Disclaimer : Cerita ini berdasarkan karakter dan situasi yang dibuat dan dipunyai oleh J. K. Rowling. Tidak ada uang sepersen pun yang diambil. Dan satu lagi "I don't own Harry Potter".

Warnings :Cerita ini, akan menjadi Slash, tetapi melihat Harry yang masih berumur sebelas tahun, maka untuk terjadinya masih menunggu waktu.. Jika kamu tidak suka jangan baca..

Summary : Dumbledore sangat yakin, kalau dia telah membuat keputusan yang benar. Sepuluh tahun kemudian Harry memperlihatkan padanya, betapa salah keputusan yang telah ia buat. Dengan sedikit perhatian dari orang kebanyakan, Harry membuat namanya sendiri dikenal di Hogwarts, dan menunjukkan kepada semua orang kalau dirinya lebih dari hanya sekedar the Boy Who Lived, si Anak yang Bertahan Hidup. Di dalam perjalanannya dia menarik perhatian the Dark Lord Voldemort dan membuatnya percaya kalau the Boy Who Lived lebih dari hanya sekedar musuh.

PS:Cerita ini adalah hasil terjemahan dari cerita yang berjudul "The Rise of a Dark Lord" yang dimiliki oleh Little. Miss. Xanda. jika kamu ingin membaca versi inggrisnya silakan baca aja di sana.. Happy Reading Guys!


Chapter 1 - Anak yang Bertahan Hidup

Di tengah malam tanggal 1 November 1981, sebagian besar dunia sihir di Inggris sedang melakukan perayaan. Mereka sedang merayakan jatuhnya "The most powerful Dark Lord of the last 500 years". Mereka merayakan, dan bersorak-sorai kepada yang tak lain dan tak bukan yaitu si Penyelamat Dunia Sihir. Tetapi selama perayaannya, tidak ada satupun dari mereka yang berpikir berapa harga yang harus diambil oleh seorang bayi yang harus dibayarkan, agar mereka bisa hidup dengan tenang dan damai.

Tidak ada sekalipun dari mereka yang peduli tentang si kecil yatim piatu yang sedang ditinggalkan di depan pintu rumah sebuah keluarga yang tidak menginginkannya. Tidak ada dari mereka yang berpikir pula, bahwa seorang anak kecil harus kehilangan kedua orang tuanya pada malam itu.

Itu adalah suatu malam ketika Albus Dumbledore meninggalkan si kecil yatim piatu di depan pintu rumah bibinya. Albus Dumbledore yang sebagaimana dikenal sebagai penyihir terhebat sejak "The Founder of Hogwarts" yakin dan percaya bahwa keputusan yang telah dia ambil adalah benar. Mereka lagi pula adalah keluarga dari anak itu. Akan lebih baik jika anak itu tumbuh jauh dari segala ketenaran yang tak bisa dipungkiri akan didapatkannya di dunia sihir. Jadi ketika si anak pergi ke Hogwarts nanti, akan lebih mudah baginya untuk menggiringnya ke arah yang benar karena belum mendapatkan kefanatikan mengenai dunia sihir. Di segala pemikiran dan penghayatannya dia melihat tidak ada masalah mengenai hal ini dan menurutnya tidak mungkin kalau keputusannya akan menjadi sebuah kesalahan.


Itu akan membutuhkan waktu 10 tahun bagi Albus Dumbledore untuk mulai menyadari dan mengerti betapa salah keputusannya. Dan beberapa tahun lagi baginya untuk melihat yang sebenarnya, betapa keliru dan salah keputusannya ketika hal itu datang dan berurusan dengan si Harry Potter.

Albus Dumbledore dan Severus Snape berada di depan rumah yang tampak seperti tidak pernah melihat hari-hari yang indah dan cerah. Rumah itu memiliki tampilan tua dan usang, disekitarnya tampak memancarkan udara yang dingin dan pengap.

