pipi kanannya pelan.
"Ck-" sosok itu berdecak tak peduli dan melanjutkan langkah kakinya menuju bangkunya. Sosok itu pun duduk dikursinya dan mengarahkan pandangannya ke papan tulis dengan tak berminat.
"Dobe," seseorang yang duduk disamping kanan sosok itu memanggilnya pelan. Merasa tak ada jawaban dari sang empu punya nama, seseorang itu akhirnya mengarahkan pandangannya ke samping kirinya melihat sosok yang tadi berada didepan kelas.
"Aku tahu kau mendengarku!" Sosok itu masih memandang lurus ke arah depan tak peduli dengan ucapan orang disebelahnya. Seseorang disamping sosok itu menghela napasnya pasrah. "Dobe-" seseorang itu mulai memanggil sosok itu lagi. "Setidaknya bersikap baiklah kepada mereka, aku sudah mengatakannya kepadamu 'kan?"
"Aku tidak mau mengikuti peraturan selain peraturanku. Aku tidak suka diatur, kau tahukan Sasuke?" Sosok itu menyandarkan punggungnya ke kursi. "Aku sudah mengatakannya kepadamu 'kan?" Sosok itu mengarahkan pandangannya ke arah sudut matanya. Dia tersenyum menyeringai telah membuat seseorang yang dipanggil Sasuke itu kesal dengan persamaan kata yang dilontarkannya kepada Sasuke.
Tersenyum puas karena telah membuat orang lain kesal, sosok yang dipanggil Dobe itu pun mengalihkan pandangannya keluar jendela yang terletak tepat disebelah kirinya. Pandangannya itu pun menerawang jauh tak perduli dengan panggilan sensei yang sekarang sudah berada di depan sosoknya.
'Tap… tap… tap…'
Terdengar suara langkah kaki menggema disepanjang lorong menuju tempat loker sekolah. Sebuah langkah kaki terdengar dari sepasang sepatu pantopel siswi sekolah tersebut. Sang siswi berjalan pelan kearah sudut ruang loker. Tepat dimana loker terakhir berada, langkah kaki siswi itu pun terhenti. Didepan sepasang sepatu pantopel siswi itu terdapat sepasang sepatu pantopel yang lain, pantopel seorang siswa. Siswa itu menghadapkan tubuhnya kearah loker yang baru ia tempati hari ini. Hari pertama ia menjadi seorang siswa disekolah ini.
Merasa ada orang lain disisi tempat ia berdiri, pergerakan tangan yang sedang membereskan barang-barang itu pun terhenti.
"Konnichiwa, Naruto-kun." Suara siswi itu terdengar diruang loker tersebut. Senyum sudah merekah dari awal dia memasuki ruangan loker dan saat dia melihat sosok yang ia tuju.
"…" Tak ada jawaban berarti dari orang yang disapa siswi tersebut. Ia malah melanjutkan kembali aktifitasnya menyusun barang-barang tadi tanpa melihat orang yang berada disampingnya.
Wajah manis gadis itu pun mengerut kecewa. Bagaimana tidak? Membalas sapaan, bahkan melihat wajahnya pun tidak sama sekali. Beberapa detik kemudian wajah itu kembali berseri, menampakkan kembali senyum merekah yang ia punya. "Oh ayolah, Naruto-kun… Aku tahu kau tertarik padaku. Tadi dikelas saja kau melihat kearahku terus 'kan?"
Suara yang dibuat manja itu pun terdengar masuk ke gendang telinga orang yang dipanggil Naruto oleh gadis itu. 'Wanita jalang…' Naruto pun tersenyum mengejek sambil terus membereskan barang-barangnya.
"Hm- tanpa kau bertanya kepadaku akan hal itu, aku akan secara suka rela menjadi pacarmu. Aku juga akan rela melakukan apapun hanya untukmu, Naruto-kun." Tangan gadis itu mulai menggandeng tangan Naruto manja.
