-o0o-

Semua karakter yang ada di sini milik Masashi Kishimoto Sensei. Spice cuma pinjam doang.

.

Casing Your Heart

.

1

-o0o-


Awal melihatnya ada rasa sedikit benci.

Saat itu aku berpikir, bagaimana bisa Ayahku memilih seorang Wali sekeras dia?

Tapi pemikiran itu mulai berubah semenjak aku tinggal dengannya kurang lebih lima tahun ini.

Dia sedikit keras, namun tegas. Setiap kali sedang kesal maka dia akan membanting apapun yang ada didekatnya.

Tapi dia bukan tipe pria yang suka bermain kasar pada perempuan, bisa dilihat dari bagaimana dia menanganiku yang sedikit keras kepala dan suka membuat masalah.

Dan... aku suka setiap kali melihatnya melebarkan mata ketika terkejut ataupun merasa kesal

Suka ketika melihatnya menyipitkan mata karena merasa curiga maupun sedang tertawa.

Dia, waliku setelah ayahku meninggal lima tahun lalu, Sasuke Ji-san.

-o0o-

"Sudah sampai, Nona." Seorang supir suruhan Sasuke lekas berdiri di samping, menunggu gadis itu keluar dari dalam mobil. "Tuan Uchiha berpesan kalau beliau sedang ada rapat penting. Kemungkinan beliau akan pulang sedikit terlambat, atau jika teramat larut beliau meminta anda untuk tidak menunggunya."

Bohong! Sakura tahu kalau Sasuke sedang berbohong! Sebelum berangkat sekolah tadi Sakura sudah melihat agenda Sasuke dan tak ada jadwal pertemuan apa-apa dengan Divisinya kecuali jadwal akhir pekan dengan kekasih sialannya itu.

"Baik," gadis remaja itu berucap datar.

Mungkin terdengar tidak sopan memanggil orang yang sepuluh tahun di atasnya dengan namanya saja tanpa embel-embel paman, tapi Sakura... entahlah, Sakura merasa kesal setiap kali ditinggalkan seorang sendiri di apartemen megah sedangkan pria itu sedang bersenang-senang dengan wanita-wanita sialannya di luar sana.

"Tadaima..." walau tahu di dalam tak ada siapapun tapi tetap saja Sakura mengucapkan kalimat itu.

"Okaeri..."

Seseorang menyahut dari arah dapur, tentu saja hal itu membuat Sakura terlonjak kaget. Buru-buru dia berlari ke sana, siapa tahu ada maling atau semacamnya, namun yang Sakura lihat justru sosok yang tadi ia pirkan. Pria itu sedang berdiri menatap ke luar jendela dengan segelas bir di tangannya.

"Bukankah kau ada rapat dengan Divisimu?" ditelinga Sasuke mungkin terdengar seperti pertanyaan namun sebenarnya Sakura sedang mencibirnya.

"Kau sudah membuka agendaku, jadi kenapa masih bertanya?"

GLEK! Dia tahu? "Aku tidak sengaja, lagipula salahmu sendiri menaruh agenda asal-asalan saja!" tentu saja bukan Sakura jika harus mengakui kesalahannya yang sangat lancang itu. "Lalu kenapa kau pulang?"

Sasuke menyeringai, "Sejak kapan ada aturan yang melarang tuan rumah untuk pulang kerumahnya sendiri?" Bagus, sekarang Sakura tidak tahu harus bicara apa selain menatap lantai dapur yang dingin. "Ganti bajumu, aku tunggu lima menit."

Tunggu, Sakura lekas menarik kepalanya yang semula tertunduk untuk menatap iris sekelam malam milik Sasuke. "Mau kemana?"

"Bukankah kau sangat ingin melihat festival kembang api di taman kota?"

Iri hijau Sakura membelalak sempurna dan menatap pria di dekat jendela dengan horor. Bagaimana Sasuke bisa tahu kalau penutup liburan musim panas ini Sakura ingin sekali melihat festival kembang api? "Kau membaca buku diaryku?"

Sakura mengerang kesal saat melihat seringai menyebalkan Sasuke.

"Aku tidak sengaja, lagipula salahmu sendiri menaruh buku diary asal-asalan saja."

Dia mengkopi ucapanku! "Ji-san no baka!" umpat Sakura sebelum melarikan diri ke dalam kamar. sebuah senyum kemudian mulai terukir indah.

-o0o-

Mereka duduk di salah satu bangku taman, Sakura melirik Sasuke yang sibuk dengan ponselnya sejak pertama kali mereka sampai di tempat itu. Entah apa yang sedang Sasuke lakukan dengan ponsel bodohnya, Sakura tidak begitu peduli karena perasaannya sedang bahagia malam ini. Saat jam menunjukan waktu hampir tengah malam, taman kota semakin padat, pengunjung kebanyakan adalah muda-mudi yang sedang kasmaran.