Albus Dumbledore memastikan alamatnya lagi, dan mengkonfirmasikan kalau mereka benar benar di tempat yang tepat. Rumah ini bukanlah rumah biasa, tetapi merupakan sebuah panti asuhan khusus anak laki-laki. Albus Dumbledore dan Severus Snape berada di sana untuk melihat anak muda bernama Harry Potter.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya Wakil Kepala Sekolah Sihir Hogwarts akan mengirimkan surat penerimaan kepada seluruh anak-anak yang telah terdaftar dan bagi murid yang baru mengetahui tentang dunia sihir akan dikunjungi oleh profesor secara tersendiri. Tetapi tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena tahun ini adalah tahun dimana Harry Potter akan kembali ke dunia sihir.

Dumbledore menghabiskan beberapa jam untuk menimbang-nimbang tentang bagaimana cara untuk menangani situasi ini. Manakah yang lebih baik antara mengirimkan surat atau mendatangkan seorang profesor. Dan jika ia mendatangkan seorang profesor manakah yang pantas dan sesuai? Setelah memikirkan beberapa pilihan yang berbeda, akhirnya dia memutuskan akan lebih baik jika dia yang pergi sendiri. Jika dia pergi sendiri, dia dapat berbicara dengan anak muda itu dan bisa melihat seperti apa karakter dan sifat yang dimiliki oleh anak itu. Setelah membuat keputusan, dia menunggu sampai ulang tahun Harry tiba dan ber-apparate ke Privet Drive.

Seharusnya hari ini merupakan hari siang yang cerah dan bagus untuk berbicara dengan Harry Potter dan keluarganya tetapi...

Keluarga Dursley tanpa membuang-buang waktu, memberitahukan kepada si Kepala Sekolah bahwa mereka telah meninggalkan si Aneh itu, di kantor kepolisian terdekat. Dan mereka menginformasikan kepada Kepala Sekolah, kalau mereka tidak menginginkan apapun yang berhubungan dengan si Aneh itu dan setelah mengatakannya mereka langsung menutup pintu tepat di muka si Kepala Sekolah.

Hal itu membutuhkan waktu lima detik bagi Albus Dumbledore, si penyihir terhebat yang masih hidup, untuk mengerti apa yang telah keluarga Dursley katakan kepadanya. Ketika akhirnya dia mengerti, dia melakukan satu-satunya cara yang terpikirkan olehnya, yaitu mencari Severus Snape yang merupakan seorang Ahli Ramuan Hogwarts untuk membantunya melokasikan dimana Harry Potter berada. Dia mungkin adalah Penyihir terhebat di waktunya, tetapi dia menyadari bahwa berbicara dengan polisi dan mencoba menemukan Harry di dunia muggle bukanlah kegiatan yang biasa dia lakukan.

Akhirnya, setelah beberapa jam dan dengan sedikit bantuan sihir, mereka telah mampu melokasikan dimana Harry Potter berada, yaitu di Panti Asuhan khusus anak laki-laki St. Benedict.

Dan itu mengantarkan mereka untuk duduk di kantor yang lapuk, kecil, dan pengap untuk berbicara dengan ibu kepala panti asuhan.

"Anda di sini mengambil Harry untuk pergi ke sekolah khusus anak berbakat? Itukah yang tadi kalian katakan?" tanya Mrs. Bright.

Dumbledore tersenyum kebapakan dengan binar di matanya ketika dia menjawab "Itu benar sekali. Dia telah terdaftar semenjak lahir, dan karena orang tuanya bersekolah disana juga dulunya. Mrs. Bright, jika anda tidak keberatan, bisakah anda beritahu, sejak kapan Harry berada di Panti Asuhan ini?"

"Kira-kira sekitar sepuluh tahun, seorang polisi datang membawanya, jika aku tidak salah yaitu hari ke lima di bulan November 1981. Dia adalah bayi yang sangat elok dan tenang, kita tidak pernah mendengarnya menangis. Kita tak mengerti mengapa tidak seorang pun yang menginginkan bayi seperti dirinya. Tetapi kemudian.."

Mrs. Bright tidak melanjutkan, dia tampak seperti terlarut dalam masa lalunya dan Dumbledore mulai memiliki firasat buruk. Dia bisa mengingat sebuah pembicaraan yang ia lakukan sekitar 50 tahun yang lalu yang dimulai dengan hal yang sama. Bahkan Snape juga mulai memperhatikan percakapan.