Naruto menghentikan pergerakan tangannya. Naruto mulai mengalihkan wajahnya ke gadis itu. Wajah ini memang pernah ia lihat dikelas tadi. Gadis yang didukung perkataannya oleh teman disamping bangkunya tadi. Gadis berambut pirang panjang - Shion.
'Gebrakk!' Loker yang terletak didekat sisi Shion tertutup dengan kasar oleh tangan Naruto. Dengan sekali gerakan cepat Naruto sudah memerangkap tubuh Shion diantara kedua tangannya dengan loker dibelakang tubuh Shion. Wajah Naruto mulai terlihat serius. Ia menatap Shion dengan intens. Shion yang ditatap seperti itu hanya mampu menelan ludahnya berat.
"Contohnya?" Naruto bertanya dengan suara beratnya. Naruto menatap bola mata Shion dengat lekat.
Merasa ditelanjangi oleh tatapan Naruto, Shion semakin merasa gugup. "Ma-maksud Naruto-kun apa?" Shion tersenyum canggung.
Naruto sedikit memiringkan kepalanya bersamaan dengan diangkat sudut bibirnya ke atas - senyum menyeringai. Disaat itu juga tangan kanannya terangkat dan kejadian berikutnya adalah tangan itu sudah membelai sisi pipi kiri milik Shion dengan pelan. "Kau tadi mengatakan bahwa… kau rela melakukan apapun untukku 'kan, Shion-chan?" Gerakan tangan Naruto mulai berhenti didagu Shion. Naruto mengapit dagu Shion diantara jari telunjuk dan jari tengahnya.
"A-ah! I-itu… Naruto-kun, ma-maksudku…" Suara Shion tercekat antara terjebak dengan kekangan Naruto dan gugup dipandangi Naruto dengan sebegitu intensnya.
"Hm?" Naruto mulai memajukan wajahnya ke depan wajah Shion. Shion mulai merasakan hembusan napas hangat Naruto menyapu wajahnya pelan. Shion yang merasa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya hanya bisa menutup matanya rapat. Naruto yang melihat apa yang dilakukan Shion memicingkan matanya tajam. 'Wanita semuanya sama - jalang.' Naruto tersenyum mengejek. 'Apa yang kau ingin kulakukan padamu, wanita jalang? Sebegitu berharapnyakah kau agar aku melakukan itu padamu? Ck-'
'Srraaakk- Brakk!' Seketika pandangan Naruto teralihkan dari wajah Shion ke sebuah suara yang berada didepan ruang loker sekolah yang sepi itu. Shion yang juga merasa ada suara gaduh pun membuka matanya yang terpejam. Yang pertama dia lihat ketika membuka mata adalah Naruto yang sedang menghadapkan wajahnya ke arah luar ruang loker.
"Cih, penganggu!" Naruto yang sudah kehilangan minatnya kepada Shion melangkahkan kakinya keluar ruangan dengan santai, tak peduli dengan keadaan Shion sama sekali.
Sedangkan Shion yang ditinggalkan begitu saja oleh Naruto hanya memandang Naruto dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa gadis secantik dia diabaikan bahkan dibuang begitu saja? Entah kepada siapa dia bertanya hal itu. Setelah sadar dengan keshockannya, Shion pun mengajar Naruto yang sudah tak terlihat dari pandangannya. "Na-Naruto-kun! Tunggu!"
"Hey! Apa kalian sudah dengar?" Suara seorang siswi berteriak antusias diruang kelas membuyarkan konsentrasi gadis yang sedang mengerjakan tugasnya dibangku depan. Gadis itu pun seketika menghentikan gerak tangan kanannya yang memegang sebuah bolpoin dan menaruhnya disisi bukunya dan mendengarkan kembali kelanjutan cerita dari teman sekelasnya tadi.
"Dengar apa?" Salah satu siswi yang berada disana bertanya tak mengerti dengan pertanyaan ambigu dari temannya itu.