"Kau lapar?" Sasuke membuka suaranya pada akhirnya.

Sakura mendengus kecil lalu menoleh dan menaikkan satu alisnya, "Ji-san ingin membelikanku makan?" uh... Saku tak cukup berani memanggil nama pria itu tanpa embel-embel 'Oji-san' di depannya langsung, dia bisa mengamuk kalau Saku benar-benar melakukannya.

"Tunggu di sini dan jangan pergi ke mana-mana, aku akan segera kembali setelah mendapatkan makanan dan minuman hangat."

"Ha'i." Sakura menjawab dengan senyum jahil.

"Tidak, Sakura. Apapun yang ada di otakmu saat ini tidak boleh kau lakukan. Di sini terlalu ramai, kau bisa hilang kalau-"

"Aku bukan anak 5 tahun yang tak tau jalan pulang Sasuke Ji-san."

Sasuke menggelengkan kepalanya dengan mata menyipit marah pada gadis remaja itu, "Memang! Bagiku kau tidak lebih dari seorang balita yang buta arah. Pokoknya kalau aku kembali dan kau tidak ada di sini maka bersiaplah karena aku sudah menyiapkan hukuman untukmu!" Sakura terkekeh saat mendengar ancaman itu. Sebuah ancaman yang sama sejak 5 tahun lalu. "Aku serius, Sakura!"

"Ya, ya, ya, apa katamu saja Oji-san," jawab Sakura tak acuh dan Sasuke menggeram sebelum berbalik dan menghilang ditelan keramaian.

Sepeninggalan Sasuke, Sakura lekas beranjak dari bangku tadi dan mulai berkeliling untuk melihat-lihat, sangat disayangkan jika festival akhir musim panas yang sangat ramai ini hanya dinikmati dengan duduk-duduk saja. Tck, masa bodo dengan segala ancaman Sasuke tadi, karena pada kenyataannya dia sama sekali tidak punya keberanian untuk sekedar menarik sehelai rambutnya, apalagi memukul, sangat tidak mungkin.

"Haruno?" Sakura menoleh pada seseorang yang baru saja meneriakkan nama marganya, dan benar saja, yang memanggilnya tadi adalah teman sekalasnya di Konoha High, Sabaku Gaara.

"Gaara? Kau sendirian?" tanya Sakura seraya melihat kanan kiri dan sekeliling, siapa tahu ada teman-teman lainnya.

"Aku sendirian. Kau sendiri dengan siapa? Tidak mungkin gadis buta arah sepertimu berjalan-jalan sendiri, kan?"

Sialan! Sakura hendak menyemprotkan kekesalannya karena dikatai buta arah oleh setan merah itu sampai seseorang lebih dulu menariknya ke belakang. "SUDAH AKU BILANG JANGAN PERGI KE MANAPUN!"

Tamat riwayatku!

-o0o-

Sasuke benar-benar marah, selama dua hari ini Sasuke mendiaminya, menganggapnya tidak pernah ada dalam jarak pandangnya. Bahkan, kemarin Sasuke sama sekali tidak pulang, mungkin menginap di salah satu rumah wanitanya, entah wanita yang nomor berapa Sakura tidak tahu.

Hey, bagaimana bisa Sasuke bersikap seperti itu! Memang benar kalau Sakura ini buta arah, setiap hari pulang pergi ke sekolah harus bersama supir. Tapi... pokoknya Saku sangat tidak suka jika Sasuke terus-terusan menganggapnya seperti anak kecil yang harus diawasi sepanjang waktu. Sakura ambil contoh kejadian minggu lalu saat dia hendak mengerjakan tugas kelompok di rumah Ino, baka Oji-san-nya terus saja menelpon dan mengiriminya email, menanyakan jam berapa ia pulang agar supir sudah siap sedia menjemputnya di sana.

"Sampai kapan Ji-san akan mendiamiku begini?" Sakura berseru pada Sasuke yang sedang membuat sarapan untuk mereka berdua di dapur. Tak ada jawaban, entahlah... mungkin mulutnya terkena lem perekat super sampai tidak bisa terbuka begitu.

"Hari ini aku tidak mau pergi dengan supir, Gaara sudah menungguku di bawah dan dia akan terus mengantar jemputku kedepannya," kata Sakura sepihak, mengabaikan bagaimana iris gelap Sasuke menyipit tak terima.

Setelah mengambil setangkup roti dan memolesinya dengan selai blueberry kesukaannya, Sakura segera pergi dari sana. Cih, memangnya hanya dia yang bisa marah? batin Sakura kesal.

-o0o-

Sakura bohong... Gaara sebenarnya tidak pernah berjanji untuk mengantar jemputnya. Tadi pagi Sakura hanya kesal saja pada Sasuke-baka-Oji-san. Lagipula Sakura tidak mau terus-terusan menyusahkan Sasuke, atau bermanja-manja dengannnya karena bagaimanapun dia akan berumahtangga dan Sakura tidak mungkin terus-terusan menempeli Sasuke layaknya permen karet yang membandel. Juga... kalau Sakura pikir-pikir, biaya yang dikeluarkan Sasuke setiap bulannya pasti sangat besar, pengeluaran untuk sekolahnya, keperluan bulanan, uang jajan dan uang untuk gaji supir.

