"Hinata, ikut aku," seorang pria menarik paksa tangan Hinata yang sedang berbicara dengan temannya.
"Namikaze-san, bukankah setengah jam lagi?" Hinata hanya pasrah dengan kondisinya saat ini. Ia terus mengekor pria itu. Jelas saja, tangan mungilnya digenggam erat oleh tangan yang ukurannya jauh lebih besar dari miliknya. Hal ini membuatnya sulit untuk kabur.
"Setengah jam atau sekarang apa bedanya? Toh, nanti kita bertemu juga," jawab pria itu enteng.
Hinata terdiam, ia tak bisa membalas perkataan pria itu. Sudah dua hari ini dia diperlakukan seperti itu oleh seorang pria yang bernama lengkap Namikaze Naruto. Pria itu memang pemaksa. Ia juga terkenal dengan wajahnya yang tampan dan tingkahnya yang urakan. Tak sedikit pula wanita yang tergila-gila padanya. Bahkan primadona sekolah, Shion, juga mengincar cinta pria yang memiliki tiga tanda lahir di masing-masing pipinya itu.
Entah beruntung atau tidak, yang pasti Hinata jelas tak menikmati hal ini walaupun ia sekarang sedang 'digandeng' dengan pria yang termasuk dalam jajaran most wanted di sekolah. Terlihat raut wajahnya yang sedikit kesal. Ia juga harus menanggung malu yang luar biasa karena Naruto membuatnya jadi pusat perhatian, atau lebih tepatnya pusat gosip anak-anak satu sekolah. Semua ini berawal dari kejadian dua hari yang lalu.
NARUTO FANFICTION
Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Warning : Typo, OOC, and maybe full of conflict
Pairing: NaruHina
goGatsu no kaze present
-TEACH ME PLEASE, HINATA!-
First Lesson: Feeling
FLASHBACK ON
Iruka, wali kelas Naruto, saat ini sedang mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Ia menatap Naruto yang kini sedang duduk di hadapannya, "Naruto, kenapa nilai-nilaimu semuanya jadi jelek begini? Padahal nilai ujian masukmu saja termasuk dalam lima besar. Kau sedang ada masalah? Kalau ada, ceritakan padaku."
"Tidak ada, aku memang sedang malas belajar," jawab Naruto seadanya.
Iruka menghela nafas, "Naruto, sebentar lagi ujian kenaikan kelas. Dengan nilaimu yang seperti ini, aku tak yakin kau akan naik kelas. Kau harus perbaiki semuanya dalam ulangan harian yang akan diadakan dua minggu lagi."
"Ya, akan kucoba semampuku," ucapnya singkat.
"Perkataanmu tak meyakinkan," Iruka mengambil kertas yang ada di atas mejanya lalu membacanya, "Ah, aku tahu! Pasti dia bisa membantumu," Iruka menyeringai.
"Dia? Dia siapa maksudmu?" tanya Naruto bingung.
"Orang yang akan membantumu belajar. Atau bisa dibilang teman belajar tambahan. Aku akan meminta satu orang yang memiliki nilai terbagus di sekolah untuk mengajarimu," jelasnya.
"Kalau Sasuke, aku tak mau," tolak Naruto, "Bukannya belajar, nanti aku jadi bertengkar dengannya. Dia orang yang tidak sabar, Sensei."
"Aku sudah menebaknya. Bagaimana kalau Shikamaru?" tawar Iruka.
"Kalau aku diajari olehnya, nanti aku akan tertular virus malasnya. Aku tahu dia jenius, Sensei. Tapi dia suka tidur," tolak Naruto lagi.
"Baiklah, ini pilihan terakhir. Bagaimana kalau Hyuuga Hinata?"
Naruto tersenyum tipis, ini memang pilihan yang ia tunggu. Tapi supaya pikirannya tak ketahuan oleh Iruka, ia pura-pura terpaksa menerimanya, "Bagaimana, ya? Karena sudah tak ada pilihan lagi, ya sudahlah."