"Ah, kalian semua ketinggalan berita! Masa tidak tahu sih?" Siswi pertama yang berteriak itu pun mengerutkan wajahnya kecewa. "Ada murid baru lho dikelas Sasuke-kun. Kalian tahu dia siapa? Ayo tebak! Fufufu-" Siswi itu pun tersenyum jahil membuat teman-temannya penasaran.
"Ayolah, Ino-chan… Jangan membuat pertanyaan yang sulit ditebak seperti itu! Kau membuatku penasaran." Seorang siswi lain pun mengintrupsi.
"Eh? Tapi bisa membuat orang lain penasaran setengah mati itu rasanya menyenangkan lho, Tenten-chan." Siswi yang bernama Ino itu pun berkoar yakin dengan pemikirannya sambil mengangkat jari telunjuknya seperti sedang menggurui. "Baiklah, aku menyerah sendiri." Ino pun hanya bisa pasrah melihat tatapan memelas yang dilayangkan teman-temannya. "Dia Naruto. Si bodoh itu. Kalian masih ingat?"
"Siapa? Naruto?" Ucap siswi yang memiliki rambut berwarna soft pink - tak percaya dengan pendengarannya.
"Iya, Sakura. Dia Naruto Uzumaki. Naruto yang itu lho!" Jawab Ino meyakinkan gadis yang dipanggilnya Sakura itu. Melihat raut muka Sakura yang tiba-tiba murung, Ino menjadi khawatir. "Ada yang sudah terjadi, forehead?" tanya Ino cemas.
"Ti-tidak ada apa-apa, Ino." Sakura menjawab dengan tersenyum masam. "Hey! Tadi kau bilang apa Ino-pig?" Sakura yang baru sadar dengan panggilan Ino kepadanya hanya bisa berteriak protes.
"Hehehe-" Ino yang bisa tersenyum jahil itu pun segera berlari secepat mungkin ketika Sakura berlari ke arahnya dengan membawa buku tebal sastra jepang miliknya.
Seorang siswi yang duduk dibangku depan itu mendengar semua pembicaraan temannya dari sana. Dia hanya bisa mendengarkan daripada bergabung dan mengobrol dengan mereka. Entah kenapa, tapi itu memang keputusannya sendiri. Sendiri membuatnya merasa aman dan nyaman.
Dia menundukan kepalanya. Dia menunduk bukan kepada buku tugas diatas mejanya, melainkan menunduk untuk menerawang jauh ke masa lalu. Berterima kasihlah pada teman-temannya itu. Semua itu berkat pembicaraan teman-temannya tadi. 'Naruto-kun… benarkah?' tanyanya dalam benaknya sendiri.
Setelah yakin dia sudah menyelesaikan tugasnya dengan benar, gadis itu pun beranjak dari kursinya dan pergi keluar kelas. Dalam pikirannya saat ini adalah mengambil beberapa buku paket untuk pelajaran nanti. Sesampainya dilorong masuk ruang loker, ada sesuatu yang menghentikan laju langkah kakinya.
Rasa penasaranlah yang mendorongnya untuk bersembunyi disisi loker-loker. Dia penasaran dengan suara gaduh disudut ruang loker itu.
"Contohnya?" Sebuah suara terdengar pelan dari arah sana. Membuat gadis itu semakin penasaran sebenarnya apa yang sedang terjadi disudut ruangan itu.
"Ma-maksud Naruto-kun apa?" Suara lain pun kembali terdengar di indera pendengaran gadis itu. Suara yang kedua lebih halus dan lebih feminim, itu menandakan sang pemilik suara adalah seorang wanita. 'T-tu-tunggu! Tadi dia bilang apa? Na-Naruto?' Gadis itu terlihat kaget, jelas terlihat dengan dia yang sedikit melebarkan matanya. 'Se-sedang apa Naruto-kun dengan seorang gadis disana?' Gadis itu semakin gelisah dengan pemikiran-pemikiran aneh yang melintas begitu saja dipikirannya.
"Kau tadi mengatakan bahwa… kau rela melakukan apapun untukku 'kan Shion-chan?" Gadis yang bersembunyi diantara loker itu pun semakin memicingkan pendengarannya lebih tajam. 'Maksudmu melakukan apa, Naruto-kun?' Keringat dingin sudah membanjiri seluruh tubuh gadis itu.