" Apakah ada sesuatu yang salah dengan si Bayi ?", tanya Dumbledore dengan tenang.

" Aku tidak mengatakannya ada sesuatu yang salah, tapi lebih tepatnya agak ganjil kalau aku boleh katakan.. Meski ketika ia masih bayi, matanya tampak seperti bisa melihat rahasia tergelap dari dalam jiwamu. Hal itu sangat meresahkan".

Dumbledore hanya bergumam dan mengambil seteguk teh dari cangkir tehnya. "Dan apalagi yang bisa anda beritahukan kepada kita mengenai Harry?"

Sekarang Mrs. Bright terlihat merasa tak nyaman dan firasat buruk yang dimiliki Dumbledore semakin bertambah.

"Ah.. Ehmm begini, Harry adalah seorang murid yang mengagumkan. Dia mendapatkan nilai tertinggi di sekolah, dia bahkan melompat maju beberapa tahun. Kebayakan dari profesornya mengatakan kalau Harry tergolong anak genius".

Albus kemudian tenang, mungkin Mrs. Bright merasa tak nyaman dikarenakan dia tidak ingin mereka berpikir kalau dia melebih-lebihkan. Jelas tidak ada alasan baginya untuk mempunyai firasat buruk itu dan Albus hampir saja meyakinkan dirinya kalau hal itulah yang menyebabkan Mrs. Bright merasa tak nyaman, sampai Snape bertanya sebuah pertanyaan yang menghancurkan segala keyakinan yang Albus punyai.

"Dan teman-temannya?"

Mrs. Bright menjadi semakin tak nyaman, tetapi dia berusaha mengatasinya dengan tersenyum dan berkata, "Ah.. Harry tidak pernah sangat sosial.. dan kalian tahukan bagaimana anak-anak itu.. terkadang mereka bisa menjadi sangat kasar dan kejam.."

Snape harus merendam geramannya yang ingin keluar dari tenggorokannya, ia membenci bully, dan bocah itu tampaknya mengikuti jejak ayahnya. "Dia adalah seorang bully? Apakah itu benar?" dia akhirnya bertanya.

"Oh tidak, justru kebalikannya, anak-anak lainnya terkadang kejam dan kasar kepadanya.. Anda tahukan bagaimana keadaan di sini, kita adalah panti asuhan yang kecil dengan sumber dana yang terbatas, dan anak-anak melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk bisa di adopsi. Dan kemudian Harry muncul. Seorang anak yang benar-benar elok ,dengan wajahnya yang angelic, dan di atas semua itu, dia adalah seorang murid yang luar biasa, cerdas di segalanya. Tentunya anak-anak yang lebih tua mulai membencinya. Mereka memukulinya, mereka akan merusak dan merobek pakaiannya, mereka bahkan pernah mengurungnya di ruang bawah tanah dan kami tidak bisa menemukannya selama beberapa hari.."

"Dan tidak ada yang melakukan apapun?", tanya Dumbledore tak percaya.

"Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak memiliki bukti apapun, sehingga kita tak bisa menghukum anak-anak yang terlibat. Dan Harry sangat sendirian, tidak ada satupun anak yang mengatakan apapun untuk membantunya." Kata ibu kepala panti asuhan membela diri, dengan pelan matanya tampak tak fokus dan kedua profesor dapat melihat sesuatu seperti rasa takut di wajahnya, "Tetapi segalanya berubah," dia berbisik seperti dia sedang berbicara kepada dirinya sendiri, daripada berbicara kepada kedua orang di depannya. "Oh bagaimana mereka berubah.."

"Apa yang berubah Mrs. Bright" tanya Albus dengan hati-hati. Firasat buruk yang ia punyai sebelumnya telah kembali dan walaupun ia telah mencoba, dia tidak bisa mengabaikan persamaan antara anak ini dengan anak yang satunya. Tetapi ia masih bisa meyakinkan dirinya sendiri bahwa persamaan mereka hanyalah sebuah kebetulan semata.