Jadi mulai saat ini sudah Sakura putuskan kalau dia akan pergi ke sekolah dengan menggunakan taksi atau bus umum saja dengan menggunakan uang sakunya yang selama ini tak pernah ia pakai, itung-itung mempersiapkan diri sebelum nanti Sakura dibuang oleh Sasuke. "Terimakasih, kalau tidak keberatan bolehkah aku minta nomor telpon untuk kujadikan taksi langganan?"

"Saya tidak punya ponsel, tapi di sini ada telpon kantor."

"Tak apa, biar kucatat nomornya." Segera Sakura keluarkan ponselnya lalu mulai mengetik beberapa nomor yang ada di ID CARD supir taksi itu. "Arigatou,"

Sakura segera berlari ke arah gerbang setelah memberikaan beberapa lembar uang pada supir taksi tadi, sebenarnya sang supir berteriak mengingatkan kalau uang yang Sakura berikan tadi terlalu banyak. Entahlah, Sakura tidak begitu mengerti mengenai lembaran-lembaran yang selalu tersimpan di dalam dompetnya atau bahkan jutaan lembar yang terdapat di rekening bank-nya karena sejujurnya Sakura tidak pernah berbelanja sendiri selain ditemani oleh Oji-san tampannya itu dan tentu saja Sasuke tidak akan membiarkan Sakura membayar barang belanjaannya sendiri kalau sedang berbelanja dengannya.

Jadi? Sebenarnya untuk apa dia memberikan Sakura uang saku setiap harinya? Untuk dijadikan pajangan di dalam dompet belaka? Demi Jasin, hanya Sasuke dan otaknya saja yang tahu.

Fyuuuh... Sakura mendesah lega karena bel berbunyi tepat saat dia sudah melewati gerbang tinggi itu.

"Ohayou, jidat." Ino berlari dari parkiran ke arahnya dengan senyum lebar.

"Ohayou, pig!" balas Sakura dengan senyum tak kalah lebar dari sang sahabat. "Bagaimana dengan liburan musim panasmu, Ino?" tanyanya kemudian. Mereka sedang berjalan beriringan menuju kelas.

"Sangat membosankan. Otou-san sibuk dengan proyek barunya di Kirigakure dan tidak mengijinkan aku ikut berlibur di sana. Sedangkan Okaa-san sendiri sibuk dengan arisan bersama teman-temannya. Sangat menyebalkan sekali pokoknya!" Ino berceloteh seperti biasanya, sangat cerewet untuk ukuran seorang gadis. "Kalau kau sendiri? Err... pasti liburan musim panasmu sangat menyenangkan seperti biasanya, benar kan?"

Sakura mendesah bersamaan dengan bibirnya yang mengerucut. Liburan musim panas kali ini sangat jauh beda dengan liburan musim panas tahun lalu. Tahu kenapa? Karena si baka Sasuke ji-san itu membawa pacarnya di acara liburan yang seharusnya milik mereka berdua, jadilah Sakura ngambek selama liburan dan sialnya Sasuke sangat bodoh untuk mengetahui hal itu. Sasuke justru semakin menjadi-jadi dengan wanita yang dibawanya, meninggalkan Saku sendiri di kamar hotel sedangkan dia enak berjemur di pantai. Aaarght... mengingat hal itu membuat mood Sakura jadi tambah rusak!

"Jidat, tidak sopan mengabaikan pertanyaan orang lain!" protes Ino seraya menjentik kening Sakura tanpa belas kasihan. Sial!

"Liburan musim panasku tidak lebih baik dari liburanmu, pig." jawab Saku seraya mengusap jidatnya yang terasa panas dan berdenyut.

Sadar kalau Ino memiliki tingkat penasaran yang lebih tinggi dari seorang wartawati, Sakura segera melangkah lebih cepat untuk menghindari pertanyaan dari Ino selanjutnya. Setelah mereka mencapai kelas, Sakura segera mendudukkan dirinya di bangku yang sudah ia duduki selama 7 bulan ini, bangku nomor 3 barisan ke 4 dekat jendela.

Seperti biasa, selagi menunggu Sensei datang, Saku selalu memangku kepalanya pada tangan dan menatap ke luar jendela, bukan untuk menatap anak-anak yang sedang berolah raga, tapi menerawang pada sosok yang selama 5 tahun ini sudah mengasuhnya. "Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau terus-terusan bermusuhan dengannya. Aaarght dasar Sasuke no baka!" jerit Saku dalam hati.


See you next chapter ^^

RnR pleaseee...

Spice, 20 OCT '17