"A-ah! I-itu… Naruto-kun, ma-maksudku…"
"Hm?" Tidak sanggup mendengar lagi, gadis itu pun berjalan mundur untuk cepat keluar dari sana. Tubuhnya sudah tidak sanggup lagi berdiri terlalu lama. Dia mengerti, bahkan sangat mengerti dengan apa yang dilakukan mereka disana sekarang. Dia harus cepat keluar dari sini.
'Srraaakk-' Langkah kaki kananya terseret ke belakang. Rasanya berat sekali kakinya untuk melangkah. 'Brakk!' Kejadian berikutnya adalah dia yang menabrak loker dibelakangnya dengan keras sehingga menimbulkan suara yang terdengar cukup keras pula.
Gadis itu berbalik melihat loker yang ditabrak oleh punggungnya tadi dengan kedua belah mata yang melebar. 'Dia pasti mendengarku-' ucap gadis itu ketakutan. Tanpa berpikir panjang lagi, entah kekuatan dari mana akhirnya dia keluar dari ruang loker itu dengan berlari secepat mungkin menjauh dari sana.
"Kenapa?" gadis itu bergumam. Liquid-liquid bening sudah keluar dari kedua matanya. Gadis itu terus berlari tak tentu arah disepanjang lorong sekolah. Yang dia pikirkan sekarang adalah pergi sejauh yang dia bisa dari orang itu. Orang yang telah lama ada didalam hatinya.
"Dia- dia telah kembali, Shika. Apa yang harus aku lakukan?" Seorang gadis menundukan kepalanya. Dari tadi pandangannya terus saja bergerak gelisah. Air mukanya tiba-tiba saja berubah ketika ia mendengar kabar itu dari temannya - Ino.
Orang yang berada disamping gadis itu menghela napas paham. Ia ulurkan kedua tangannya untuk merengkuh tubuh gadis yang sedang rapuh itu. Tangan kanannya mengelus kepala gadis itu guna menenangkannya. Orang itu tak mengatakan apapun untuk beberapa menit. Seakan terhanyut oleh gadis yang berada didekapannya kini, pandangan orang itu pun menerawang. Dia sangat mengerti perasaan gadis ini. Dia adalah salah satu orang yang mengetahui masa lalu gadis berambut soft pink ini - Sakura.
Sudah 2 tahun dia menjadi seseorang yang berarti dalam kehidupan Sakura. Sudah selama itu juga dia mengerti akan kehidupan bahkan perasaan orang yang menjadi kekasihnya ini. Dia mengetahui semua kehidupan Sakura dimasa lalu, karena dengan suka relanya ia menjadi tempat Sakura untuk menceritakan keluh kesahnya selama ini. Itu- pada awalnya.
Pada suatu ketika, entah ada bisikan dari mana dia menyatakan rasa sukanya kepada Sakura. Tentu saja Sakura merasa kaget dan bingung dengan pernyataan tiba-tibanya itu. Bahkan dia sempat dijauhi oleh Sakura untuk beberapa minggu. Melihat Sakura yang memandangnya canggung, melihat Sakura yang ketika melintas dihadapannya tak peduli - menganggapnya seperti orang lain, itu semua membuatnya seakan enggan untuk hidup. Hampir menyerah dengan sikap Sakura kepadanya, dia pun hanya bisa pasrah.
Saat itu mungkin dewi fortuna sedang memihaknya. Dia sekelompok dengan Sakura ketika melakukan penelitian dilaboratorium kimia. Begitu senangnya dia ketika tahu ada kesempatan untuk bersama Sakura walau hanya sebentar. Tidak membuang kesempatan yang datang dua kali, dia pun mulai bicara pada Sakura. Mengatakan rasa menyesalnya karena pengakuannya waktu itu. Dia tidak akan pernah mengatakan hal itu jika dia tahu akan membuat kedekatannya dengan Sakura selama ini akan rusak begitu saja dalam waktu sekejap. Dia meminta maaf pada Sakura.