Snape mungkin masih terlalu muda untuk berada di sana, tetapi dia tahu apa yang dipikirkan oleh mentornya, Albus pernah mengatakan kepadanya tentang murid brilian yang pergi ke Hogwarts 50 tahun yang lalu, dan jika dia bisa melihat kesamaannya hanya berdasarkan dari yang Albus katakan padanya, maka ia yakin bahwa Albus bisa melihat lebih baik dari pada dirinya.

"Kalian benar-benar akan mengambilnya kan?" tanya si ibu kepala panti asuhan dengan suara yang kecil hampir seperti bisikan.

"Harry telah terdaftar semenjak ia lahir, apapun yang anda katakan tidak akan mengubah keputusan kami untuk mengambilnya. Kita hanya ingin tahu sedikit lebih banyak mengenai dirinya." Dumbledore menjawab, mencoba untuk meyakinkannya.

Mrs. Bright mengangguk dan mengatakan segalanya yang ia tahu dan apa yang ia duga dan curigai. "Ketika ia berumur tujuh tahun, segalanya berubah. Kita tidak pernah mempunyai bukti apapun. Untuk segala maksud dan tujuan ia tetap menjadi murid yang terbaik dan sempurna, seorang genius yang mempesonakan hati para profesornya. Tetapi selama waktu berlalu, anak-anak mulai merasa takut kepadanya. Semua dimulai dengan peristiwa yang dialami Ben. Tidak ada buktinya dalam hal ini, tapi tangannya tak mungkin retak dengan sendirinya kan? Dan Ben berumur 14 tahun, sedangkan si kecil Harry hanya 7 tahun.

Beberapa bulan setelahnya, kita pergi untuk mengunjungi sebuah pertenakan, sehingga anak-anak bisa melihat binatang-binatang yang ada di sana. Seekor ular kebun masuk ke dalam bus, Harry menyukainya dan memutuskan untuk membawa dan merawatnya. Kita melihat tidak ada salahnya dengan hal itu, dikarenakan ular itu kecil, dan selalu berada di saku Harry, selain itu pula, ular itu tidak berbahaya dan tidak melukai seseorang. Tetapi Steve, anak panti asuhan yang lebih tua, teman dari Ben, pada malam natal pergi ke kamar Harry lalu mencuri binatang itu, membunuhnya, menaruhnya di kotak kecil dan membungkusnya sebagai sebuah 'hadiah' dan menempatkannya di atas tempat tidur Harry. Keesokan harinya, semua anak-anak mengolok-oloknya. Mereka berkata kepadanya kalau dia adalah anak yang aneh, bahkan sampai ular sekalipun mengakuinya dengan tidak mau berada lagi di dekat Harry. Tetapi anehnya, diatas semua itu Harry hanya diam saja dan bahkan tidak mengeluarkan setetespun air mata.

Satu minggu setelah peristiwa itu terjadi, Steve berada di rumah sakit, dia berada di dalam koma yang parah. Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya, dia pergi ke tempat tidur di malam sebelumnya dan esok harinya ia tidak bangun. Ia berada dalam koma selama dua minggu. Dan ketika ia bangun dia harus di lembagakan, para dokter tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Steve. Tetapi aku mengingat Harry tersenyum.

Di tahun berikutnya kami menemukan dua anak terkurung di ruang bawah tanah, aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi mereka mulai takut pada bayangan mereka sendiri, dan mereka tak pernah menjadi seseorang yang sama lagi. Dan juga, mereka melakukan apapun yang bisa mereka lakukan, agar bisa jauh dan tidak berada di dalam ruangan yang sama dengan Harry. Hal itu kurasa bertahan sampai enam atau tujuh bulan. Sampai suatu ketika Colin salah satu dari dua anak itu, menggantungkan dirinya sendiri di kamarnya.

Tidak ada satupun bukti mengenai hal itu, dan bahkan jika aku bisa menuduh dan menyalahkannya.. siapa yang mau percaya? Kebanyakan orang hanya melihat wajahnya yang angelic, dia mampu mempesonakan hati semua orang.

