Indah langit senja dan cahaya temaram lampu segelintir perumahan menambah suasana apik jalanan kota yang mulai dipadati para warga akan kesibukan mereka masing-masing. Suhu yang kian menurun memaksa satu dari sekian juta penduduk di antara keramaian bergegas dan segera mencapai tujuannya kala itu. Bising kendaraan dan bincang para kerabat yang benar-benar mengusik sempat membuat dirinya terganggu. Surai baby blue yang dengan anggun menyibak dan menyeruak manja dimainkan Sang Dewa Angin itu begitu lesu dengan tetesan peluh di setiap helainya.

Sempat juga kala jenjangnya kedua kaki mungil miliknya tanpa sengaja terantuk sesuatu di bawah sana. Berakibat pada tubuh mungil dengan balutan mantel kecoklatan indah yang tengah dirinya kenakan ambruk dan linglung hilang keseimbangan. Segera dengan sigap dirinya bangkit dan kembali pada jalanan kota mungil yang tersudut lurus di hadapannya.

Arjuna Merah Bermahkota Emas

Assassination Classroom © Yusei Matsui

AimeeChoreline

[ Akabane Karma x Shiota Nagisa ]

Genre: Romance, Family, Hurt

Rated: M (untuk berjaga)

Warning: Typo(s), AU

Image: Pixiv Id 9239859

"Ma'af, saya terburu-buru," ujarnya perlahan sembari membungkuk sopan menandakan dirinya benar-benar merasa dirundung kesalahan tatkala tanpa sengaja dirinya menabrak seseorang di hadapannya.

Beralih pada pemuda lain dengan balutan mantel kelam yang begitu rapih dikenakan tubuh indah ini. Surai kemerahannya yang memantul cahaya sekitar menjadikan dirinya sosok mengerikan dengan singgahsana terkuat dan tahta juga bermahkotakan berlian.

Dirinya mengadah menatap langit yang semu tanpa taburan bintang di atas sana. Kelam dan senyap, kini ia merasa dirinya hanya sendiri dan tanpa bergantung pada sekitar. Gurat wajah ketegasan dan menawan menjadikan beberapa gadis yang hanya lalu-lalang bergunjing dan mulai memujanya dari kejauhan.

Tanpa menambah beban pikirannya untuk hari ini, ia selalu bergeming dan merasa seolah itu hanya bualan belaka. Tak pernah dan tak akan pernah ia menemui sesosok malaikat anggun yang akan membawanya pada eloknya surga duniawi dan indahnya buaian. Semua hanyalah mimpi jika ia mendambakan gadis dengan paras sempurna untuknya sandingi.

Dirinya melangkah perlahan. Menapakkan kaki indah miliknya menyeberangi jalanan tatkala lampu menunjuk dan memerintah dirinya untuk segera maju atau memilih tinggal di rumah sakit dengan luka gores dari penghuni jalanan. Deru angin menerpa tubuh indahnya dengan kepul asap nafasnya menandakan malam ini begitu dingin. Hanya satu tujuan dan keinginannya untuk saat ini adalah pulang dan mungkin saja seseorang tengah menantinya dengan hangat pelukan di sana.

Segera sesaat setelahnya, pemuda bersurai baby blue ini sampai. Pada kediaman elit nan megah di hadapannya. Perlahan mengatur deru jantungnya yang berusaha menyeruak dan terbebas dari tempatnya bertengger semasa dirinya hidup.

Shiota Nagisa.

Dirinya mendongak dan menyejajarkan posisinya kembali layaknya manusia yang tengah bertapak kala ini. Kedua manik indah dibalut kelopak manja miliknya membelalak menadah menatap sesosok pangeran di seberang sana. Dirinya tahu, akan tiba saat dimana hanya dirinya yang akan menyambut sang arjuna dalam kepulangannya meski itu hanya hal yang sederhana.

"Karma-kun." Sunggingan senyum khas miliknya mencoba menyeruah dan memandang sang tambatan hati dalam diam.

Tatkala sang surai kemerahan di seberang sana mulai mempercepat langkahnya. Menahan rasa yang bergejolak dalam hatinya bahwa harus dan saat itu juga dirinya mendekap Nagisa, mengecupi setiap inchi wajah mungil itu dan mencumbunya tanpa henti.

Pasti. Ia datang mendekap tubuh mungil Nagisa dalam pelukan hangat. Menenggelamkan gurat lelah dan peluhnya pada lembut dan aroma khas milik sang biduan. Karma tahu bahwa ini adalah sebuah dosa terlarang dengan derajat neraka yang akan Tuhan hantamkan padanya kala itu. Dirinya juga tahu bahwa bahkan dunia sekalipun pastilah akan menghujat dan menertawakan pewaris tahta dengan gelimang harta keluarga Akabane jatuh pada jurang kenikmatan yang begitu dalam.