Sakura yang terenyuh dengan pernyataan penyesalannya hanya bisa tersenyum tulus. Sakura sadar bahwa orang yang sebenarnya bersalah adalah dia sendiri. Orang yang dipanggil Shika olehnya adalah orang yang berani. Dia berani berkata jujur bahwa dia telah jatuh hati pada Sakura, tapi Sakura malah bertindak bodoh dengan menjauhinya. Sakura tiba-tiba memeluknya, berbisik pelan ditelinga kirinya dan berkata, "Maafkan aku, Shika-" ucap Sakura pelan. "Kau tahu? Aku sekarang sudah bisa merasakan kembali apa yang dinamakan dengan jatuh cinta."
"… benarkah? Siapa? Siapa orang yang beruntung itu Sakura?" Orang itu bergumam pelan pada Sakura. Perasaannya sekarang sudah tidak menentu dengan perkataan Sakura. Dia kalah. Mungkin lebih baik dia menjadi pendengar setia cerita Sakura seperti dulu.
"Orang itu… tentu saja kau, Shikamaru!" Seketika Sakura melepaskan pelukannya dan melihat raut wajah Shikamaru. Raut wajah dengan tatapan tak percaya mengarah pada Sakura. Tatapan Shikamaru seakan berkata, "Kau serius?" pada Sakura. Sakura kembali tersenyum lembut. "Aku serius. Aku serius mengatakan itu Shika."
Dengan gerakan cepat Shikamaru memeluk Sakura erat. Dia tersenyum bahagia. "Lalu kenapa kau menjauhiku?" Shikamaru kembali berwajah datar.
Sakura terkekeh mendengar suara Shikamaru yang merajuk yang masih memeluknya dengan erat. "Aku bingung, Shika. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana kepadamu setelah pernyataanmu waktu itu. Maafkan aku," ucap Sakura menyesal. "Tapi jujur aku sangat bahagia kau mengatakan itu, karena aku juga merasakan hal yang sama denganmu." Sakura kembali terkekeh pelan.
"Bodoh-" balas Shikamaru pelan. "Kau tidak tahu apa yang aku rasakan ketika kau menjauhiku, Sakura. Dunia seakan mencemooh kepadaku, seakan menertawakanku." Shikamaru melepaskan pelukannya dan kembali berkutat dengan penelitian mereka kembali merajuk kepada Sakura.
"Hey- maafkan aku." Sakura kembali mengatakan penyesalannya. "Apa yang mesti aku lakukan agar kau tidak mengacuhkanku, Shika?" Sakura membuat negosiasi dengan Shikamaru.
"Besok pagi bersiap-siaplah! Aku akan menjemputmu," ucap Shikamaru yang masih berkutat dengan pekerjaannya.
"Kencan pertama!" Teriak Sakura tak percaya. Berkat teriakan Sakura itulah teman-temannya kini memandang aneh kepada mereka. Beruntung sensei mereka sedang keluar, sehingga mereka tidak mendapat hukuman karena telah membuat keributan diruang laboratorium itu.
Shikamaru memejamkan kedua kelopak matanya. Kenangan yang sungguh manis baginya itu tak akan pernah ia lupakan. Gadis yang merebut hati dan pikirannya sudah ada dalam dekapannya sekarang. Gadis yang sekarang sedang rapuh karena masa lalunya yang telah datang kembali.
"Tenanglah, Sakura. Aku selalu berada disampingmu." Tangan Shikamaru kembali mengelus pucuk kepala Sakura. "Itu bukan seutuhnya kesalahanmu. Tenanglah-"
"Shi-Shikamaru… hiks-" Sakura tidak bisa lagi menampung rasa sedih dan menyesalnya. Dia memeluk Shikamaru dengan erat dan menangis sejadi-jadinya.