Dia memang benar-benar 'a true fallen angel' "

Ketika Mrs. Bright menyelesaikan ceritanya, mereka mampu melihat dengan jelas bahwa ekspressi wajah Mrs Bright sangat murni dengan ketakutan. Selain rasa takut yang tersirat, juga ada perasaan lain seperti semacam rasa kagum/terpesona dan itu membuat keduanya bergidik ngeri. Keduanya pernah melihat ekspresi wajah yang sama tetapi lebih intens dan kuat yaitu pada wajah-wajah the Death Eater, si pelahap maut. Snape tidak bisa menahan bulu kuduknya untuk berdiri ketika dia mengingat mantan tuannya itu.

Albus berupaya untuk tersenyum dan menanyakan apakah mereka bisa bertemu dan berbicara dengan Harry. Hanya dikarenakan bertahun-tahun telah hidup sebagai mata-mata itulah, Snape mampu menyembunyikan apa yang ia rasakan, tetapi gagasan untuk melihat Potter tidak menyenangkan hatinya sedikitpun.

Jika keputusan itu terserah padanya, mereka pasti akan meninggalkan bocah itu disana dan tidak pernah mau menginjakkan kaki ke tempat itu lagi, tapi kenyataannya adalah tidak, keputusan bukanlah berada di tangannya, dan jauh di dalam lubuk hatinya ia tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain, dan selain itu ada sesuatu tentang si Potter yang membuat dirinya resah.

Ketika Mrs. Bright menunjukkan tempat di mana kamar Harry, mereka terkejut ketika dia hanya menunjuk ke arah pintu dan kemudian berjalan pergi, hal itu sudah jelas kalau Mrs. Bright tidak mau berada di dekat Harry.

Segera setelah mereka memasuki ruangan dan melihat Harry, baik Dumbledore maupun Snape harus berusaha untuk menyembunyikan keterkejutan yang mereka rasakan. Biasanya, ketika mereka mengira-ngira tentang wajah Harry Potter, keduanya membayangkan tiruan dari James tetapi dengan mata milik Lily, mereka siap untuk sedikit perubahan tetapi sialnya mereka tidak mempersiapkan untuk perubahan seperti apa yang mereka lihat, dan keduanya segera mengerti apa yang Mrs. Bright maksudkan dengan 'fallen angel'.

Duduk di kursi dekat jendela, dengan punggung menempel di dinding, kaki kirinya diselunjurkan ke depan dan kaki kanannya ditekuk, dengan tangan kanannya berada di lututnya, dan sebuah buku di tangan kirinya, kepalanya agak condong ke sisi dan rambut gelap seperti malam membingkai wajahnya yang bangsawan, yang hampir sepenuhnya dari Black, kamu bisa mengatakan kalau dia adalah seorang Potter, tetapi beberapa karakteristik murni berasal dari Black, yang jelas diwarisi dari neneknya yang seorang Black. Dia juga memiliki sedikit karakteristik wajah dari Malfoy dan Rosier, yang telah menikah dengan Potter di sepanjang garis keturunan keluarga, Dumbledore ingat kalau nenek buyutnya adalah satu-satunya gadis yang ada di keluarga Rosier. Tampaknya Harry mewarisi karakteristik dari beberapa garis keturunan keluarga, dan itulah yang memberikannya suatu keindahan yang pantas untuk dikagumi.

Snape melihatnya juga, tetapi ia tidak lupa dengan Lily Potter yang dianggap merupakan gadis tercantik di Hogwarts di zamannya. Dan ketika sinar matahari menyinari rambut Harry, dia tidak bisa melewatkan kemilau seperti merah darah yang terpancar di rambutnya. Tetapi yang paling mengejutkan adalah matanya, mereka mungkin memiliki bentuk yang sama dengan mata yang dipunyai oleh Lily tetapi yang berbeda adalah warna matanya. Tidak ada satupun dari mereka yang bisa menahan bulu kuduk untuk berdiri, ketika mereka menatap mata yang mempunyai warna kematian, yaitu warna yang sama persis seperti kutukan Avada Kedavra.

Yang pertama yang bisa menguasai diri adalah Dumbledore, dan dengan cepat ia meletakkan senyum di wajahnya, tak satupun dari kedua profesor yang tidak melewatkan perubahan wajah Harry, dia tampak lebih polos, lebih kekanak-kanakan. Dan mereka dengan segera ingat dengan apa yang dikatakan oleh Mrs. Bright, '.. dan bahkan jika aku bisa menuduh dan menyalahkannya.. siapa yang mau percaya? Dia mampu mempesonakan hati semua orang..'. menekan firasat buruk yang ia punyai, Dumbledore menyapanya dengan riang.