Ah, persetan dengan apa yang akan mereka utarakan padaku. Meskipun Tuhan sekalipun akan mencambukku di neraka. Kami akan tetap dan selalu bersama.

"Aku baru saja sampai. Karma-kun tak perlu merasa bersalah karena seakan aku menunggumu dalam kurun waktu yang lama," ujar Nagisa lembut. Diusapnya perlahan punggung sang arjuna berharap dapat menenangkannya hanya untuk sekejap.

Karma bergeming. Perlahan namun pasti dirinya mendekap Nagisa lebih dan lebih erat dari sebelumnya. Seakan waktu dan jarak hendak memisahkan keduanya dalam jangka yang cukup membuat mereka gila. "Aku menginginkan Nagisa-kun. Malam ini juga," ujarnya lirih.

Keduanya tahu, ini merupakan hal yang benar-benar memalukan dan menjijikkan bagi segelintir masyarakan di luar sana. Namun apa daya, bara api asmara dan kobar nafsu yang keduanya genggam terlalu bergejolak dan menggebu. Seakan dunia hanyalah milik mereka berdua.

"Aku tahu. Karma-kun, hari ini aku mendapat luka baru. Akankah Karma-kun bersedia mengobatinya?" Nagisa berujar lirih tepat pada daun telinga Karma yang memerah akan suhu yang mulai tak memungkinkan.

Luka yang sebenanarnya. Dirinya hancur dalam sadar maupun tidak, Nagisa tahu ada yang salah dengan kehidupannya. Kegilaan yang ia rasakan semakin menjadi tatkala surai baby blue miliknya memanjang dan mencoba mengutarakannya pada sosok yang telah mengandung dan merawatnya selama ini. Mencoba menjelaskan semua yang telah belau lakukan pada dirinya.

Ini bukan salahku. Ini juga bukan salah takdir, tempat diriku dilahirkan. Semua terjadi akan sebab yang pasti dan masih Tuhan sembunyikan dariku.

Betapa terkejut dirinya dengan penolakan sang ibu dan beberapa kekerasan yang beliau lakukan padanya. Sadarkah beliau bahwa kayu dan batang paralon sangatnya padat dan ketika mereka menghantam beberapa bagian sendi dan tulang sangatlah menyakitkan. Meski tak ada waktu Nagisa mengeluh dan menyadarkan sang ibu bahwa apa yang beliau lakukan adalah kesalahan besar dan jika Nagisa ingin, pastilah sang ibu akan berakhir pada masa tahanan di sisa hidupnya.

Hantaman pada dingin dan kerasnya dinding juga menepa nyeri tubuh bahkan rangka kepalanya sekalipun. Ingin rasanya ia lari dan berharap dilahirkan kembali pada situasi yang lebih memungkinkan dirinya tabah. Mungkin Nagisa adalah satu dari sekian banyak orang di luar sana yang berhati kapas dengan balutan baja yang melindungi perasaan sebenarnya yang ia miliki.

Ia hanya bungkam dan menerima semuanya dengan lapang tanpa mengeluh, selama ini. Namun apa daya, diri ini terusik dengan keindahan dan ketegasan pemuda yang tengah mendekapnya. Pemuda yang benar-benar menganggapnya sebagai Shiota Nagisa, bukan orang lain. Sosok yang begitu teduh dengan aroma misterius dan mint yang menenangkan meskipun tak satupun dari masalahnya luput tanpa ia ceritakan. Nagisa telah menumpahkan dan melarutkan seluruh sisa hidupnya pada sang arjuna. Memberikan ia segala apa yang Nagisa miliki bahkan kesucian diri, batin, dan jiwanya.

Awal lalu Nagisa hanya merasa bahwa Karma akan menjadi pelampiasan dan pelarian belaka dirinya dari setiap masalah yang menderu. Namun apa daya, kian lama kupu-kupu itu ada dan nampak nyata memenuhi relung diafragma miliknya. Merasa benar-benar nyaman dalam dekapannya setiap kicau burung yang berterbangan di luar sana tatkala keduanya baru saja memadu kasih.

Aku yang lemah, mengijinkannya masuk dan memenuhi isi hati yang rumpang. Apa daya, aku begitu mencintaimu,arjunaku. Akankah ketika masalah datang dan menderu kau masih bersedia bersanding dan melawan badai bahkan dunia di hadapanmu?