Shikamaru menghela napasnya paham. Sedikit banyak dia mengerti akan masalah Sakura. "Menangislah- itu akan membuatmu lebih baik." Shikamaru membalas pelukan Sakura dan kembali menenangkan Sakura dengan perkataannya.
Seorang pria berseragam sekolah kini tengah berdiri didepan kelas sambil menyenderkan tubuhnya disamping pintu kelas yang terbuka. Dengan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana, dia pun berdiri dengan angkuhnya. Melihat tatapan lapar yang mengarah padanya dari berbagai sudut pandang, dia hanya berdecak kesal. Dia ingin pergi dari tempat ini secepatnya. Dengan begitu mungkin dia tidak harus bersusah payah dengan menunggunya disini dengan dia sebagai korban dari tatapan-tatapan liar sekelompok siswi. Itu juga kalau dia tak peduli dengan temannya - sahabat kecilnya.
Dari arah sudut pandangnya, dia bisa melihat dari arah kejauhan orang yang ditunggunya itu kini tengah mendekat kepadanya. Dengan pertigaan dipelipis dan menampakkan wajah kesal dia memandang sosok itu. Hanya sosok itu yang bisa membuatnya menunggu lama seperti ini. Hanya sosok itu juga yang bisa membuat dirinya bisa menerima orang lain untuk berada disampingnya selain keluarganya sendiri. Bolehkah dia merasa bangga dengan hidupnya? Merasa bangga memiliki sahabat seperti sosok yang kini menghentikan laju langkah kakinya didepannya yang menunggu didepan kelas dengan kesal?
"Kau membuatku menunggu terlalu lama, Dobe!" Dia yang terlanjur kesal hanya bisa berjalan mendahului sosok yang ditunggunya itu.
"Aku tidak menyuruhmu untuk menungguku, Sasuke," ucap sosok itu innocent. Sosok itu pun mengikuti langkah seseorang yang berada didepannya dan mensejajarkan langkah kakinya.
Sosok itu memang tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Hanya saja- menunggu teman untuk pergi bersama-sama itu terdengar wajar 'kan? Apalagi sosok itu adalah teman lama yang sudah dia rindukan keberadaannya.
"Cih, terserah!" Sasuke terus menatap ke depan tak peruli - merajuk. Merasa aura orang yang tadi berjalan dengannya tidak ada, Sasuke menghentikan langkahnya dan melihat ke belakang. "Ada apa, Dobe?"
Sasuke melihat orang yang dipanggilnya Dobe - Naruto itu sedang melihat ke arah samping kirinya. Sasuke pun mengikuti arah pandangnya. Sasuke melihat dari kejauhan ada dua orang yang sedang duduk dibangku taman sekolah. Dari pandangannya, Sasuke bisa melihat salah satu dari dua orang tersebut sedang menangis dan satunya lagi terlihat sedang menenangkannya.
Sasuke kembali menatap Naruto. Sasuke tidak bisa mengartikan pandangan sosok itu. Soso; itu hanya memandang lurus ke objek retina matanya itu. Sasuke mengakui, sekarang dia sulit untuk menebak perasaan dan apa yang dipikirkan Naruto.
Tanpa menjawab pertanyaan Sasuke, Naruto pun kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat terhenti oleh pemandangan itu. Sasuke yang kembali kesal telah diacuhkan oleh Naruto hanya mengikuti kemana arah pergi Naruto yang berada di depannya.
Hallooo~ ceman-ceman #ehh? xD
Ini fic pertamaku di FFn, semoga teman-teman suka ^_^
Ne, aku sebenarnya sudah pengen banget bikin fic disini dari dulu #lha terus? ;P akunya males. Yyaaa~ jadi reader setia aja. Paling sering jadi silent reader hehe, tapi disuatu kesempatan #aishh review juga ko _
Okay! Opini, saran, dan kritik-kritik yang membangunnya saya tunggu ya?!
Terima kasih sudah baca ;)
See you in the next chapter, kawan!
by
Rui Akira
Published on : Des 27th 2014, 11:11 a.m
I want to write ending story in my life only with you, can't you hear that? :*