"Baiklah, mulai besok kau akan diajari oleh Hyuuga Hinata. Bersikap baiklah padanya. Dia gadis yang pemalu."
"Ya, aku tak akan berbuat macam-macam," ia tersenyum tipis 'Setidaknya dihadapanmu dan orang-orang disekolah. Kalau hanya ada kami berdua, aku tak tahu apa yang akan terjadi,' lanjutnya dalam hati.
Saat ini sedang jam istirahat. Banyak anak-anak yang berkeliaran di lorong atau di kantin sekolah. Hinata dan teman-temannya sedang berada di dalam kelas sekarang. Mereka sedang menyantap bekal yang masing-masing mereka bawa. Ketika mereka sedang asyik makan sambil berbincang-bincang, seorang anak datang dan memanggil Hinata.
"Hyuuga-san, kau dipanggil Iruka-sensei ke ruang guru."
"Aku," Hinata yang bingung hanya mengikuti perkataan anak tadi. Ia lalu beranjak dari kursinya dan pergi ke ruang guru. Sesampainya disana ia langsung mencari Iruka.
"Kau sudah datang rupanya," sapa Iruka.
"Ano, Sensei. Ada apa memanggilku?" tanya Hinata.
"Tenang, kau kupanggil bukan karena nilaimu yang tidak bagus. Aku memanggilmu kesini karena aku ingin kau membantuku."
Hinata sedikit memiringkan kepalanya, ia tambah bingung, "Bantuanku?"
"Aku ingin kau menjadi tutor selama seminggu. Apa bisa?"
"Kalau hanya tutor aku bisa membantu, Sensei. Tapi, siapa yang akan aku ajar?"
"Namikaze Naruto," jawab Iruka.
Hinata terkejut, ia seperti pernah mendengar nama itu, 'Kami-sama, kumohon bukan dia,' batinnya.
Ketika Hinata sedang sibuk dengan pikirannya, ada seorang laki-laki yang masuk ke ruang guru. Ternyata ia juga ingin menemui Iruka, "Ada apa lagi, Sensei?" tanyanya dengan nada kesal.
Kepala Hinata menoleh perlahan, "Oh, tidak," gumamnya.
Pria disamping itu juga menatapnya, "Kita bertemu lagi, eh?" pria disamping Hinata yang ternyata adalah Naruto menyeringai tipis. Sedangkan gadis indigo disampingnya tertunduk lesu.
FLASHBACK OFF
-TEACH ME PLEASE, HINATA!-
Sekarang, disinilah Hinata. Di perpustakan sekolah yang sepi. Ia hanya berdua dengan Naruto. Entah kemana perginya anak-anak yang biasanya membaca disini. Yang pasti, sekarang ia memang hanya berdua saja, atau bertiga jika dihitung dengan penjaga perpustakaan yang saat ini sedang tertidur di mejanya.
"Namikaze-san, coba kau selesaikan pertanyaan-pertanyaan ini. Lima belas menit kemudian akan ku koreksi," Hinata menyodorkan selembar kertas pertanyaan pada Naruto.
Naruto melirik kertas tersebut dengan malas, "Baiklah. Hey Hinata, tak bisakah kau memanggilku dengan Naruto saja?"
"Gomen, Namikaze-san. Kita belum akrab. Jadi kurang sopan kalau aku memanggilmu seperti itu," Hinata yang tadi sedang membaca buku, melanjutkan kegiatan bacanya.
Naruto kesal, ia lalu mengambil paksa buku yang ada ditangan Hinata. Matanya lalu menatap Hinata lekat-lekat. Hinata yang dipandangi dengan jarak begitu dekat jadi mematung. Wajahnya pun tak bisa dipalingkan. Mereka berdua saling bertatapan.
"Na-Namikaze-s-"
"Naruto," sambarnya, "Panggil aku dengan nama pemberian orang tuaku," wajah Naruto makin mendekat.
"Ka-kau terlalu dekat, Namikaze-san," tangan Hinata mencoba mendorong Naruto yang kini malah mempersempit jarak dengannya.