"Harry, selamat siang, senang bisa bertemu dengan mu lagi. Nama saya adalah Albus Dumbledore dan orang yang berada di samping saya adalah Severus Snape."

"Selamat siang, senang bisa bertemu denganmu juga." Harry menjawab, ia memiliki suara yang hampir seperti musik, merdu dan indah dan ia juga menjawab dengan senyum kecil di wajahnya. Snape yakin kalau ia tidak memiliki percakapan dengan ibu kepala panti asuhan sebelumnya, ia pasti percaya kalau senyuman itu adalah senyuman yang sesungguhnya.

"Begini Harry.. Profesor Snape dan aku datang kesini mengundangmu ke sekolah untuk anak berbakat."

Perubahan berlangsung seketika, segala kepolosan yang tadi tampak di wajahnya menghilang dan digantikan dengan tatapan yang dingin dan penuh perhitungan, sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh anak-anak di usianya.

"Sekolah seperti macam apa?" tanyanya tanpa emosi di suaranya.

"Ahh.. Sekolah yang bernama Hogwarts dan saya sebagai Kepala Sekolahnya, sekolah ini bukanlah sekolah biasa tetapi merupakan sekolah sihir."

Albus mempersiapkan dirinya untuk memberikan penjelasan panjang lebar tentang Harry yang merupakan seorang penyihir dan melakukan beberapa mantra untuk menunjukkan bahwa apa yang dikatakannya adalah benar. Ketika ia mendengar tawa kecil yang berasal dari Harry, percaya jika Harry mengira kalau dirinya berbohong, ia bersiap-siap menjelaskan kalau hal itu memang benar apa adanya. Ia lalu melihat sesuatu yang terpancar di sepasang mata Harry yang merupakan sebuah pelepasan dan kelegaan? Tetapi sebelum ia bisa menganalisis lebih jauh, ekspressi itu hilang dan Harry berucap.

"Jadi apa yang bisa saya lakukan adalah sihir.. aku tahu, aku tahu itu, kalau aku berbeda dengan mereka."

Kata 'mereka' itu diucapkan dengan begitu banyak penghinaan dan rasa jijik, sehingga membuat kedua profesor hampir menganga kaget. Dumbledore langsung teringat dengan Tom Riddle, tetapi ada perbedaan di antara keduanya. Kalau si kecil Tom Riddle mengatakan hal serupa dengan penuh kebencian, Harry di sisi lain berbicara dengan penuh penghinaan dan jijik, seolah-olah ia tidak menganggap mereka sebagai manusia atau yang layak akan perhatiannya. Sejujurnya Albus tidak tahu mana yang lebih buruk.

"Apakah benar begitu, dan apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Albus dengan nada tenang dan riang, menyembunyikan semua kecemasan dan kegelisahan yang ia rasakan.

Untuk satu atau dua detik Snape sangat yakin kalau mata Potter sedang menganalisa jiwa mereka, menilai mereka, melihat apakah mereka dapat dipercaya atau tidak. Snape yakin itu semacam ujian dan ketika Potter mendapat sedikit binar di matanya, senyum hangat di wajahnya dan terlihat seperti anak yang bersemangat, Snape yakin kalau mereka telah lulus dari ujian tersebut. Tapi hal itu dapat dipastikan hanya berumur pendek dan sementara.

"Oh.. hal-hal aneh terjadi ketika aku sedang marah atau sedih," kata Harry pada mereka, dengan nada suara yang penuh dengan kepolosan, yang sampai sulit untuk dibedakan apakah mereka harus percaya atau tidak dengannya, "Seorang profesor berteriak padaku dan tiba-tiba rambutnya berubah menjadi biru. Terkadang pula jika aku sedang marah segala sesuatu di sekitar mulai bergoyang, ya.. hal-hal seperti itu." Kata Harry menyelesaikannya dengan senyum senang.

