"Bukankah aku sudah memperingatkanmu, Akasuna-kun?" Yap, itu namaku, Akasuna Sasori. Aku saat ini duduk dengan seorang gadis elf di dalam bangunan guild. "Levelmu terlalu rendah. Level 1 tidak diperbolehkan memasuki lantai pertengahan. Begitulah peraturannya." Gadis itu melipat tangan di depan dadanya. Wajahnya menekuk kesal ke arahku. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Ini semua untuk kebaikanmu. Hei... kau mendengarku?!"
"Ya, ya... Shopie-san. Aku mendengarmu" Aku hanya mendesah bosan di balik masker yang menutupi separuh wajahku. Masker ini entah kenapa membuatku terlihat seperti Kakuzu, dengan wajah yang lebih tampan tentu saja. Aku mungkin akan lebih memperhatikan ucapannya, jika saja ia tidak mendapatkan sepuluh persen dari pendapatan harianku. Aku meletakkan kantung yang bergemerincing di atas meja. Kantung itu berisi beberapa ratus ribu valis, mata uang dunia ini. Aku memgedipkan sebelah mataku ke arah gadis di depanku, Shopie Vanna, member yang ditugaskan guild sebagai penanggung jawab untuk mengawasiku. "Ini bayaran untuk hari ini. Dan sedikit bonus sebagai permintaan maafku karena memasuki lantai pertengahan."
Shopie mengambil kantung uang itu dengan tatapan enggan. Sudah kuduga, di dunia manapun tidak ada yang dapat menahan pesona dari uang. Si gadis elf hanya menghela nafas kesal.
"Akasuna-kun, kau tidak boleh terus seperti ini, kau tahu? Aku yakin kau sangat tahu kalau itu ilegal untuk petualang level 1 memasuki lantai pertengahan. Kau akan kewalahan cepat atau lambat." Aku hanya mengangguk bosan. Aku sudah hafal setiap kata yang keluar dari mulut Shopie. Aku sampai lupa sudah berapa kali aku mendengar kata-kata tersebut. "Aku mohon, setidaknya cobalah untuk menaikkan levelmu. Aku yakin Dewamu juga sependapat denganku."
"Ia tidak keberatan." Aku hanya menjawab seadanya. Ia akhirnya menghentikan tatapan kesalnya setelah menghela nafas untuk kesekian kalinya. "Kalau begitu sampai jumpa minggu depan, Shopie-san."
"Aku rasa aku sudah mengatakan semua yang ingin kukatakan." Shopie mengangguk lalu tersenyum lembut. Aku bangkit lalu berjalan menuju pintu keluar. Aku ingin secepatnya menjauh dari gadis elf itu. Ia dan senyumannya bagiku musuh yang lebih sulit daripada Goliath di lantai pertengahan. "Oh iya. Kau mendapatkan beberapa tawaran untuk bergabung ke Familia mereka. Aku tahu kau setia pada Dewamu, tapi setidaknya cobalah untuk bekerja sama dengan mereka, untuk kebaikanmu."
Aku tidak menjawab. Aku yakin ia mengerti seperti apa jawabanku. Bagaimanapun, ia sudah menjadi penasehatku selama hampir setahun. Aku melangkahkan kakiku yang beberapa saat lalu sempat terhenti.
Oh iya. Saat ini aku berada di Orario, kota terbesar di dunia ini. Jika kau bisa membayangkan lima desa tersembunyi dari lima negara di Elemental Nation digabung menjadi satu, begitulah luas dari Orario. Tidak perlu heran akan hal itu, bagaimanapun di kota inilah tempat satu-satunya dungeon di dunia ini berada. Sudah setahun aku tinggal di tempat ini.
Sejujurnya, aku tidak punya Dewa atau Kami-sama seperti petualang lainnya. Aku melakukan sendiri hal hal seperti mengupdate, mencari tempat tinggal, dan hal-hal lainnya yang biasanya dilakukan oleh Kami-sama. Selain itu, tidak ada orang yang tahu kemampuan dan skil yang aku miliki, dan aku menyukainya. Tidak memiliki Dewa berarti tidak ada gosip tentangku, dan tidak ada gosip berarti tidak ada informasi tentangku. Informasi tentang musuhmu adalah hal yang sangat penting. Memberikan informasimu sama saja membunuh dirimu sendiri, pengetahuan dasar bagi seorang shinobi, meskipun sekarang aku bukan lagi seorang shinobi.
Begitulah yang ku alami sejak aku terbangun di selokan dunia ini satu tahun lalu.
Mari kita lupakan tentang hal itu. Aku lebih tertarik pada pendapatanku hari ini. Aku mendapatkan beberapa ratus ribu valis hari ini, menaikkan statusku, aku bahkan membayar beberapa juta valis pada Shopie minggu ini. Aku punya uang yang banyak, kekuatan yang lebih dari cukup, serta hubungan yang baik dengan guild. Berdasarkan standar dunia ini, aku adalah orang yang sukses.
Dengan kata lain hari ini adalah hari yang bagus.
Jadi, tidak terlalu mengherankan bagiku saat pintu tiba-tiba terbuka sebelum aku meraih gagangnya, dan seorang idiot yang tertutupi darah menabrakkan kepalanya padaku.