"Panggil aku Naruto atau aku tak akan berhenti untuk lebih mendekat padamu," sapphire-nya bertemu dengan lavender-nya Hinata. Mereka dekat sekali.
Hinata menelan ludah, ia sangat gugup, "Na-Na-Na-Naruto-san."
Naruto tersenyum dan kembali ke tempatnya semula, "Apa kau harus dibeginikan terlebih dulu baru mengikuti apa mauku?"
"Nam –eh- Naruto-san, silahkan dikerjakan soalnya," Hinata menyembunyikan wajahnya dibalik buku yang berhasil ia rebut kembali dari Naruto.
Mungkin hari ini Hinata telah berhasil lepas dari Naruto. Keberuntungan masih berpihak padanya karena pria blonde itu tak berbuat yang lebih jauh lagi. Tapi siapa tahu kalau hari-hari ke depannya Hinata akan tertimpa sial. Yah, berdoa saja semoga semua itu tak akan terjadi. Semoga.
-TEACH ME PLEASE, HINATA!-
"Apa! Kau jadi tutornya Naruto!?" Sakura terkejut dengan pengakuan Hinata. Akhir-akhir ini Hinata memang terlihat lesu, terlebih lagi jika sudah jam pulang sekolah.
"Hn," Hinata mengangguk.
"Naruto? Maksudmu Namikaze Naruto yang berteman dengan Uchiha Sasuke?" sambar wanita berambut blonde bernama Yamanaka Ino.
"Aku tak tahu siapa temannya. Tapi kalau yang kau maksud adalah pria berambut blonde dengan mata sapphire, kau benar," Hinata menundukkan kepalanya. Tangannya terlipat diatas meja menopang kepalanya yang kini terasa amat berat.
"Beruntung sekali. Andai saja aku, aku akan sangat senang," Hinata menatap Ino aneh. Gadis indigo ini berpikir kalau temannya yang satu ini memiliki selera pria yang aneh.
"Seandainya bisa menjadi kenyataan, akulah yang akan sangat senang karena tak perlu berdekatan dengannya," kata Hinata.
"Kau tak tertarik dengannya? Dia itu 'kan sangat tampan," Ino makin bersemangat membicarakan Naruto.
"Ku akui kalau dia tampan. Tapi, aku tak suka sikapnya," jawab Hinata.
"Memangnya kenapa dengan sikapnya?" Sakura yang dari tadi hanya jadi pendengar mulai penasaran.
"Dia itu pemaksa sekali. Aku tak suka," Hinata menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Oh ya? Aku tahu dia memang kurang ramah dengan pria di sekolah ini. Tapi aku tak pernah melihatnya berbuat kasar dengan perempuan. Yang kulihat justru sebaliknya, ia lembut sekali memperlakukan perempuan," Hinata sedikit tak percaya dengan perkataan Sakura.
'Apa dia begitu hanya padaku saja? Apa jangan-jangan gara-gara yang waktu itu? Oh tidak,' batin Hinata. Ia menekan pelipisnya, stres.
"Mungkin hanya perasaanmu saja, Hinata. Cobalah untuk lebih bersahabat dengannya," Ino menasehati Hinata yang kelihatan sedang frustasi.
"Tapi aneh, ya? Bukankah nilai ujian masuk Naruto termasuk dalam lima besar teratas? Tapi kenapa sekarang seperti ini?" Sakura merasakan hal yang janggal disini.
"Entahlah, mungkin hanya keberuntungan saja di bisa masuk lima besar," jawab Hinata asal.
Hari ini adalah hari ke-empat ia akan menjadi tutor Naruto. Satu hari lagi ia akan terbebas dari pria blonde tersebut. Besok adalah hari dimana ia akan mengakhiri untuk berdekatan dengan pria itu.