Dan untuk beberapa saat kedua professor percaya tentang kesan polos yang Harry tampilkan, untuk beberapa saat pula mereka berpikir bahwa segala sesuatu yang Mrs. Bright katakan hanyalah sebuah kebetulan semata, dan selama beberapa saat itu juga, mereka melihat Harry sebagai anak yang tidak berdosa. Tapi di atas semua itu, saat itu mereka hanyalah melihat suatu kesan/citra yang ingin Harry tampilkan untuk mereka lihat.

Namun tak satu pun dari mereka yang lupa tentang apa yang Mrs. Bright katakan kepada mereka. Jadi kesan yang ditampilkan oleh Harry, walaupun itu sangat meyakinkan, tidak membuat kedua profesor terpedaya olehnya. Keduanya tersadar dari pemikirannya ketika Harry berbicara lagi.

"Profesor, bagaimana caranya agar aku bisa bersekolah di sana? Apakah aku harus menyelesaikan beberapa tes agar aku bisa mendapatkan beasiswa? Atau sesuatu semacam itu?"

Pertanyaan Harry mengingatkan kedua profesor kalau Harry tidak tahu apapun mengenai asal-usulnya. Untuk sepersekian detik Dumbledore merenung untuk tidak mengatakannya, tapi secara cepat pula pikiran itu hilang. Harry mempunyai hak untuk tahu, dan sudah merupakan fakta kalau dia adalah the Boy Who Lived, si anak yang bertahan hidup yang jelas tidak mungkin untuk disembunyikan. Sambil mendesah, profesor pun menjawab.

"Kamu tidak memerlukan beasiswa untuk masuk di Sekolah Hogwarts, orang tuamu meninggalkan semua yang mereka miliki kepadamu."

"Orang tuaku?" Harry bertanya dengan nada datar dengan wajah tanpa ekspresi, "Kalian tahu orang tuaku?"

Dumbledore menghela napas dalam-dalam dan menyihir tiga kursi bagi mereka untuk duduk, ia tidak melewatkan ketertarikan Harry ketika ia melihat tongkatnya, dan juga kebingungannya, tetapi ketika Dumbledore menunjuk kursi baginya untuk duduk, ia langsung melakukannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dumbledore dan Snape duduk di dua kursi yang tersisa dan berbagi tatapan sekilas kemudian Dumbledore memulai ceritanya.

"Beberapa tahun yang lalu, sebelum kamu lahir, dunia kita dalam keadaan berperang. Seorang penyihir naik ke puncak kekuasaan dan memulai perang. Orang tuamu ikut berpartisipasi dalam perang itu dan menjadi sasaran dengan cepat. Ibumu hamil, dan orang tuamu memutuskan untuk pergi bersembunyi agar kamu bisa aman. Tapi sayangnya, dia berhasil menemukanmu. Voldemort, nama dari the Dark Lord, si Penguasa Kegelapan, membunuh kedua orang tuamu dan mencoba untuk membunuhmu, tetapi kutukan itu malah berbalik kepadanya dan dia kehilangan kekuatannya dan menghilang. Lily, James dan kamu Harry, dikenal sebagai pahlawan yang mengakhiri perang dan membawa perdamaian ke dunia sihir."

Harry tidak mengatakan apapun untuk beberapa saat, ia tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri. Albus dan Severus tidak tahu pasti bagaimana untuk melanjutkan, mereka mengharapkan respon yang lebih emosional, dan tidaklah setiap hari, kamu bisa mengetahui kalau kedua orang tuamu telah tewas karena di bunuh.

"Perang berakhir? Dan apa yang menjadi tujuan dari kedua belah pihak?" Harry akhirnya bertanya, tanpa ekspressi.

Kedua profesor membutuhkan waktu untuk kemudian bisa menjawab, karena mereka tidak mengira Harry akan mempunyai pertanyaan seperti itu. Mereka mengharapkan pertanyaan mengenai orang tuanya bukan sesuatu yang berhubuhan dengan perang. "Ya, perangnya berakhir," jawab Albus, "tentang tujuan itu adalah sesuatu yang kompleks dan rumit, yang dimana anak-anak di usiamu tidak perlu mengkhawatirkan diri dengan hal yang semacam itu."