"Aku tahu alasanmu sangat masuk akal, Akasuna-san. Tapi aku takut Bell-kun tidak bisa mengganti armor salamandermu yang rusak." Eina Tulle, seorang gadis half-elf, anggota guild, membungkuk padaku. Mungkin setuasi ini akan cukup memalukan bagiku jika saja hal ini terjadi di tempat umum. Untungnya saat ini aku berada di salah satu gang gelap di Orario. "Bell-kun baru saja menjadi petualang, dan ia sejauh ini hanya sampai lantai kelima. Selain itu ia baru saja mengalami kejadian yang sangat buruk."
"Armor Salamder tidak terlalu mahal, Tulle-san." Aku menggeleng, menolak permintaan maaf Tulle tanpa belas kasihan. Darah Minotaur merusak armor atau Jubah yang terbuat dari kulit Salamander. Armor tersebut mungkin sangat efektif untuk melindungi diri dari monster di lantai bawah, tapi darah Minotaur dapat menodainya dan menarik monster untuk mendekat sejenis. Aku harus menggantinya jika tidak ingin berurusan dengan para banteng berjalan itu. Sebenarnya aku punya uang yang lebih dari cukup untuk membeli selusin Armor Salamander. Hanya saja, aku tidak suka seaeorang meminta maaf untuk orang lain. 'Bell-kun' ini pasti orang yang sangat populer di mata lawan jenis, sampai-sampai anggota guild membantunya seperti ini. Dunia yang mengagumkan. "Aku bahkan akan memberikan penawaran terbaikku padanya."
"Ah, kau sangat baik, Akasuna-san. Namun aku mungkin akan meminta lagi padamu untuk melupakan kejadian ini." Eina Tulle tersenyum padaku, senyum yang sangat memikat. Pada dasarnya, gadis Half-elf itu memang cantik, dan ia sangat tahu akan hal itu. Karena itulah ia menggunakan senjata andalannya itu untuk mencari secercah kebaikan dari diriku untuk membiarkan apa yang telah terjadi biarkan saja berlalu. Sayang sekali Tulle-san, aku memang tidak terlalu berpengalaman dengan perempuan, tapi sebagai mantan shinobi aku tidak akan masuk ke perangkapmu. "Setelah pengalaman buruk itu, aku ragu Bell-kun ingin memasuki dungeon lagi dalam waktu dekat. Meskipun aku yakin ia akan mendapatkan keuntungan yang besar memiliki petualang berpengalaman sepertimu di sisinya."
"Jumlah petualang yang selamat setelah berada di ambang maut dapat dihitung dengan satu tangan, Tulle-san." Aku menjawab ketus. Sejujurnya aku tidak terlalu peduli dengan armorku yang rusak. Hanya saja melihat gadis half-elf ini membela si 'Bell-kun' itu membuatku kesal. Jika saja aku masih seorang shinobi, aku akan mengubah 'Bell-kun' itu menjadi kugutsu. "Jika Bell Cranel merasa layak menjadi petualang, ia akan tetap pergi ke dungeon setiap hari. Aku akan melatihnya, setidaknya sampai ia dapat mengganti armorku. Ia akan mendapatkan pengalaman dan aku akan mendapatkan armorku. Kau tahu, ia tidak akan mendapatkan tawaran seperti ini jika saja ia menabrak orang lain."
"...Aku mengerti." Tulle akhirnya menegakkan tubuhnya. Aku tidak pernah mengira memohon maaf di dunia ini sama dengan duniaku sebelumnya. Gadis half-elf berambut cokelat itu merapikan kacamatanya. "Kalau begitu, mungkin kau hanya akan mendengarkan perkataan Bell-kun. Aku permisi dulu, aku akan menemukannya dan memperlihatkan padamu kalau ia benar-benar takut untuk pergi ke dungeon lagi."
"Harusnya kau membiarkannya mengurus dirinya sendiri, Tulle-san. Kau tidak merusak barangku, Cranel-san yang merusaknya." Aku berbicara dengan penuh penekanan. Tulle hanya memalingkan wajahnya sembari menggigit bibir bawahnya. Tidak diragukan lagi, gadis campuran berambut coklat itu memanjakan si pemula itu. "Aku menawarkan padanya bagaimana menjadi lebih kuat, membayar hutangnya, dan mendapatkan pengalaman. Dan kau ingin menggunakanku untuk menakut-nakutinya agar ia menjauh dari dungeon? Kau harusnya malu pada dirimu sendiri."
"...sepertinya begitu." Tulle, secara mengejutkan, bersuara dan setuju denganku. Ia tersenyum sedih, senyum yang secara menyakitkan mengingatkanku pada senyum seorang ibu. Aku mengalihkan pandanganku dari senyum itu. Member guild berambut cokelat itu menyisipkan rambutnya ke belakang telinganya. "Baiklah, aku akan membicarakan penawaranmu dengan Bell-kun. Tapi aku sejujurnya ingin menyarankan Bell-kun mencari pinjaman untuk membayar hutangnya padamu."
"Yah... Aku hanya bisa bilang, terserah kau saja, Tulle-san. Aku tidak akan dirugikan bagaimanpun juga." Aku berbalik kemudian melangkahkan kakiku menjauh dari Tulle. Sejujurnya aku ingin Cranel menerima tawaranku. Aku agak merindukan hidup dengan memiliki orang yang bekerja untukku. "Kau tahu kan, kalau tawaranku tidak berlaku selamanya."