-TEACH ME PLEASE, HINATA!-
"Nah, setelah ini kau harus memasukkan angka empat ini ke dalam kurung," Hinata saat ini sedang mengajarkan matematika pada Naruto. Naruto yang dari tadi dijelaskan Hinata tak mendengarkan, ia malah sibuk memandangi tiap ekspresi yang dikeluarkan Hinata.
"Aku bosan," rengek Naruto.
Hinata langsung menghentikan penjelasannya, "Kau tak boleh seperti ini, Naruto."
"Tapi aku memang bosan. Di kelas aku sudah belajar matematika, aku tak mau belajar ini lagi," Naruto memainkan pensilnya bosan.
Hinata menghela nafas dan memejamkan matanya,"Baiklah, kau mau belajar apa?"
Naruto menyeringai tipis, "Aku mau belajar biologi. Ayo kita ke taman biologi di belakang sekolah."
"Tapi, Naruto. Taman itu bukan untuk umum. Tempat itu hanya dibuka kalau Kakashi-sensei mengadakan kelas praktikum."
"Kita kesana atau aku tak mau belajar lagi," ancam Naruto.
Mau tak mau Hinata menuruti ajakan Naruto. Ia tak ingin Naruto menghentikan kegiatan belajarnya. Ia juga tak mau Iruka menganggapnya sebagai orang yang tak bertanggung jawab karena membiarkan Naruto tak belajar, "Baiklah," katanya lesu.
Mereka pergi ke taman biologi yang terletak di belakang sekolah. Taman itu sengaja dibuat agar memudahkan siswa belajar tentang tumbuh-tumbuhan. Berbagai jenis tanaman yang tumbuh disini. tak sedikit juga bunga yang tumbuh. Dari mulai bunga matahari hingga lavender. Taman yang tak begitu luas ini memang sangat nyaman.
"Naruto, bagaimana bisa kau mendapatkan kunci taman ini?" Hinata penasaran darimana Naruto mendapatkan kunci masuk taman yang saat ini mereka masuki.
"Kata siapa aku perlu kunci untuk membukanya?" Naruto bertanya balik.
"Lalu, bagaimana pintunya bisa terbuka?"
"Tangan ajaibku," Naruto tertawa. Hinata memutar matanya bosan. Ia sedikit takut karena masuk tanpa izin.
Suasana taman yang nyaman membuat Hinata terhipnotis. Ia tersenyum ketika melihat hamparan bunga disekelilingnya. Wangi bunga membuatnya sangat tentram. Ia betah berada disini. Naruto yang melihatnya juga ikut tersenyum. Ia menikmati kecantikan Hinata dihadapannya. Tanpa sadar kakinya mendekat ke arah gadis indigo itu.
"Indah sekali," gumam Hinata. Matanya masih asyik memandangi bunga-bunga di depannya.
"Ya, tapi lebih indah dirimu," matanya menatap Hinata lekat. Tangannya perlahan menyentuh surai indigo Hinata. Hinata yang diperlakukan seperti itu mukanya langung memerah.
Wajahnya sangat panas. Ia memalingkannya kesamping, agar Naruto tak melihatnya. Namun tangan Naruto membuat wajahnya kembali berhadapan dengan pria bermata sapphire itu. Sedikit demi sedikit wajahnya mendekat ke wajah Hinata. Gadis indigo itu sekarang tak bisa lagi memalingkan wajahnya karena tertahan tangan Naruto. Ia hanya memejamkan matanya pasrah.
Naruto menyeringai tipis. Ia makin mendekatkan wajahnya. Tinggal beberapa senti lagi bibir mereka bertemu. Hinata bisa merasakan nafas Naruto yang memburu di wajahnya. Tak perlu menunggu lama akhirnya mereka berciuman, atau lebih tepatnya Naruto mencium Hinata.
Ciumannya begitu lembut tak bernafsu. Naruto menyukai sensasi itu. Walaupun ia pernah berciuman dengan orang lain, tapi ia lebih menyukai ciumannya yang sekarang. Ciuman yang terasa manis. Sedangkan Hinata, tubuhnya sedikit gemetar akibat ciuman Naruto. Ia belum pernah berciuman sebelumnya.