Setelah Albus selesai menjawab, Severus yakin itu adalah jawaban yang salah. Potter yang tadinya ramah dan mengekspresikan ketertarikan di wajahnya menjadi tertutup dan dingin, segala emosi yang tadinya ada, menjadi hilang dari wajahnya. Severus merasakan tikaman ketakutan melihat perilaku anak itu.

"Oh.. jadi begitu" bisik Harry dengan nada dingin yang dapat membuat bulu kuduk Severus berdiri, nada itu adalah nada suara yang mirip dengan yang biasa digunakan oleh the Dark Lord ketika salah satu dari pengikutnya mengecewakannya, dan biasanya di ikuti dengan Crusio, "Bisakah kalian memberitahukan kepadaku, tentang bagaimana caranya agar aku bisa mengakses apa yang orang tuaku tinggalkan untukku? Apa saja yang aku butuhkan untuk sekolah? Dan dimanakah saya bisa membelinya dan semua informasi mengenai hal itu?"

Pada saat itu, Severus tahu mereka telah kehilangan Potter, tetapi kalau boleh jujur dengan dirinya sendiri, ia tidak berpikir kalau mereka pernah memilikinya. Potter tidak seperti yang mereka pikirkan dan untuk pertama kali di dalam hidupnya, Severus berharap kalau Potter lebih baik mirip seperti ayahnya, James Potter.

"Oh tentu.. tentu," jawab Albus tanpa binar yang biasanya ada di matanya, "Ini ada sebuah amplop yang didalamnya tertuliskan segala informasi yang dibutuhkan. Daftar segala sesuatu yang perlu kamu beli, tiket kereta api, dimana dan bagaimana untuk naik ke kereta api dan hari keberangkatan kereta api. Profesor Snape dapat menemanimu ke Diagon Alley, tempat dimana kamu membeli semua barang-barang yang kamu butuhkan untuk sekolah."

Harry mengambil amplopnya, membuka dan memeriksa isinya. "Tidak perlu bagi profesor untuk pergi menemaniku. Profesor pasti memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan, saya tidak ingin memaksakan dan merepotkan. Selain itu, saya sudah terbiasa melakukan segalanya sendiri."

"Apakah kamu yakin, Harry?" tanya Albus dengan nada yang halus, mereka tidak bisa memaksakan Harry untuk mengajak seseorang untuk pergi dengannya, tapi tak satupun dari kedua profesor yang merasa tenang dan nyaman untuk membiarkan dia pergi sendiri ke Diagon Alley.

"Ya." Adalah satu-satunya respon yang Harry berikan kepada mereka. Jadi dengan mendesah, Dumbledore memberikan Harry kunci Gringottsnya, dan menjelaskan padanya bagaimana caranya untuk sampai ke Diagon Alley dan bagaimana menemukan pintu masuk ke Leaky Cauldron.

Harry tak lupa mengucapkan terima kasih kepada mereka, dan dengan ucapan selamat tinggal yang singkat, kedua profesor pergi meninggalkan ruang kamar Harry. Mereka tak lupa mengucapkan selamat tinggal singkat kepada Mrs. Bright, dan tanpa membuang waktu langsung pergi meninggalkan tempat itu. Tak satupun dari mereka yang menyadari bahwa sepasang mata berwarna kematian, mengikuti mereka dari jendela lantai tiga, karena keduanya terlalu fokus pada pikiran mereka masing-masing mengenai Harry James Potter, the Boy Who Lived, si Penyelamat Dunia Sihir.


PS : Bagi yang menunggu chapter selanjutnya, sabar dulu ya.. aku updatenya paling lama sekitar seminggu kok.. trus bagi yang menayakan kalau cerita ini DarkHarry atau bukan.. aku gak bisa ngasih tahu ke kalian ataupun memberi kalian clue.. biarlah semua mengalir apa adanya.. tapi yang pasti, nanti kalian akan tahu dengan sendirinya kok.. setelah melihat alur jalan ceritanya.. jadi kusarankan kalian main tebak-tebakan sendiri aja ya.. hehehe.. PEACE ! ^_^