Ciuman itu bukan ciuman singkat. Nampaknya Naruto masih belum rela melepaskannya. Di sisi lain, Hinata tubuhnya mulai tak bertenaga. Tangan Naruto pun menyusup ke pinggang Hinata,menjaga gadis itu agar tak terjatuh. Naruto menghentikan ciumannya ketika dilihat Hinata kesulitan bernapas. Tangan kirinya masih dipinggul gadis bermata lavender itu, sedangkan yang satunya lagi berada di pipi merah sang gadis. Mereka berdua kembali bertatapan.
Kegiatan tatap menatap mereka terganggu akibat ada orang yang kelihatannya ingin ke arah mereka. Reflek, Naruto menarik tubuh Hinata agar bersembunyi diantara tumbuhan-tumbuhan. Hinata mukanya memerah, kini posisinya dan Naruto layaknya orang berpelukan. Namun Naruto cuek, ia justru mengamati keadaan luar taman.
"Hinata, sepertinya kita harus keluar," Naruto langsung menarik tangan Hinata. Mereka keluar taman dengan mengendap-endap seperti pencuri.
-TEACH ME PLEASE, HINATA!-
Hari Jumat. Hari terakhir Hinata menjadi tutor Naruto. Ia sangat senang akhirnya hari ini semua tugasnya selesai. Tapi entah mengapa hari ini ia tak mau bertemu dengan Naruto. Terang saja, ia masih merasa malu atas kejadian kemarin, berani masuk sekolah saja ia masih bersyukur. Lingkaran hitam tipis terlihat di sekeliling matanya. Ia tak bisa tidur semalaman.
"Kau terlihat lelah sekali, Hinata-chan?" Sakura memperhatikan Hina sejak dari ia mengganti sepatu. Temannya yang satu ini nampak kurang sehat, mata Hinata merah sekali.
"Hn," Hinata menoleh ke Sakura, "Aku hanya kurang tidur, Sakura-chan," Hinata menguap. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak ia menguap pagi ini. Tak biasanya.
"Sebaiknya kau cuci mukamu dulu supaya segar," Hinata mengangguk. Setelah ia meletakkan tasnya, ia langsung ke toilet.
Hinata menuju toilet dengan terhuyung-huyung. Ia memang sangat mengantuk sekarang. Ternyata ketika di toilet, tak hanya ada dia saja. Tapi ada siswi lain dari kelas yang berbeda dengannya.
"Wah, ternyata sumber gosip sekolah kita ada disini," kata gadis berambut merah, Karin. Ia menatap Hinata yang saat ini sedang mencuci mukanya dengan sinis.
"Aku bertaruh kalau pasti dia mengemis pada Iruka-sensei agar bisa menjadi tutor Naruto-kun," ucap wanita berambut hitam sebahu yang ternyata bernama Konan. Hinata tak menggubris perkataan mereka berdua. Ia terus mencuci mukanya.
Karin dan Konan merasa kesal karena perkataannya tak didengarkan. Ia mendekat ke arah Hinata dan membalikkan tubuhnya agar bisa bertatapan dengan gadis indigo tersebut, "Dasar jalang!" umpat Karin.
Hinata tak terima dengan perkataan Karin, "Aku tak pernah mengemis apapun pada Iruka-sensei. Sensei sendiri yang memilihku untuk menjadi tutor Naruto. Kalau aku boleh memilih, lebih baik orang lain saja yang menggantikanku."
"Alasan! Kau ini hanya ingin populer kan?" tuduh Konan.
"Sudahlah Konan, hentikan," tiba-tiba muncul satu orang lagi. Gadis ini bermata ungu violet. Ia Shion.
"Tapi Shion, dia.."
Perkataan Konan langsung terhenti ketika ia melihat tatapan dingin Shion, "Kubilang hentikan!" suara Shion meninggi. "Lebih baik kalian berjaga diluar saja. Biar aku yang membereskan orang ini," terlihat seringaian dari Karin dan Konan ketika keluar dari toilet. Kini mata Shion menatapnya tajam.
"Sudah kubilang, bukan mauku untuk menjadi tutor Naruto," Hinata mencoba menjelaskannya pada Shion.
"Ya, tapi kau menikmatinya bukan? Apapun alasanmu aku tak peduli. Yang aku mau, kau menjauhi Naruto," tangan Shion bergerak menuju keran. Hinata mencoba menebak apa yang akan dilakukan gadis itu.
"Pasti akan kujauhi, tunggulah satu hari lagi. Ini hari terakhirku menjadi tutornya."
Westafel toilet kini telah dibanjiri air. Tiba-tiba tangan Shion menjambak rambut Hinata, "Kau pikir aku tak melihat kejadian di taman biologi kemarin? Tak ada yang boleh mendekati Naruto selain aku!" dengan kasar kepala Hinata ditenggelamkan ke dalam westafel berisi air tersebut. Hinata yang hari ini tak bertenaga tak bisa berontak dari kekuatan Shion yang diluar batas tersebut.
Kepalanya ditarik lagi oleh Shion. Hinata hampir kehabisan nafas tadi. "Kalau kau sudah mengerti, jangan menjadi tutornya lagi atau aku akan menyiksamu lebih dari ini," Shion melepaskan jambakannya dari rambut Hinata. Sedangkan Hinata, ia hanya mematung tak bisa membalas apapun.
-TEACH ME PLEASE, HINATA!-
Naruto berlari menuju kelas Hinata. Ia tak mau melewatkan sedetikpun hari-hari terakhir dimana Hinata menjadi tutornya. Senyum terus terukir diwajah tan-nya."Sakura, dimana Hinata?" matanya mencari-cari sosok Hinata di seluruh penjuru kelas, namun tak ada.
Sakura menampakkan raut kecemasan, "Naruto, sebenarnya Hinata belum kembali ke kelas sejak pagi tadi."
"Apa," Naruto juga jadi mencemaskan Hinata.
"Dia bilang mau ke toilet untuk cuci muka, namun belum kembali sampai sekarang. Aku kira dia ke UKS, tapi ketika aku dan Sakura kesana dia tak ada," tambah Ino.
"Apa kau sudah coba untuk meneleponnya?" tanya Naruto.
"Ponselnya ada di dalam tasnya. Tak biasanya dia seperti ini. Aku jadi khawatir," terlihat genangan bening di mata emerald Sakura. Ia sangat mengkhawatirkan Hinata. Tak biasanya Hinata meninggalkan kelas tanpa izin terlebih dulu.
"Baiklah, aku akan mencarinya. Kalian berdua tetap disini. Siapa tahu dia akan ke kelas untuk mengambil tasnya," Naruto langsung berlari meninggalkan kelas Hinata.
"Semoga tak terjadi sesuatu yang buruk pada Hinata," kata Ino. Sakura mengangguk setuju.
Naruto mencari Hinata di seluruh penjuru sekolah. Dari mulai lantai dasar hingga lantai tiga. Setiap ruangan ia cari. Ruangan musik, lapangan olah raga, ruang praktek kesenian, semuanya telah ia datangi. Namun Hinata tak ada disana.
"Hinata dimana kau?" gumam Naruto.
-TEACH ME PLEASE, HINATA!-
To Be Continue
Holla minna-san, Kaze balik lagi nih dengan cerita baru!
Kali ini Kaze nyoba two-shoot yang mungkin ada adegan fluff-nya, haha
Cerita ini tetep sama konsep cerita Kaze yang kemarin, full of conflict
Kayanya Kaze kurang suka jalan cerita yang mulus kaya jalan tol, hehe gomen
Oh iya, terimakasih buat para reader yang nge-review fic "I Choose To Love You"-nya Kaze
Feed back chapter akhir fic-nya bagus-bagus, arigatou!
Semuanya terus semangatin Kaze ya buat bikin FanFic NaruHina lagi ..^^
Adios!
